1 K PPTX
1 K PPTX
Pendahuluan
Pada prinsipnya setiap dokter perlu mengenal prinsip-prinsip dasar dalam perawatan pasien dengan cedera muka. Dengan makin meningkatnya angka-angka kecelakaan dari kendaraan rekreasi, volume kecelakaan mobil yang konstan, dan cedera konflik antar individu Maka setiap dokter pada suatu waktu dapat dihadapkan dengan pasien yang memerlukan perawatan trauma muka
Pendahuluan
Fraktur muka ini dibagi atas fraktur pada organ yang terjadi yaitu: 1) fraktur tulang hidung, 2) fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma, 3) fraktur tulang maksila (mid facial), 4) fraktur tulang orbita, 5) fraktur tulang mandibula. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.
Anatomi
Anatomi
Fisiologi Hidung
Beberapa fungsi hidung antara lain Sebagai jalan nafas Pengatur kondisi udara (air conditioning) Sebagai penyaring dan pelindung Indra Penghidu Resonansi suara Proses bicara Refleks nasal
Definisi
Fraktur tulang hidung adalah patah, pecah atau kontinuitas tulang hidung (os nasale) hilang
disertai atau tidak kerusakan pada septum nasi dan tulang yang berhubungan dengan tulang hidung. 5
Etiologi
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat
rudapaksa, seperti pukulan, benturan dalam kecelakaan lalu lintas, perkelahian atau olahraga.5
Patofisiologi
Bentuk fraktur dapat dipengaruhi oleh arah tekanan dan besar tekanan. Arah tekanan dari depan dapat menyebabkan hidung
melesak,
sedang
tekanan
dari
samping
dapat
menyebabkan kontralateral).
hidung
Patofisiologi
Dengan memahami patofisiologi trauma nasal diharapkan kegagalan
Patofisiologi
Trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis, hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung meliputi fraktur
Patofisiologi
Pola terjadinya fraktur nasal dibedakan
menurut arah trauma, meliputi : (1) trauma lateral (trauma dari arah samping), (2) trauma sagital (trauma dari arah depan), (3) trauma inferior (trauma dari arah bawah).7
Patofisiologi
Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya mulai dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai kerusakan lengkap (complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma jaringan lunak intranasal dan ekstranasal. 7 Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum lebih dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma dengan energi yang lebih besar
Gambar 2.4. Menunjukkan adanya peningkatan derajat kerusakan karena peningkatan kekuatan trauma berdasar pola trauma dari: A. arah frontal, B. arah lateral.8
Patofisiologi
Trauma dari arah inferior yang tersering terjadi hancurnya spina premaksilaris septum kompleks. Trauma seperti ini menyebabkan fragmen yang satu masuk ke dalam fragmen yang lain menyebabkan pemendekan hidung atau penyumbatan salah satu sisi jalan nafas. Terjadinya fraktur pada tulang nasal jarang terjadi kecuali pada trauma energi besar yang menyebabkan avulsi tulang nasal dan hancurnya jaringan lunak sekitarnya.
Anamnesis
Riwayat trauma yang jelas mengenai hidung harus dicurigai kemungkinan terjadinya trauma nasal. Jika disertai epistaksis kemungkinan besar terjadi fraktur terbuka. Jika pasien mengeluhkan adanya perubahan bentuk hidung dan adanya riwayat obstruksi jalan nafas, fraktur nasal selalu terjadi. Harus dicari riwayat terjadinya trauma, menggunakan alat apa, arah pukulan dan akibatnya. 7,12,13.
Anamnesis
Beberapa pertanyaan umum saat menerima pasien yang diduga mengalami fraktur nasal, meliputi :. (1) adakah perubahan penampakan bentuk hidung setelah trauma ?, (2) berapa lama sejak terjadinya trauma ?, (3) pernahkah terdapat riwayat rusaknya bentuk hidung sebelumnya ?, (4) pernahkah menjalani operasi hidung sebelumnya ?, (5) dapatkah bernafas dengan lancar melalui kedua lubang hidung sebelum mengalami trauma nasal ?, (6) dengan apa hidung anda terbentur ?, (7) apakah mempunyai riwayat alergi hidung atau sinusitis ?, (8) apakah mempunyai foto diri yang baik sebelum terjadinya trauma ?, dan (9) apakah ada riwayat penggunaan obat intranasal, kokain, afrin sebelum mengalami
trauma nasal ? 10
Pemeriksaan Fisik
Penegakan diagnosa trauma nasal
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi sisi luar dan dalam dicari adanya perubahan bentuk, pergeseran (deviasi) atau bentuk yang tidak normal. Adanya hematom, laserasi dan robekan mukosa sangat
mencurigakan adanya fraktur. Edema kelopak mata, ekimosis periorbita, ekimosis sklera, dan perdarahan subkonjungtiva, trauma lakrimal merupakan tandatanda klinis tambahan. Intranasal didapatkan adanya dekongesti mukosa dan terdapatnya
Pemeriksaan Fisik
Palpasi dilakukan secara sistematik untuk menilai adanya nyeri dan gangguan stabilitas. Adanya depresi tulang nasal, perubahan posisi tulang (displacement), pergerakan palsu tulang (false movement), krepitasi, dapat didiagnosa adanya fraktur nasal. Dengan meletakkan elevator di dalam hidung dan ujung jari di sisi luar dapat mengetahui mobilitas tulang hidung..
Tulang rawan nasal dan septal harus diperiksa terhadap terjadinya dislokasi dari
perlekatannya. Ujung hidung harus didorong ke arah occiput untuk memeriksa integritas penyokong septal.
Adanya nyeri pada palpasi bimanual dan adanya pukulan dari arah lateral spina
maksilaris dicurigai adanya trauma septal. 7
Pemeriksaan Penunjang
Diperkirakan 10 - 47% penderita dengan diagnosa
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi yang dipilih adalah foto nasal lateral
Klasifikasi Patologi
Fraktur tulang hidung dapat tertutup, terbuka atau kombinasi.5 Fraktur tulang hidung dapat pula berupa fraktur sederhana, terbuka maupun kompleks yang melibatkan nasoorbitoetmoid.2 Klasifikasi Trauma Nasal berdasarkan kerusakan fisik yang terjadi pada regio nasal dan sekitarnya, meliputi : 7 Fraktur usia dewasa
Klasifikasi Patologi
Fraktur Usia Dewasa Unilateral Bilateral : Simpel Bilateral : Kompleks Bilateral dengan Fraktur Maksila Medial
Fraktur Septum
Fraktur pada usia anak-anak Pada anak-anak dapat terjadi fraktur nasal tipe open-book oleh karena
Klasifikasi Patologi
Klasifikasi trauma nasal dapat juga dikelompokkan berdasarkan konsep transfer energi antar obyek yang saling bertumbukan, meliputi : Trauma Energi Rendah Pola trauma tulang berupa fragmen-fragmen tulang yang tidak kominutif, penyebab tersering karena pukulan tangan saat perkelahian, trauma olahraga, jatuh tersandung, atau kecelakaan kendaraan kecepatan rendah. 7,15 Trauma Energi Tinggi Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka nasal dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya jaringan lunak regio nasal dan rusaknya kerangka orbital wajah Penyebabnya biasanya pukulan keras tongkat atau pipa, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga dengan proyektil (bola) yang bergerak cepat, atau kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi. 7
Penatalaksanaan
Fraktur hidung sederhana
Penatalaksanaan
Fraktur hidung sederhana Tampon kapas yang berisi obat analgesia local ini dipasang masing-masing 3 buah, pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, Tampon kedua diletakkan antara konka media dan septum dan bagian distal
Penatalaksanaan
Teknik reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara local masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Sesudah waktu tersebut, tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terjadi kalsifikasi sehingga harus dilakukan rinoplasti osteotomi.2
Penatalaksanaan
Teknik reduksi tertutup pada fraktur tulang hidung
Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:2 Elevator tumpul yang lurus (Boeis Nasal Fracture Elevator) Cunam Asch Cunam Walsham Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
Penatalaksanaan
Fraktur tulang hidung terbuka Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.2
Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Jika nasal pyramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prosessus frontalis os maksila dan prosessus nasais os frontal. Bagian dari nasal pyramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut antara lain: 1) komplikasi neurologik, 2) komplikasi pada mata, 3) komplikasi pada hidung.2
Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistula cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan konsultasi ahli mata. Klasifikasi nasoorbitaetmoid kompleks Tipe I mengenai satu sisi noncomminuted fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.2
Penatalaksanaan
Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks Pada keadaan terjadinya trauma hidung tersebut, jika terdapat kerusakan pada susunan saraf otak, memerlukan bantuan ahli bedah saraf otak dan ahli mata untuk evaluasi kerusakan pada mata.2 Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate &screw.2
Komplikasi
Komplikasi fraktur nasal dibagi menjadi komplikasi segera (early complication) dan komplikasi lambat (late complication). 16,18 Komplikasi Segera Komplikasi segera bersifat sementara, meliputi edema, ekimosis, epistaksis, hematoma, infeksi dan kebocoran liquor. Umumnya sembuh spontan tapi hematom membutuhkan drainase. Komplikasi Lambat Obstruksi jalan nafas, perubahan bentuk sekunder, perlekatan, fibrosis (pembentukan jaringan ikat) atau kontraktur (pemendekan jaringan otot nasal) , hidung pelana, dan perforasi septal merupakan komplikasi lambat dari fraktur nasal. Komplikasi ini sebaiknya dapat dicegah lebih awal, disproporsi nasofasial dapat terjadi dengan terbentuknya hidung yang panjang khususnya pada masa pubertas.
Kesimpulan
Fraktur tulang hidung dapat terjadi akibat rudapaksa, seperti pukulan,
benturan dalam kecelakaan lalu lintas, perkelahian atau olahraga. Gejala dan tanda fraktur nasal adalah perubahan bentuk, perdarahan, pembengkakan, nyeri, pergerakan palsu, dan obstruksi nasal. Deteksi awal dan drainase hematom septal diperlukan untuk mencegah perubahan bentuk hidung pelana. Adanya pergeseran (deviasi) bagian piramid nasal harus dicurigai terjadinya fraktur septal nasal. Fraktur tulang hidung dapat tertutup, terbuka atau kombinasi. Sebagian besar fraktur nasal dapat diterapi dengan reposisi tertutup, kecuali fraktur nasal yang kompleks dengan pergeseran (deviasi) bagian nasal lebih dari setengah lebar nasal, akan membutuhkan reposisi terbuka.
Daftar Pustaka
Wilson, Kent, Trauma Rahang-Wajah. Dalam: Adams, G., Boeis, L., Higler, P., Boeis: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta:EGC, 1997, h. 510-513
Munir, M., Widiarni, D., Trimartani, Trauma Muka. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2010, h. 199-202
Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R., Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2010, h. 118 122 Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme, 2006, h. 2 13 Mulyarjo., Kentjono, W., Kusuma, H., Soerarso, B., Fraktur Tulang Hidung. Dalam: RSU Dr.Soetomo Surabaya. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi ketiga. Surabaya:FKUNAIR, 2005, h. 42-43 Gregory Staffel. Nasal Fracture. Current Therapy in Otolaringology Head and Neck Surgery. 6th ed. Saints Louis: Mosby Company 1998.p.133-4 James K Pitcock, Robert M Bumsted. Nasal Fractures. In: Raymond J Fonseca, Robert V Walker, editors. Oral and Maxillofacial Trauma. Philadelphia: WB Saunders; 1991.p.600-15 Mathog RH. In: Cummings CW [ed]: Otolaringology. Head and Neck Surgery. St. Louis, CV Mosby1986; Vol 1, p.626
Daftar Pustaka
Thamrin M. Trauma Hidung. In: Efiaty AS, Nurbaiti I, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2000.p.163-6.
Michael F Zide. Nasal and Nasoorbital Ethmoid Fractures. In: Dina K Rubin, Delois Patterson, Darlene BC, editors. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia: Lippincott; 1992.p.547-57. Weller MD, Drake AB. A Review of Nasal Trauma. Bri Med J. London 2006; 8 (1): 21-8. Bartkiw TP, Pynn BR, Brown DH. Diagnosis and Management of Nasal Fractures. Int J Trauma Nurs 1995; 1: 11-8. Franke Gordon. A Practical Guide to the Management of Nasal Fractures. Patient Care, Mississauga 2003; 14 (10): 47-9. Brian Rubinstein, Bradley Strong. Management of Nasal Fractures. Arch Fam Med 2000; 9: 738-42 Oluwasanmi AF, Pinto AL. Management of Nasal Trauma Widespread misuse of Radiographs. Bri J Clin Gov 2000; 5: 83-5
Manuel A Lopez, James HL, Benjamin Hartley. Septal Hematoma and Abscess after Nasal Trauma. Clin Ped 2000; 39: 609-10
Marshall AH, Johnston MN, Jones NS. Principles of Septal Correction. J Laryngol & Otolog 2004; 118: 129-34 Green KMJ, Board T, Mason JDT. Alar Haematoma. J Laryngol & Otol 1999; 113: 1104-5.