Pengertian Perusahaan Firma (VoF):Persekutuan maatshap untuk menjalankan perusahaan (bedrijf) dengan memakai nama bersama, dimana anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga (Pasal 16 jo 18 WvK) Karakteristik VoF 1. Penggunaan nama bersama (Firma) untuk nama perusahaan. 2. Perusahaan Firma diselenggarakan oleh para pendirinya untuk menjalankan kegiatan perusahaan. 3. Sifat kepribadian para pendiri perusahaan Firma dalam menjalankan perusahaan dengan nama bersama. 4. Tindakan anggota Firma mengikat semua anggota Firma dan memperkuat tanggung jawab perusahaan Firma. 5. Perusahaan Firma bukan badan usaha yang berbadan hukum. Pengaturan Pendirian VoF 1. Pendirian VoF harus dengan pembuatan akta otentik yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia(Pasal 22 jo 23 jo 28 WvK) 2. Ketiadaan akta otentik dalam pendirian VoF adalah tidak boleh merugikan pihak ketiga (Pasal 22 WvK) 3. Apabila VoF telah didirikan dengan pembuatan akta otentik namun belum didaftarkan dan diumumkan maka dianggap VoF yang menjalankan segala kegiatan usaha, didirikan dengan waktu tak terbatas dan tiada sekutu yang dikecualikan dalam bertindak dengan pihak ketiga (Pasal 29 WvK) Hubungan Hukum Para Pendiri VoF 1. Di dalam Pasal 16-35 WvK tidak ditemukan pengaturan hubungan antar sekutu maka berlakulah ketentuan Pasal 1624-1641 BW. 2. Kekuasaan tertinggi dalam persekutuan firma adalah pada para sekutu semuanya (Pasal 32 dan 35 WvK jo Pasal 1339 BW) 3. Pengaturan pengurusan dan penguasaan dapat ditentukan dalam akta perjanjian pendirian yang didaftarkan dan diumumkan agar pihak ketiga dapat mengetahui dengan siapa pihak ketiga berhubungan hukum. Apabila tidak ditentukan siapa pengurusnya maka para sekutu bertindak untuk dan atas nama firma dengan pihak ketiga (Pasal 17 ayat 1 WvK) 4. Para sekutu (firmanten) secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari persekutuan (Pasal 18 WvK) 5. Para sekutu bertindak dimuka Pengadilan termasuk perbuatan pengurusan. Para sekutu tidak memerlukan perjanjian pemberian kuasa khusus untuk bertindak dimuka pengadilan kecuali telah ditentukan hal tersebut dalam perjanjian pendirian persekutuan firma. Perihal Pembukuan Perusahaan Di dalam menjalankan perusahaan maka persekutuan firma diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 6 ayat 1 KUH Dagang). Sehubungan dengan pembukuan persekutuan maka para sekutu berhak mengawasi pembukuan yang harus dijalankan secara pribadi-Hak Pemberitaan (Pasal 12 KUH Dagang). Menurut Sukardono Hak pemberitaan para sekutu harus diberlakukan dengan hati-hati dan pemegang pembukuan harus mencegah terjadinya terbukanya rahasia pembukuan. Perihal Sekutu Baru • Persekutuan dapat menambah anggota persekutuan baru dengan melalui persetujuan bulat anggota persekutuan sebelumnya (Pasal 1641 KUH Perdata). Kehadiran sekutu baru ini harus dinyatakan dalam akta otentik didaftarkan dikepaniteraan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI (Pasal 31 KUH Dagang). • Penggantian sekutu dengan sekutu baru tidak diperbolehkan kecuali telah diperjanjikan sebelumnya atau persetujuan bulat para sekutu yang lain. Apabila perjanjian melalui akta otentik maka pergantian sekutu tetap menggunakan akta otentik didaftarkan dan diumumkan. Pertanggungjawaban Sekutu Baru Kehadiran sekutu baru dalam persekutuan firma apakah tetap diberlakukan ketentuan Pasal 18 KUH Dagang. Beberapa Pendapat ahli hukum sebagai berikut: 1. Polak berpendapat sekutu baru tidak perlu menanggung beban utang utang persekutuan sebelum ia menjadi sekutu baru kecuali apabila sekutu baru telah menyetujuinya. 2. Molenggraaf berpendapat sekutu baru akan bertanggungjawab terhadap perikatan persekutuan yang dibuat pada saat sekutu tersebut masuk sebagai anggota persekutuan. 3. Eggens berpendapat sekutu baru akan bertanggungjawab terhadap seluruh perikatan persekutuan yang telah ada sebelumnya. 4. Sukardono sependapat dengan Eggens dengan alasan perolehan keuntungan yang dikehendaki oleh sekutu baru itu berawal dari beban pembiayaan pengembangan usaha persekutuan sehingga sekutu baru turut menanggungnya. 5. HMN Purwosutjipto sependapat dengan Polak apabila sekutu baru tidak menggantikan sekutu lama. Apabila menggantikan sekutu yang lama maka sekutu baru tersebut tetap menanggung beban perikatan persekutuan yang telah ada (sependapat dengan Eggens dan Sukardono). Tanggung jawab Para Pendiri Perusahaan Firma 1. Pada prinsipnya para sekutu bertanggunggugat secara pribadi untuk keseluruhan perikatan persekutuan firma (Pasal 18 KUH Dagang). 2. Anggota sekutu yang mengundurkan diri dari persekutuan apakah masih mempertanggungjawabkan atas beban perikatan persekutuan. Beberapa pandangan sebagai berikut: a. Van Ophuijsen berpendapat bahwa sekutu yang mengundurkan diri tetap bertanggungjawab terhadap beban utang persekutuan yang belum ditunaikan. Tanggung jawab sekutu tersebut tidak dapat ditiadakan dengan perbuatan mengundurkan diri secara sepihak. b. H.G.H dalam putusannya 20 Pebruari 1930 berpendapat apabila salah seorang sekutu mengundurkan diri dari persekutuan maka masih dianggap berlangsungnya tanggungjawab sekutu yang mengundurkan diri pada pihak ketiga sampai ditunaikan beban perikatan persekutuan. Hubungan Hukum Para Pendiri Firma dengan Pihak Ketiga 1. Kewenangan bertindak sekutu untuk dan atas nama Firma (Pasal 17 KUH Dagang) 2. Pertanggungjawaban para sekutu secara pribadi untuk keseluruhan perikatan meskipun telah dilakukan oleh sekutu yang lain untuk dan atas kepentingan persekutuan firma (Pasal 18 KUH Dagang) 3. Para sekutu dapat membuktikan keberadaan persekutuan firma dengan segala upaya pembuktian apabila diingkari keberadaannya oleh pihak ketiga karena tiadanya akta pendirian persekutuan firma (Sukardono dalam HMN Purwosutjipto, 2001:61). 4. Pengingkaran pihak ketiga terhadap keberadaan persekutuan firma dapat ditiadakan melalui pengakuan pihak ketiga yang telah melakukan perikatan dengan persekutuan firma (Polak dalam HMN Puwosutjipto, 2001:61) Harta Kekayaan Perusahaan Firma 1. Di dalam praktek penyelenggaraan perusahaan firma yang berhubungan dengan pihak ketiga menunjukan penagihan oleh pihak ketiga lebih dahulu dipenuhi dari harta firma. Kalau tidak mencukupi akan dibebankan pada masing–masing harta kekayaan para pendirinya. (Van Ophuijsen, Polak, Kist dan Molengraaf dalam HMN Purwosutjipto, 2001:62). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Firma memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dengan harta kekayaan masing- masing anggota persekutuan firma. 2. Persekutuan firma sebagai badan usaha yang berbadan hukum yang dikemukakan oleh Eggens dengan alasan harta kekayaan firma terpisah dengan harta pendirinya dan pengurusnya adalah para sekutu sebagai kesatuan yang bertanggungjawab terhadap pihak ketiga. Pendapat ini ditentang oleh Zeylemaker yang menyatakan badan hukum berkarakter kekayaan terpisah dan pertanggungjawaban yang terpisah pula. Berakhirnya Perusahaan Firma 1. Bubarnya persekutuan firma diatur dalam Pasal 1646-1652 BW dan Pasal 31-35 WvK. 2. Dengan berakhirnya keberadaan persekutuan firma maka perlu diselesaikan berbagai kepentingan para sekutu maupun kepentingan pihak ketiga terhadap persekutuan firma. Selama masa penyelesaian berbagai kepentingan tersebut (Persekutuan firma dalam likuidasi) menurut Pasal 32 KUH Dagang persekutuan firma masih dianggap ada sepanjang untuk penyelesaian (pemberesan) kepentingan para sekutu maupun pihak ketiga. 3. Yang menjalankan pengurusan persekutuan firma dalam likuidasi adalah seseorang yang ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan firma; 1. para sekutu sebagai pengurus persekutuan firma; 2. dengan persetujuan para sekutu pengurus menunjuk sekutu bukan pengurus menjadi pemberes; 3. Meminta hakim untuk menetapkan pemberes. Perihal Pemberesan Perusahaan Firma 1. Tugas pemberes tidak diatur dalam WvK. Pengaturan tugasnya dapat diatur dalam perjanjian pendirian persekutuan firma. 2. Pembagian harta kekayaan diantara para sekutu menurut Polak adalah berdasarkan Pasal 1652 KUH Perdata. Pembagian harta kekayaan persekutuan firma tidak terjadi karena kas persekutuan tidak mencukupi sehingga dituntut pemberesannya melalui harta kekayaan masing-masing anggota persekutuan (Pasal 33 KUH Dagang). Apabila dalam pemberesan tersedia harta kekayaan yang sudah terpisah dengan kewajiban persekutuan maka harta kekayaan persekutuan tersebut dapat dibagi- bagikan diantara anggota persekutuan firma. 3. Hubungan para sekutu dengan pemberes adalah hubungan hukum pemberian kuasa. Menurut Pasal 1802 KUH Perdata pemberes sebagai pemegang kuasa bertanggungjawab kepada para sekutu sebagai pemberi kuasa. Selanjutnya ditentukan pemberes bertanggung jawab sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian pengangkatannya dan secara keseluruhan menjadi tanggung jawab para sekutu (Pasal 1804 KUH Perdata)