Anda di halaman 1dari 28

PSIKOPATOLOGI DAN

INTERVENSI
REVIEW
PENJELASAN SINGKAT MENGENAI
PSIKOPATOLOGI DAN BUDAYA
REVIEW:Mengingat kembali Psikopatologi

Apa yang dipelajari?


Psikopatologi mempelajari sejarah, pendekatan
integratif, dan melakukan klasifikasi pada kondisi-
kondisi psikopatologis, psikopatologi ilmu yang
membahas jenis, ciri-ciri, penyebab, dan tritmen
berbagai kondisi gangguan jiwa  DSM V (dasar)
Contoh. remaja putri usia 15 tahun yg membunuh anak
berusia 6 tahun di Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat
dan seusai melakukan pembunuhan sadis tidak sama
sekali merasakan perasaan bersalah dan merasa ada
kepuasan dalam diri remaja tersebut  ternyata juga
sedang hamil
DASAR TEORITIK DALAM MELIHAT GANGGUAN
PERILAKU
• BIOLOGIS:
terkait dengan penyakit  Kondisi Psikosomatik,
Kondisi Asma dan Kecemasan
Karena ada masalah gangguan perkembangan
(mental) dan fisik (Autism, ADHD, IDD)
• Pendekatan Teori: PSIKODINAMIKA, PERILAKU/
BEHAVIOR, HUMANISTIK/ EXSPERIENTIAL,
KOGNITIF , TRANSPERSONAL, LOGOTERAPI
• Latar Belakang Keluarga: pengasuhan, situasi keluarga
(broken home), kelekatan, situasi orangtua/ parenting
• SOSIOKULTURAL: terkait dengan kelas sosial,
budaya asli, peer group, dan tetangga
Review ... Sosiokultural
Para teoritikus perspektif sosiokultural menjelaskan tentang
bagaimana pengaruh institusi social dan kekuatan sosial
yang berasal dari dunia yang mengelilingi manusia
memengaruhi mereka
Pengaruh-pengaruh tersebut baik pengaruh langsung
berdampak kepada individu seperti keluarga sebagai
lingkaran terkecil, maupun masyarakat sebagai lingkaran
terjauh
Terdapat 4 perspektif untuk menjelaskan hal ini :
A. Persepektif keluarga
B. Perspektif Diskriminasi Sosial
C. Pengaruh social dan kejadian bersejarah
Psikopatologi terkait dengan Sosiokultural?
Thomas: Memandang mental illness hanyalah mitos.
Sebenarnya gangguan merupakan masalah atau tekanan
dalam hidup yang menyangkut hubungan sosial, seperti:
kemiskinan, diskriminasi ras dan jender, status sosial ekonomi
yang buruk, stigmatisasi dari lingkungan.
Ketika ada tekanan sosial, maka individu akan mengalami
penolakan, isolasi sosial, lebih sempit dalam memperoleh
berbagai kesempatan pendidikan, pekerjaan, dll. sehingga
terjadi kesepian, terasing dari dunia luar dan individu rentan
terhadap gangguan mental

Contoh. Terkait dengan Conduct disorder, korban/ kecanduan


obat-obatan & alkohol, kecemasan, bullying, ‘kenakalan’
Psikopatologi & Budaya (asli)
 Pada bagian ini, akan dilihat bagaimana keterkaitan budaya (asli)
dengan psikopatologi  bagaimana pandangan ini muncul  melihat
gangguan yang dialami seseorang berdasar dari sudut pandang budaya
setempat..
 Dalam ranah praktis, para klinisi telah memahami bahwa kondisi
psikopatologis merupakan kondisi yang dipengaruhi berbagai faktor,
baik riwayat fisik, sosial, ekonomi, pendidikan, maupun latar
belakang etnis dan budaya
 Dalam praktiknya: masalah/ gangguan yang muncul  terkait
dengan budaya (asli) seringkali sulit/ tidak serta merta begitu saja
dapat dijelaskan melalui kacamata psikologi Barat (psikodinamik,
humanistik, perilaku, social learning, dst)
 Dalam situasi ini  dalam konteks psikopatologi  perlu adanya
pemahaman budaya dalam praktik dan keilmuan psikologi
Contoh. Kisah Nora
 Nora di Kalimantan dilarikan ke rumah sakit karena berteriak
histeris. Ia mengucurkan keringat, nafasnya berat, jantungnya
berdegup kencang setelah melihat ‘pulung gantung’.
 Paramedis mungkin akan membayangkan reaksi emosi eksesif ini
sebagai suatu yang abnormal dan segera memberikan intervensi
farmakologis.
 Hal ini akan tepat dilakukan dengan tujuan mengurangi simptom
fisik..
 tapi bagi Nora yang berasal dari Gunung Kidul – Yogyakarta,
pengalaman ini ditejemahkan secara berbeda…
  Pulung gantung (bola api terbang yang dapat menyebabkan
peristiwa bunuh diri) dipercaya mendatangkan sebuah mala
(bencana atau ketidak beruntungan) gantung diri di tempat
dimana pulung jatuh.

Contoh. Kisah Nora

• Hal itu yang menjadi penyebab reaksi abnormal Nora.


Sehingga, yang terjadi pada Nora bukan semata-mata
keluhan fisik namun merupakan reaksi psikologis yang
dilatarbelakangi budaya asalnya.
• Kasus ini unik karena kondisi Noriatidak bisa hanya
dilihat secara objektif melalui respon fisik teramati,
namun, perlu memperhatikan aspek psiko-kultural
yang melekat padanya.
• Maka, penanganan psikologis lebih tepat dikenakan
dibanding intervensi obat-obatan untuk mengurangi
manifestasi ganguan fisik Nora.
Kerangka Pikir: Psikopatologi & Budaya
Sebelum membahas Psikopatologi dan budaya perlu kita
pahami dulu konsep mengenai budaya dan lintas budaya secara
umum, psikologi, psikopatologi, dan psikopatologi lintas budaya.
Walaupun sudah mempelajari ilmu psikologi dan mencoba
memahami konsep budaya, seringkali kita masih memiliki
pemahaman yang sama dengan orang awam (laymen) 
misalnya pada tumpang tindihnya penggunaan istilah budaya
(culture), etnisitas (ethnicity), dan ras (race).
Oleh karena itu sejenak kita cermati konsep terkati dengan
Psikopatologi dan Budaya  Sehingga perlu bagi kita untuk
secara sangat singkat mencermati lebih lanjut penjabaran
konseptual dari terma-terma tersebut.
BUDAYA

 Budaya (culture) berasal dari bahasa Latin colo-ere berarti cultivate


(menumbuhkan) atau inhabit atau (hidup dan menempati).
 Menurut Eshun & Gurung (2009) di dalam budaya terdapat berbagai
nilai, kepercayaan, norma, simbol, dan perilaku yang secara esensial
dipelajari. Budaya kemudian didefinisikan sebagai cara hidup atau
perilaku (general way of life or behavior) dari suatu kelompok orang
yang merefleksikan berbagai kepercayaan, norma, sikap, nilai, dan
pengalaman yang mereka bagikan dan berubah sepanjang waktu yang
didalamnya terdapat berbagai macam fitur yang menyertai temasuk
etnis, ras,aliran kepercayaan, usia, jenis kelamin, nilai-nilai keluarga,
dan agama.
 Budaya juga memiliki kesamaan karakteristik fisik (misalnya warna
kulit),
psikologis (tingkat permusuhan), dan fitur superfisial lain (misalnya
gaya rambutdan cara berpakaian)
RAS
Etnis dan Ras. Pada ras (race), penekanan pengelompokan
individu berdasarkan kesamaan karakteristik fisik, baik
dari tipe atau fakta fenotif lain, yang dapat digunakan untuk
melakukan justifikasi ciri kelompok tersebut.
Berbeda dengan etnis, kelompok individu tidak hanya
dilihat dari kesamaan fisik, namun juga dari asal asul
kebangsaan, budaya atau tempat tinggal yang merupakan
ciri-ciri identitas kelompoknya.
PSIKOLOGI BUDAYA
Psikologi Budaya (cultural psychology), merupakan kajian
ilmu yang mempelajari bagaimana budaya memengaruhi
perilaku.
Markus & Hamedani (2007) menyatakan bahwa psikologi
sebagai self-systems dan social-systems akan selalu terkait
secara dinamis.
Sesuatu yang bersifat psikologis – secara tipikal
didefinisikan sebagai pola thought, feeling, and action atau
kadang menggunakan istilah mind, the psyche, the self,
agency, mentalities, ways of being –, pola dunia sosial, atau
socialities yang tidak bisa lepas dari aspek sosiokulturalnya.
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
 Psikologi lintas budaya (cross-cultural psychology) merupakan studi ilmiah dari
variasi atau perbedaan perilaku manusia yang dipengaruhi konteks budaya.

 Menurut Berry, Poortinga, Segall, & Dasen (2002) definisi ini dapat mengerucut
pada dua tujuan utama yaitu; (1) mendeskripsikan diversitas perilaku manusia di
dunia, dan (2) berusaha menghubungkan perilaku-perilaku individu dengan
lingkungan kultural dimana ia berada.
 Selain dianggap sebagai cabang ilmu psikologi, psikologi lintas budaya juga dapat
dipandang sebagai sebuah metodologi riset.
 Cross-cultural psychology merupakan suatu yang eksplisit dan menggunakan
perbandingan sistematis dari berbagai variabel psikologis berdasarkan perbedaan
kondisi kultural untuk menspesifikasikan anteseden dan
proses yang berfungsi sebagai mediasi konstruksi perbedaan perilaku
(Eckensberger, 1972).
 Dalam buku ini psikologi lintas budaya dipandang sebagai bagian dari keilmuan
psikologi yang membahas perilaku, khususnya perilaku yang patologis, individu
dalam berbagai seting budaya dan keunikannya.
Perbedaan tingkat pengaruh kultural dalam psikopatologi
 a. Fenomenologi psikopatologi (sebagai simtom)

 Simtom-simtom psikopatologis yang muncul sangat erat kaitan konten patologisnya


dengan budaya setempat.
 Misalnya konten delusi auditorik akan berhubungan dengan dengan konteks
lingkungan dimana kondisi patologis tersebut termanifestasi, atau, konten, delusi
grandiose akan muncul beragam sesuai dengan belief yang dianut, misalnya muncul
dalam bentuk Raja Rusia, Yesus Kristus, Budha, atau Presiden Amerika Serikat
bergantung pada popularitas atau seberapa pentingnya tokoh tersebut dalam
kehidupan individu yang mengalami ganggguan mental tersebut.
 Mekanisme kemunculan simtom lain berbeda pada individu yang mengalami
depresi. Individu dengan depresi akan merasa bersalah dengan dosa yang telah
mereka perbuat, atau malu ketika melanggar aturan sosial, atau merasakan malu dan
bersalah sekaligus bergantung pada emosi negatif yang muncul (kecewa, bersalah,
atau malu).
  Emosi dominan tersebutlah yang membentuk kecenderungan delusi depresif,
yang secara tidak disadari, juga menggambarkan bagaimana seharusnya
individu tersebut berperilaku untuk bisa diterima di masyarakatnya.
b. Variasi-variasi psikopatologi (sebagai sindrom)
 Efek dari faktor-faktor kultural akan sangat nampak jelas tidak hanya pada
level simtom namun juga pada level sindrom (kumpulan simtom) sehingga
konsep subtipe atau variasi sindrom psikopatologi tidak boleh dilalaikan.
 Sebagai contoh seorang keturunan Tiongkok, hidup di Hong Kong tidak pernah merasa
dirinya mengalami berat badan berlebih (overweight), namun, kondisi berbeda terjadi
pada mereka dengan anorexia nervosa di masyarakat barat yang secara khas merasa
dirinya mengalami kelebihan berat badan walaupun secara objektif pengukuran berat
badannya tidak menunjukkan demikian.
 Kondisi pada kasus seorang Tiongkok tadi, jika dikenakan pada masyarakat barat
belumlah cukup untuk dapat menegakkan diagnosis anorexia nervosa  Sehingga
kemudian diberilah kategori subtype yaitu “non-fat concerned anorexia”.
 Contoh lain misalnya pada manifestasi klinis kasus fobia sosial pada orang Jepang
yang sangat berbeda dengan apa yang dideskripsikan pada kasus serupa dalam
klasifikasi Barat sehingga para psikiater dan psikolog Jepang dan Korea memilih
nosologi diagnostik taijin kyofusho (atau antrophobia, atau fobia relasi interpersonal)
untuk membedakan jenis fobia sosial khas di Jepang dan Korea tadi dari diagnosa fobia
sosial umum yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM)
c. Keunikan psikopatologi (sebagai kondisi psikiatrik)
 Budaya berkontribusi dalam perkembangan keunikan psikopatologi yang hanya dapat
diobservasi pada budaya tertentu atau disebut culture- related specific psychiatric
disorder atau culture-bound syndrome (CBS), misalnya sindrom Koro (kepanikan
impotensi).
 Sindrom ini muncul dari kecemasan yang sangat intens yang diasosiasiksan dengan
ketakutan akan menyusutnya penis kedalam perut (abdomen), yang dapat
mengakibatkan kematian.
 Keunikan pada psikopatologi ini ditemukan di sekitar Asia Selatan Kasus Koro
pernah menjadi epidemik dengan ditemukannya ribuan kasus dalam waktu singkat
yang sekaligus membuktikan bahwa psikopatologi berkorelasi dengan budaya
setempat.
 Pada Koro, terdapat kepercayaan lokal bahwa menyusutnya penis kedalam abdomen
merupakan suatu pertanda kelelahan fatal dari unsur kehidupan dalam budaya
tingkok (Mo, Chen, Li, & Tseng, 1995).
 Koro seperti halnya, Malgri (sindrom kecemasan teritorial), Amok (kemarahan
yang menyebabkan pembunuhan massal non-diskriminatif) adalah contoh
klasik dari gangguan spesifik berdasar budaya yang teramati hanya pada
sebagian orang di setting budaya tertentu saja
d. Frekuensi psikopatologi (sebagai survei kondisi psikiatrik)

 Sebagaimana telah dijabarkan , bahwa budaya memiliki pengaruh besar dalam


psikopatologi, baik dalam perbedaan frekuensi maupun perbedaan jenis patologi
yang muncul di berbagai kondisi masyarakat.

 Semakin banyak kondisi lingkungan dan sosiokultural memengaruhi


perkembangan psikopatologi tertentu, maka patologi tersebut akan lebih
lebih banyak pula dijumpa dalam masyarakat tersebut, sebaliknya, jika
tidak, prevalensi psikopatologi juga akan lebih rendah.
 Dalam konteks ini Sebagai orang yang mempelajari psikopatologi (dan
klinisi), maka kita harus memperhatikan bahwa terdapat berbagai faktor
yang berpengaruh pada ganguan psikopatologis selain dari faktor biologi,

misalnya, bagaimana gangguan tertentu diterima masyarakat, tersedianya


sistem dukungan, dan ketersediaan sistem rawatan (care system availability)
yang kesemuanya berkontribusi pada tinggi rendahnya prevalensi (kehadiran/
munculnya) kasus psikopatologi di suatu komunitas.
Contoh.

Skizofrenia, sebagai gangguan psikiatrik yang paling umum


dikenali,
secara predominan dipengaruhi oleh berbagai faktor biologis,
selain juga secara spesifik cenderung memiliki ciri yang lebih
khas dalam masyarakat yang berbeda.
Contoh lain dapat kita lihat dari prevalensi kasus perilaku
bunuh diri (suicidal behavior) serta penyalahgunaan alkohol
dan obat-obatan terlarang yang frekuensinya sangat
bervariasi pada berbagai masyarakat begantung pada
konteks sosiokulturalnya, yang kemudian secara langsung
secara signifikan berkontribusi pada kemunculan dari
gangguan-gangguan tersebut di masyarakat.
Konteks Psikopatologi Budaya-contoh
 Diawal sudah memaparkan contoh kasus Nora yang menggambaran pentingnya
pemahaman budaya dalam memahami sebuah kasus psikopatologi.
 Dengan jelas digambarkan bahwa kontribusi sosial budaya dapat berpengaruh signifikan
bukan hanya pada asesmen maupun proses intervensi yang membutuhkan kesegeraan
(emergency) namun juga berlanjut pada keseluruhan evaluasi dan kelanjutan intervensi
bagi klien.
 Pada kasus Nora, misalnya, bila latar belakang budaya Nora yang dibesarkan di Gunung
Kidul, Yogyakarta, tidak dipahami, maka kecenderungan intervensi akan mengarah
pada mengurangi manifestasi simptom objektif (berteriak dan jantung berdebar) dengan
bantuan obat-obatan.
 Padahal, bila kita mau dan mampu lebih jeli, permasalahan utama Nora bukan pada
simtom fisiknya, namun pada kecemasan eksesif yang dilatarbelakangi oleh budaya
dimana ia dibesarkan.
 Bila nilai kebudayaan ini tidak mampu ditangkap, maka kemungkinan efek domino
dari pemberian obat dapat berlanjut, seperti ketergantungan atau efek iatrogenic
(penyakit/gangguan yang diakibatkan oleh kesalahan diagnosis atau kealpaan
dokter atau pendiagnosa) lainnya.
Oleh karena itu: PENTING
Untuk dapat memahami pentingnya peran budaya dalam
psikopatologi lintas budaya telah diperkenalkan diawal mengenai
konsep budaya, psikologi, psikologi abnormal, psikopatologi.
Pentingnya pemahaman budaya di bidang kesehatan mental
dapat
mengantarkan pemahaman mengenai gangguan/ masalah
seseorang sebelum melihat lebih spesifik mengenai jenis-jenis
psikopatologi.
Pengetahuan mengenai psikopatologi lintas budaya sangat
diperlukan sebagai wujud inovasi pemahaman di bidang
psikologi abnormal yang selama ini masih semata-mata merujuk
pada berbagai standar diagnostik gangguan dari pemahaman
budaya Barat dengan acuan konvensional Barat.
Psikopatologi dan Budaya: DSM V
 Sekarang sudah tidak dapat dipungkiri kembali
pentingnya faktor budaya local dalam dunia klinis
Hal ini didukung oleh pengakuan pentingnya aspek
budaya dalam pertimbangan penegakan diagnosis dalam
Diagnostic of Statistical and Manual Mental Disorder V
(DSM V) yang menyebutkan bahwa sindrom terkait
budaya (culture-bound syndrome) menawarkan konsep
baru dalam diagnose yaitu; cultural syndrome, cultural
idiom of stress, dan cultural explanation of perceived
cause, yang dikonstruksi dengan tujuan mencapai utilitas
klinis yang lebih baik (APA, 2013 p.14).
Contoh Gangguan Psikopatologi-Budaya & Intervensi
Amok: Gangguan emosi terkait budaya melayu
Amok atau mengamuk dilaporkan ada di sekitar wilayah
Malaysia dan
Melayu sekitar tahun 1800an sebagai transformasi ekspresi
emosional (marah) akibat penindasan penjajah.
dilaporkan pula kasus serupa yang terjadi di Laos, Thailand,
Filipina, dan Amerika. Dibahas pula kriteria diagnostik Amok
yang disepadankan dengan Dissosiative Fugue.
Amok secara tradisional dapat diobati dengan mendi berlimau,
jampi dan mantra tertentu, sementara dalam pandangan
konvensional dapat menggunakan psikoterapi dalam baik
dengan pendekatan psikoanalisa maupun psikologi
transpersonal.
Contoh Gangguan Psikopatologi-Budaya & Intervensi

Qama zani
Merupakan ritual penyikaan diri (self-flagellation) dan
mengalirkan darah sebagai bentuk penghormatan terhadap
imam Hussain di hari Asyura.
Ritual bernama Taipusam juga dirayakan di Malaysia dan
malah menjadi agenda wisata tahunan disana.
Qama zani dan Taipusam termasuk dalam jenis culture
bound syndrome dalam kriteria DSM dan dapat
diintervensi dengan pendekatan Cognitive Behavioral
Therapy.
Contoh Gangguan Psikopatologi-Budaya & Intervensi
 Kecemasan sosial
 Kecemasan sosial ketika berada di tepat ramai ternyata memiliki
relevansi
dengan budaya tertentu misalnya budaya yang menanamkan
interaksi yang berpotensi menyakiti orang lain akan membuat
mereka dengan sensitifitas tertentu cemas dan cenderung
menghindari interaksi sosial.

 Beberapa kasus kecemasan sosial terkait budaya pernah dilaporkan di


Tiongkok, Jepang, Maori - Selandia Baru.
 Kecemasan sosial ini dalam kriteria diagnostik dimasukkan dalam
jenis fobia sosial yang dalam budaya Tiongkok dapat diintervensi
dengan menerapkan ajaran taoisme, konfusianisme, akupuntur,
meditasi dan berbagai minuman jamu herbal, dan, CBT.
Contoh Gangguan Psikopatologi-Budaya & Intervensi
Schizofrenia - pasung
Atau chaining people with schizofrenia telah menjadi
praktik yang marak di seluruh dunia.
Walaupun Pasung dianggap sebagai cara yang tepat
agar ODS (Orang Dengan Schizofrenia) terawasi dan
tidak menyakiti diri maupun lingkungan, melakukan
pemasungan bagaimanapun melanggar hak asasi
manusia.
intervensi CBT dapat digunakan untuk kasus ini.
Contoh Gangguan Psikopatologi-Budaya & Intervensi
Internet Gaming disorder
Seiring perkembangan era dan kemudahan akses dunia digital,
perkebangan psikopatologi yang mengiringinya pun semakin
menjamur.
Kecanduan game sekarang sudah termasuk dalam kriteria
diagnostik
resmi di DSM.
Hal ini menjadi perhatian karena efek domino yang ditimbulkan
dari jenis gangguan ini mulai dari tingkat personal hingga
berkenaan dengan relasi sosial hingga disabilitas.
Untuk jenis gangguan ini terapi yang disarankan adalah
menggunakan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy
(CBT).
Link tugas -
 TEMU 9_ REVIEW 1: APA ITU PSIKOPATOLOGI: https://
www.youtube.com/watch?v=K-AQx0HO3ts
 YOUTUBE LECTURER: RODGER ROSSMAN
 Silakan klik link tersebut (download lebih baik) - kemudian cermati dan pelajari apa
yang disampaikan
 *kemudian jawablah pertanyaan dalam tugas secara singkat
 TEMU 9_ REVIEW 2: TEORI PSIKOPATOLOGI (PARADIGMA): https://
www.youtube.com/watch?v=jiK2rxXhdPQ
 UMBER: Odd Intellect *(Jump-starting our next set of videos, we start off by introducing 4
popular theories surrounding the development of psychopathic behaviors. Psychopathology
is a highly-researched aspect of psychology that still contains more questions than
answers)
 *Silakan klik link tersebut (download lebih baik) - kemudian cermati dan pelajari
apa yang disampaikan
 *kemudian jawablah pertanyaan dalam tugas secara singkat
tugas
 *SETELAH MELIHAT TAYANGAN MATERI TAMBAHAN MENGENAI REVIEW
PSIKOPATOLOGI, JAWABLAH PERTANYAAN BERIKUT (SECARA RINGKAS
DENGAN BAHASA SENDIRI):
 LINK VIDEO 1:
 1. APA ITU PSIKOPATOLOGI:
 a. berdasarkan sejarahnya : JELASKAN SECARA SINGKAT
 b. sebutkan definisi yang disampaikan dalam psikopatologi
 2. APA ITU MENTAL DISORDER/ GANGGUAN MENTAL? JELASKAN SECARA
RINGKAS
 3. BAGAIMANA INDIKATOR ABNORMALITAS? JELASKAN SECARA RINGKAS
 LINK VIDEO 2:
 4. sebutkan contoh GANGGUAN/ MASALAH PSIKOLOGI yang terdapat dalam bahasan teori
tersebut
 **JAWABAN DIKETIK DALAM FORMAT TEKS ONLINE, KESEMPATAN HANYA SEKALI,
DAN DALAM WAKTU TERBATAS (CERMATI WAKTUNYA)
 **INGAT UNTUK SUBMIT JAWABAN
 ***TOTAL MAKSIMAL KATA: 100 WORD/ KATA --> LEBIH DARI 100 KATA - NILAI
AKAN BERKURANG 50% (TIDAK MENERIMA PERMINTAAN APAPUN TERKAIT
DENGAN TUGAS)

Anda mungkin juga menyukai