Anda di halaman 1dari 23

Anestesi Pada Pasien dengan

Penyakit Ginjal
https://emedicine.medscape.com/article/284555-overview#showall
Evaluasi fungsi renal
Tes Diagnostik Kelebihan Kelemahan
Kreatinin Serum Mudah didapat Tidak spesifik ginjal
Murah Marker lambat setelah cedera ginjal
Kadar serum dipengaruhi masa otot, obat, teknik
laboratorium, status cairan

Blood Urea Nitrogen (BUN) Mudah didapat Tidak spesifik ginjal


Murah Kadar serum dipengaruhi penyakit liver, gastrointestinal,
dan hipovolemi
FeNa Mudah didapat Sulit untuk diinterpretasi pada pasien dengan penyakit
Murah ginjal kronis
Dipengaruhi terapi diuretik
Mikroskopi urin Tidak invasif Tergantung keahlian operator
Murah Membutuhkan latihan dan pengalaman
Dapat memberikan informasi
penting jika dilakukan dengan baik
(contoh :cas sel merah pada kasus
glomerulonefritis)

Histologi renal Dapat memberian informasi penting Invasif


mengenai penyebab AKI dan derajat Membutuhkan kompetensi
perubahan kronis Komplikasi perdarahan

Biomarker AKI baru Peluang untuk mendiagnosis AKI Harga


sebelum kreatinin meningkat Perancu signifikan
Dapat memberi informasi diagnostik  
dan prognostik baru

Teknik untuk mengukur GFR Peluang untuk mengukur GFR secara Harga
real-time real-time dan untuk mendiagnosis Belum tersedia di praktek klinis
AKI awal Membutuhkan latihan dan pengalaman
PERTIMBANGAN
PRE OPERATIF
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal dibagi didasarkan pada penyebabnya dan pendekatan
terapi awal yang dilakukan menjadi:
pre renal
renal(intrinsik)
post renal
Gagal ginjal kronis: penyebab yang paling sering adalah
nefrosklerotik hipertensi, glomerulonefritis kronik, nefropati dibetik,
penyakit ginjal polikistik
Evaluasi fungsi renal
Pertimbangan anestesi

Sebagian besar obat anestesi (selain inhalasi) setidaknya


tergantung pada ekskresi ginjal untuk eliminasinya
Pada gangguan ginjal diperlukan modifikasi dosis obat untuk
menghindari akumulasi obat/metabolit aktifnya
Anestesi inhalasi adalah pilihan ideal untuk pasien ini
Evaluasi pre operatif

Diperlukan evaluasi menyeluruh untuk mengatasi gangguan sistemik


yang luas pada gagal ginjal
Hemodialisis merupakan manajemen perioperatif yang optimal (lebih
efektif dari pada dialisis peritoneal)
Continuous renal replacement therapy (CRRT) berguna pada keadaan
hemodinamik yang tidak stabil
Perlu menilai fungsi dari jantung dan paru
AGD berguna untuk mengevaluasi oksigenasi, ventilasi, kadar Hb dan
status asam basa pasien dengan dyspnea maupun takipnea
Menghindari obat yang dieliminasi di ginjal
Evaluasi
pre
operatif
Premedikasi

Benzodiazepin dan opioid dapat diberikan pada pasien yang stabil


(dengan dosis dikurangi)
H2 blocker, PPI dan metoklopramid diberikan untuk mencegah aspirasi
Metoklopramid 10 mg/oral meningkatkan pengosongan lambung
sehingga menurunkan resiko aspirasi
Obat anti hipertensi tetap diberikan sampai hari operasi
Intraoperative
1. Monitoring
• Hindari Manset BP pada lengan dengan AV fistula
• Pertimbangan monitoring invasive pada pasien dengan hipeprtensi
yang tidak terkontrol
• TEE dapat digunakan untuk monitoring status hemodinamik
2. Induksi

• Pertimbangan RSI  pada pasien mual, muntah, perdarahan GI


• Dosis induksi diturunkan pada pasien lemah atau kritis
• Suksinilkolin dihindari apabila kalium >5.5
• Pemilihan muscle relaxant = short acting
• Pasien dengan terapi ARB dan Ace inhibitor beresiko terjadi Hipotensi
intraoperative
• Sesuaikan dosis
• Pemberian lidokain, opioid atau beta bloker untuk menumpulkan respon
naiknya TD akibat instrumentasi atau intubasi
3. maintenance

• Rumatan ideal  minimal efek terhadap curah jantung  curah


jantung mekanisme kompensasi utama anemia pasien gagal ginjal.
• Isofluran dan desfluran merupakan agen volatil yang sering
digunakan karena efeknya minimal terhadap curah jantung.
• Nitrous oxide harus hati-hati pada pasien fungsi ventrikel jelek
• Nitrous oxide tidak boleh digunakan pada pasien Hb<7 gr/dL
3. maintenance

• Volatile anestesi
• Sevofluran dipertimbangkan untuk dihindari karena kemungkinan
nefrotoksisitas akibat compound A
• Volatile yang potent untuk intraoperative untuk menurunkan penggunaan
muscle relaxant
• depresi pada curah jantung besar
• Muscle relaxant
• Pada pasien dengan renal disease dapat memperlambat ekskresi vecuronium
dan rocuronium
Note :
• Nitrous Oxide : Sebaiknya tidak
digunakan pada pasien dengan
Hb < 7 gr/dL untuk optimalisasi
kandungan O2 arterial
• Enflurane dan sevoflurane :
sebaiknya tidak digunakan
pada operasi lama dan FGF <2
L/menit (karena akumulasi
Flourida)
• Induksi dan pemulihan dapat
berlangsung cepat pada pasien
Hb < 5g/dL karena koefisien
partisi gas : darah turun
3. maintenance

• Opioid
• Efek cardiodepressant yang lebih kecil sehingga dapat membantu
menurunkan kebutuhan gas inhalasi
• Metabolite nya neurotoksik : normeperidine, morphine 3 glucuronide.
• Fentanyl, sulfentanil, remifentanil metabolit aktifnya sedikit, namun half life
nya memanjang pada pasien CKD
• Pethidin (meperidin) tidak digunakan karena akumulasi normoperidin
• Morfin dapat digunakan, tapi durasi memanjang
3. maintenance

• Ventilasi kontrol
• Ventilasi spontan  inadekuat  hiperkarbia progresif dan asidosis
respiratorik. Pertimbangkan ventilasi kontrol
• Asidosis respiratorik  asidemia  depresi sirkulasi dan peningkatan kalium
serum
• Ventilasi kontrol berlebih  alkalosis respiratorik dan menggeser kurva
disosiasi hb ke arah kiri, mengeksaserbasi hipokalsemia, menurunkan aliran
darah ke otak
Terapi cairan

• Prosedur superfisial dengan perubahan fisiologis minimal hanya


membutuhkan penggantian cairan IWL saja dengan Dekstrose 5%.
• Pada situasi yang membutuhkan cairan rumatan atau resusitasi 
dapat digunakan kristaloid isotonik, koloid, atau keduanya.
• RL harus dihindari pada pasien dengan hiperkalemia karena
mengandung kalium 4mEq/L
• Cairan bebas glukosa digunakan bila terdapat intoleransi glukosa
• Kehilangan darah digandi dengan kolloid atau PRC jika ada indikasi
klinis.
• HES meningkatkan kematian pada pasien gangguan fungsi ginjal
Optimal intra-operative care

• Appropriate intravascular volume replacement


• Avoidance of nephrotoxic drugs
• Urinary catheter aiming for a urine output >0.5ml/kg/hr
• Maintenance of a suitable Mean Arterial Pressure (MAP) for the patient and
operation
• Monitoring of central venous pressure (CVP)
• Monitoring of cardiac output
• Vasopressors (there is no evidence supporting the use of “renal dose” dopamine)
• Anticipation of of anaesthetic and surgically induced haemodynamic
perturbations both intra and post operatively.
KESIMPULAN

1. Creatinine clearance merupakan metode yang akurat untuk menilai fungsi


renal dan dapat menentukan derajat dari gangguan fungsi ginjal
2. Diperlukan evaluasi menyeluruh untuk mengatasi gangguan sistemik yang
luas pada gagal ginjal
3. Sebagian besar obat anestesi (selain inhalasi) setidaknya tergantung pada
eksresi ginjal untuk eliminasinya
4. Anestesi mempengaruhi fungsi ginjal dan dapat memperburuk gangguan
fungsi ginjal
5. Anestesi inhalasi adalah pilihan ideal untuk penderita gangguan fungsi
ginjal
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai