Anda di halaman 1dari 12

MEKANISME

TRANSMISI PROSES
BERPIKIR
MATA KULIAH KEPEMIMPINAN
DOSEN PENGAMPU DR. RENIATI.S.E., M.SI.

DISUSUN OLEH
MOCHAMAD RAFI ATHALLAH P (3022011052)
20 MANAJEMEN 1

Fakultas Ekonomi
Universitas Bangka Belitung
MEKANISME
TRANSMISI PROSES
BERPIKIR
MATA KULIAH KEPEMIMPINAN
DOSEN PENGAMPU DR. RENIATI.S.E., M.SI.

20 MANAJEMEN 1

Fakultas Ekonomi
Universitas Bangka Belitung
Diasumsikan bahwa apabila neuroscience terapan dapat menyasar kompetensi transformational leadership
dengan baik maka tujuan akhir organisasi yang efektif dapat diupayakan dengan lebih maksimal.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pemenuhan kompetensi transformational leadership, sebagai
tujuan antara, dapat dicapai dengan adanya intervensi neuroscience terapan, seperti relaksasi, aktivitas fisik
dan otak, affect labelling, mindfulness, interaksi, pemahaman preferensi komunikasi, regulasi SCARF,
chunking strategies, pencapaian AHA moment, serta mitigasi bias, yang dilakukan terhadap pengendalian
emosi yang dikeluarkan. Emosi yang terkelola baik akan memicu keluarnya hormon yang berdampak positif
terhadap reaksi atau perilaku kepemimpinan seseorang.

Pendekatan Jalur Transmisi Tujuan Antara Tujuan Akhir

Intervensi Impact on Kompetensi Organisasi


Emotions (x) Hormone (y)
Neuroscience Leadership (z) TL Efektif

Mekanisme Pengaruh Neuroscience dalam Transformational Leadership


Di mana:
x: Spektrum dasar emosi (Swart, 2015)
y: Hormon (Sinek, 2015)
z: Impact terhadap leadership
FACILITATING
BREAKTHROUGH
Dunia yang sarat dengan perubahan menuntut leader untuk selalu melakukan inovasi agar organisasi dapat
bertahan. Inovasi hanya dapat dibuat oleh seorang leader apabila memiliki kompetensi breakthrough dan
mampu memfasilitasi anggotanya untuk melahirkan breakthrough. Dengan intervensi neuroscience terapan,
leader akan lebih mudah untuk membuat breakthrough.

NEUROSCIENCE INTERMEDIATE GOALS ULTIMATE GOALS


TRANSMISSION CHANNELS
INTERVENTION
KOMPETENSI
EMOTIONS (x) IMPACT ON TRANSFORMATIONAL
HORMONE (y)
LEADERSHIP Organisasi dengan
LEADERSHIP
transformational
(z)
RELAKSASI leadership yang efektif
Joy/exitement Dopamin Kreativitas BREAKTHROUGH
Fear Kortisol

APPLIED NEUROSCIENCE TO IMPROVE BREAKTROUGH

Teknik relaksasi seperti berada pada area bernuansa berwarna biru dan melamun dapat membuat emosi positif, yaitu
joy/excitement (kebahagiaan), terbentuk dan menurunkan emosi fear (ketakutan). Emosi bahagia akan membuat otak
memproduksi hormon dopamin serta menurunkan hormon kortisol pada tubuh yang berdampak pada munculnya kreativitas
serta kemampuan untuk memfasilitasi perubahan
IMPROVING
AGILITY
Seorang leader seringkali dihadapkan pada situasi-situasi baru yang mengharuskan dirinya untuk selalu dapat
menyesuaikan diri. Kemampuan untuk menyesuaikan diri ini sulit dimiliki oleh leader yang tidak memiliki agility
(kelenturan) baik dalam bersikap maupun dalam belajar dan mengembangkan diri. Neuroscience terapan memberikan
pemahaman mengenai langkah-langkah efektif untuk mengembangkan agility yang harus dimiliki seorang leader.

NEUROSCIENCE INTERMEDIATE GOALS ULTIMATE GOALS


TRANSMISSION CHANNELS
INTERVENTION
KOMPETENSI
EMOTIONS (x) IMPACT ON TRANSFORMATIONAL
HORMONE (y)
LEADERSHIP Organisasi dengan
LEADERSHIP
AKTIVITA (z)
transformational
leadership yang efektif
S OTAK & Joy/exitement Endorfin Memfasilitasi AGILITY
FISIK Fear Kortisol perubahan

APPLIED NEUROSCIENCE TO IMPROVE AGILITY


Aktivitas fisik, seperti olahraga ataupun menari dapat membuat seseorang merasakan emosi bahagia yang berdampak pada produksi
hormon endorfin serta menurunnya kadar hormon kortisol pada tubuh. Selain aktivitas fisik, aktivitas otak, seperti brain games, juga
dapat membuat otak merasakan emosi bahagia sehingga memicu produksi hormon dopamin serta menurunkan produksi hormon
kortisol. Hal tersebut berdampak pada kemampuan dan kemauan leader untuk memfasilitasi perubahan yang membuat leader
memiliki agility.
MANAGING
EMOTIONAL
INTELLIGENCE
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memahami emosi, meregulasi emosi untuk tujuan tertentu, dan memiliki
empati kepada orang lain. Dengan mengetahui cara kerja otak, leader akan sadar ketika chimp brain (fungsi emosional
otak) sedang bekerja, sehingga leader dapat menekan emosi yang terjadi saat itu dan memiliki pikiran lebih jernih dan
rasional.

NEUROSCIENCE INTERMEDIATE GOALS ULTIMATE GOALS


INTERVENTION
TRANSMISSION CHANNELS
KOMPETENSI
IMPACT ON TRANSFORMATIONAL
EMOTIONS (x) HORMONE (y) Organisasi dengan
LEADERSHIP LEADERSHIP
AFFECT transformational
Joy/exitement (z)
Regulasi leadership yang efektif
LABELLING & Semua emosi Endorfin EMOTIONAL
emosi & self
MINDFULNESS negatif Kortisol INTELLGENCE
control

APPLIED NEUROSCIENCE TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE


Affect labelling, yaitu kegiatan mengidentifikasi emosi yang dirasakan, serta mindfulness meditation merupakan intervensi
neuroscience terapan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan emosi seorang leader. Kedua kegiatan tersebut
dapat menetralkan emosi dengan meningkatnya emosi bahagia dan menurunnya emosi-emosi negatif yaitu fear, anger, shame,
disgust, dan sad. Perubahan emosi akan memengaruhi produksi hormon yaitu terproduksinya hormon dopamin serta turunnya
kortisol, sehingga leader memiliki kemampuan untuk meregulasi emosi serta memiliki kontrol diri. Kedua hal tersebut
merupakan indikator bahwa seorang leader memiliki kecerdasan emosi yang baik.
ESTABLISHIN
G SOCIAL
INTELLIGENC
E
Kecerdasan sosial memiliki peran yang esensial terhadap proses kepemimpinan. Dengan memahami situasi kemudian
mengaktivasi bagian otak yang tepat untuk digunakan dalam menghadapi setiap situasi.

NEUROSCIENCE INTERMEDIATE GOALS ULTIMATE GOALS


TRANSMISSION CHANNELS
INTERVENTION
KOMPETENSI
EMOTIONS (x) HORMONE (y) IMPACT ON TRANSFORMATIONAL Organisasi dengan
LEADERSHIP LEADERSHIP transformational
(z)
INTERAKSI Joy/exitement Oksitosin
Kolaborasi & leadership yang efektif
regulasi emosi SOCIAL
Love/trust Kortiso INTELLIGENCE

APPLIED NEUROSCIENCE TO IMPROVE SOCIAL INTELLIGENCE


Kecerdasan sosial dapat ditingkatkan dengan melakukan interaksi dengan orang lain, misalnya dengan melakukan gathering atau
sekadar bercengkerama dengan rekan kerja. Emosi-emosi positif tersebut memicu produksi hormon oksitosin yang berfungsi dalam
mendorong seseorang untuk berkolaborasi dengan orang lain serta meregulasi emosi, sekaligus menyebabkan turunnya kadar
hormon kortisol. Selain interaksi positif, pemimpin harus tahu cara menempatkan diri terhadap posisi SCARF yang dihadapi oleh
followers dan rekanan. Dengan mengetahui suatu stimulus yang diberikan dipandang threat atau reward oleh followers dan rekanan
maka leader akan dapat mengelolanya sehingga hasil dari situasi tersebut efektif dan dapat diterima.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai