Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur
penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang
paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama
kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama
kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan
persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih
98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat
dicegah dengan pencegahan dini dan pengobatan yang tepat. (WHO, 2003.)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), setiap tahunnya kira-
kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir di dunia mengalami asfiksia, hampir
satu juta bayi ini meninggal. Survei WHO tahun 2002 dan 2004 menyebutkan bahwa
sekitar 23% seluruh kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia dengan proporsi
lahir mati yang lebih besar. (Arixs, 2006)
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
Universitas Sumatera Utara
ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu
neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia,
salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian
bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). (Depkes. RI, 2008)
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh tahun 2010 angka
kematian bayi di Aceh berkisar 37/ 1.000 kelahiran hidup, dengan jumlah kematian
neonatal 655 jiwa. Penyebab kematian karena asfiksia sebanyak 180 jiwa, BBLR
sebanyak 178 jiwa, infeksi sebanyak 14 jiwa, tetanus sebanyak 4 jiwa dan lain-lain
279 jiwa. Data dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Pemerintah Aceh tahun 2010, jumlah
kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sebanyak 62 kasus, dan jumlah kematian bayi
karena asfiksia dan komplikasi lainnya sebanyak 10 jiwa.
Asfiksia termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi karena
memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat
dalam masa neonatal. Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai
oksigen ke tubuh menjadi terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma,
walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Kejadian asfiksia jika
berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan
kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat
seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan kematian. Oleh karena itu asfiksia
memerlukan intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya
kematian bayi, yaitu pelaksanaan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir yang
Universitas Sumatera Utara
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
berupa kelainan neurology yang mungkin muncul, dengan kegiatan yang difokuskan
pada persiapan resusitasi, keputusan resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi,
asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi dan pencegahan infeksi.
(Depkes.RI, 2008)
Kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan secara intrinsik dengan
kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah persalinan.
Demikian halnya dengan asfiksia bayi baru lahir pada umumnya disebabkan oleh
manajamen persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan kurangnya kesadaran ibu
untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan, kurangnya asupan kalori
dan nutrisi pada saat masa kehamilan juga dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia.
Hampir tiga per empat dari semua kematian bayi baru lahir dapat dicegah apabila ibu
mendapatkan nutrisi yang cukup, pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan
persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga kesehatan yang
profesional. Untuk menurunkan kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena kemampuan dan keterampilan ini
digunakan setiap kali menolong persalinan. (Leonardo, 2008)
Tingginya kasus kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan
karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan bidan dalam penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian tersebut dibutuhkan
pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan neonatal oleh bidan yang berkompeten terutama memiliki pengetahuan dan
keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. ( Depkes, RI, 2008)
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai provider
dan lini terdepan pelayan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi profesional
dalam menyikapi tuntutan masyarakat di dalam pelayanan kebidanan. Kompetensi
profesional bidan terkait dengan asuhan persalinan dan bayi baru lahir. Karenanya,
pengetahuan, keahlian dan kecakapan seorang bidan menjadi bagian yang
menentukan dalam menekan angka kematian saat melahirkan. Bidan diharapkan
mampu mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yakni melalui
peningkatan kualitas pelayanan kebidanan. .(Hidayat, A dan Sujiatini, 2010)
Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan ini hanya dapat dicapai melalui
pelayanan tenaga yang profesional dan berkompeten. Bidan dalam memberikan
pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah memiliki kompetensi, kurangnya
pengetahuan dan keterampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal yang seringkali
menjadi penyebab kematian bayi, seperti bidan tidak memiliki kemampuan dan
keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, terlambat merujuk, terlambat
mengambil keputusan, sehingga penanganan terlambat dilakukan. Maka kompetensi
yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan.(Hidayat, A dan Sujiatini, 2010)
Menurut Spencer dan Spencer (1993) dalam Hutapea dan Thoha (2008)
kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik dasar seseorang yang ada hubungan
sebab-akibatnya dengan efektivitas kerja. Wibowo (2008) mendefinisikan kompetensi
Universitas Sumatera Utara
adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau
tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap
kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga menunjukkan
karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap
individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggungjawab
mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan
mereka. Kompetensi bidan yang diperlukan untuk mampu memberikan pelayanan
kebidanan apabila memilki 3 kriteria, yaitu: knowledge (pengetahuan), attitude
(sikap), practise (keterampilan). (Fabulous. M, 2009)
Kompetensi bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku
yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan secara
aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.. Untuk
memenuhi kompetensi yang diharapkan sesuai dengan persyaratan, seorang bidan
harus rajin mengikuti perkembangan ilmu melalui berbagai sarana yang ada. Bidan
harus menguasai standar kompetensi yang telah diatur dalam peraturan Kepmenkes
RI No.369/Menkes/SK/III/2007 yang merupakan landasan hukum dari pelaksanaan
praktik kebidanan. (Soepardan, 2010).
Menurut Michael Zwell dalam Wibowo (2008) ada beberapa faktor yang
memengaruhi kompetensi seseorang antara lain faktor-faktor seperti keyakinan dan
nilai-nilai, keterampilan, pengalaman, karakteristik, motivasi, isu emosional,
kemampuan intelektual dan budaya organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak
tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang membedakan
dengan orang lain. (Depdikbud, 2003). Karakteristik merupakan aktualisasi diri
seseorang potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri
seseorang melalui pendidikan, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan
menjadi nilai yang intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku. (Soedarsono, 2008)
Robbins (2008) menyatakan bahwa karakteristik individu/pribadi meliputi ;
umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, banyaknya tanggung jawab dan
status masa kerja. Menurut Notoatmojo (2003) karakteristik seseorang atau
masyarakat di pengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, sikap, perilaku, etnis,
jenis kelamin, pendapat dan spiritual.
Motivasi berasal dari dalam diri manusia yang akan memengaruhi cara
bertindak seseorang. Menurut Robbins (2008) motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
Federick Herzberg dalam teori motivasi dua faktor menjelaskan bahwa pada manusia
dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan, yaitu :1) faktor motivasi (motivation factors) adalah faktor motivator yang
menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam
mengerjakan pekerjaan, 2) faktor pemeliharaan (maintenance factors) adalah faktor-
faktor yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh
ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang
Universitas Sumatera Utara
berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah
dipenuhi. (Winardi, 2001)
Menurut Siagian (2000) motivasi adalah daya pendorong untuk
menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan
waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi,
termasuk organisasi kesehatan seperti rumah sakit.
Salah satu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan kebidanan
yang menangani berbagai masalah/kasus kebidanan seperti pelayanan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan asfiksia, dan yang sangat berperan dalam pemberian pelayanan
kebidanan adalah bidan. Pelaksanaan pelayanan kebidanan di rumah sakit
dipengaruhi oleh bidan itu sendiri, karena bidan harus memiliki kompetensi dalam
memberikan pelayanan kebidanan. Faktor yang diperhitungkan dapat meningkatkan
kompetensi bidan adalah tingkat pendidikan, masa kerja dan pelatihan yang diikuti
dan motivasi yang dimiliki oleh bidan, karena motivasi kerja merupakan faktor yang
bisa mencerminkan sikap dan karakter seseorang dalam melaksanakan tugasnya,
sehingga dengan motivasi kerja yang tinggi maka bidan dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik dan profesional . Kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap intervensi apa yang bisa diberikan bidan dalam
menangani masalah kebidanan agar dapat mengurangi angka kematian. .(Hidayat, A
dan Sujiatini, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pemerintah Aceh mempunyai fungsi yang
utama sebagai penyelenggara pelayanan dan asuhan kebidanan serta keperawatan ibu
dan anak, yang memberi kontribusi yang besar terhadap misi pemerintah Aceh
terhadap pelayanan kesehatan terutama terhadap kesehatan ibu dan anak.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari RSIA Pemerintah Aceh, bidan yang
bertugas sebanyak 46 orang bidan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan
latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hasil interview dengan beberapa bidan
yang bertugas di RSIA Pemerintah Aceh diperoleh informasi bahwa bidan masih
kurang termotivasi pada pekerjaannya karena minimnya kesempatan mengikuti
pelatihan-pelatihan asuhan kebidanan yang akan meningkatkan kompetensi mereka
dalam memberikan pelayanan kebidanan, penghargaan terhadap pekerjaan yang
dilakukan masih rendah, sarana dan prasarana yang belum memadai, belum
maksimalnya pelayanan kebidanan yang diberikan karena tanggung jawab yang berat
karena banyaknya pasien. Selanjutnya pengetahuan dan keterampilan bidan dalam
menangani kasus kasus bayi baru lahir dengan resiko tinggi seperti asfiksia bayi
baru lahir masih kurang, dalam menangani kasus asfiksia mereka berpedoman pada
buku acuan asuhan kebidanan dan Standart Operational Procedur (SOP) rumah
sakit, keadaan ini disebabkan belum semua bidan memperoleh kesempatan untuk
mengikuti pelatihan, dan pengalaman kerja mereka yang berbeda- beda.
Hasil penelitian Nirmala dan Siswanto (2009) menunjukkan adanya pengaruh
motivasi terhadap peningkatan kompetensi bidan desa di Kabupaten Malang.
Selanjutnya Penelitian Daulay Doharni (2007) bahwa masa kerja, pelatihan, minat
Universitas Sumatera Utara
dan motivasi mempunyai hubungan dengan kompetensi yang dimiliki sanitarian
dalam pelaksanaan penyehatan makanan di Puskesmas Kota Medan. Penelitian
Suparti Sri (2010) menunjukkan peran bidan dalam pelaksanaan manajemen asfiksia
pada bayi baru lahir di Kabupaten Boyolali, yang hasil penelitiannya menyatakan
terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara pengetahuan, sikap dan
motivasi bidan terhadap kompetensi bidan dalam pelaksanaan manajemen asfiksia
bayi baru lahir.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh karakteristik individu (pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja,
pelatihan) dan motivasi (tanggung jawab, pengakuan, pengembangan, kondisi kerja,
imbalan) terhadap kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir di
RSIA Pemerintah Aceh.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu :
1. Apakah karakteristik individu (pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja,
pelatihan) berpengaruh terhadap kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia
bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh Tahun 2011
2. Apakah motivasi (tanggung jawab, pengakuan, pengembangan, kondisi kerja,
imbalan) berpengaruh terhadap kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia
bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh Tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (pendidikan, masa
kerja, pengalaman kerja, pelatihan) terhadap kompetensi bidan dalam
manajemen asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh Tahun
2011.
1.3.2 Untuk menganalisis pengaruh motivasi (tanggung jawab, pengakuan,
pengembangan, kondisi kerja, imbalan) terhadap kompetensi bidan dalam
manajemen asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh Tahun
2011.



1.4 Hipotesis
1.4.1 Terdapat pengaruh karakteristik individu (pendidikan, masa kerja,
pengalaman, pelatihan) terhadap kompetensi bidan dalam manajemen
asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh.
1.4.2 Terdapat pengaruh motivasi (tanggung jawab, pengakuan,
pengembangan, kondisi kerja, imbalan) terhadap kompetensi bidan dalam
manajemen asfiksia bayi baru lahir di RSIA Pemerintah Aceh.


1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi RSIA Pemerintah Aceh : menjadi masukan dan bahan pertimbangan
dalam meningkatkan komppetensi bidan dalam memberikan pelayanan
kebidanan khususnya dalam pelaksanaan manajemen asfiksia bayi baru
lahir.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Bagi Bidan : menjadi alat evaluasi pribadi untuk memperbaiki dan
peningkatan kompetensi dalam memberikan pelayanan tentang asfiksia
pada bayi baru lahir.
1.5.3 Bagi pengembangan ilmu : memperkaya khasanah ilmu administrasi dan
kebijakan kesehatan.
































Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai