Anda di halaman 1dari 27

PARENKIM

• Parenkim adalah bagian fungsional suatu organ


• parenkim berarti sel pada organ yang mempunyai fungsi tertentu atau sel
kelenjar di luar komponen jaringan ikat
• Organ dapat dibagi menjadi parenkim, yang terdiri atas sel-sel pelaksana fungsi
khas organ tersebut, dan stroma, yang merupakan jaringan penyokonganya.
Kecuali di otak dan medula spinalis, stroma terdiri atas jaringan ikat.
• jaringan dasar tumbuhan yg terdiri atas sel-sel hidup yg mempunyai fungsi dan
bentuk yg berbeda-beda; sel pd organ yg mempunyai fungsi tertentu atau sel
kelenjar di luar komponen jaringan ikat
• Parenkim paru adalah substansi paru - paru di luar sistem peredaran darah yang terlibat dengan pertukaran
gas dan termasuk alveoli paru dan bronkiolus pernapasan
• Jaringan paru disebut parenkim paru, merupakan jaringan ikat yang mengikat saluran napas. Bila paru
dipotong melintang maka saluran napas akan terlihat seperti lubang-lubang diantara jaringan padat. Jaringan
ikat memiliki protein kontraktil (seperti otot), yaitu actin dan myosin. Karakteristik jaringan ikat pada
parenkim paru mirip dengan jaringan ikat pada organ lain dan otot, yaitu elastis.
• Semakin elastis jaringan parenkim paru, maka semakin mudah paru tersebut untuk memendek mengecil, atau
kempes. Dengan kata lain, jaringan parenkim paru yang elastis memiliki karakter sulit untuk mengembang.
• Jaringan parenkim paru yang elastis memiliki gaya recoil (seperti pegas yang diregang mampu kembali ke
ukuran semula). Besarnya gaya recoil (pada pegas) ditentukan dari jumlah kumparan yang melilit pegas.
Besarnya gaya recoil pada parenkim paru ditentukan dari jumlah protein kontraktil (actin dan myosin).
Semakin banyak kandungan protein kontraktil dalam jaringan parenkim paru, maka potensi gaya recoil yang
dihasilkan semakin besar.
INTERSTISIAL

• interstisial merupakan prantara pasif antara darah dan sel.


• interstisium, yang mengelilingi dan membasahi sel (inter berarti "antara";
stisium berarti "yang berdiri")
• Interstitium adalah organ yang berisi cairan suspensi sel di dalam tubuh
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu
• Interstitium sendiri terbuat dari protein jaringan konektif yang kuat yaitu
kolagen dan memiliki fleksibelitas dari elastin. Organ ini juga memiliki cairan
yang diberi nama interstisial dan akan bergerak menyebar ke seluruh tubuh.
PARENKIM
KESEHATAN KERJA

Penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan


fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua pekerjaan, pencegahan gangguan
kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga
kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan
psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan manusia kepada pekerjaannya.
DASAR HUKUM KESEHATAN KERJA

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga)


dan pasal 8 (delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat
Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.
3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja.
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosa dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979 tentang Pengadaan
Kantin dan Ruang Makan.
9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering Yang Mengelola
Makanan Bagi Tenaga Kerja.
RUANG LINGKUP KESEHATAN KERJA

1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.


• Sarana dan Prasarana.
• Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan dan paramedis Perusahaan).
• Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja).

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.


• Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).
• Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
• Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko yang diterima).
• Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).

3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).


4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
• Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan, lebih dari 200 tenaga kerja wajib menyediakan kantin Perusahaan).
• Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pengelola dan Petugas Katering.
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.
• Prinsip Ergonomi:
• Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
• Efisiensi Kerja.
• Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
• Faktor Manusia dalam Ergonomi.
• Beban Kerja :
• Mengangkat dan Mengangkut.
• Kelelahan.
• Pengendalian Lingkungan Kerja.
6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)
TERAPI OKSIGEN JANGKA
PANJANG
BAGAIMANA TERAPI OKSIGEN
JANGKA PANJANG?

Te-rapi oksigen (O2) jangka panjang pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) selama empat sampai delapan minggu bisa menurunkan
hematokrit, memerbaiki toleransi latihan dan me nurunkan tekanan vaskuler
pulmoner.

Prinsip terapi oksigen jangka Panjang yaitu untuk menaikkan FIO2 4% tiap
pemberian 1 liter kanul
PNEUMOCONIOSIS
DEFINISI

• Pneumokoniosis secara harfiah berarti "debu di paru-paru“.


• Pneumokoniosis adalah sekelompok penyakit paru-paru kronis yang disebabkan oleh
paparan jangka panjang terhadap partikel yang dapat terhirup (diameter <5 μm) dari
debu mineral. –Oxford OCC Health
• International Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokoniosis sebagai
suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang menyebabkan
reaksi jaringan terhadap debu tersebut.
• Pneumokoniosis akibat paparan berbagai debu anorganik (misalnya: asbes, silika, atau
debu batubara) dapat menghasilkan fibrosis paru, atau yang menyebabkan penyakit
granulomatosa dan fibrosis (misalnya akibat berilium), biasanya mengubah fungsi paru.
EPIDEMIOLOGI

• Pada tahun 1999 World Health Organization (WHO) mencatat terdapat 1 juta
kematian pada pekerja yang 5% di antaranya disebabkan oleh pneumokoniosis.
Pada tahun 2013 International Labour Organization (ILO) mencatat 30-50%
pekerja di negara berkembang menderita pneumokoniosis.
• Di Indonesia belum diketahui berapa angka kejadian pneumokoniosis secara
nasional, oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui seberapa
besar masalah pneumokoniosis di Indonesia
• Di UK, rata-rata 167 kasus pneumokoniosis per tahun (2005-2010) dilaporkan
ke skema pelaporan SWORD oleh dokter pernapasan dan pekerjaan. Ini
mungkin merupakan perkiraan yang terlalu rendah dari jumlah kasus baru.
EPIDEMIOLOGI

• Pneumokoniosis adalah salah satu penyakit akibat kerja yang paling umum di
dunia, khususnya di negara berkembang. Ada peningkatan 81,1% dalam jumlah
kasus dari tahun 1990 hingga 2017.
• Pada 2013, penyakit ini mengakibatkan 260.000 kematian secara global, naik dari
251.000 kematian pada tahun 1990. Dari kematian tersebut, 46.000 karena
silikosis, 24.000 karena asbestosis, dan 25.000 karena pneumokoniosis pekerja
batu bara.
• WHO menyatakan 1,1 juta kematian adalah akibat pekerjaan dan 5% dari kematian
tersebut adalah pneumoconiosis.
• Insidensi pneumokoniosis secara signifikan lebih banyak terjadi pada pria.
FAKTOR RISIKO

• Merokok
• Menghirup: silica, asbestos, coal dusts
• Terpapar di tempat kerja
• Menyebar ke istri ataupun anak, melalui pakaian kerja
• Tidak menggunakan APD
KLASIFIKASI BERDASARKAN
ETIOLOGI
KLASIFIKASI

• Secara umum:

1. Simple pneumoconiosis: menyebabkan terjadinya sejumlah kecil jaringan


parut. Jaringan mungkin tampak pada X-Ray sebagai daerah bulat menebal
yang disebut nodul. Jenis penyakit ini kadang-kadang disebut
pneumokoniosis pekerja batubara, atau CWP.

2. Complicated pneumoconiosis: dikenal sebagai fibrosis masif progresif, atau


PMF. Fibrosis berarti banyak jaringan parut yang ada di paru-paru.
KL AS IFIKASI ILO ( INTERNATIONAL
CLAS SIFICATION OF RADIOGRAPHS OF
P NEUM OCONIOSES )

The International Labour Organization (ILO) menetapkansistem standar untuk klasifikasi kelainan radiologi toraks pada
pneumokoniosis berdasarkan terdapatnya kelainan parenkim dan kelainan pleura.
1. Kelainan parenkim paru dibagi atas 2 yaitu, small opacities dan large opacities.
2. Kelainan pleura (lokasi, lebar, panjang dan beratnya kalsifikasi).
• Klasifikasi foto toraks ILO menerangkan dan mencatat secara sistematis kelainan radiologis toraks akibat inhalasi debu.
Tujuan pembuatan klasifikasi foto toraks untuk pneumokoniosis adalah untuk standarisasi pembacaan foto toraks pada
pneumokoniosis, untuk memfasilitasi perbandingan data-data internasional kasus pneumokoniosis, penelitian epidemiologi
dan untuk riset.
• Klasifikasi foto toraks ILO pada pneumokoniosis digunakan untuk mendeskripsikan abnormalitas radiologi yang terjadi pada
semua jenis pneumokoniosis dan dibuat hanya untuk mengklasifikasikan gambaran pada foto toraks posteroanterior.
Catatan!!!
Klasifikasi tidak dapat digunakan untuk menilai kelainan patologis maupun kelainan fungsi paru serta kapasitas kerja
seseorang. Klasifikasi ini juga tidak berimplikasi pada aspek hukum/legal dalam definisi pneumokoniosis terkait kompensasi
serta besaran kompensasi yang diberikan.
DIAGNOSIS

• Tiga kriteria mayor :


• Pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai depat menyebabkan pneumoconiosis
• Disertai dengan periode laten
• Gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan radiologi
• History
• Work
• Environmental
• Smoking
• Respiratory symptoms
• Shortness of breath
• Cough
• Chest tightness
• Wheezing
• Physical exam
• Early : tdk ditemukan
• Severity : clubbing fingers and toes
• Chest radiograph -> gambaran : noduler, gambaran seperti sarang tawon
• Ukuran
• Bentuk
• Distribusi
• Fungsi paru
• Spirometri
MANAGEMENT

• Pencegahan
• Menghindari debu pada lingkungan kerja
• Pekerja harus menjalani pemeriksaan dada
• Jika ditemukan penyakit, pekerja di pindahkan ke tempat yang kadar debunya paling rendah untuk menghindari keparahan penyakit
• Berhenti merokok jika konsumsi rokok
• Pengobatan paru adekuat jika dicurigai terdapat penyakit paru obstruktif kronik
• Gunakan APD (masker, handglove)
• Pencegahan dengan vaksinasi dapat dipertimbangkan
• Pengobatan
• Tidak ada pengobat spesifik
• Pengobatan umunya bersifat simptomatis / hanya mengobati gejala saja
• Obat obatan supportif
• Tindakan pencegahan merupakan yang paling penting
• Jika terjadi gangguan napas berikan bronkodilator dan ekspetoran
KOMPLIKASI

• Tuberkulosis paru
• Heart failure
• Chronis obstructive lung disease
• Malignancy
• Intertitial lung disease
PATOGENESIS

• Setelah debu terinhalasi -> alveolar macrophage berkumpul pada partikel ekstraseluler dan akan memakan partikel tersebut. Jika
jumlah aprtikel besar, maka mekanisme eliminasi gagal
• Deposisi mineral dust di alveoli -> partikel-partikel mineral di fagositosis oleh alveolar macrophage.

• Mediator inflamasi:
• Tumor Necrosis Factor (TNF)-a
• Interleukin-(IL)-6 danIL-8
• Platelet derived growth factor
• Transforming growth factor (TGF)-b.
• Localized inflammatory reaction mengawali adanya perubahan jangka panjang pada histologi paru :
• Reaksi fibrosis di sekitar parenim paru, dengan pembentukan reticulin dan deposisi kolagen
• Nekrosis dan cavitation fibrotic nodules bisa terjadi pada tahap selanjutnya dari penyakit ini.
• Progresif penyakit mengarah ke coalescence/penggabungan dari area-are fibrosis menjadi large parenchymal masses (progressice massive fibrosis)
• Difusi gas terpengaruhi, menjadikan adanya penurunan faktor tranfer gas.
• Volume paru menurun (FEV1 & FVC), bentuknya restriktif.
PATOFISIOLOGI

Pajanan partikel (asbestos, silica, coal dust) partikel terinhalasi terdeposit di


paru aktivasi pulmonary macrophage release sitokin sebagai mediator
inflamasi inflamasi alveolus kerusakan parenkim paru remodelling
fibroblast teraktivasi (reaksi fibrosis) PNEUMOCONIOSIS

Anda mungkin juga menyukai