Anda di halaman 1dari 38

Pembimbing : dr. Markus Rambu, Sp.

THT Disusun Oleh : DM Dini Fadilla (H1A 008 043)


DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA SMF PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2013

Pendahuluan
Pada prinsipnya setiap dokter perlu mengenal prinsip-prinsip dasar dalam perawatan pasien dengan cedera muka. Dengan makin meningkatnya angka-angka kecelakaan dari kendaraan rekreasi, volume kecelakaan mobil yang konstan, dan cedera konflik antar individu Maka setiap dokter pada suatu waktu dapat dihadapkan dengan pasien yang memerlukan perawatan trauma muka

Pendahuluan
Fraktur muka ini dibagi atas fraktur pada organ yang terjadi yaitu: 1) fraktur tulang hidung, 2) fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma, 3) fraktur tulang maksila (mid facial), 4) fraktur tulang orbita, 5) fraktur tulang mandibula. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.

Anatomi

Anatomi

Fisiologi Hidung

Beberapa fungsi hidung antara lain Sebagai jalan nafas Pengatur kondisi udara (air conditioning) Sebagai penyaring dan pelindung Indra Penghidu Resonansi suara Proses bicara Refleks nasal

Definisi
Fraktur tulang hidung adalah patah, pecah atau kontinuitas tulang hidung (os nasale) hilang

disertai atau tidak kerusakan pada septum nasi dan tulang yang berhubungan dengan tulang hidung. 5

Tidak termasuk di sini fraktur yang mengenai


tulang maksila.5

Etiologi
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat

rudapaksa, seperti pukulan, benturan dalam kecelakaan lalu lintas, perkelahian atau olahraga.5

Penyebabnya pada daerah perkotaan oleh karena


perkelahian, kecelakaan kendaraan dan olah raga. Pada daerah pedesaan umumnya karena

kecelakaan kerja atau kecelakaan pertanian.7

Patofisiologi
Bentuk fraktur dapat dipengaruhi oleh arah tekanan dan besar tekanan. Arah tekanan dari depan dapat menyebabkan hidung

melesak,

sedang

tekanan

dari

samping

dapat

menyebabkan kontralateral).

hidung

deviasi (miring ke samping

Tekanan yang keras dapat merusak pula tulang dan tulang


rawan septum nasi, menyebabkan deviasi.5

Patofisiologi
Dengan memahami patofisiologi trauma nasal diharapkan kegagalan

terapi trauma nasal dapat dihindari.


Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan bervariasi tergantung pada : (1) usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam meredam energi dari pukulan, (2) besarnya tenaga pukulan, (3) arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak, (4) kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal.6

Patofisiologi
Trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis, hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung meliputi fraktur

(putusnya hubungan, lebih sering pada usia lanjut),


dislokasi (pada anak-anak), dan fraktur dislokasi. Trauma dislokasi dapat mengenai artikulasi kerangka hidung luar atau pada septum nasi. 7,9,10,11

Patofisiologi
Pola terjadinya fraktur nasal dibedakan

menurut arah trauma, meliputi : (1) trauma lateral (trauma dari arah samping), (2) trauma sagital (trauma dari arah depan), (3) trauma inferior (trauma dari arah bawah).7

Patofisiologi
Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya mulai dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai kerusakan lengkap (complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma jaringan lunak intranasal dan ekstranasal. 7 Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum lebih dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma dengan energi yang lebih besar

menyebabkan pemisahan nyata dari tulang nasal yang

merupakan bagian dari fraktur nasoorbital ethmoid kompleks. 7

Gambar 2.4. Menunjukkan adanya peningkatan derajat kerusakan karena peningkatan kekuatan trauma berdasar pola trauma dari: A. arah frontal, B. arah lateral.8

Patofisiologi
Trauma dari arah inferior yang tersering terjadi hancurnya spina premaksilaris septum kompleks. Trauma seperti ini menyebabkan fragmen yang satu masuk ke dalam fragmen yang lain menyebabkan pemendekan hidung atau penyumbatan salah satu sisi jalan nafas. Terjadinya fraktur pada tulang nasal jarang terjadi kecuali pada trauma energi besar yang menyebabkan avulsi tulang nasal dan hancurnya jaringan lunak sekitarnya.

Tenaga sebesar 25 75 pons per meter persegi cukup untuk


membuat fraktur nasal. 7

Anamnesis
Riwayat trauma yang jelas mengenai hidung harus dicurigai kemungkinan terjadinya trauma nasal. Jika disertai epistaksis kemungkinan besar terjadi fraktur terbuka. Jika pasien mengeluhkan adanya perubahan bentuk hidung dan adanya riwayat obstruksi jalan nafas, fraktur nasal selalu terjadi. Harus dicari riwayat terjadinya trauma, menggunakan alat apa, arah pukulan dan akibatnya. 7,12,13.

Anamnesis
Beberapa pertanyaan umum saat menerima pasien yang diduga mengalami fraktur nasal, meliputi :. (1) adakah perubahan penampakan bentuk hidung setelah trauma ?, (2) berapa lama sejak terjadinya trauma ?, (3) pernahkah terdapat riwayat rusaknya bentuk hidung sebelumnya ?, (4) pernahkah menjalani operasi hidung sebelumnya ?, (5) dapatkah bernafas dengan lancar melalui kedua lubang hidung sebelum mengalami trauma nasal ?, (6) dengan apa hidung anda terbentur ?, (7) apakah mempunyai riwayat alergi hidung atau sinusitis ?, (8) apakah mempunyai foto diri yang baik sebelum terjadinya trauma ?, dan (9) apakah ada riwayat penggunaan obat intranasal, kokain, afrin sebelum mengalami

trauma nasal ? 10

Pemeriksaan Fisik
Penegakan diagnosa trauma nasal

memerlukan pemeriksaan fisik yang baik,


oleh karena separuh dari pasien trauma nasal

yang datang ke ruang emergensi tidak


terdiagnosa karena edema sering menutupi trauma pada daerah piramid nasal. 11.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi sisi luar dan dalam dicari adanya perubahan bentuk, pergeseran (deviasi) atau bentuk yang tidak normal. Adanya hematom, laserasi dan robekan mukosa sangat

mencurigakan adanya fraktur. Edema kelopak mata, ekimosis periorbita, ekimosis sklera, dan perdarahan subkonjungtiva, trauma lakrimal merupakan tandatanda klinis tambahan. Intranasal didapatkan adanya dekongesti mukosa dan terdapatnya

bekuan darah yang perlu diangkat dengan hati-hati. kebocoran


cairan serebrospinal, penyimpangan atau tonjolan septum nasal. 7,14

Pemeriksaan Fisik
Palpasi dilakukan secara sistematik untuk menilai adanya nyeri dan gangguan stabilitas. Adanya depresi tulang nasal, perubahan posisi tulang (displacement), pergerakan palsu tulang (false movement), krepitasi, dapat didiagnosa adanya fraktur nasal. Dengan meletakkan elevator di dalam hidung dan ujung jari di sisi luar dapat mengetahui mobilitas tulang hidung..

Tulang rawan nasal dan septal harus diperiksa terhadap terjadinya dislokasi dari
perlekatannya. Ujung hidung harus didorong ke arah occiput untuk memeriksa integritas penyokong septal.

Adanya nyeri pada palpasi bimanual dan adanya pukulan dari arah lateral spina
maksilaris dicurigai adanya trauma septal. 7

Pemeriksaan Penunjang
Diperkirakan 10 - 47% penderita dengan diagnosa

fraktur nasal yang sudah cukup jelas ditetapkan


secara klinis, ternyata pada gambaran radiologisnya sulit ditentukan adanya gambaran fraktur. Garis sutura dan pola vaskuler menyulitkan diagnosis dan menghasilkan banyak positif-palsu dan negatif-

palsu kecuali dihubungkan dengan informasi klinis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi yang dipilih adalah foto nasal lateral

(memakai film oklusi gigi), frontal, dan Waters.


Foto lateral dipakai untuk melihat separasi dan depresi. Gambaran frontal dapat memperlihatkan problem alignment

dari tulang septum dan bentuk dari rima piriformis.


Foto Waters dapat memperlihatkan simetris atau tidak simetrisnya tulang wajah, pergeseran prosessus frontalis

maksila, pergeseran tulang rawan septal, dan fraktur orbita.7

Klasifikasi Patologi
Fraktur tulang hidung dapat tertutup, terbuka atau kombinasi.5 Fraktur tulang hidung dapat pula berupa fraktur sederhana, terbuka maupun kompleks yang melibatkan nasoorbitoetmoid.2 Klasifikasi Trauma Nasal berdasarkan kerusakan fisik yang terjadi pada regio nasal dan sekitarnya, meliputi : 7 Fraktur usia dewasa

Fraktur pada usia anak-anak

Klasifikasi Patologi
Fraktur Usia Dewasa Unilateral Bilateral : Simpel Bilateral : Kompleks Bilateral dengan Fraktur Maksila Medial

Fraktur Septum
Fraktur pada usia anak-anak Pada anak-anak dapat terjadi fraktur nasal tipe open-book oleh karena

belum bersatunya tulang nasal di posisi tengah wajah sampai setelah


usia remaja.

Klasifikasi Patologi
Klasifikasi trauma nasal dapat juga dikelompokkan berdasarkan konsep transfer energi antar obyek yang saling bertumbukan, meliputi : Trauma Energi Rendah Pola trauma tulang berupa fragmen-fragmen tulang yang tidak kominutif, penyebab tersering karena pukulan tangan saat perkelahian, trauma olahraga, jatuh tersandung, atau kecelakaan kendaraan kecepatan rendah. 7,15 Trauma Energi Tinggi Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka nasal dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya jaringan lunak regio nasal dan rusaknya kerangka orbital wajah Penyebabnya biasanya pukulan keras tongkat atau pipa, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga dengan proyektil (bola) yang bergerak cepat, atau kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi. 7

Penatalaksanaan
Fraktur hidung sederhana

Jika hanya fraktur tulang hidung saja, dapat dilakukan


reposisi fraktur tersebut dalam analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak

kooperatif tindakan penanggulangan memerlukan


anestesi umum. Analgesia local dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidocain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1:1000%.2

Penatalaksanaan
Fraktur hidung sederhana Tampon kapas yang berisi obat analgesia local ini dipasang masing-masing 3 buah, pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, Tampon kedua diletakkan antara konka media dan septum dan bagian distal

dari tampon tersebut terletak dekat foramen sfenopalatina,


Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang-kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethaxolin spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memeperoleh efek anaestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.2

Penatalaksanaan
Teknik reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara local masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Sesudah waktu tersebut, tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terjadi kalsifikasi sehingga harus dilakukan rinoplasti osteotomi.2

Penatalaksanaan
Teknik reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:2 Elevator tumpul yang lurus (Boeis Nasal Fracture Elevator) Cunam Asch Cunam Walsham Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)

Penatalaksanaan

Fraktur tulang hidung terbuka Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.2

Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Jika nasal pyramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prosessus frontalis os maksila dan prosessus nasais os frontal. Bagian dari nasal pyramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut antara lain: 1) komplikasi neurologik, 2) komplikasi pada mata, 3) komplikasi pada hidung.2

Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistula cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan konsultasi ahli mata. Klasifikasi nasoorbitaetmoid kompleks Tipe I mengenai satu sisi noncomminuted fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.2

Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Pada keadaan terjadinya trauma hidung tersebut, jika terdapat kerusakan pada susunan saraf otak, memerlukan bantuan ahli bedah saraf otak dan ahli mata untuk evaluasi kerusakan pada mata.2 Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate &screw.2

Komplikasi
Komplikasi fraktur nasal dibagi menjadi komplikasi segera (early complication) dan komplikasi lambat (late complication). 16,18 Komplikasi Segera Komplikasi segera bersifat sementara, meliputi edema, ekimosis, epistaksis, hematoma, infeksi dan kebocoran liquor. Umumnya sembuh spontan tapi hematom membutuhkan drainase. Komplikasi Lambat Obstruksi jalan nafas, perubahan bentuk sekunder, perlekatan, fibrosis (pembentukan jaringan ikat) atau kontraktur (pemendekan jaringan otot nasal) , hidung pelana, dan perforasi septal merupakan komplikasi lambat dari fraktur nasal. Komplikasi ini sebaiknya dapat dicegah lebih awal, disproporsi nasofasial dapat terjadi dengan terbentuknya hidung yang panjang khususnya pada masa pubertas.

Kesimpulan
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat rudapaksa, seperti pukulan,

benturan dalam kecelakaan lalu lintas, perkelahian atau olahraga. Gejala dan tanda fraktur nasal adalah perubahan bentuk, perdarahan, pembengkakan, nyeri, pergerakan palsu, dan obstruksi nasal. Deteksi awal dan drainase hematom septal diperlukan untuk mencegah perubahan bentuk hidung pelana. Adanya pergeseran (deviasi) bagian piramid nasal harus dicurigai terjadinya fraktur septal nasal. Fraktur tulang hidung dapat tertutup, terbuka atau kombinasi. Sebagian besar fraktur nasal dapat diterapi dengan reposisi tertutup, kecuali fraktur nasal yang kompleks dengan pergeseran (deviasi) bagian nasal lebih dari setengah lebar nasal, akan membutuhkan reposisi terbuka.

Daftar Pustaka
Wilson, Kent, Trauma Rahang-Wajah. Dalam: Adams, G., Boeis, L., Higler, P., Boeis: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta:EGC, 1997, h. 510-513

Munir, M., Widiarni, D., Trimartani, Trauma Muka. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2010, h. 199-202
Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R., Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2010, h. 118 122 Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme, 2006, h. 2 13 Mulyarjo., Kentjono, W., Kusuma, H., Soerarso, B., Fraktur Tulang Hidung. Dalam: RSU Dr.Soetomo Surabaya. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi ketiga. Surabaya:FKUNAIR, 2005, h. 42-43 Gregory Staffel. Nasal Fracture. Current Therapy in Otolaringology Head and Neck Surgery. 6th ed. Saints Louis: Mosby Company 1998.p.133-4 James K Pitcock, Robert M Bumsted. Nasal Fractures. In: Raymond J Fonseca, Robert V Walker, editors. Oral and Maxillofacial Trauma. Philadelphia: WB Saunders; 1991.p.600-15 Mathog RH. In: Cummings CW [ed]: Otolaringology. Head and Neck Surgery. St. Louis, CV Mosby1986; Vol 1, p.626

Daftar Pustaka
Thamrin M. Trauma Hidung. In: Efiaty AS, Nurbaiti I, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2000.p.163-6.
Michael F Zide. Nasal and Nasoorbital Ethmoid Fractures. In: Dina K Rubin, Delois Patterson, Darlene BC, editors. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia: Lippincott; 1992.p.547-57. Weller MD, Drake AB. A Review of Nasal Trauma. Bri Med J. London 2006; 8 (1): 21-8. Bartkiw TP, Pynn BR, Brown DH. Diagnosis and Management of Nasal Fractures. Int J Trauma Nurs 1995; 1: 11-8. Franke Gordon. A Practical Guide to the Management of Nasal Fractures. Patient Care, Mississauga 2003; 14 (10): 47-9. Brian Rubinstein, Bradley Strong. Management of Nasal Fractures. Arch Fam Med 2000; 9: 738-42 Oluwasanmi AF, Pinto AL. Management of Nasal Trauma Widespread misuse of Radiographs. Bri J Clin Gov 2000; 5: 83-5

Manuel A Lopez, James HL, Benjamin Hartley. Septal Hematoma and Abscess after Nasal Trauma. Clin Ped 2000; 39: 609-10
Marshall AH, Johnston MN, Jones NS. Principles of Septal Correction. J Laryngol & Otolog 2004; 118: 129-34 Green KMJ, Board T, Mason JDT. Alar Haematoma. J Laryngol & Otol 1999; 113: 1104-5.

Anda mungkin juga menyukai