Anda di halaman 1dari 149

Hukum Perniagaan Internasional

Departemen Hukum Dagang


PENGANTAR
• Pengertian Perdagangan Internasional
• Adalah transaksi yang melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional, lebih dari satu pihak
yang tunduk pada hukum negara yang berbeda.
• Masing-masing pihak lebih memilih agar kontrak yang mereka buat
tunduk atau menggunakan hukum negara mereka
• Perdagangan Internasional meliputi Perdagangan BARANG dan JASA
• Perdagangan Barang diatur dalam GATT (General Agreement on Tarif and Trade)
• Perdagangan Jasa diatur dalam GATS (The General Agreement on Trade in
Services (GATS), seperti asuransi, perbankan, pasar modal dan lain-lain.
• Latar Belakang Perdagangan Internasional
– Teori tradisional: setiap
negara memiliki manfaat dan kerugian komparatif dalam
memproduksi suatu barang.
– Ricardo: manfaat substansial yang diperoleh oleh suatu negara yang
menspesialisasikan diri dalam memproduksi barang. (harga terendah dari barang
yang mampu diproduksi.
– Heckscher-Ohlin, “a country tends to specialize in the production of, and to
export, those comodities requiring in their production large amounts of
productive factors in relatively abundant supply in that country, and to import
(from abroad) those commodities requiring in their production large amounts of
productive factors in relatively scarce supply at home”.
• Keunggulan Sebagai Daya Saing
– Keunggulan mutlak
– Keunggulan komparatif
– Keunggulan kompetitif
– Keunggulan inovatif
• Contoh Keunggulan sebagai Daya Saing
– Keunggulan dalam berinovasi – mencipta dan melakukan invensi sesuai selera konsumen masa kini
– Keunggulan dalam menyusun strategi yang terpadu dan lengkap untuk menguasai pasar.
– Keunggulan negara Y karena bahan baku dan biaya tenaga kerja yang lebih murah – sehingga dapat
memproduksi komoditas lebih murah dan lebih baik sehingga produktivitas lebih tinggi.
– Keunggulan negara X dalam produksi karet alam dan rempah-rempah – negara X terletak di daerah
tropis – faktor alam
JUAL BELI DAN JUAL BELI INTERNASIONAL

• Jual Beli
– JB merupakan perbuatan hukum antara pihak penjual dan pembeli mengenai suatu barang.
– Pasal 1457 KUH Perdata, “perjanjian antara penjual dan pembeli dimana pihak
penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan benda dan pihak pembeli untuk
membayar harga yang sudah diperjanjikan itu”.
– Pasal 1313 KUH Perdata, “Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa dimana
seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana dua
orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.
• Jual Beli Internasional
• Adalah transaksi yang melibatkan kepentingan lebih dari satu hukum nasional, lebih dari satu pihak
yang tunduk pada hukum negara yang berbeda.
• Perbuatan hukum
Jual beli • Akibat hukum

Akibat •Hak (penjual dan pembeli)

hukum •Kewajiban(penjual dan pembeli)


• Secara teoritis, unsur asing yang menjadi indikator, suatu kontrak adalah
kontrak internasional yang mengandung unsur:
– Kebangsaan yabf berbeda;
– Para pihak yang memiliki domisii hukum yang berbeda;
– Hukum yang dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip2
kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
– Penyelesaian sengketa diselesaikan di luar negeri;
– Pelaksaan kontrak tersebut di luar negeri;
– Kontrak ditandatangani di luar negeri;
– Objek kontrak berada di luar negeri
– Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
– Digunakan mata uang asing dalam kontrak tersebut.
HUKUM YANG MENGATUR

INTERNASIONAL
Convention on the International Sale of Goods 1980 (CISG).
Selain CISG, terdapat juga konvensi-konvensi terkait dengan kontrak internasional, antara lain:
- Konvensi UNIDROIT (the Unidroit Principles of International Contracts);

- Konvensi the United Nation Commission on International Trade and Law (UNCITRAL) ;
NASIONAL
- Buku III KUH Perdata;
- KUHD
• Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)
• Undang- Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
UU Perdagangan mengatur tiga jenis perdagangan, yaitu: Dalam Negeri, Luar Negeri, dan Perbatasan (Pasal 1)

8
INTERNATIONAL SALES TRANSACTIONS

• Contracts for the international sale of goods


• Kontrak Asuransi
• Kontrak Letter of Credit
• Kontrak Pengangkutan (Transportation
/shipping contracts), dsb.
CISG
Sejarah CISG
• CISG merupakan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Kontrak Penjualan (Jual-
Beli) Barang Internasional (Vienna Convention).
• CISG disahkan pada Konvensi PBB di Viena pada 11 April 1980 – pemberlakuannya
berbeda-beda untuk masing-masing negara.
• Dikerjakan oleh the working group dari UNCITRAL (the UN Commission on International
Trade and Law) pada tahun 1968.
• CISG dianggap sebagai perjanjian internasional pertama yang sifatnya komprehensif yang
dibuat sejak PD II.
• Negara-negara anggota berhak menerima CISG dengan persyaratan.
• Diantaranya banyak juga yang tidak menerima ketentuan-ketentuan tertentu dalam CISG.
• CISG memperbolehkan kontrak tidak tertulis.
• www.cisg.law.pace.edu

11
Latar Belakang CISG
• Meningkatnya transaksi perdagangan internasional
• Perbedaan sistem hukum di dunia
• Kelemahan konvensi-konvensi yang sebelumnya (dua
Konvensi Den Haag 1964)
– Terlalu mencerminkan semata-mata tradisi hukum dan
ekonomi negara-negara Eropa Kontinental
– Abstrak dan kompleks -> tidak mudah dipahami oleh pelaku
bisnis
Materi CISG
• Bab I: Ketentuan Umum
– Pengertian jual beli barang, pengertian fundamental breach
• Bab II: Kewajiban Penjual
– Mengirim barang, menyerahkan dokumen, dan peralihan hak milik (Ps 30)
• Bab III: Kewajiban Pembeli
– Membayar harga barang dan mengambil barang (Ps 52)
• Bab IV: Peralihan Risiko
• Bab V: Ketentuan-ketentuan Umum terhadap Kewajiban Pembeli dan Penjual
– Pembatalan (anticipatory repudiation), upaya-upaya terhadap kerugian, dll (Ps 71-88)
• Bab VI: Penutup
– Ratifikasi, kesempatan bagi negara bukan penandatangan untuk mengikatkan diri pada CISG
Ruang Lingkup CISG
Pasal 1 Ayat (1) CISG

1) Konvensi ini berlaku untuk kontrak perdagangan


barang antara pihak-pihak yang tempat usahanya
berada di Negara-negara yang berbeda:
a. Apabila negara-negara tersebut adalah Negara-negara
penandatangan; atau
b. Apabila peraturan hukum perdata internasionalnya
mengarah kepada pelaksanaan hukum dari Negara
Penandatangan.
CISG berlaku bagi:
1. Perjanjian jual beli barang antara Pihak A dan B yang tempat bisnisnya merupakan Contracting
States dari CISG. CISG berlaku secara otomatis kecuali jika A dan B menyatakan secara tegas tidak
memberlakukannya.
Bagaimana kalau hanya salah satu yang merupakan Contracting State CISG?
2. Perjanjian jual beli barang antara pihak-pihak yang tempat bisnisnya bukan merupakan
Contracting State dari CISG apabila Hukum Perdata Internasionalnya memberlakukan hukum
Contracting State CISG.
Beberapa negara tidak memberlakukan ketentuan ini (berdasarkan Pasal 95 CISG).
3. Perjanjian jual beli barang antara pihak-pihak yang tempat bisnisnya bukan merupakan
Contracting State dari CISG apabila para pihak memberlakukannya.
Pasal 95 CISG
• Setiap Negara dapat menyatakan pada saat
penyimpanan instrumen ratifikasi,
penerimaan, persetujuan atau
penambahannya bahwa ia tidak terikat akan
terikatnya oleh sub ayat (1)b dari Pasal 1 CISG
Pilihan Hukum Yang Digunakan
• Hukum Yang Dipilih Para Pihak
• Jika tidak dipilih, maka yang berlaku adalah hukum dimana perjanjian itu dibuat—asas “Lex Loci
Contractus”.
• The Most Characteristic Connection
– Hukum yang dipakai adalah hukum dimana prestasi lebih spesifik (lebih banyak) dipakai.
• Mis, antara penjual dan pembeli, lebih banyak kewajiban penjual, karena lebih banyak
prestasinya.
• The Most Significant Relationship
– Dilihat dari prakteknya, kecenderungan para pihak sesungguhnya menginginkan hukum yang
mana yang akan di pakai.
• Mis, Indonesia Vs Singapura, kontrak dengan bahasa Indonesia, mata uang rupiah
Hukum Indonesia dipakai.
• The Most Characteristic Connection
– Hukum yang dipakai adalah hukum dimana prestasi lebih spesifik
(lebih banyak) dipakai.
• Mis, antara penjual dan pembeli, lebih banyak kewajiban penjual, karena lebih
banyak prestasinya.
• The Most Significant Relationship
– Dilihat dari prakteknya, kecenderungan para pihak sesungguhnya
menginginkan hukum yang mana yang akan di pakai.
• Mis, Indonesia Vs Singapura, kontrak dengan bahasa Indonesia, mata uang
rupiah Hukum Indonesia dipakai.
CISG tidak berlaku bagi perdagangan

- Barang yang dibeli untuk keperluan pribadi, keluarga atau untuk keperluan rumah
tangga, kecuali apabila penjual, pada setiap saat sebelum atau pada saat
pengakhiran kontrak, tidak mengetahui atau belum mengetahui bahwa barang
tersebut dibeli untuk setiap keperluan tersebut;
- Melalui lelang;
- Atas dasar eksekusi atau dengan cara lain berdasarkan wewenang hukum;
- Saham, efek, surat-surat berharga atau uang;
- Kapal, hovercraft atau pesawat terbang;
- Tenaga listrik. (Pasal 2 of CISG)
Kontrak perdagangan barang dibedakan dengan kontrak jasa

Pasal 3 CISG:
(1) Kontrak untuk penyediaan barang yang akan dibuat atau diproduksi
dianggap sebagai penjualan kecuali apabila pihak yang memesan
barang tersebut mengupayakan bagian penting dari bahan-bahan yang
diperlukan untuk melaksanakan pembuatan atau produksi tersebut.
(2) Konvensi ini tidak berlaku untuk kontrak-kontrak di mana bagian
utama dari kewajiban pihak yang menyediakan barang adalah penyedia
tenaga kerja atau jasa lainnya.

CISG hanya berlaku bagi kontrak jual beli barang murni (tidak ada unsur
jasanya).
Hubungan antara CISG dan Hukum Nasional
Pasal 7(2) CISG:
“Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal yang diatur dalam Konvensi ini
yang tidak dengan tegas ditetapkan di dalamnya akan ditetapkan sesuai dengan prinsip-
prinsip umum yang mendasarinya atau, dalam hal tidak adanya prinsip-prinsip tersebut,
sesuai dengan hukum yang berlaku berdasarkan peraturan-peraturan hukum perdata
internasional.”

Misalnya:
- hal yang berkaitan dengan penentuan harga barang yang dijual;
- Syarat-syarat penyerahan;
- Perpindahan hak milik atas barang.
CISG hanya mengatur pembuatan kontrak dan hak &
kewajiban para pihak

Konvensi ini hanya mengatur pembuatan kontrak perdagangan serta hak dan kewajiban dari penjual
dan pembeli yang timbul dari kontrak tersebut. Secara khusus, kecuali sebagaimana dengan tegas
dinyatakan lain dalam Konvensi ini, Konvensi tidak mengatur hal-hal berikut ini:
(a) keabsahan kontrak;
(b) dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kontrak terhadap hak milik atas barang yang dijual.

(Lihat Pasal 4 CISG)

(c). tanggung jawab penjual atas kematian atau cidera badan yang disebabkan oleh barang yang
dijual.
(lihat Pasal 5).
Kebebasan para pihak
• Kebebasan para pihak untuk memilih hukum ini, atau untuk
tidak memberlakukan beberapa ketentuan dari CISG (Ps 6).
• Ps 9: para pihak terikat pada kebiasaan-kebiasaan dalam
perdagangan yang telah disepakatinya.
• Para pihak boleh mengesampingkan
berlakunya CISG dalam kontraknya. Tapi harus
tegas.
Penafsiran ketentuan dalam CISG

• Ditafsirkan secara konsisten; perlu diciptakan


keseragaman;
• Apabila terdapat ketentuan yang tidak secara
tegas menyelesaikan suatu masalah, maka
dipakai prinsip-prinsip umum yang ada dalam
CISG. Kalau tidak terdapat princi-prinsip umum,
maka baru dipakai hukum nasional.
Ketentuan dalam kontrak dan kebiasaan & praktek berlaku

• Kebiasaan dan praktek dianggap berlaku asal


diketahui oleh para pihak atau seharusnya
diketahui oleh para pihak atau diketahui
secara luas (internasional).
• Ketentuan dalam kontrak mengalahkan
kebiasaan dan praktek tersebut.
Bentuk kontrak menurut CISG
• Tidak harus tertulis (lihat Pasal 11
• Tetapi, Kontrak tertulis yang memuat ketentuan
yang mensyaratkan setiap perubahan atau
pengakhiran dilakukan melalui perjanjian tertulis,
tidak dapat diubah atau diakhiri melalui perjanjian
yang tidak tertulis.
• Negara peserta pada waktu ratifikasi boleh
mengenyampingkan Pasal 11.
Pasal 11 CISG
• Kontrak perdangan tidak harus disepakati
atau dibuktikan secara tertulis dan tidak
tunduk kepada persyratan lain berkaitan
dengan bentuknya. Kontrak perdagangan
dapat dibuktikan dengan cara apapun,
termasuk kesaksian.
Pembentukan kontrak
• Menurut asas CISG, kontrak terbentuk karena
adanya penawaran dan penerimaan;
• CISG menganut teori penerimaan.
Terbentuknya (lahirnya) Kontrak menurut CISG
- Ketika suatu tawaran (offer) diterima.
- Kapan suatu offer dianggap diterima?
a. ketika penerimaan (acceptance) diterima oleh orang yang memberi
tawaran (offeror).
Disebut the Receipt Rule.
b. Apabila offeror membolehkan acceptance dengan suatu tindakan
tertentu, maka kontrak dianggap lahir ketika tindakan tersebut
dilakukan.
- Diam/tidak bertindak tidak bisa dikatakan sebagai acceptance.
• Menurut CISG Kontrak lahir atau kesepakatan terjadi ketika
pemberitahuan penerimaan tawaran oleh si penerima
tawaran diterima kembali oleh orang yang menawarkan
A Counter-offer
- Balasan terhadap penawaran yang memuat tambahan-tambahan, batasan-batasan, atau perubahan
lain adalah suatu penolakan terhadap penawaran tersebut dan merupakan kontra penawaran.

- Namun, balasan terhadap penawaran yang memuat ketentuan-ketentuan tambahan atau


ketentuan-ketentuan yang berbeda yang secara materiil tidak mengubah ketentuan-ketentuan
penawaran dianggap sebagai penerimaan, kecuali apabila pihak yang menawarkan, tanpa
penundaan yang tidak semestinya, menyampaiakn keberatannya.

(Lihat Pasal 19 CISG).


A Counter-offer
• For example:
Offer to buy Rojolele
Buyer rice Rp.13,000 per kg.
Seller
To be delivered on 20
Nov 2017

Buyer The Rojolele rice is delivered Seller


on 20 Nov 2017 with
Rp.13,300 per kg.
Kontroversi tentang penetapan harga di dalam suatu Offer

Terjadi karena ada dua Pasal yang nampak bertentangan, yakni Pasal 14(1)
dan Pasal 55.

Pasal 14(1):
“Proposal untuk menyepakati sebuah kontrak … merupakan penawaran
apabila hal tersebut cukup jelas ... Proposal dianggap cukup jelas apabila
menunjukkan barang dan secara tegas atau tersirat mengatur atau
membuat ketentuan untuk menentukan kuantitas dan harga.”
• Pasal 55:
“Apabila kontrak telah secara sah diakhiri tetapi tidak ditetapkan atau
dibuat secara tegas atau tersirat ketentuan untuk menentukan harga,
maka dalam hal tidak adanya indikasi yang berlawanan, para pihak
dianggap telah secara tersirat membuat referensi harga yang secara
umum dikenakan pada saat pembuatan kontrak untuk barang seperti
tersebut yang dijual dalam keadaan yang dapat dibandingkan dalam
perdagangan terkait.”
Apa akibatnya apabila offer dalam kontrak tidak
menetapkan harga?

• Apakah kontraknya sah?


• Apakah kontraknya batal?
Ada dua pendapat
Pendapat 1 Pendapat 2
-Kontraknya berlaku -Kontraknya tidak
(sah). berlaku (tidak sah).
-Mungkin, harga barang -Pasal 14(1) dan Pasal
tidak dapat ditentukan 55 adalah terpisah.
pada waktu kontrak -Pasal 55 hanya dapat
dibuat. digunakan oleh negara
-Pasal 55 memberikan yang menyatakan
suatu mekanisme untuk bahwa dia tidak terikat
menetapkan harga. oleh Pasal 14(1).
Apakah offer bisa ditarik kembali?
• Bisa, asalkan penarikan kembali tersebut sampai kepada pihak
penerima tawaran (offeree) sebelum offeree mengirimkan acceptance.
• Tidak bisa apabila ditentukan demikian.
• Tidak bisa, apabila wajar bagi offeree untuk mempercayai bahwa
penawaran tersebut tidak dapat ditarik kembali dan offeree telah
bertindak sesuai dengan kepercayaan tersebut.
• Hak dan kewajiban para pihak dalam jual beli internasional
– Pasal 25 s.d. Pasal 88 CISG
Kewajiban Penjual
1. Menyerahkan barang, dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan barang tersebut;
2. Mengalihkan hak kepemilikan atas barang tersebut.
Kapan? Dimana? Dan bagaimana caranya? CISG
menyediakan aturan tertentu yang bisa dipakai
apabila para pihak tidak menentukannya. Lihat
Pasal 31 – 34 CISG.
3. Menyerahkan barang dengan jumlah, kualitas dan diskripsi yang
diharuskan dalam kontrak. Dalam hal ini, Pembeli wajib memeriksa
barang dan segera memberitahukan kepada Penjual apabila barang
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Pembeli diberi kesempatan 2
tahun setelah barang diterimanya untuk memberitahukan hal tsb.
4. Menyerahkan barang yang bebas dari hak atau tuntutan pihak ketiga,
termasuk hak yang lahir karena HAKI.
Kewajiban Pembeli
1. Membayar harga barang;
2. Mengambil barang sesuai kesepakatan;
Upaya hukum terhadap pelanggaran kontrak

1. Pihak yang dirugikan dapat menuntut


pelaksanaan kewajiban, ganti rugi dari pihak
yang lain atau membatalkan perjanjian;
2. Pembeli dapat menurunkan harga apabila
barang yang diterima tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan;
Fundamental breach
• Adalah pelanggaran perjanjian yang mengakibatkan pihak lain
kehilangan secara substansial apa yang seharusnya dia peroleh dari
kontrak. Di sini tidak termasuk akibat yang sebelumnya tidak
diperkirakan oleh pihak pelanggar atau tidak dapat diperkirakan oleh
“a reasonable person of the same kind in the same circumstances.”
• Pihak yang dirugikan boleh menyatakan untuk mengingkari (tidak
melaksanakan) kontrak
• Fundamental breach mungkin bisa disamakan kedudukannya
dengan:
- barang tidak dikirim;
- harga pembelian tidak dibayar;
- Pembeli gagal mengambil barang.

Dalam ketiga hal tersebut, pihak yang dirugikan dapat


mengingkari perjanjian.
• Pihak dalam kontrak tidak dapat minta ganti
kerugian yang seharusnya bisa dihindari
sendiri dengan langkah-langkah yang layak;
• Pihak bisa dibebaskan dari membayar ganti
kerugian karena adanya halangan/kejadian
yang di luar kekuasaannya.
PAROL EVIDENCE RULE
Pasal 8 Ayat 3 CISG
Dalam menentukan maksud dari pihak atau pemahaman yang ditangkap oleh pihak
secara wajar, pertimbangan yang tepat perlu ditentukan untuk semua keadaan
yang berkaitan dengan hal tersebut termasuk negosiasi-negosiasi, setiap praktik
yang telah ditentukan bersama oleh para pihak, prosedur, dan setiap tindakan-
tindakan berikutnya yang ditentukan oleh para piha.

CISG TIDAK menganut Parol Evidence Rule


Pelimpahan Risiko
• Menentukan saat kapan risiko hilang atau kerusakan barang berpindah
dari Penjual kepada Pembeli adalah sangat penting di dalam kontrak
perdagangan internasional.
• Para pihak mungkin mengaturnya di dalam kontrak mereka baik secara
tegas atau dengan menggunakan suatu peristilahan tertentu.
• Apabila tidak ditentukan dalam kontrak mereka, ketentuan dalam CISG
dapat berlaku.
Pelimpahan risiko menurut CISG
1. Kontrak melibatkan pengangkutan barang:
a. Bila Penjual tdk terikat untuk menyerahkan di suatu tempat
tertentu: risiko beralih kpd pembeli saat barang tsb dipindahkan ke
pengangkut pertama
b. Bila terikat (lihat a), maka risiko beralih kpd pembeli saat barang tsb
diserahkan kpd pengangkut di tempat tersebut.

Namun, risiko tidak beralih kepada pembeli hingga barang benar-


benar teridentifikasi.
2. Kontrak perdagangan barang dalam persinggahan (transit):
 Risiko beralih kepada Pembeli terhitung sejak waktu penutupan kontrak.
 Risiko ditanggung oleh pembeli terhitung sejak barang diserahkan kpd pengangkut
yg mengeluarkan dokumen pengangkutan.
 Tetapi, apabila pada saat penutupan kontrak penjualan, penjual mengetahui
atau seharusnya mengetahui bahwa barang-barang tersebut telah hilang atau rusak
dan tidak memberitahukan hal tersebut kepada pembeli, maka kehilangan atau
kerusakan tersebut menjadi risiko penjual.
3. Kontrak selain no. 1 dan 2 di atas:
Risiko beralih kepada pembeli saat ia mengambil barang tersebut atau,
apabila ia tidak melakukannya tepat waktu, terhitung mulai saat barang
tersebut diserahkan kepadanya.

Namun, risiko tidak beralih kepada pembeli hingga barang benar-benar


teridentifikasi.
Pelanggaran yang bisa diantisipasi

Apabila bisa dilihat bahwa salah satu pihak akan


melanggar kontrak, maka:
- pihak yang lain dapat menangguhkan pelaksanaan
kewajibannya; atau
- pihak yang lain dapat menyatakan bahwa kontrak
batal.
Harus dengan pemberitahuan sebelumnya.
Pembebasan tanggung jawab mengganti kerugian
Pasal 79

(1) Satu pihak tidak bertanggung jawab atas kelalaian untuk melaksanakan setiap
kewajibannya apabila ia membuktikan bahwa kelalaian tersebut adalah akibat dari
rintangan yang diluar kendalinya dan bahwa ia tidak dapat secara wajar diharapkan
telah memperhatikan rintangan tersebut pada saat penutupan kontrak atau telah
menghindari atau menyelesaikannya atau menyelesaikan akibat-akibatnya.
(2) Apabila kelalaian pihak tersebut adalah akibat kelalaian pihak ketiga yang telah
ia ikut sertakan untuk melaksanakan keseluruhan atau sebagian dari kontrak, maka
pihak tersebut dibebaskan dari kewajiban …
Letter of Credit
Pembayaran Transaksi Internasional

• Pembayaran tanpa Letter of Credit (L/C):


a. Advanced payment;
b. Konsinyasi;
c. Draft Collection.
2 Pembayaran dengan L/C
Cara pembayaran dengan L/C
9
Bank II
(Advising/Con- 7 Bank I
firming Bank) (Issuing Bank)
3

8 6 4
2 10 11

Penjual Pembeli
1
(Beneficiary) (Applicant)

5 13
Pengangkut 12
Keterangan
1= perjanjian jual beli
2= aplikasi L/C
3= Bank I memberitahukan kepada Bank II
4= Bank II memberitahukan kepada Penjual
5= Penjual mengirim barang melalui Pengangkut
6= Penjual menyerahkan dokumen-dokumen kepada Bank II
7= Bank II mengirim dokumen-dokumen kepada Bank I
8= Bank II membayar kepada Penjual
9= Bank I membayar kepada Bank II
10= Pembeli membayar kepada Bank I
11= Bank I menyerahkan dokumen-dokumen kepada Pembeli
12= Pembeli mengambil barang dari Pengangkut dgn menyerahkan dokumen-dokumen
13= Pengangkut menyerahkan barang kepada Pembeli.
Dokumen-dokumen dalam L/C
• Bill of Lading;
• Dokumen pengangkutan lainnya;
• Polis Asuransi;
• Commercial Invoice;
• Certificate of Origin;
• Dll,
• Bank I: Issuing Bank

• Bank II bisa:
- Hanya sebagai Advising Bank;
- Bisa juga sebagai Confirming Bank;
Pengaturan L/C
Uniform Customs and Practices for Commercial Documentary Credit (UCP)
- UCP 1933
- UCP 1974
- UCP 400 (1983)
- UCP 500 (1993)
- UCP 600
Indonesia menjadi negara yang menyetujui berlakunya UCP tanggal 31 Maret
1971.
Sebelum 1971, berlakunya UCP di Indonesia berdasarkan kebiasaan
perdagangan (usance)
• UCP hanya mengikat kalau ditunjuk
• Apabila UCP bertentangan dengan hukum
nasional hukum nasional yang menang.
Hubungan Hukum
a. Antara Penjual (Beneficiary) dan Pembeli
(Applicant) : hubungan hukum perjanjian jual
beli
b. Antara Pembeli dan Issuing Bank :
berdasarkan Pemberian Kuasa (Pasal 2 UCP)
Kewajiban Para Pihak
a. Pembeli: membayar kepada Bank
b. Bank:
- Memberitahukan kepada Penjual (kredit advis);
- Memeriksa dokumen (appear on their face);
- Membayar kepada Penjual;
- Mengirim dokumen kepada Pembeli
c. Penjual:
- Mengirim barang;
- Menyerahkan dokumen kepada Bank
Independence Principle
• Prinsip bahwa hubungan hukum masing-masing saling
terpisah

Pembeli Bank IBank IBank I / II

Penjual Pembeli Bank II Penjual


Pemeriksaan dokumen
• Bank harus memeriksa dokumen-dokumen yang
diserahkan oleh Penjual.

• Standar pemeriksaannya adalah:


– “Reasonable care”;
– Pada permukaannya / secara formal saja (appear on
their face).
Strict Compliance Doctrine
• Prinsip bahwa dokumen-dokumen yang diserahkan oleh Penjual harus
sama dengan yang disyaratkan dalam L/C.

• Bank bisa menolak dokumen dengan alasan:


- Tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam advis kredit.
- Tidak diserahkan tepat waktu (sesuai dengan advis kredit).
Strict Compliance Doctrine Standar
pemeriksaan (“reasonable care” dan “appear on
their face”)
Persyaratan Material
• Article 4 UCP:

“In the Documentary Credit operation, all parties … deal with documents and not with goods…”

• Bank tidak bertanggung jawab ats semua syarat meterial.

Article 15 UCP:
“Banks assume no liability or responsibility, to the form, sufficiency, accuracy, genuineness,
falsification or legal effect of any document … nor do they assume any liability or responsibility for
the description, quantity, weight, quality, condition, packing, delivery, value or the existence of the
goods represented by any documents …”
Macam-macam L/C
1. Revocable L/C;
2. Irrevocable L/C;
3. Anticipatory (Red Clause) L/C;
4. Back to Back L/C;
5. Transferable L/C;
6. Standby L/C;
7. Revolving L/C.
Revocable & Irrevocable
Revocable: bisa dibatalkan.
Irrevocable: tidak bisa dibatalkan.

• UCP 400: pada dasarnya “revocable.”


• UCP 500: pada dasarnya “irrevocable.”
Revocable merupakan “pengecualian”
• UCP 600: hanya mencakup yang “irrevocable”
Anticipatory (Red Clause) L/C
• L/C yang memberikan pembayaran di muka
(advanced payment). Beneficiary cukup
memberikan kuitansi dan pernyataan untuk
memenuhi janji.
• Sisanya bisa dicairkan dengan menyerahkan
dokumen-dokumen yang ditentukan dalam L/C.
Back to Back L/C
Second L/C First L/C

Advising Bank
Advising Bank II Issuing Bank
Issuing Bank II

Penjual I Pembeli
Penjual II
Applicant II Applicant
Transferable L/C
Hanya ada satu L/C

Advising Bank II Advising Bank Issuing Bank

Pembeli
Penjual II Penjual I
Applicant
Hukum Pengangkutan
Pengangkutan Laut
Pengertian
• Hukum Pengangkutan adalah hukum yang
mengatur masalah penyelenggaraan
pengangkutan barang dan orang melalui darat,
laut, dan udara.
• Sehingga terjadi adanya hukum pengangkutan
laut, udara, dan darat.
Dasar Hukum – Pengangkutan Laut
1. KUHPerd
2. KUHD BK II, T. I, II, III, IV, V, V.A & V.B
3. UU no. 21 Th 1992ttg Pelayaran diganti dgn
UU no.17 –2008 L.N 2008 -64.
4. PP. no. 82 Th 1999, ttg ANGK. Di Perairan
5. PP. no. 51 Th 2002 ttg PERKAPALAN
Dasar Hukum - Perkapalan
• KUHD BK. II;
• 1. Titel I. Ttg Kapal
– Definisi Kapal
– Pendaftaran Kapal
– Klasifikasi Kapal
• 2. T II. Pengusaha Kapal
– Syarat-syarat usaha pelayaran
– Menurut Luas Wilayah Operasinya
– Menurut Sifat Usahanya
• 3. T III.Nachoda Kapal &ABK
• 4. T IV.Perjanjian Kerja laut
Dasar Hukum – Pengangkutan Laut
• KUHD BK. II
1. TITEL V -------- ttg CHARTER
2. TITEL V.A ----- ttg Pengangkutan Barang
3. TITEL V.B ----- ttg Pengangkutan Orang
Dasar Hukum
• Traktat-traktat
1. The International Convention for The Unification of Certain
Rules Relating to Bill of Lading (Den Haag 1924) = THE
HAGUE RULES 1924.
2. United Nation Convention on Carriage of Goods by Sea 1978
= THE HAMBURG RULES 1978
3. Convention on Safety Life At Sea = SOLAS
Pengertian Kapal
• KUHD pasal 309.
• Kapal adalah segala alat2 berlayar, bagaimanapun
disebutnya dan sifatnya.
• UU no.17 –2008, pasal 36, sbb;
• Adalah kendaraan air dgn bentuk dan jenis apa pun, yang
digerakkan dgn tenaga mekanik, tenaga angin, atau
ditunda, termasuk kendaraan yg berdaya dukung dinamis,
kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yg tidak berpindah.
Pendaftaran Kapal
• Diatur dlm KUHD ps 314, sedang dlm UU no. 17—
2008, pasal 158 jo. Pasal 163.
• Tujuan pendaftaran kapal adalah utk memperoleh
surat tanda kebangsaan kapal.
• Ps 158 ayat(4) mengatakan bahwa akta pendaftaran
kapal dianggap sbg tanda bukti hak milik.
• Kapal yg dpt didaftar se-kurang2-nya berukuran GT
7. Dlm KUHD min. 20m
Surat tanda Kebangsaan Kapal - Pasal 163 ayat (2)

1. SURAT LAUT, utk kapal berukuran GT 175


atau lebih (KUHD 500m3 atau lebih)
2. PAS BESAR, utk kapal berukuran GT 7 s/d
kurang GT 175(KUHD 20m3 –500m3)
3. PAS KECIL, utk kapal berukuran kurang dari
GT 7 (KUHD < dari 20m3)
Akibat Pendaftaran Kapal

• Kapal yang telah didaftar dapat dibebani


hipotik (pasal 60)
• Berarti, kapal yang telah didaftar
berkedudukan sebagai benda tetap.
• KUHD Pasal 314 (4): terhadap kapal-kapal
yang telah terdaftar tidak berlaku
ketentuan-ketentuan tentang gadai.
Dokumen Kapal
Selain CERTIFICATE OF REGISTRY di dlm kapal
terdapat adanya surat-kapal/ dokumen kapal/
ship’s documents, terdiri dari:
1. Surat tanda kebangsaan (certificate of registry)
2. Surat ukur (meetbrief)
3. Sertifikat layak laut(seaworthy certificate)
4. Daftar awak kapal (monsterrol/sr sijil)
5. Sertifikat klasifikasi(clasification certificate)
Sertifikat Klasifikasi
• Diterbitkan oleh BADAN KLASIFIKASI yaitu lembaga
klasifikasi kapal yg melakukan pengukuran kekuatan
konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material
marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan
perombakan kapal sesuai dgn peraturan klasifikasi (ps 1
ayat(36) UU no.17 – 2008).

• Di Indonesia oleh P.T BKI (ps 129 UU 17-2008).


Badan-badan Klasifikasi Asing

• Lloyd’s Register of shipping( L– R )


• American Bureau of shipping(A– B)
• Bureau Veritas ( B – V).
• Germanischer Lloyd ( G – L).
• Nippon Kaiyi Kyokai ( N – K).
Awak Kapal, Nahkoda, dan ABK
• Awak kapal = orang yg bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik/operator kapal utk melakukan tugas di atas kapal sesuai dgn
jabatannya yg tercantum dlm buku sijil/monsterrol.
• NAHKODA = salah seorang dari awak kapal yg menjadi pemimpin
tertingi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab
tertentu.
• A.B.K = awak kapal selain Nahkoda
• Bandingkan dgn ps. 341 KUHD!
Wewenang & Tanggung Jawab Nahkoda
• Nahkoda utk kapal yg berukuran GT 35 atau lebih
mempunyai wewenang; penegakan hukum, serta
bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan
ketertiban kapal, pelayar dan barang muatan.
• Sedang utk nahkoda kapal berukuran kurang dari GT 35,
tidak mempunyai wewenang PENEGAKAN HUKUM
Tugas dan Kewenangan Khusus Nahkoda

1. Membuat catatan setiap kelahiran,


2. Membuat catatan setiap kematian, dan
3. Menyaksikan dan mencatat surat wasiat
Anak Buah Kapal (ABK)
• Ps. 42 UU no. 17 --2008 – ABK adalah awak kapal
selain nahkoda. Dlm KUHD ABK adalah mereka yg
terdapat dlm daftar bahari.

• Hubungan antara nahkoda dan ABK dgn Perusahaan


Pelayaran terikat oleh hubungan kerja sbg akibat
dari perjanjian kerja laut.
(Di dlm KUHD diatur pada T IV BK II ps 395 dst.)
CHARTER (ps 453 KUHD )

• Suatu perjanjian antara ship-owner


dengan pencarter, dimana ship-owner
harus menyediakan kapal dalam keadaan
lengkap kepada pencarter
• Sifat perjanjiannya = konsensual.(ps 454)
• Akta perjanjiannya = CHARTER-PARTY
• Hanya berfungsi sbg alat bukti
CHARTER (KUHD T. V ps 453 s/d 465)
• Jenis charter:
1. Time Charter
2. Voyage Charter
3. Trip Time Charter
Disamping itu ada juga yang disebut:
BAREBOAT CHARTER
adalah suatu penyewaan kapal utk suatu jangka
waktu tertentu dan kapal diserahkan dlm
keadaan kosong kpd penyewa.
CHARTER
CHARTER-PARTY CONTRACTING
CARRIER

SHIPOWNER CARRIER
ACTUAL- CARRIER

ORANG

PENGANGKUTAN B/L
LAUT

BARANG
SHIPPER CONSIGNEE
Pengangkut/Carrier
• Pengangkut/Carrier adalah setiap orang yang
mengadakan perjanjian dengan
pengirim/shipper. (Pasal 466 KUHD)
• Pengusaha Kapal/Reder = orang yg
mempergunakan kapal utk pelayaran dilaut
(pasal 320 KUHD). Sekarang Perusahaan
Pelayaran
UU No. 17 tahun 2008 – pasal 7
• Hanya menyebut jenis angkutan laut, sbb:
– Angkutan laut dalam negeri
– Angkutan laut luar negeri
– Angkutan laut khusus
– Angkutan laut pelayaran rakyat.
PENGUSAHA KAPAL (REDER)
• Dahulu disebut Reder (Pasal 320 KUHD), dan
berbedakan dengan istilah REDERIJ. Sekarang
dikenal dengan sebutan PERUSAHAAN
PELAYARAN. Syarat utk menjadi Perusahaan
pelayaran, harus;
1. Berbentuk badan hukum Indonesia P.T/
BUMN/Daerah, atau koperasi.
2. Harus memiliki izin usaha (ps 19 PP no.8 -1999)
Untuk memperoleh izin usaha;
a. Memiliki kapal berbendera Indonesia yg laik laut
dgn ukuran GT 175.
b.Memiliki tenaga ahli sesuai dgn bidangnya.
c.Memiliki akta pendirian Perusahaan bagi pemohon
yg berbadan hukum Indonesia yg mengajukan
permohonan izin usaha
d.Memiliki surat ket. domisili perusahaan
e.Memiliki NPWP
Bentuk-bentuk Usaha Pelayaran
• Menurut luas wilayah operasinya;
1. Pelayaran lokal
2. Pelayaran pantai/ interinsuler /pelayaran
Nusantara
3. Pelayaran Samudera.
• Menurut sifatnya dibedakan menjadi;
1. Pelayaran tetap (Regular Liner Service)
2. Pelayaran tidak tetap (Tramp Service)
Pelayaran Jurusan Tetap/Liner
• Pelayaran yg dijalankan secara tetap dan teratur antara
dua tempat atau lebih. (lih. Pasal 517.e KUHD).

Teratur disini berarti teratur dlm hal:


1. Keberangkatan kapal,
2. Kedatangan kapal,
3. Trayek,
4. Pentarifan
5. Syarat2 perjanjian kengangkutan
Pasal 517f KUHD

Regular Liner Service (R.L.S) harus


mengumumkan tentang:
1. Schedule perjalanan kapal,
2. Pentarifan,
3. Syarat perjanjian pengangkutan.
DOORGAAND-VERVOER (Pengangkutan Berantai) DAN
OPVOLGEND – VERVOER (Pengangkutan Berlanjut)

• Akibat adanya pengangkutan liner, maka terjadi


adanya pengangkutan-berangkai –D.V– Disamping
itu ada juga pengangkutan berlanjut –O.V --.
• Perbedaan antara kedua jenis pengangkutan tsb
terletak dlm hal;
1. Corak pertanggung-jawaban pengangkut
2. Tanda bukti pengangkutannya
Pada O-V (pengangkutan berlanjut)
• Shipper mengadakan perjanjian dgn beberapa
Carrier, dgn demikian proses pengangkutan
merupakan serangkaian dari perjanjian-perjanjian
pengangkutan.
• Sbg konsekuensinya masing-masing carrier
bertanggung jawab atas bagiannya masing-masing.
• Sedang bukti perjanjiannya yaitu B/L ada utk
masing-masing perjanjian pengangkutan, sehingga
terdapat beberapa B/L
Pada D-V (pengangkutan berangkai)
• Utk seluruh pengangkutan dilakukan oleh beberapa
carrier, tetapi hanya menggunakan satu B/L, yaitu
Through B/L.
• Mengenai Tanggung-jawab Pengangkut: hanya satu
carrier yang bertanggung jawab kpd shipper/consignee
• Masing2 carrier bertanggung jawb secara berangkai
Variasi Pelaksanaan
• Pertama: shipper mengadakan perjanjian dgn bbrp
carrier sekaligus ttp dgn satu B/L, yaitu Through B/L
• carrier bertanggung jawab kepada shipper secara
tanggung renteng (ps 517(w) ay .1 KUHD)
• Ratio dari tanggung jawab ini adalah agar carrier
terakhir tidak begitu saja melempar tanggung jawab
kepada carrier lain
Variasi Pelaksanaan
• Kedua: Shipper mengadakan perjanjian dgn satu Carrier (Main
Carrier).
• Main carrier mengusahakan proses pengangkutan dgn cara
mengadakan perjanjian dengan beberapa carrier yg akan
melaksanakan pengangkutan itu sampai tujuan(sub-sub carrier)
• Antara Main Carrier dgn sub-sub carrier tdpt hub kerja (sub
ordinasi)
• masing2 sub-carrier hanya bertanggung-jawab kpd main carrier,
selanjutnya Main carrier bertanggung-jawab kpd Shipper(ps
517 v ay 1).B/L nya through B/L
Pelayaran Jurusan Tidak Tetap (Tramp Service)

• Pelayaran yang tidak memiliki jadwal, rute, dan


pelabuhan yang tetap.
• Disediakan berdasarkan permintaan.
• Contoh: kapal yang tiba di Tanjung Emas
(Semarang) dari Singapura membawa kargo, bisa
membawa kargo dari Tanjung Emas ke Pelabuhan
Wasior (Papua).
Angkutan Multimoda
(UU 17 -2008 ps 50s/d ps.55)
• Adalah angkutan brg dgn menggunakan
paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yg
berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yg
menggunakan dokumen multimoda
• Pengusaha Angkutan bertanggung jawab
terhadap barang sejak diterima sampai
diserahkan kpd penerima barang. (p.51ay1)
Pengangkut = Carrier
• Ment. Ps 466 KUHD + ps 521 KUHD, yaitu;
1. Orang yg mengikatkan dirinya utk menyelenggarakan
pengangkutan orang atau barang, seluruhnya atau
sebagian melalui laut.
2. Pengangkut dlm menyelenggarakan pengangkutan dpt
menggunakan kapal milik sendiri atau milik orang lain dgn
cara mencarter.
• Dari ketentuan tsb dpt disimpulkan bahwa Pengangkut
adalah setiap orang yg mengadakan perjanjian
pengangkutan dgn Pengirim/Penumpang
Menurut The Hague Rules 1924

• Carrier, includes the owner or the charterer


who enters into contract of carriage with a
Shipper.
• Pengangkut adalah pemilik kapal atau
pencarter yg mengadakan perjanjian
pengangkutan dgn pengirim barang
Menurut The Hamburg Rules 1978
• Pengertian Pengangkut/Carrier dibedakan antara;
CARRIER dgn ACTUAL CARRIER
• Carrier = setiap orang utk siapa atau atas nama
siapa perjanjian pengangkutan barang itu
diadakan dgn Shipper/Pengirim.
• Actual Carrier/Pengangkut sesungguhnya =
mereka yg melaksanakan pengangkutan yg telah
dipercayakan kepadanya oleh Carrier
Dalam Pasal 466/521 KUHD
• Kata”menyelenggarakan” pengangkutan, berarti
Pengangkut dpt melakukan sendiri pengangkutan itu,
tetapi dapat juga memerintahkan kpd orang lain utk
melakukan perbuatan pengangkutan itu.
• Jadi ketentuan tsb juga senada dgn ketentuan-ketentuan
Internasional tsb diatas
• Dgn demikian ps 466/521 dgn 320 KUHD ttg Pengusaha
kapal ada kaitannya juga
Konosemen = Bill of Lading

• Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian


antara shipper dengan carrier.
• Perjanjian ini bersifat konsensual (ps 504
KUHD).
• Yg wenang menerbitkan B/L (konosemen)
adalah pengangkut, atau agen.
• Nahkoda juga berwenang (ps 505 KUHD)
PENGERTIAN B/L (KONOSEMEN)
• Pasal 506 Ayat(1) KUHD:
• Konosemen adalah sepucuk surat yg
ditanggali, dimana menyatakan bahwa ia
telah menerima barang-barang tertentu
untuk diangkutnya ketempat tujuan yg
ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada
orang yg ditunjuk beserta dgn klausula2 apa
penyerahan akan terjadi
FUNGSI B/L

1. Sbg surat tanda terima barang.


2. Sbg surat bukti perjanjian pengangkutan barang
dgn kapal laut.
3. Sbg surat pemilikan barang (documens of title).
4. Sbg surat berharga (waarde-papier/ negotiable
instrumen)
(Ps 506 ayat(2), ps 507 dan 510 kuhd)
Jenis-jenis B/L
• Menurut cara penerbitannya;
1. B/L atas nama (op- naam).
– B/L atas nama mencantumkan nama dari penerima, dan
hanya penerima tsb yang berhak atas barang muatan.
2. B/L atas-pengganti (aan-order)
– B/L atas pengganti menyebutkan nama penerima akan
tetapi memuat keterangan “atau kepada pengganti”
3. B/L atas-tunjuk (aan-toonder)
– B/L atas tunjuk (atas pemegang/bearer B/L) tidak
mencantumkan nama penerima dan hanya menyebutkan
“kepada pembawa.” Artinya pengangkut harus
menyerahkan barang muatan kepada pembawa
konosemen tersebut.
Jenis-jenis B/L
• Menurut Pelabuhan Tujuan
1. Direct B/L
– B/L bagi pengapalan langsung dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan.
2. Through B/L
– B/L yang dikeluarkan apabila terjadi trans-shipment karena tidak
tersedianya jasa langsung ke pelabuhan.
3. Optional B/L
– B/L yang memungkinkan untuk muatan diturunkan pada lebih dari satu
pelabuhan.
Jenis-jenis B/L
• Berdasarkan Kondisi Barang
1. Clean B/l
– Barang yang dimuat dalam kondisi baik dan lengkap, tidak terdapat catatan-
catatan kerusakan, kekurangan.
2. Foul B/L atau Dirty B/L (Claused B/L atau Unclean B/L)
– Barang yang dimuat dalam kondisi kurang lengkap, ada kecacatan,
kerusakan.

Dalam praktek perdagangan tdp dua macam B/L, yaitu;


3. Shipped on board B/L
– B/L diterima
4. Received for shipment B/L
– B/L tidak dapat diterima dan oleh karenanya memerlukan perubahan L/C
Tanggung Jawab Pengangkut
• Di dlm KUHD diatur dlm ps. 468
• Tetapi biasanya yg dipakai dlm praktek perniagaan
menggunakan aturan dlm The Hague Rule 1924.
karena ketentuannya lebih tegas.
• Menggunakan sistem From Sling to Sling atau From
Tackle to Tackle.
• Dlm UU baru diatur pada ps 40 dan ps 41
Ps. 468 dan The Hague Rules 1924
• Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga
keselamatan brg yg diangkut sejak saat penerimaannya
sampai saat penyerahannya (ayat.1)
• Ps 1 huruf E The Hague Rules 1924;
• Carriage of goods covers the period from the time when the
goods are loaded on to the time they are discharged from the
ship.
• = Pengangkutan brg meliputi suatu jangka waktu antara saat
pemuatan brg2 sampai saat pembongkaran brg2 itu dari
kapal yg memuatnya dipelabuhan pembongkaran =
UU no. 17 - 2008
• Pasal 40, mengatakan;
• Ayat (1) Perusahaan Angkutan di perairan bertanggung
jawab thd keselamatan dan keamanan penumpang
dan/atau barang yg diangkutnya.

• Ayat (2); Perusahaan Angkutan di perairan bertanggung


jawab thd muatan kapal sesuai dgn jenis dan jumlah yg
dinyatakan dlm dokumen muatan dan/atau perjanjian
atau kontrak pengangkutan yg telah disepakati.
Pasal 41
• Ayat (1). Tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dlm ps 40 dpt ditimbulkan sbg akibat
pengoperasian kapal, berupa;
a. Kematian, atau lukanya penumpang yg diangkut
b. Musnah, hilang, atau rusaknya brg yg diangkut
c. Keterlambatan angkutan penumpang dan/atau
brg yg diangkut
d. Kerugian pihak ke tiga
Ayat (3) Pasal 41
• Perusahaan Angkutan di perairan wajib
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) dan melaksanakan
asuransi perlindungan dasar penumpang umum
sesuai dengan peraturan per-UU-an
Sistem Tanggung Jawab Pengangkut
Inter-ocean Shipping
(The Hague Rules 1924)
• Carrier baru mulai bertanggung jawab atas brg
muatan yg diangkut dengan kapalnya, ketika
muatan ybs disangkutkan pada sling/tackle di
pelabuhan pemuatan dan berakhir pada saat
muatan tsb dilepaskan dari sling/tackle di
pelabuhan pembongkaran (From Sling to Sling)
Muatan dgn Shore Crane atau
Elevator

Tanggung jawab pengangkut


dimulai/diakhiri pada saat muatan
melewati Ship’s raling atau pagar pinggir
kapal
Pengaturan Lain
• Cape Town Convention on International
Interest in Mobile Equipment (Cape Town
Treaty)
• Mengatur tentang jenis kapal yang dapat
diagunkan.
Pengangkutan Udara
Pengertian
• Pasal 1(13) UU no.1 – 2009:
• Angkutan udara adalah setiap kegiatan dgn
menggunakan pesawat udara utk
mengangkut penumpang, kargo dan/atau
pos utk satu perjalanan atau lebih dari satu
bandar udara ke bandar udara yang
lain/beberapa bandar udara
• Angkutan udara niaga adalah angkutan
udara utk umum dengan memungut bayaran
Dasar Hukum – Pengangkutan Udara
• UU. No. 1 –2009
• O.P.U Stb. 1939 –100.
• Konvensi Warsawa 1929.
• Konvensi Roma 1933 & 1952.
• Protokol Hague 1955.
• Konvensi Guadalajara 1961.
• Montreal Agreement 1966.
• Protokol Guatemala 1971
Penerbangan/Angkutan udara
• Digolongkan menjadi;
1. Kegiatan yg komersial/angk.udara niaga (baik dalam
negeri, maupun luar negeri)
2. Kegiatan yg non-komersial/angkutan udara bukan niaga.
• Angkutan udara niaga/komersial terdiri atas;
1. Penerbangan teratur/berjadwal
2. Penerbangan tidak teratur/tidak berjadwal
3. Penerbangan Suplementer
4. Kegiatan keudaraan (aerial work)
Perusahaan Penerbangan

1. Harus berbentuk badan hukum P.T/BUMN


2. Harus mempunyai izin usaha baik usaha angkutan
berjadwal (scheduled-airlines) maupun tidak
berjadwal (un-scheduled airlines)
3. Harus memiliki pesawat
4. Harus memiliki modal yg kuat
5. Harus ada bank garansi (ps 108)
Asas Cabotage
• Berdasarkan ketentuan pasal 85 uu no. 1 – 2009
asas cabotage tetap dipertahankan:
• Yang menyatakan bahwa Angkutan udara niaga
berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan
oleh badan usaha angkutan udara Nasional baik
milik BUMN, BUMD, BUMS berbentuk P.T yang
telah mendapat izin usaha
Menurut pasal 85 UU. no. 1-2009

• Bahwa setiap negara berhak menolak pemberian


izin pesawat udara asing yang melakukan
angkutan penumpang, barang, dan pos secara
komersial dalam negeri
• Bahwa asas cabotage merupakan hak prerogatif
negara berdaulat sesuai dengan pasal 7 Konvensi
Chicago 1944
Pendaftaran Pesawat Udara

• PASAL 24 UU no. 1-2009 menyatakan, bahwa setiap


pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib
mempunyai tanda pendaftaran.
• Pada prinsipnya pesawat udara tidak boleh
mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan
ganda (Pasal 25)
• Tanda pendaftaran tidak berlaku sbg bukti
kepemilikan pesawat
Perjanjian Pengangkutan Udara

• Adalah perjanjian antara Pengangkut dgn pihak


Penumpang dan atau Pengirim Kargo,untuk
mengangkut Penumpang dan/atau kargo dgn pesawat
udara dengan imbalan pembayaran atau dalam
bentuk imbalan jasa yang lain.
• Perjanjian tsb bersifat konsensual
Pihak-pihak dalam Perjanjian
1. Pengangkut/operator/actual- carrier.
2. Penumpang
3. Pengirim barang ( cargo)

• Di luar pihak2 tersebut diatas ada pihak


ketiga di darat
Dokumen Angkutan
1. Tiket penumpang
2. Tiket bagasi tercatat (claim – tag)
3. Airway bill

• Bagasi ada dua macam;


1. Bagasi tercatat
2. Bagasi tangan
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Udara

1. Presumption of liability
2. Absolute liability
3. Presumption of non-liability
4. Limitation of liability
Sistem Tanggung Jawab Pengangkut udara
• Tanggung jawab utk penumpang dan bagasi tercatat serta
barang berlaku : sistem presumption of liability dan
limitation of liability
• Utk bagasi tangan berlaku: sistem presumption of non
liability dan limitation of liability
• Utk pihak ketiga: Absolute liability dan Limitation of
liability
Pengangkutan Darat
Pengangkutan Darat
• UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian
• UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Pengertian
• Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan
sepanjang dan selebar negara, artinya ruang
lingkup sama dengan ruang lingkup negara.
Angkutan darat dapat dilakukan dengan
berjenis-jenis alat pengangkutan.
• Terdiri dari pengangkutan orang dan barang.
Moda Pengangkutan Darat
• Barang: kereta api, truk
• Penumpang: sepeda motor, mobil
penumpang, mobil bus, kereta api, bus, taxi,
Pihak-pihak dalam pengangkutan darat
• Pengangkut
• Pengirim
• penerima
Pengangkut
• Orang yang mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat
tujuan tertentu dengan selamat
• Memiliki wewenang mengadakan perjanjian
pengangkutan dan memikul beban resiko
keselamatan barang-barang yang diangkut
Pengirim
• Pihak yang membuat perjanjian pengangkutan
dengan pihak pengangkut untuk
menyelenggarakan pengangkutan dengan
selamat, sesuai dengan perjanjian
• Pengirim membayar biaya pengangkutan
sebagai kontra-prestasi
Penerima
• Pihak ketiga yang berkepentingan terhadap
diterimanya barang kiriman.
• Kedudukan penerima:
– Sekaligus pengirim: pihak yang mengadakan
perjanjian pengangkutan dengan pengangkut
– Orang lain yang ditunjuk pengirim untuk menerima
barang yang dikirimnya.
Tanggung Jawab Pengangkut - Barang
• Menyelenggarakan pengangkutan barang dari
tempat asal sampai ke tujuan dengan selamat
• Pengangkut harus mengganti kerugian yang
diderita oleh para pihak yang dirugikan (Pasal
91 KUHD)
Tanggung Jawab Pengangkut - Orang
• Mengangkut orang setelah setelah adanya
perjanjian pengangkutan/pembayaran biaya
angkutan
• Bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oeh penumpang atau pihak ketiga karena
kelalaiannya
Pertanyaan
• Bagaimana tanggung jawab pengangkut jika
terjadi:
– Keterlambatan pengiriman barang;
– Kecelakaan terhadap penumpang?
• Bagaimana perbandingannya dengan
pengangkutan udara?

Anda mungkin juga menyukai