Anda di halaman 1dari 11

Before you make a big

decision
Abdur Rafik, SE., M.Sc.
Permasalahan
• Ketika eksekutif membuat keputusan organisasional besar, umumnya
keputusan yang dibuat akan sangat tergantung pada penilaian tim.
• Tak pelak, penyimpangan kognitif juga bisa merayap ke tim.
• Tahu dan sadar akan keberadaan bias, tidak banyak berkontribusi
pada peningkatakan kualitas pengambilan keputusan. Tahu saja tidak
cukup, harus dibuat Langkah-Langkah sistematis
• Berdasar survei, ketika upaya penghindaran bias dilakukan,
keuntungan perusahaan menjadi lebih tinggi 7%
Praktek yang biasa dilakukan Eksekutif:
1. Memahami fakta-fakta relevan secara cepat (didapati dari orang
yang tahu secara rinci)
2. Mencari tahu apakah ada fakta-fakta tertentu yang secara sengaja
ditutupi oleh orang-orang yang mengajukan rekomendasi
3. Mengaplikasikan pengalaman, logika, dan pengetahuannya untuk
membuat keputusan apakah rekomendasi yang diajukan benar
untuk dieksekusi/tidak
Kelemahan Praktek Umum
1. Ketiga proses di atas ada kelemahannya. Potensi adanya distorsi
terhadap judgement karena adanya bias kognitif melekat ke setiap
tahapannya. Bias kognitif individu tidak bisa dikenali sendiri.
2. Therefore, perlu ada rerangka/tools khusus untuk menetralisir ini:
Apa itu bias kognitif? Kenapa sulit dideteksi?
1. Bias adalah kesalahan sistematis dalam berpikir yang terjadi ketika
kita memproses dan menginterpretasikan informasi dalam
pengambilan keputusan
2. Ada dua sistem berpikir dalam kognisi seseorang:
1. Intuitif (sistem 1) instan, mengalir tanpa upaya, emotif, terjadi di luar
alam sadar
2. Reflektif (sistem 2) lambat, penuh pertimbangan, terjadi di alam sadar
kita
Keduanya sama-sama aktif, namun sistem 1 sering dominan
Apa itu bias kognitif? Kenapa sulit dideteksi?
 Problem 1: Which do you choose?

Get 900 for sure (100% x900)

OR

90% chance to get $1000

 Problem 2: Which do you choose?

Lose $900 for sure

OR

90% chance to loose $1000


Solusinya? Buat checklist
1. Tanyakan pada diri sendiri (kita sebagai pengambil keputusan);
1. Check adakah benturan kepentingan dari tim. Lakukan review secara hati-
hati, adakah overoprimisme?
2. Check adakah “affect heuristics” yang dicurigai? Adakah hal-hal emosional
yang ikut mempengaruhi rekomendasi?
3. Check apakah ada dissenting opinion dalam tim (dan apakah dissenting
opinion dipertimbangkan/dieksplorasi sebagaimana mestinya)?
Solusinya? Buat checklist
2. Tanyakan pada tim pemberi rekomendasi;
4. Check adakah saliency bias (adakah pengaruh serius dari analogi menonjol pada pengambilan
keputusan). Benchmarking kesuksesan masa lalu bisa berisiko. Minta banyak perumpamaan dan
analisis secara hari-hati kesamaannya dengan situasi saat ini.
5. Check adakah confirmation bias. (apakah alternative-alternatif lain yang kredibel telah
dipertimbangkan?) minta opsi (rekomendasi) tambahan
6. Check adakah availability bias (periksa ketercukupan/informasi data yang digunakan untuk
rekomendasi). Jika harus membuat keputusan ini tahun depan. Informasi apa yang akan
dibutuhkan? Bisakah informasi diperoleh sekarang?
7. Check anchoring bias (periksa dan tanyakan darimana angka-angka di proposal didapatkan)?
Apa kamu tahu darimna angka2 ini berasal? Angka mana yang merupakan fakta dan mana yg
estimasi? Apakah estimasi ini dikembangkan dari penyesuaian terhadap angka yg lain.
8. Check adakah halo effect. Apakah sukses tidaknya perusahaan dinisbatkan pada kepribadian
pimpinannya?
9. Check adakah sunk-cost fallacy. Apakah rekomendasi dibuat dengan direferensikan ke masa
lalu? Check terutama jika anda eksekutif baru
Solusinya? Buat checklist
3. Pertanyaan yang focus kepada proposal
10. Tanyakan adakah overconfidence, planning fallacy, optimistic bias,
competitor neglet
11. Periksa disaster neglet. Apakah skenario terburuk dan kemungkinan
dampaknya telah dipertimbangkan? Apakah skenarionya sudah cukup
buruk?
12. Apakah tim rekomendator terlalu berhati-hati, terlalu konservatif (loss
aversion)?
Isu penggunaan checklist?
1. Tidak untuk keputusan rutin dan keputusan operasional
2. Cocok untuk belanja modal yang sangat besar, akuisisi perusahaan, R & D,
dll
3. Siapa yang melakukan quality control? Upayakan yang tidak terlibat
dalam tim
4. Paksakan disiplin. Menggunakan checklist adalah perkara disiplin, bukan
perkara kepintaran.
5. Tantangan manajer dalam menerapakan kendali kualitas atas
pengambilan keputusan bukan waktu atau biaya, tetapi membangun
kesadaran bahwa bahkan manajer cerdas dan berpengalaman sekalipun
bisa menghasilkan keputusan yang buruk
Kasus 1, 2, & 3: Bob, Lisa, Devesh
• Bob, the vice president of sales in a business services company, has
heard a proposal from his senior regional VP and several colleagues,
recommending a radical overhaul of the company’s pricing structure.
• Lisa is the chief financial officer of a capital intensive manufacturing
company. The VP of manufacturing in one of the corporation’s business
units has proposed a substantial investment in one manufacturing site.
• Devesh, the CEO of a diversified industrial company, has just heard his
business development team propose a major acquisition that would
complement the product line in one of the company’s core businesses.

Anda mungkin juga menyukai