Anda di halaman 1dari 5

Penyakit Roseola infantum Pendahuluan Dalam kehidupan manusia setiap harinya kita selalu diincar oleh virus, bakteri,

jamur, atau patogen yang mengganggu kehidupan kita. Salah satu virusnya yang men gganggu adalah Roseola infantum yang mengincar kebanyakan bayi yang baru lahir. Roseola infantum adalah penyakit yang sering ditemukan pada anak, disebabkan ole h virus Herpes 6 dan 7. Disebut Roseola karena warnanya kemerahan seperti mawar sehingga disebut dengan Roseola (rose=bunga mawar). Infantum karena umumnya meng enai bayi baru lahir (infant), terutama usia antara 6 bulan sampai 3 tahun. Roseo la terkadang salah didiagnosis sebagai campak atau campak Jerman karena gambaran dan perjalanan penyakit yang hampir mirip dengan kedua penyakit tersebut. Penya kit ini disebut juga dengan eksantem subitum (yang artinya kemerahan yang timbul mendadak) dan menular melalui cairan saliva/ludah. Masa inkubasi (masa dari mul ai terinfeksi sampai timbulnya gejala) adalah sekitar 5-15 hari. Biasanya penyak it ini berlangsung selama 1 minggu. Roseola infantum sering disebut sebagai peny akit ke-6 atau sixth disease. Sebab, gejalanya yang berupa bercak kemerahan pada kulit, mirip dengan lima jenis penyakit lainnya. Urutan lima jenis penyakit yan g memiliki gejala serupa itu adalah campak, penyakit Dukes, campak Jerman, penya kit Scarlet dan eritrema infeksiosum . Dari kelima jenis penyakit tersebut, Rose ola infantum kerap salah didiagnosa dan dianggap penyakit Campak Jerman (Rubella ).1

Isi Pada skenario kali ini kita membahas tentang seorang bayi yang berusia 10 bulan dibawa ibunya ke puskesmas karena timbul ruam kemerahan di seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu, pasien mengalami demam tinggi dan batuk pilek sejak empat hari yang lalu tetapi demam berangsur turun ketika ruam muncul. Pada pemeriksaan fisi k didapatkan anak tampak sakit ringan dengan TTV normal. Terlihat Macula eritema tous di seluruh tubuh, terutama wajah, leher, punggung, dan ekstremitas atas. Da lam makalah tinjauan pustaka ini, penulis akan membahas kaitan Roseola infantum dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working diagnosis dan differen tial diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, kompl ikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk konsep pemahaman dalam me negakkan diagnosis penyakit yang disebabkan infeksi primer virus HHV6 dan HHV7. Anamnesis Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, me mbagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahtera an pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan dat a subjektif berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan u tama hingga riwayat pribadi dan sosial.2 Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup mengidentifikasi data dan s umber riwayat, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, ri wayat keluarga, dan riwayat pribadi dan sosial. Pasien yang baru dirawat di ruma h sakit atau klinik patut dilakukan pengkajian riwayat kesehatan komprehensif, a kan tetapi dalam banyak fasilitas akan lebih tepat bila dilakukan wawancara yang lebih terfokuskan atau berorientasi masalah yang pelaksanaannya fleksibel.2 Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien dan tida k langsung dari orang tua pasien karena pasien merupakan seorang bayi berusia 10 bulan. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan meliputi identifikasi data meli puti nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan, dan statu s perkawinan; keluhan utama yang berasal dari kata-kata pasien sendiri yang meny ebabkan pasien mencari perawatan; penyakit saat ini meliputi perincian tentang t ujuh karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai geja la); riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunis

asi, uji skrining dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yan g dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya mencakut empat kategori yaitu medi s, pembedahan, obstetrik, dan psikiatrik; riwayat keluarga yaitu diagram usia da n kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak, cucu dan ri wayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi r umah dan orang terdekat, sumber stress jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan duduk di tepi tempat tidur atau meja periksa meliput i inspeksi dan palpasi dilakukan pada kulit dimulai dari observasi wajah dilanju tkan dengan identifikasi adanya lesi, perhatikan lokasi, distribusi, susunan tip e, dan warnanya. Lanjutkan pada pengkajian kulit saat memeriksa bagian tubuh lai n. Dalam kasus ini, pada pemeriksaan fisik ditemukan macula eritematous di selur uh tubuh, terutama wajah, leher, punggung, dan ekstremitas atas. Serta penemuan ruam setelah turunnya demam. Macula merupakan bintik tidak berwarna pada kulit y ang tidak menonjol dari permukaan dengan ukuran sampai 1,0 cm. Selain itu ditemu kan bayi sakit ringan dengan tanda-tanda vital normal. 2 Pemeriksaan Penunjang Penegakan diagnosis dibuat dari gambaran klinis berupa adanya demamtinggi selam a 3-4 hari dan setelah demam turun akan muncul ruam makulopapulerdi seluruh tubu h, mulai dari badan, menyebar ke lengan dan leher, dan melibatkan muka dan kaki. Ruam ini tidak menimbulkan rasa gatal dan akan menghilangdalam waktu 2-3 hari t anpa adanya hiperpigmentasi. Dapat terjadi pembengkakan limfonodi servikal, retr oaurikular dan oksipital. Limpa juga agak membesar. Pemeriksaan laboratorium men unjukkan leukopenia dan leukositosis relatif. Adanya HHV-6 dapat ditemukan denga n kultur darah, tes serologi atau PCR. Pemeriksaan serologi adalah memeriksa ant ibodi IgM terhadap HHV-6. Antibodi ini akan terdeteksi pada hari 5-7 setelah inf eksi primer. Pada roseola, selama beberapa hari pertama demam, angka leukosit ra ta-rata 8.000/mm3, dengan kenaikan neutrofil. Pada demam hari 3-4, angka leukosi t turun sampai 6.000/mm3, kadang-kadang dengan neutropenia absolut dan limfosito sis yang dapat setinggi 90%. Kadang-kadang jumlah besar monosit ada.3 Differential Diagnosis Pasien didiagnosis menderita Roseola infantum, tapi juga ada diagnosis untuk pem bandingya yaitu Rubella. Anak dengan roseola datang dengan diagnosis banding de mam yang tidak diketahui sebabnya sampai suhu turun dengan cepat dan munculnya r uam. Manifestasi prodromonal lain dari rubella dan menetapnya demam sesudah ruam tampak biasanya membedakan dari roseola. Rubella dan dengue dapat dibedakan ter utama dengan waktu penampakan ruamnya dalam hubungannya dengan demam dan tanda-t anda klinis lain. Pada rubeola, walapun biasanya ada demam berbagai tingkat sela ma 3-4 hari tepat sebelum ruam, suhu dengan mendadak naik sampai 39,4-400 C, pad a saat ruam tampak dan tetap tinggi selama 2 hari berikutnya, ketika ruam menghi lang dengan cepat. Tidak adanya bercak koplik, koryoza berat, dan konjungtivitas juga membedakan roseola dengan rubeola. Rubella menyebar melalui tetes mikrosko pis dari nafas orang yang terinfeksi melalui udara, tetesan membawa virus mencap ai mulut, tenggorokan dan hidung. Tanda-tanda yang akan timbul bagi penyakit rub ella adalah adanya ruam sebagai tanda khas. Hal ini biasanya dimulai sekitar tel inga menyebar di seluruh tubuh dalam bintik merah muda kecil. Perubahan ruam ham pir dari jam ke jam, dan akan menghilang lagi setelah sekitar dua sampai tiga ha ri tanpa pengobatan. Membedakan roseola dengan penyakit entero- dan adenovirus d an reaksi obat sukar. Baru-baru ini , kasus roseola kedua pada anak yang sama te lah dihubungkan dengan HHV-7 primer.3 Working Diagnosis Roseola infantum yang mengincar kebanyakan bayi yang baru lahir. Roseola infantu m adalah penyakit yang sering ditemukan pada anak, disebabkan oleh virus Herpes 6 dan 7. Disebut Roseola karena warnanya kemerahan seperti mawar sehingga disebu t dengan Roseola (rose=bunga mawar). Infantum karena umumnya mengenai bayi baru lahir (infant), terutama usia antara 6 bulan sampai 3 tahun. Roseola terkadang s

alah didiagnosis sebagai campak atau campak jerman karena gambaran dan perjalana n penyakit yang hampir mirip dengan kedua penyakit tersebut. Penyakit ini disebu t juga dengan eksantem subitum (yang artinya kemerahan yang timbul mendadak) dan menular melalui cairan saliva/ludah. Masa inkubasi (masa dari mulai terinfeksi sampai timbulnya gejala) adalah sekitar 5-15 hari.3 Etiologi HHV-6 adalah agen etiologi pada sekurang-kurangnya 80-92% kasus Exanthema subitu m. HHV-6 merupakan salah satu dari tujuh virus herpes manusia. Diameter virus in i besar (185-200 nm), berselubung, merupakan virus DNA helai ganda sekitar 170 k ilobasa. Pada mulanya diisolasi dari sel darahperifer manusia, bereplikasi pada sel T manusia baik sel CD4 maupun CD8,monosit, megakariosit, sel pembunuh alamia h, sel glia, dan sel epitel serta sel salivarius. HHV-6 ini mempunyai 2 varian, yaitu human herpes virus varian A yang tidak menyebabkan suatu penyakit, dan hum an herpes virus varian B yang paling banyak menyebabkan infeksi HHV-6 primer. Vi rus ini menyebar melalui air ludah (droplet) dan sekret genital. Virus menghasil kan pengaruh sitopatik seperti balon dan sel lisis dalam leukosit mononuklear ya ng dirangsang mitogen. Varian A lebih sering diisolosi dari penderita orang dewa sa denan AIDS atau penyakit limfoproliferatif. Varian B tampak menyebabkan infek si HHV-6 primer paling bergejala pada bayi. HHV-6 paling terkait dengan sitomega lo virus manusia (CMV). Hubungngan molekuler dan antigenik menjelaskan beberapa tingkat reaktivitas silang serologis dengan CMV.3 Manifestasi Klinis HHV-6 adalah agen etiologi pada sekurang-kurangnya 80-92% kasus. Beberapa kasus sisa mungkin disebabkan oleh HHV-6. Sedangkan sedikit kasus disebabkan oleh ente rovirus dan patogen lain yang kurang lazim. Mulanya mendadak, demam setinggi 39, 4-41,2 oC. Fontanella anterior mencembung atau kejang-kejang dapat terjadi pada saat ini atau nanti. Bila kejang-kejang terjadi (5-35% kasus), merka kejang-keja ng pada stadium pra-eruptif roseola. Walaupun mukosa faring mungkin sedikit mera dang dan mungkin sedikit koryza, tidak ada tanda-tanda diagnostik. Berbagai tand a dan gejala telah secara jelas dihubungkan dengan infeksi HHV-6. Tanda yang men onjol adalah tidak adanya tanda-tanda fisik yang cukup untuk menjelaskan demam. Biasanya anak tampak relatif baik maupun ada demam. Demam turun dengan krisis pa da hari ke 3-4, ketika suhu kembali normal, erupsi makular atau makulopapukar ta mpak diseluruh tubuh, mulai pada badan, menyebar ke lengan dan leher, dan meliba tkan muka dan kaki sampai beberapa tingkat. Ruam menghilang dalam 3 hari.deskuam asi jarang dan biasanya tidak ada pigmentasi. Kasus tanpa ruam telah diuraikan. Kadang-kadang limfonudi terutama di daerah servikal, membesar tapi tidak meluas seperti pada rubella. Kurang sering, penyakit mungkin ada tanpa demam yang khas. Sebelum penurunan demam dan muncul ruam, diagnosis terkesan dengan mengasamping kan sebab-sebab demam tinggi biasanya yang lain pada umur ini, seperti otitis me dia, pielonefritis akut, pneumonia, meningitis dan bakteremia pneumokokus.3 Demam pada bayi tanpa roseolla khas. Uji diagnostik spesifik untuk HHV-6 telah m emungkinkan untuk HHV-6 telah memungkinkan penegasan jumlah sindrom terkait HHV6. Pada penelitian prospektif, diantara 1.792 anak A.S. umur 3 tahun atau lebih muda dengan sakit demam akut, 10-14% didiagonsis dengan infeksi HHV-6 primer. Ki saran umur anak ini adalah 9,5-9,9 bulan. Mereka irritabel dan demam rata-rata s uhu 39,7oC dan 47-62% mengalami radang membranan timpani dengan beberapa tanda s etempat lain. Tiga belas persen mengalami kejang demam, demam berakhir rata-rata 4 hari. Hanya 9% mempunyai ruam seperti roseolla, walaupun 17-33% mempunyai rua m selama atau sesudah periode demam. HHV-6 dapat merupakan sebanyak 50% dari sak it demam pertama dari kehidupan anak. Lihat (Tabel 212-1. Roseola HVV6).3

Epidemologi Infeksi HHV-6 paralel dengan epidomologi klinis roseola. Kebanyakan 70-95% bayi baru lahir adalah seropositif untuk HHV-6, menggambarkan antibody plasenta. Frek uensi serosopositif turun antara umur 4-6 bulan disertai dengan antibody didapat cepat. Pada umur 1-2 tahun, lebih dari 90% bayi adalah serosopositif. Penyakit roseola tidak jarang menyerang di usia 3 bulan pertama dengan insiden puncak 6-1 2 bulan dan 90% pada usia 2 tahun. Sekitar sepertiga anak mengalami roseola klin is. Insiden lebih tinggi di akhir musim semi dan awal musim panas. Infeksi HHV-6 paling banyak ditemukan pada 2 tahun pertama kehidupan. Diperkirakan Roseola me nyerang 30 persen dari semua anak-anak. HHV-6 in imempunyai distribusi global, d engan gejala kadang asimtomatik. Morbiditas penyakit ini rendah pada bayi dengan imunokompenten karena menyebabkan gejala yang ringan, akan tetapi mortalitas ti nggi pada orang dewasa yang menderita imunodefisiensi karena dapat menimbulkan b eberapa gejala seperti depresi saluran pernapasan, kejang dan gangguan multiorga n sehingga dapat menyebabkan kematian. Insidens Roseola infantum tidak dipengaru hi oleh ras dan jenis kelamin.3 Patofisiologi HHV-6 sering terdeteksi dalam saliva manusia dan kadang pada sekret genital. Inf eksi primer dapat disertai dengan gejala-gejala atau dapat tidak bergejala. Vire mia dapat dideteksi pada 4-5 hari pertama Roseola klinis dengan rata-rata sel te rinfeksi 103 per 106 sel mononuklear. Jumlah virus dalam darah dihubungkan secar a langsung dengan keparahan penyakit. Terdapat respon imun kompleks yang tersusu n dari induksi berbagai sitokin (interferon alfa dan gamma, interleukin beta, fa ktor nekrosis tumor alfa), respon antibodi, dan reaktivitas sel-T. Hilangnya vir emia primer, demam, dan munculnya ruam biasanya dihubungkan dengan munculnya ant ibodi anti-HHV-6 neutralisasi serum dan mungkin menaikkan aktivitas sel pembunuh alami. Antibodi transplasenta melindungi bayi muda dari infeksi. Infeksi sel su msum tulang in vitro menekan diferensiasi sel pendahulu dari semua deretan sel. Infeksi HHV-6 in vitro menghambat respon limfoproliferatif sel mononuklear darah perifer manusia. Kadar antibodi yang tinggi pada orang dewasa, seiring dengan p elepasan virus dalam ludah, dan deteksi asam nukleat virus dalam kelenjar ludah dan selmononuklear darah perifer pada anak yang seropositif dan orang dewasa men dukung keadaan latensi HHV-6 yang hidup lama. Sifat reaktivasi penyakit dapat te rjadi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, terutama pada mereka yang mempu nyai defek pada imunitas seluler, seperti pada penderita transplantasi atau AIDS .3 Penatalaksanaan Tidak ada metode untuk pemendekan perjalanan roseola atau untuk profilaksis yang diketahui. Pada bayi dan anak muda yang cenderung untuk konvulsi, pemberian sed atif ketika mulai muncul demam roseola tajam mungkin efektif sebagai profilaksis terhadap kejang-kejang yang demikian. Antipiretik mungkin membantu dalam mengur angi sebagian demam dan menenangkan kegelisahan. HHV-6 rentan in vitro pada gans iklovir dan foskarnet dan jauh kurang asiklovir. Tidak ada penelitian terkendali yang menggunakan agen ini pada terapi untuk kasus infeksi HHV-6 berat yang amat jarang pada hospes yang lainnya normal atau terganggu imun.4 Tidak ada terapi antivirus yang tersedia untuk infeksi HHV-6. Akan tetapi pada t ahun 2002 Rapaport et al, melaporkan bahwa terapi profilaksis menggunakan Gansik lovir dapat digunakan untuk mencegah reaktivasi HHV-6. Pada pasien yang mendapat transplantasi sumsum tulang, terapi yang direkomendasikan adalah terapi suporti f. Antipiretik dapat membantu dalam mengurangi demam. Dapat menggunakan asetamin ofen atau ibuprofen. Pada bayi dan anak muda yang cenderung untuk konvulsi, pemb erian sedatif ketika mulai muncul demam mungkin efektif sebagai profilaksis terh adap kejang. Setelah demam turun, sebaiknya anak dikompres dengan menggunakan ha nduk atau lap yang telah dibasahi dengan air hangat (suam-suam kuku) guna menjag

a tidak terjadinya demam kembali. Jangan menggunakan es batu, air dingin, alkoho l maupun kipas angin. Untuk pencegahan terjadinya dehidrasi akibat demam, anjurk an anak untuk minum banyak air putih dengan potongan es gula, larutan elektrolit , air jahe dengan soda, air jeruk limun atau air kaldu.3 Prognosis Penyakit Roseola infantum adalah dubia (tidak dapat diramalkan) karena pada anak dengan keadaan umum baik dan imuno kompeten dapat bertahan tanpa adanya komplik asi, akan tetapi pada anak dengan keadaan imunosupressed maka infeksi dapat menj adi kronis dan timbul komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.4 Penderita Roseola infantum banyak yang berakhir baik kecuali pada penderita yang jarang menderita hiperpireksia ekstrem, kejang-kejang menetap, ensefalitis bera t, atau hepatitis mematikan. Indikasi pendahuluan pada hospes terganggu imum mem beri kesan bahwa pneumonia intertisial akibat HHV-6 mempunyai prognosis lebih b aik daripada pneumonia interstisial yang disebakan oleh CMV.3 Komplikasi Komplikasi yang paling sering terjadi pada Roseola infantum adalah kejang demam (suhu tubuh anak dapat dengan cepat meningkat sehingga menyebabkan kejang) diala mi sekitar 5-15% penderita. Sekitar sepertiga kasus kejang demam pada bayi dida hului komplikasi lainnya berupa radang selaput otak (meningitis), radang otak (e nsefalitis), atau hepatitis, tetapi sangat jarang terjadi. Menurut Yoshikawa da n Asano, meningitis dapat terjadi pada 3 dari 8 anak dengan kejang demam dan 3 d ari 3 anak dengan ensefalitis karena adanya HHV-6 pada cairan serebrospinal. Ens efalitis dapat terjadi jika infeksi mencapai otak.6 Pencegahan Tidak ada metode khusus yang diketahui untuk pemendekan perjalanan infeksi Roseo la infantum atau untuk profilaksis. Untuk mencegah terjadinya penyakit ini, dapa t dilakukan dengan menjaga daya tahan tubuh karena penyakit ini disebabkan oleh virus sehingga apabila daya tahan tubuh kita lemah maka virus akan dengan mudah menyerang. Selain itu hendaknya menghindari kontak dengan penderita karena penul aran penyakit ini melalui droplet dan dahak yang keluar saat mereka bicara, tert awa, bersin atau batuk sehingga dapat terhirup oleh kita. Untuk mencegah penular an Roseola infantum pada lingkungan, anak yang sakit diberiizin tidak masuk seko lah selama 10 hari.5 Kesimpulan Roseola infantum adalah suatu penyakit virus menular pada bayi atau anak-anak ya ng sangat muda, yang menyebabkan ruam dan demam tinggi. Menurut etiologinya Rose ola infantum disebabkan oleh HHV-6. Gejala klinis dari Roseola infantum adalah a danya demam tinggi pada harike 3-4 kemudian munculnya ruam makulopapuler di selu ruh tubuh ketika demam turun. Diagnosis ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan f isik. Komplikasi dari Roseola infantum dapat berupa kejang demam, ensefalitis, d an meningitis. Prognosis Roseola infantum adalah dubia (tidak dapat diramalkan). Pengobatan Roseola infantum dengan pemberian antipiretik, kompres hangat, asupa n cairan yang manis, cairan elektrolit dan obat antivirus. Pencegahan penyakit i ni adalah dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari kontak dengan penderit a. Penderita diisolasi 10 hari agar tidak menularkan pada lingkungan. Daftar Pustaka 1.Anonim. 2004. Roseola infantum.http://medicastore.com/penyakit/939/Roseola_Inf antum.html 2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70 3.Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(k). Ilmu kesehatan anak nelson, penerbit buk u kedokteran EGC, jakarta, 2003 4. Anonim. 2004. Roseola infantum. http://www.medicastore.com 5. Klein, J. 2006. Roseola infantum.http://www.kidshealth.org 6. Anonim, 2007.Roseola infantum.http://www.betterhealth.vic.gov.au

Anda mungkin juga menyukai