Anda di halaman 1dari 3

Jawaban No. 1 1. Konservasi alam di Jambi sebenarnya mengikuti konservasi alam skala besar seperti yang ada di Kalimantan.

Ada tiga buah konservasi alam di Jambi, yang paling besar adalah Taman Nasional Kerinci Seblat (yang sangat besar sehingga terletak di tiga propinsi berbeda, termasuk Jambi dan Riau), Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Bukit Dua Besal (TNBD). Pengupayaan konservasi alam ini diharapkan akan sama berhasilnya dengan konservasi yang ada di Kalimantan, hanya saja, laju pertumbuhan penduduk lalu menghambat konservasi alam di Jambi, karena tidak seperti halnya di Kalimantan, dimana kecepatan tumbuh penduduk hanya 1/2 dari kecepatan tumbuh penduduk di Jambi (Jambi Comparisons: Remaking the Land Use Map in a Small Sumatran Province: OP-18-B.pdf). Suku anak dalam dan orang rimbo, tinggal di salah satu reservasi alam, terutama di TNBD dan Taman Nasional Gunung Tiga Puluh karena mereka mendapat hak khusus tinggal (settlement rights) untuk tinggal di sana. Kebanyakan mereka mencari makanan dengan berburu, dan kebanyakan mereka berusaha tidak berhubungan dengan pemerintah, walau ada juga sebagian yang mau tinggal di penampungan (daerah khusus tempat tinggal orang kubu). Sayangnya berdasarkan beberapa penelitian dan pengamatan yang banyak dilakukan oleh NGO/LSM, mereka berpendapat kelangsungan hidup Suku Anak Dalam terancam, karena tempat mereka berburu dan tinggal atau di hutan kebanyakan telah diubah menjadi HTI atau menjadi lahan perkebungan, bahkan taman nasional, tempat mereka diberikan hak untuk tinggal, tidak lepas dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan perburuan dan penebangan liar, bahkan hewan liar pun semakin banyak berkurang (Jambi Comparisons: Remaking the Land Use Map in a Small Sumatran Province: OP-18-B.pdf). Untuk mengatasi hal ini, pemerintah melakukan beberapa cara, antara lain dengan mendorong penduduk (bukan perusahaan besar) untuk menanam tanaman karet. Diharapkan dengan semakin banyak penduduk yang menanam karet, mereka lebih bertanggung jawab saat melakukan penebangan dan pemanenan, tidak seperti perusahaan-perusahaan besar yang hanya bisa melakukan pembukaan lahan tanpa tanggung jawab. sbr: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-18B.pdf

sbr lain: www.norad.no/no/resultater/publikasjoner/...fra.../394696?_...

2. Alfa adalah diversitas lokal (misal diversitas di suatu aliran sungai), dan ada satu lagi diversitas regional yang disebut gamma, misalnya diversitas

seluruh hutan hujan di Indonesia , dan antara keduanya ada beta diversitas (http://harvardforest.fas.harvard.edu/sites/harvardforest.fas.harvard.edu/files/ publications/pdfs/Ellison_Ecology_Intro_2010.pdf). Biasanya saat melakukan penelitian atau studi, peneliti memilah dua diversitas, entah itu diversitas alfa (satu sampling) atau diversitas beta (sampling diantara dua sampling alfa) (Alpha and beta diversity of plants and animals along a tropical land-use gradient., Kassler et al, 2009). Bila ditanya mana yang lebih baik, berarti harus dilihat dulu tujuan penelitian atau studi yang akan dilakukan terhadap diversitas. Dan dilihat dari pengertian dari masing-masing, maka Taman Hutan Raya Beta akan lebih baik karena Tahura Beta akan lebih banyak memiliki diversitas, karena diversitas Beta adalah persilangan antara beberapa diversitas alfa, bahkan diversitas gamma, sedangkan Tahura Alfa hanya berasal dari satu daerah lokal saja, sehingga macam-macam diversitasnya akan kurang variasi dari Tahura Beta. Dan menurut jurnal ini, kebanyakan studi dilakukan dengan pendekatan alfa, bukan beta, padahal menurut Kassler et al, 2009: "pendekatan taksonomi alfa berarti tidak mempertimbangkan potensial heterogenitas habitat, yang dalam tingkat lokal dan regional, dapat meningkatkan diversitas". Berarti jelas Tahura Beta lebih baik daripada Tahura Alfa, walaupun Tahura Alfa lebih banyak memiliki spesies, namun hanya berasal dari satu tempat, sedangkan Tahura Beta, walau lebih sedikit spesies, namun berasal dari beberapa tempat/silang lokal.

3. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat dampak konservasi alam terhadap ekonomi, terutama ekonomi penduduk yang tinggal di kawasan sekitar konservasi ataupun daerah dimana konservasi itu terletak. Walaupun belum ada bukti konkret yang mendukung teori ini, teori yang diterima kalangan umum adalah, biasanya bila ada reservasi alam, maka daerah sekitar akan mengalami kerugian dan kemunduran ekonomi. Namun studi yang dilakukan oleh Robertson (2002), yang melakukan studi kuantitatif untuk membuktikan hubungan konservasi lingkungan dengan ekonomi, menunjukkan, tidak ada bukti yang menunjukkan kebijakan yang mendukung konservasi lingkungan akan membuat kemunduran ekonomi, bahkan menurut Robertson (2002) ada korelasi positif antara konservasi lingkungan dengan ekonomi (Economy Vs Environtment: Fact or Fiction, Robertson, 2002, h. 2). Dengan bertolak dari sini, jadi tidak ada hal yang mungkin memberatkan rencana pembangunan Trans Sumatera yang melewati Taman Bukit Dua Belas. Malah barangkali dengan adanya jalur kereta api ini, eco tourisme semakin berkembang.

Sumber: 1. Jambi Comparisons: Remaking the Land Use Map in a Small Sumatran Province diambil dari http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-18-B.pdf .

(Sumber no. 1) 2.Ellison Ecology Intro 2010. pdf diambil dari http://harvardforest.fas.harvard.edu/sites/harvardforest.fas.harvard. edu/files/publications/pdfs/Ellison_Ecology_Intro_2010.pdf (Sumber no. 2) 3. Kaiser et al. (2009). "Alpha and beta diversity of plants and animals along a tropical land-use gradient". diambil dari http://www.esajournals.org/doi/abs/10.1890/08-1074.1 (Sumber no. 2) 4. Robertson, Emily (2002). "Economy Vs Environtment: Fact or Fiction". didapat dari http://www.plantsocieties.org/PDFs/EcoServices%20Pap %2011.02.pdf (Sumber no. 3)

Anda mungkin juga menyukai