Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA OBAT DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)
ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Farmasi

Dosen Pengajar : Edi Wahyu SM, Drs., Apt.,

Oleh: Kelompok 3 Ajeng Maryam Suciati Fauzi Ramadhan Indra Afiando Lita Ayu Listiani M. Syarif Hidayatullah Nur Fauziyyah Ambar Wiring Respati Caparina NIM. 111431001 NIM. 111431010 NIM. 111431014 NIM. 111431016 NIM. 111431017 NIM. 111431021 NIM. 111431030

PROGRAM STUDI ANALIS KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Analisis Kandungan Senyawa Obat Dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom. Materi penyusunan makalah bersumber dari materi teori yang diperoleh di kelas, internet, maupun buku acuan yang sesuai. Ruang lingkup isi makalah meliputi pemaparan mengenai instrumen spektrofotometer serapan atom dan penerapannya dalam bidang farmasi. Keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya tidak hanya atas peran penyusun saja, tetapi banyak orang-orang yang mendukung penyusun sehingga laporan ini bisa terselesaikan dengan baik dan lancar. Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyusun. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, kritik ataupun saran yang membangun sangat kami harapkan untuk sesuatu yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga Allah membalas segala dukungan moril, moral, doa dan cintanya selama ini.

Bandung, Desember 2013

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR ............................................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 6 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 6 1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 6 1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 6 1.4 Sistematika Penulisan .................................................................................... 7 BAB 2 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM .......................................... 10 2.1 Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) .................................... 10 2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ................................ 11 2.3 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ..................................... 14 2.3.1 Sumber Sinar......................................................................................... 14 2.3.2 Sistem Pengatoman ............................................................................... 16 2.3.2.1 Sistem Pengatoman dengan Nyala Api .......................... 16 2.3.2.2 Sistem Pengatoman dengan Tungku Grafit.................... 16 2.3.2.3 Sistem Pengatoman dengan Pembentukan Hidrida........ 17 2.3.2.4 Sistem Pengatoman dengan Uap Dingin ........................ 17 2.3.2.5 Sistem Pengatoman Sampel Padat ................................. 17 2.3.3 Monokromator ...................................................................................... 18 2.3.4 Detektor ................................................................................................ 18 2.3.5 Readout ................................................................................................. 18 2.4 Metode Analisis ........................................................................................... 18 2.4.1 Metode Standar Tunggal ....................................................................... 18 2.4.2 Metode Kurva Kalibrasi........................................................................ 19 2.4.3 Metode Adisi Standar ........................................................................... 19 2.5 Gangguan dalam Analisis dengan SSA ....................................................... 21 2.5.1 Gangguan Ionisasi................................................................................. 21

iii

2.5.2 Gangguan Akibat Pembentukan Senyawa Refractory .......................... 22 2.5.3 Gangguan Fisik Alat ............................................................................. 22 2.6 Keuntungan dan Kelemahan Metode SSA .................................................. 23 BAB 3 ANALISIS SENYAWA OBAT METODE SSA ..................................... 24 3.1 Analisis Ag dalam Cisplatin ............................................................... 24 3.2 Analisis Zn dalam Acetylcysteine........................................................ 25 3.3 Analisis Cu dalam Bleomycin Sulfate ................................................. 26 3.4 Analisis Fe dalam Calcium gluconate for injection ............................ 27 3.5 Analisis Mg dalam Esomeprazole Magnesium Trihydrate ................. 29 3.6 Analisis Na dalam Danaparoid Sodium.............................................. 30 3.7 Analisis Pt dalam Calcium Folinate ................................................... 31 BAB 4 PENUTUP ................................................................................................ 34 4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 34 5.2 Saran .................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin meningkatnya pengetahuan serta kemampuan dari manusia. Betapa tidak, setiap manusia lebih dituntut dan diarahkan kearah ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Tidak ketinggalan pula ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikro pun tidak luput dari sorotan perkembangan IPTEK ini. Belakangan ini telah lahir IPTEK yang berpeluang mempermudah dalam keperluan analisis kimia. Salah satu bentuk kemajuan IPTEK yang biasa dikenal sekarang diantaranya alat serapan atom yang kemudian sangat mendukung dan membantu pada proses analisis untuk seorang analis kimia dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). 1.2 Tujuan Penulisan 1. 2. 3. Mengetahui komponen-komponen dalam spektrofotometer serapan atom Mengetahui prinsip kerja spektrofotometer serapan atom Mengetahui penerapan analisis senyawa obat menggunakan metoda spektrofotometri serapan atom dalam sediaan farmasi

1.3 Manfaat Penulisan Adapun Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini selain memenuhi tugas dari Bapak Edi Wahyu SM, Drs., Apt., selaku dosen mata kuliah Kimia Farmasi, juga bertujuan agar penulis maupun pembaca dapat mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana metode ataupun prinsip kerja dari Spektrometri Serapan Atom (SSA) itu sendiri, serta penerapan metoda

spektrofotometri serapan atom dalam analisis senyawa obat di bidang farmasi. 1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan 1.3 Manfaat Penulisan 1.4 Sistematika Penulisan BAB II SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM 2.1 Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2.3 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2.3.1 Sumber Sinar 2.3.2 Sistem Pengatoman 2.3.2.1 Sistem Pengatoman Dengan Nyala Api 2.3.2.2 Sistem Pengatoman Dengan Tungku Grafit 2.3.2.3 Sistem Hidrida 2.3.2.4 Sistem Pengatoman Dengan Uap Dingin 2.3.2.5 Sistem Pengatoman Sampel Padat 2.3.3 Monokromator 2.3.4 Detektor 2.3.5 Readout 2.4 Metode Analisis 2.4.1 Metode Standar Tunggal 2.4.2 Metode Kurva Kalibrasi 2.4.3 Metode Adisi Standar 2.5 Gangguan dalam Analisis Dengan SSA 2.5.1 Gangguan Ionisasi 2.5.2 Gangguan Akibat Pembentukan Senyawa Refractory Pengatoman Dengan Pembentukan

(Tahan Panas) 2.5.3 Gangguan Fisik Alat 2.6 Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS BAB 3 ANALISIS SENYAWA OBAT METODE SSA 3.1 Analisis Ag dalam Cisplatin 3.2 Analisis Zn dalam Acetycysteine 3.3 Analisis Cu dalam Bleomycin Sulfate 3.4 Ananalisis Fe dalam Calcium Gluconate for Injection 3.5 Analisis Mg dalam Esomeprazole Magnesium Trihydrate 3.6 Analisis Na dalam Danaparoid Sodium 3.7 Analisis Pt dalam Calcium Folinate BAB 4 Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

2.1 Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya, ahli kimia banyak bergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analis spektrografik. Beberapa cara ini sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan

Spektrofotometri Serapan Atom atau Atomic Absorption Spectrofotometry (ASS). Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan di bandingkan metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan

dengan fotometri nyala. Untuk analisis dengan garis spektrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna sedangkan antara 200300 nm metode AAS lebih baik daripada fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Sifat monokromatis dalam ASS merupakan syarat utama. Dari segi biaya AAS lebih mahal dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.

2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 2.0 Skema alat AAS (Sumber : Anonim, 2013) Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. SSA banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuensi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami de-eksitasi. Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi, yaitu populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Sebagai contoh, natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5

nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memeroleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi. Misalkan, suatu unsur Na mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, dan 3s1. Tingkat dasar untuk elektron valensi 3S1 ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3P dengan energi 2,2 eV atau ke tingkat 4P dengan energi 3,6 eV yang masing-masing bersesuaian dengan panjang gelombang 589,3 nm dan 330,2 nm (gambar 2.1). Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang dapat menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas yang maksimal. Garis inilah yang dikenal dengan garis resonansi.

Energi eksitasi

3,6 eV

Keadaan tereksitasi (4P) = 330,2

2,2 eV

Keadaan tereksitasi (3P) = 589,3

Keadaan dasar (3S)

Gambar 2.1 Transisi elektronik atom natrium. (Sumber: Watson, 1999)

Keberhasilan analisis dengan SSA ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memeroleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Jumlah atom natrium yang tereksitasi dari keadaan asas (3s) ke keadaan tereksitasi 3p adalah kecil (misal pada suhu 2500 K). Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada

spektrofotometer absorpsi sinar ultraviolet, sinar tampak maupun infra

10

merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spektrum absorpsinya. Setiap alat SSA terdiri atas 4 komponen yaitu: Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala) Sumber radiasi Sistem pengukur fotometri Sistem Atomisasi dengan Nyala

Setiap alat spektrofotometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrofotometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis)

dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi, dan juga fluoresensi. Nyala udara asetilen Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS. Temperatur nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya akan bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. Nitrous oksida-asetilen dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, Ti, V, dan W.

11

Sistem atomisasi tanpa nyala (dengan Elektrotermal/tungku) Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari system nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu : Tahap pengeringan atau penguapan larutan Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organik Tahap atomisasi

2.3 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Gambar 2.2 Instrumentasi AAS 2.3.1 Sumber Sinar Merupakan sistem emisi yang diperlukan untuk menghasilkan sinar yang energinya akan diserap oleh atom bebas. Sumber radiasi haruslah bersifat sumber yang kontinyu. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur yang spesifik tertentu dengan menggunakan lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki 2 elektroda, satu diantaranya berbentuk silindris dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa.

12

Gambar 2.3 Lampu katoda berongga (Sumber : Siti, 2011) Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan eneginya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elketron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-on gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan diatas pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saaat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus.

13

2.3.2

Sistem Pengatoman Merupakan bagian yang penting karena pada tempat ini senyawa

akan dianalisa. Pada sistem pengatoman, unsur-unsur yang akan dianalisa diubah bentuknya dari bentuk ion menjadi bentuk atom bebas.

Gambar 2.4 Unit atomisasi SSA (Sumber : Siti, 2011) Ada beberapa jenis sistem pengatoman yang lazim digunakan pada setiap alat AAS, antara lain : 2.3.2.1 Sistem pengatoman dengan nyala api Menggunakan nyala api untuk mengubah larutan

berbentuk ion menjadi atom bebas. Ada 2 bagian penting pada sistem pengatoman dengan nyala api, yaitu sistem pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner), sehingga sistem ini sering disebut sistem burner-nebulizer. Sebagai bahan bakar yang menghasilkan api merupakan campuran dari gas pembakar dengan oksidan dan penggunaannya tergantung dari suhu nyala api yang dikehendaki. 2.3.2.2 Sistem pengatoman dengan tungku grafit Keuntungan sistem ini jika dibandingkan dengan sistem pengatoman nyala api adalah sampel yang dipakai lebih sedikit, tidak memerlukan gas pembakar, suhu yang ada di burner dapat dimonitor dan lebih peka.

14

2.3.2.3

Sistem pengatoman dengan pembentukan hidrida Sistem ini hanya dapat diterapkan pada unsur-unsur yang

dapat membentuk hidrida, dimana senyawa hidrida dalam bentuk uapnya akan menyerap sinar dari HCL. Sistem ini biasanya dilakukan dengan mereduksi unsur sehingga menjadi valensi yang lebih rendah, kemudian dibentuk sebagai hidrida. Sistem ini banyak dilakukan untuk analisa unsur-unsur seperti As, Bi, dan Se. 2.3.2.4 Sistem pengatoman dengan uap dingin Sistem ini hanya dilakukan untuk analisa unsur Hg, karena Hg mempunyai tekanan uap yang tinggi, sehingga pada suhu kamar Hg akan berada pada kesetimbangan anatar fasa uap dan fasa cair. Cara menganalisis Hg dengan mereduksi merkuri (Hg2+) menjadi merkuro (Hg22+), kemudian uapnya dialirkan secara kontinyu kedalam sel serapan yang ditempatkan diatas burner (tidak dipanaskan) dan penyerapan terjadi karena Hg berbentuk uap. 2.3.2.5 Sistem pengatoman sampel padat Sistem ini dilakukan pada sampel dengan potensial eksitasi yang rendah atau dengan energi yang rendah sudah bisa tereksitasi dan unsur tersebut berada pada sampel yang sederhana yang ikatannya mudah lepas. Pengatoman biasanya dilakukan dengan menaruh sampel kedalam suatu wadah sampel, kemudian dipanaskan dengan nyala api dan uap-uap yang terbentuk dialirkan kedalam sel serapan seperti dilakukan pada Hg

2.3.1

Monokromator Fungsi monokromator adalah untuk memisahkan dan memilih

panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping itu juga fungsi monokromator adalah untuk mengisolasi salah satu

15

resonansi/radiasi resonansi dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan oleh lampu pijar hollow cathode.

2.3.2

Detektor Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi energi

listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor SSA tergantung pada jenis

monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor photomultiplier tube.

2.3.3

Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau juga dapat

diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu tranmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

2.4 Metode Analisis Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah : 2.4.1 Metode Standar Tunggal Metode sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrofotometer. Dari Hukum Lambert-Beer diperoleh : Astd = .b.Cstd
.b = Astd/Cstd

Asmp = .b.Csmp .b = Asmp/Csmp

16

Sehingga, Astd/Cstd = Asmp/Csmp Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd

Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.

2.4.2

Metode Kurva Kalibrasi Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Lalu membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan absorbansi (A) yang akan menghasilkan garis lurus melewati titik nol dengan slope = .b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linier pada kurva kalibrasi.

2.4.3

Metode Adisi Standar Metode ini dipakai secara luas karena mampu

meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu larutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut : Ax = k.Cx dimana, AT = k(Cs + Cx)

17

Cx Cs

= konsentrasi zat sampel = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel

Ax

= absorbansi zat samel (tanpa penambahan zat standar)

Ar

= absorbansi zat sampel + zat standar

Jika kedua persamaan diatas digabung akan diperoleh : Cx = Cs x [Ax/(AT- Ax)] Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh: Cx = Cs x [Ax/(O Ax)] : Cx = Cs x (Ax/-Ax)

Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs Grafik yang terbentuk diperlihatkan dalam gambar 2.2 dan banyaknya konsentrasi analit dalam sampel dapat diperoleh dengan ekstrapolasi balik.

Gambar 2.5 Kurva standar adisi sumber: Kimia Farmasi Analitik

18

2.5. Gangguan dalam Analisis dengan SSA Ada tiga gangguan utama dalam SSA : 2.5.1 Gangguan ionisasi Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa unsur yang lain karena unsur-unsur tersebut

mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan unsur-unsur yang mudah terionisasi ke dalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis.

2.5.2 Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas) Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi analit dengan senyawa kimia, biasanya anion yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh, fosfat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium pirofosfat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat ke dalam larutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi dengan fosfat dibanding kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan posfat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan penambahan EDTA berlebih. EDTA akan membentuk kompleks dengan kalsium, sehingga pembentukan

19

senyawa refraktori dengan fosfat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdisosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabila unsur-unsur seperti: Al, Ti, Mo, V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala, sehingga nyala yang umum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen.

2.5.3

Gangguan fisik alat Yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat memengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur atau solven. Kandungan padatan yang tinggi, perubahan temperatur nyala, dll. Gangguan ini biasanya dikompensasi (standarisasi). dengan lebih sering membuat kalibrasi

2.6 Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga

20

menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.

21

BAB III BAB III ANALISIS SENYAWA OBAT METODA SSA

3.1 Analisis Ag dalam Cisplatin

PtCl2(NH3)2 Penggunaan

300.0

15663-27-1

Platina mengandung sitotoksik Persiapan Injeksi cisplatin Definisi cis-Diamminedichloroplatinum(II). Kadar 97,0 persen sampai 102,0 persen Karakter Pemerian Bubuk kuning, atau kuning atau oranye-kuning kristal. Kelarutan Sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam dimetilformamida, praktis tidak larut dalam etanol (96%). Tes Kadar maksimum 250 ppm Larutan sampel : larutkan 0,100 gram sampel dalam 15 mL asam nitrat dan panaskan sampai suhu 80oC. Dinginkan dan tanda bataskan ke dalam labu ukur 25 mL dengan aquades.

22

Larutan standar : buat larutan standar Ag 5 ppm dan tambahkan 50 mL asam nitrat lalu himpitkan hingga volume 100 mL dengan aquades.

Lampu : silver HCL Panjang gelombang : 328 nm Nyala : udara-asetilen

3.2 Analisis Zn dalam acetylcysteine

C5H9NO3S Penggunaan

163.2

616-91-1

Donor Sulfydryl, penangkal keracunan parasetamol; mucolytic. Persiapan Injeksi asetilsistein Definisi (2R)-2-(Acetylamino)-3-sulfanylpropanoic acid. Kadar 98,0 persen sampai 101,0 persen (zat kering) Karakter Pemerian Putih atau hampir putih, bubuk kristal atau kristal berwarna. Kelarutan Larut dalam air dan etanol (96%), praktis tidak larut dalam metil klorida.

23

Tes Kadar maksimum yaitu 10 ppm Larutan sampel : larutkan 1,00 gram sampel kedalam HCl 0,001 M dan tanda bataskan ke dalam labu ukur 50 mL dengan HCl 0,001 M. Larutan standar : buat larutan standar Zn 5 mg/mL dengan HCl 0,001 M Lampu Zink HCL Panjang gelombang 213,8 nm Nyala : udara-asetilen

3.3 Analisis Cu dalam Bleomycin Sulfate

Penggunaan Sitotoksik antibakteri Persiapan Injeksi bleomycin Definisi

24

Sulfat dari campuran glycopeptides yang dihasilkan oleh Streptomyces verticillus atau dengan cara lain; 2 komponen utama dari campuran adalah N-[3 - (dimethylsulfonio) propil] bleomycinamide (bleomycin A2) dan N-[4 - (carbamimidoylamino) butil] bleomycinamide (bleomycin B2). Potensi minimum 1500 IU/mg (zat kering). Karakter Pemerian Putih atau putih kekuningan, serbuk yang sangat higroskopis. Kelarutan Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol anhidrat, praktis tidak larut dalam aseton. Tes Kadar maksimum yaitu 200 ppm Larutan sampel : larutkan 50 mg sampel ke dalam aquades dan encerkan hingga 10 mL Larutan standar : pipet 1 mL standar Cu 10 ppm ke dalam 10 mL aquades Lampu : Cu HCL Panjang gelombang : 324,7 nm Nyala : udara-asetilen

3.4 Analisis Fe dalam Calcium gluconate for injection

C12H22CaO14,H2O

448.4

18016-24-5

25

Penggunaan Pengobatan kekurangan kalsium Persiapan Injeksi kalsium glukonat Definisi Calcium D-gluconate monohydrate. Kadar 99,0 persen sampai 101,0 persen dari C12H22CaO14,H2O Karakter Pemerian Putih atau hampir putih, kristal atau serbuk granula Kelarutan Sedikit larut dalam air, larut dalam air panas Tes Kadar maksimum 5 ppm Larutan sampel : larutkan 2 gram sampel dalam 100 mL politetrafloroetilen dan tambahkan 5 mL asam nitrat pekat. Didihkan hingga hampir kisat. Tambahkan 1 mL hidrogen peroksida 30% dan didihkan kembali hingga hampir kisat. Pindahkan residu ke dalam labu takar 25 mL dan bilas dengan 2 mL asam nitrat pekat. Encerkan dengan HCl 7,3% hingga tanda batas. Larutan standar : buat larutan standar Fe 20 ppm dalam HCl 7,3% Lampu : Fe HCL Panjang gelombang : 248,3 nm Nyala : udara-asetilen

26

3.5 Analisis Mg dalam Esomeprazole Magnesium Trihydrate

C34H36MgN6O6S2,3H2O Penggunaan

767.2

217087-09-7

Proton pump inhibitor; pengobatan penyakit ulkus peptikum. Definisi Magnesium bis[5-methoxy-2-[(S)-[(4-methoxy-3,5-dimethylpyridin-2yl)methyl]sulfinyl]-1H-benzimidazol-1-ide] trihydrate. Kadar 98.0 persen sampai 102.0 persen (zat kering). Karakter Pemerian Putih atau serbuk sedikit berwarna, sedikit higroskopis Kelarutan Sedikit larut dalam air, larut dalam metanol, praktis tidak larut dalam heptan Tes Larutan sampel : larutkan 0,250 gram sampel ke dalam 20 mL HCl 103 g/L secara perlahan. Encerkan dengan aquades hingga 100 mL. Pipet 10 mL dan encerkan hingga 200 mL dengan aquades. Pipet 10 mL larutan pengenceran tersebut lalu tambahkan 4 mL Lanthanum chloride dan tanda bataskan hingga 100 mL dengan aquades. Larutan standar : buat larutan standar Mg 1000 ppm

27

Panjang gelombang : 285,2 nm

3.6 Analisis Na dalam Danaparoid Sodium

Pemerian Heparinoida; pencegahan pembekuan pada pembuluh darah. Definisi Persiapan untuk zat yang mengandung garam-garam natrium dari campuran glikosaminoglikan sulfat yang terdapat dalam jaringan babi. Natrium danaparoid dibuat dari mukosa usus babi. Unsur utama heparan sulfat dan dermatan sulfat. Pada hidrolisisnya membebaskan D-glukosamin, D-galaktosamin, asam D-glukuronat, asam L-iduronik, asam asetat dan asam sulfat. Zat-zat tersebut memiliki karakteristik untuk meningkatkan inaktivasi faktor X teraktivasi (faktor Xa) oleh antitrombin. Ini memiliki efek yang dapat diabaikan pada tingkat inaktivasi trombin oleh antitrombin. Potensi

28

11.0 sampai 17.0 antifaktor Xa unit per miligram (zat kering). Produksi Hewan-hewan yang berasal dari natrium danaparoid harus memenuhi persyaratan untuk kesehatan hewan yang cocok untuk dikonsumsi manusia. Hal ini dibuat dengan menggunakan proses yang memastikan bahwa proporsi relatif dari glikosaminoglikan sulfat aktif konsisten. Hal ini dihasilkan oleh metode manufaktur yang dirancang untuk meminimalkan atau menghilangkan endotoksin dan zat hipotensi. Karakteristik Tes Larutan sampel : larutkan 0,125 gram sampel ke dalam 1,27 mg/L Cesium chloride dalam HCl 0,1 M dalam labu takar 100 mL Larutan standar : buat standar Na 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm dengan 1,27 mg/mL Cesium chloride dalam HCl 0,1 M Lampu : Na HCL Panjang gelombang : 330,3 nm Nyala : udara-asetilen Pemerian Putih atau hampir putih, serbuk higroskopis Kelarutan Larut baik dalam air

3.7 Analisis Pt dalam Calcium Folinate

29

C20H21CaN7O7,xH2O (anhydrous) Penggunaan

511.5

1492-18-8

Antidot untuk pencegahan efek toksik metotreksat Persiapan Calcium Folinate Injection Calcium Folinate Tablets Definisi Calcium (2S)-2-[[4-[[[(6RS)-2-amino-5-formyl-4-oxo1,4,5,6,7,8hexahydropteridin-6- yl]methyl]amino]benzoyl]amino]pentanedioate. Kandungan calcium folinate (C20H21CaN7O7): 97.0 persen sampai 102.0 persen (zat kering); calcium (Ca; Ar 40.08): 7.54 persen sampai 8.14 persen (zat kering). Berisi sejumlah air. Karakter Pemerian Putih atau putih kekuningan, amorf atau kristal, serbuk higroskopis Kelarutan Sedikit larut dalam air, praktis tidak larut dalam aseton dan dalam etanol (96%) Bentuk amorf dapat menghasilkan larutan jenuh dalam air. Tes Kadar maksimum 20 ppm Larutan sampel : larutkan 1 gram sampel dalam aquades 100 mL Larutan standar : buat larutan standar platina 30 ppm dengan 1% asam nitrat

30

Lampu : Pt HCL Panjang gelombang : 265,9 nm

31

BAB IV BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas. Hubungannya dalam bidang farmasi, metode ini bisa digunakan dalam analisis unsur logam yang terkandung dalam senyawa obat, dan juga dapat menentukan cemaran logam dalam suatu senyawa obat. 4.2 Saran

Untuk Pembaca Dengan adanya makalah yang berjudul Penentuan Obat Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang mendukung.

Bagi Penulis Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat memacu penulis untuk dapat terus berkarya dan mengembangkan ilmu pengetahuan, serta dapat saling berbagi pengalaman. Dan semoga dapat mendorong penulis untuk mengembangkan apa yang telah ditulis dalam makalah ini.

32

DAFTAR PUSTAKA Damarsasi, Dimas Gigih.2010. Spektrometri Serapan Atom. Sumber : scribd.com (diakses pada tanggal 13 Desember 2013 pukul 11.34 WIB). Siti. 2011. Laporan Pelatihan AAS. Sumber : Scribd.com (diakses pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 15.39 WIB). Anonim. 2013. Atomic Absorption Spectrophotometer. Sumber :

forum.indowebster.com (diakses pada tanggal 15 Desember 2013 pukul 15.48 WIB). British Pharmacopoeia. 2013. Cisplatin.

vi

Anda mungkin juga menyukai