Anda di halaman 1dari 8

PRINSIP JUAL BELI SYARIAH

MATA KULIAH : AKUNTANSI SYARIAH

Di susun Oleh
Kelompok 7:
 Sopi Sopiah : 2017.02.007
Khoerun Nisa : 2017.02.010
PENGERTIAN JUAL BELI

Jual Beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan


sesuatu . Dalam bahasa arab jual beli diartikan al-bai’, al-
Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana firman Allah yang
artinya :
“Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak
akan rugi” (Fathir: 29)
Adapun jual beli menurut istilah (terminologi) para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
 Menurut Imam Nawawi  jual beli adalah Pertukaran harta

dengan harta untuk kepemilikan.


 Menurut Ibnu Qudamah  jual beli adalah Pertukaran harta

dengan harta, untuk saling menjadikan milik.


LANDASAN SYARA’
Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Quran, sunah, dan Ijma’, yakni:
a. Al-Quran :
“Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.Al-
Baqarah : 275).
b. As-Sunah :
“Nabi SAW, ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau
menjawab, ‘Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli
yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn
Rafi’).
c. Ijma’
Ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik
orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.
Produk-produk Perbankan Syari’ah Berdasarkan Prinsip Jual-Beli

1. Bai’ al-Murabahah dan Bai’ bi Saman Ajil


Terdapat beberapa istilah yang kadang-kadang
dicampurbaurkan satu sama lain atau bahkan
dikacaukan pemakaiannya dan bukan hanya
sekedar sinonim, yaitu bai’ al-muajjal, bai’ al-
murabahah dan bai’ bi saman ajil. Di Indonesia
digunakan istilah bai’ al-murabahah dan bai’ bi
saman ajil.
Adapun rukun bai’ al-murabahah di dalam perbankan sama dengan
rukun jual-beli dalam kitab fiqih dan hanya dianalogkan dalam praktek
perbankan, yaitu:
 Penjual (al-bai’) dianalogkan sebagai bank;
 Pembeli (al-musytari) dianalogkan sebagai

nasabah;
 Barang yang akan diperjual belikan (al-

mabi’), yaitu jenis barang pembiayaan;


 Harga (al-saman) dianalogkan

sebagai pricing atau plafond pembiayaan;
 Ijab dan qabul dianalogkan sebagai akad atau

perjanjian, yaitu pernyataan persetujuan yang


dituangkan dalam akad perjanjian.
2. Bai’ as-Salam

Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan


pembayaran dilakukan di muka.
Landasan syari’ah transaksi bai’ al-salam adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….”.
“Barangsiapa yang melakukan salaf ( salam), hendaknya ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang diketahui”.
Berkata Ibn Mudhir bahwa semua pakar ilmu yang saya ketahui telah
berkonsensus keabsahan al-salam karena kebutuhan manusia
terhadapnya.
Pelaksanaan bai’ al-salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini :
 Muslam atau pembeli;

 Muslam ilaih atau penjual;

 Modal atau uang;


 Muslam fih atau barang;

 Sighat atau ucapan.
3. Bai’ al-Istishna’
Merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat
barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat
barang lalu berusaha melalui orang lain untuk
membuat atau membeli barang menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir.
Menurut jumhur fuqaha –Malikiah, Syi’ah dan
Hanbaliah–, bai’ al-istishna’ merupakan suatu jenis
khusus dari akad bai’ al-salam. Biasanya, jenis ini
dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan
demikian, ketentuan bai’ al-istishna’ mengikuti
ketentuan dan aturan akad bai’ al-salam.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai