Analisis Asam Salisilat Dalam Krim Anti Jerawat
Analisis Asam Salisilat Dalam Krim Anti Jerawat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan.
Salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda
adalah jerawat. Penyakit ini tidak fatal namun merisaukan karena dapat mengurangi kepercayaan
diri akibat berkurangnya keindahan wajah si penderita yang dapat menganggu kelancaran jalur
komunikasi, baik dengan sesama teman, sesama karyawan, apalagi pacar atau suami. Meskipun
kebanyakan jerawat pada masa remaja atau dewasa muda, ditempat peredileksi (muka, leher,
lengan atas, dada, dan punggung), tetapi nyatanya jerawat dapat datang kapan saja, dimana saja,
dan pada siapa saja. Jerawat dapat timbul sewaktu stress (menghadapi ujian), sesudah makan
banyak lemak dan karbohidrat, atau sedang biasa-biasa saja.
Dewasa ini terdapat ribuan kosmetik di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk
pabrik kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan.
Preparat kosmetika yang tidak hanya dapat merawat, membersihkan, memperbaiki daya tarik dan
mengubah rupa seperti tercantum dalam defenisi kosmetika, tetapi juga dapat mempengaruhi
struktur dan faal kulit seperti pada obat topikal disebut juga kosmetik medik. Dengan adanya
kosmetik medik maka ada preparat antara kosmetika medik dan obat topikal (medik) meskipun
kemudian dipertanyakan mengenai batas antara ketiganya (kosmetik, kosmedik, dan obat).
Untuk jalan keluarnya dilakukanlah pembatasan bahwa kosmetik medik terbatas pada
penggunaan zat yang menguntungkan atau memberikan manfaat pada kulit badan si pemakai.
Untuk tujuan tersebut dilakukan pemilihan bahan aktif dan pembatasan kadarnya bila
dimasukkan dalam kosmetik medik, diantaranya adalah asam salisilat < 2%, sulfur<3%, estrogen
<1000 iu/ounce. Namun betapapun rendahnya dosis yang dipakai penggunaan kosmetik medik
ini masih selalu harus diperhitungkan karena besarnya dosis kumulatif yang di absorpsi kulit
pada pemakaian kosmetik yang terus-menerus, tidak dapat diperkirakan. Ada bahan kosmetik
yang sudah dapat diterima sebagai bahan yang aman bagi kosmetika, sebagian lagi masih
dianggap perlu perhatian dan diberikan pembatasan pemakaiannya dan sebagian lagi dilarang.
(Wasitaatmadja., 1997)
Senyawa-senyawa bersifa keratolistik dan antiseptik biasa digunakan untuk mencegah
jerawat dan salah satu bahan yang paling sering digunakan adalah asam salisilat. Asam salisilat
merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim diberikan secara topikal. Penggunaanya
dalam kosmetika anti akne atau keratolitik (peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan
kemampuan kosmetik tersebut umpamanya dalam kosmetika perawatan yaitu akan mengurangi
ketebalan intraseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan
menyebabkan desintegrasi dan pengelupasan kulit. Asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat
memberikan efek terapeutik yang di inginkan, namun pada penggunaannya secara terus menurus
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat dengan konsetrasi
tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan keracunan sistemmik akut. Penggunaan kosmetik yang memungkinkan
mengandung asam mercury dan asam salisilat , meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun
membuat kulit lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat
3
mengendap di kulit dan menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat memicu timbulnya
kanker melanocyt atau kanker kulit. Oleh sebab itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penggunaan asam salisilat dengan konsetrasi tinggi dalam kosmetik maka BPOM telah
menetapkan kadar maksimun yang di izinkan terkandung dalam produk kosmetik, termasuk anti
produk jerawat tidak boleh lebih dari 2 %. (Wasitaatmadja M.S, 1997 dan Anief M, 1997 dan
City74.wordpress.com, tanggal 15 desember 2008). Info tambahan: kadar asam salisilat sebagai
zat aktif dalam sediaan lainnya adalah = 2,0 %) yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/
KO/ 08.
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang timbul adalah apakah kosmetik
terutama krim anti jerawat yang beredar di pasaran telah memenuhi standar kesehatan yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.HK.00.05.4.1745
tanggal 5 Mei 2003 tentang kosmetika, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kadar
asam salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat, sedangkan tujuannya adalah untuk
menentukan kadar asam salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat yang beredar di kota
Bandung
1.2.
PERMASALAHAN
TUJUAN
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai kadar asam
salisilat yang terkandung dalam krim anti jerawat yang beredar di kota Bandung.
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
- Untuk mengetahui apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat sudah
memenuhi standart (kadar asam salisilat sebagai zat aktif dalam sediaan lainnya adalah 2,0 %)
yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No. 10/KO/ 08.
- Untuk mengetahui kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat.
- Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam analisis kadar asam salisilat dalam sampel
produk Krim Anti Jerawat.
1.4.
PRINSIP
Menentkan kadar asam salisilat dengan membangdingkan serapan/transmisi zat yang
dianalisis (asam salisilat) dengan zat murni. Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada panjang
gelombang radiasi dan struktur senyawa. Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang
diserap oleh sampel yang dianalisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Beer.
1.5.
MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
- Memberikan informasi kepada pembaca tentang kadar asam salisilat dalam produk Krim Anti
Jerawat.
- Memberikan informasi tentang metode yang digunakan untuk analisis kadar asam salisilat
dalam sampel produk Krim Anti Jerawat.
- Memberikan informasi apakah kadar asam salisilat dalam sampel produk Krim Anti Jerawat
sudah memenuhi standart yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang
dipakai dalam usaha mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang
terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami
tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan.
Kosmetika merupakan komoditi yang mempunyai kesan kurang berbahaya di
banding dengan obat sehingga pembuatanya, pemasaran atau pengawasannya mempunyai
tata cara yang lebih mudah dibandingkan dengan obat.
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia
untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta mengubah rupa, karena
terjadi kontak antara kosmetik dengan kulit, maka ada kemungkinan kosmetik diserap
oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Kontak kosmetika dengan
kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat kosmetik, dan akibat negatif atau
merugikan berupa efek samping kosmetik.
2.2. URAIAN KRIM
Krim didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe
air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa
emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Ada dua tipe krim, krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam
minyak (A/M). Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik.
Krim biasa digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit atau skin
care dan perawatan pada rambut atau hair care. (Depkes RI., 1979, Ansel,C,H.,2005 dan
Syarifah., 2007).
2.3. URAIAN KRIM ANTI JERAWAT
6
Pada pembuatan krim Anti jerawat digunakan bahan aktif infus daun mimba.
Penggunaan Daun Mimba di masyarakat untuk mengobati penyakit infeksi kulit, salah
satu diantaranya adalah jerawat. Dari hasil-hasil penelitian, daun mimba mempunyai
aktifitas antibakteri dan antifungi. Maka dari itu, daun tanaman ini digunakan dalam krim
yang berkhasiat sebagai anti jerawat.
Penggunaan jenis basis krim pada krim anti jerawat ini tidak jauh berbeda denga
krim tabir surya yaitu, Parafin liquid, spermaceti, cera alba dan adeps lanae. Fungsi dari
parafin, spermaceti dan cera alba telah diuraikan pada bagian pembahasan krim tabir
surya. Sedangkan Adeps lanae merupakan basis absorbsi anhidrous. Basis ini bersifat
hidrofilik yang mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi air yang ditambahkan.
Ketika air ditambahkan, maka basis akan menyerap air dan membentuk emulsi tipe w/o.
Bila basis ini digunakan dalam kulit dapat merupakan lapisan penutup dan melunakkan
kulit. Tetapi banyak yang alergi terhadap adeps lanae. Di samping itu adeps lanae
bertendensi menjadi tengik dan baunya kurang menyenangkan
Krim yang dihasilkan berwarna coklat krem, tidak hijau sepeti krim tabir surya,
karena yang digunakan adalah infus daun mimba, sehingga klorofil tidak telarut dalam
pelarut tersebut. Sedangkan viskositasnya kental dan pHnya 6. Krim Berbau agak tengik
disebabkan adanya adeps lanae.
Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak ada pertumbuhan mikroorganisme pada
cream tabir surya yang telah dibuat. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan
warna dan bau. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa cream tabir surya dengan bahan
aktif infus daun mimba yang telah dibuat mempunyai stabilitas yang cukup baik.
Tidak ada permasalahan yang mendasar pada pembuatan krim ini, karena
pembuatannya relatif mudah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah kekuatan
pengadukan dan waktu pengadukan emulsi perlu diperhitungkan agar terbentuk krim
dengan viskositas yang diharapkan
Epidermis
Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan dibawah epidermis dan diatas lapisan
subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat ( Pars
papillaris), Sedangkan dibagian bawahnya terjalin lebih longgar ( pars reticularis ).
2.4.2.3.
antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah lopisit
yang menghasilkan banyak lemak.
2.4.3. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan
lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai :
a.
Pelindung
b.
Pengatur suhu
c.
Penyerap
d.
Indera perasa
e.
Jerawat merupakan salah satu penyakit umum di dunia. Jerawat adalah penyakit
kulit akibat peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
erupsi komedo, papul, pustule, nodus dan kista pada tempat predileksi : muka, leher,
lengan atas, dada, dan punggung. Jerawat disebabkan oleh aktivitas kelenjar minyak di
bawah kulit yang memproduksi minyak secara berlebihan dan bersama sel-sel kulit mati
yang menutupi pori-pori. Hal ini mengundang bakteri sehingga mengakibatkan
peradangan atau inflamasi. Aktivitas kelenjar minyak meningkat karena adanya
rangsangan hormon-hormon yang mulai aktif selama pubertas.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne :
a. Kenaikan ekskresi sebum
b. Adanya keratenisasi folikel
c. Bakteri
d. Peradangan (Inflamasi)
Usaha pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara topikal, sistemik dan
pengobatan bedah bila diperlukan.
a. Pengobatan topikal
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan
peradangan dan mempercepat penyembuhan akne. Obat topikal terdiri dari :
1) Bahan iritan/pengelupas, misalnya sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), Asam
salisilat (2-5%), Benzoil peroksida (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%), dan
asam aseleat (15-20%). Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan
pemakaian hati-hati yang dimulai dari konsentrasi yang paling rendah.
10
2) Bahan lain, misalnya kortikosteroid topikal atau suntukan intralesi dapat dipakai
untuk mengurangi radang yang terjadi
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan yang sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad
renik di samping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum dan
mempengaruhi
keseimbangan
hormonal.
(Wasitaatmadja
M.S,
1997
dan
(Katzung, B. G., 2004, Gennaro, A. R., 1990, Wasitatmadjo M.S.1997 Tjay, H, T., 2005,
dan Ganiswara.,S.1995)
2.6.2. Kegunaan Asam Salisilat
Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik yaitu akan mengurangi
ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler
dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasana kulit. Asam organis ini berkhasiat
fungisit terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep. Di samping itu, zat
ini juga bekerja keratolitis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi
5-10%. (Anief.,M.,1997 dan Tjay, H, T., 2002)
penggunaan berlebihan asam salisilat di daerah yang luas pada kulit, bahkan sudah terjadi
beberapa kematian. Pemakaian asam salisilat secara topikal pada konsetrasi tinggi juga
sering mengakibatkan iritasi lokal, peradangan akut, bahkan ulserasi. Untuk mengurangi
absorpsinya pada penggunaan topikal maka asam salisilat tidak digunakan dalam
12
penggunaan jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit dan
pada kulit rusak. (Katzung, B. G., 2004, Gennaro, A. R., 1990, Ganiswara, S., 1995)
Persyaratan kadar asam salisilat dalam krim anti jerawat berdasarkan Surat
keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.1745 tanggal 5 Mei 2003 yaitu
tidak boleh lebih dari 2%.
berdasarkan interaksi
antara
suatu
Elektro
rotasi, energi vibrasi, dan energi elektronik. Radiasi cahaya UV-Vis pada molekul atau
atom akan menyebabkan energi elektronik, oleh sebab itu spektra UV-Vis disebut juga
spektra elektronik sebagai akibat transisi antara dua tingkat energi elektron dari molekul
atau atom. (Mulia, M., Achmad S., 1990).
Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh sampel yang di
analisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Berr dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
(Sediaoetama, 1987)
Log Io/I = A=a.b.C
Dimana:
Io= intensitas sinar sebelum melewati sampel
I = intensitas sinar setelah melewati sampel
A= absorban
a = absopsifitas molekul
b = ketebalan kuvet
C = konsentrasi larutan
Oleh karena a dan b nilainya tetap (wadah yang dipakai spesifik), maka A
berbanding llurus dengan C (konsentrasi larutan). Dalam penurunan hukum ini dianggap
bahwa, (1) radiasi yang masuk adalah monokromatik, (2) spesies penyerap berkelakuan
tidak tergantung satu terhadap lainnya dalam proses penyerapan, (3) penyerapan terjadi
dalam volume yang mempunyai luas penampang yang sama, (4) dengan radiasi tenaga
adalah cepat (tidak terjadi fluorosensi), dan (5) indeks bias tak tergantung pada
konsentrasi (tidak berlaku pada konsentrasi yang tinggi). (Sastrohamidjojo, H., 1985 )
14
Pemilihan Pelarut
Pelarut yang digunakan pada spektofotometer UV-Vis harus memenuhi
baik zat tunggal maupun zat campur pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang
gelombang maksimum ( maks). Alasan dilakukan pengukuran absorpsi pada panjang
gelombang maksimum adalah:
a. Perubahan absorpsi untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang
gelombang maksimal akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal.
b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva serapannya adalah datar,
sehingga hukum Lambert-Beer akan dipenuhi dengan baik.
c. Panjang gelombang maksimal dapat dicari dengan membuat kurva serapan dengan
berbagai panjang gelombang pada sistem koordinat Cartesian pada konsentrasi yang
16
tetap. Panjang gelombang masimum adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan
maksimum.
2.7.4. Peralatan Spektrofofmeter
Komponen-komponen pokok dari Spektrofotometer meliputi :
1. Sumber tenaga radiasi yang stabil
2.
3.
4.
5.
sampel
Sumber radiasi
Monokromator
Detektor
Blanko
17
mengaktifkan meteran atau pencatat, setiap pencatat harus menghasilkan yang secara
kualitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya.
2.7.5. Penetapan Kadar Dengan Spektrofotometri
Ada empat cara menentukan kadar zat tunggal dengan metode spektrofotometri:
a. Membandingkan serapan atau transmisi zat yang dianalisis dengan zat murni. Dalam
hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (A X) serapan zat standar (A S), pada panjang
gelombang yang sama yaitu maks, sehingga kadar zat X sebagai:
CX =
Ax
As
( E 11cm )
usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri yang dalam hal
E11 cm
dari zat
yang tertera dalam pustaka, maka kadar zat tersebut akan dapat diketahui.
d. Dengan memakai nilai ekstingsi molar(). Cara ini akan memberikan hasil yang lebih
tepat dan pada prinsipnya sama dengan cara ketiga. Harga
dapat dinyatakan
sebagai:
19
Beberapa perbedaan yang juga merupakan keunggulan dari spektrofotometer uvvis dibanding dengan spektrofotometer uv-vis yang lainnya adalah :
1. Memakai sumber radiasi tunggal yaitu lampu D2 (Dauterium)
2. Radiasi yang diukur adalah radiasi polikromatis, sehingga sampel kompartemen benda
dalam keadaan terbuka
3. Wavelenght reproducibility karena tidak ada gerakan mekanisme untuk mengatur
panjang gelombang.
4. Kecepatan scanning, keseluruhan daerah pengukuran panjang gelombang sangat tinggi.
Pada spektrofotometer uv-vis ada beberapa macam sumber radiasi yang dipakai
yakni lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu merkuri. Setiap bagian peralatan optik
dari spektrofotometer uv-vis memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait
fungsi dan peranannya. Setiap fungsi da peranan tiap bagian dituntut ketelitian dan
ketepatan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran yang tinggi tingkat
ketelitian dan ketepatannya. ( Suharman, 1995).
2.8.
URAIAN TITRIMETRI
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang bereaksi
dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau menghasilkan
OH- ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam
dan air. (Golberg, 2002)
Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih
banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak
mengenai suatu larutan amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat
21
basa. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan
proton kepada zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang
kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam
dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain. (Golberg, 2002)
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi
menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan
dalam air terionisasi menghasilkan ion OH-. (Anonim, 2008)
Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan
elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi kimia. Basa adalah suatu
spesies
yang
dapat
memberikan
pasangan
elektron
bebas
(donor
pasangan
22
itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir
teoritis. (Sukardjo, 1984)
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa
diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang
melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa
leamah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan
anion dari garam yang terbentuk (Raymond. 2004).
Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion
OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada. Jadi
untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat
berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara
untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asambasa ke larutan asam saat awal titrasi (Raymond. 2004).
Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan
warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya.
Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator
tersebut (Raymond. 2004).
Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua
indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu
bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain
apkah mereka kuat atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk
23
titrasi, kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Raymond.
2004).
BAB III
METODE PENELITIAN
24
Sumber radiasi
Monokromatorsampel
Blanko
Detektor
Metode Titrimetri:
a. Timbangan analitik
b. Buret 50 mL
c. Labu Erlenmeyer 250 mL
25
d. Klem
e. Statif
3.3.2
a. Aquadest 5L
b. Asam asetat glasial 500 mL
c. Asam salisilat murni 2 g
d. Etanol absolut 500 mL
e. Etanol 95 % 1 L
f. Lempeng silika gel F 254
g. Natrium Hidroksida 0,5 N 400 mL
h. Natrium Hidroksida 0,1 N 500 mL
i. Sampel krim anti jerawat 3 produk
j. Toluene 500 mL
k. Indikator Phenol Merah
l. Indikator Phenolphtalein
Pengambilan Sampel
26
Sampel penelitian adalah krim anti jerawat, diambil dari swalayan di kota Bandung,
lalu dilakukan pengumpulan data semua merek krim anti jerawat kemudian diambil
sebanyak 2 merek sampel yang dilakukan secara acak yaitu sampel A, dan sampel B.
2.
4.
kertas saring. Jika semua bagian kertas saring sudah basah, maka itu menunjukkan
bahwa chamber tersebut sudah jenuh dan siap digunakan.
5.
250 mg bahan ditimbang secara teliti, kemudian larutkan dalam 15 ml etanol 95%
netral. Tambahkan 20 ml aquades. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan
7.
dengan etanol 95% sampai tanda batas. Siapkan labu ukur 25 mL dan di buat larutan
standar kerja dengan konsentrasi masing- masing 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm dengan
penambahan satu tetes larutan Fe3+ di setiap labu ukur.
29
30
3.5.2
Gambar alat dan bahan yang digunakan pada penentuan % Asam Salisilat dalam Krim
Anti Jerawat metode Titrimetri
No
Gambar
Keterangan
1.
2.
4.
31
3.5.3
Pembuatan Pereaksi
= 22,7044 g
Massa Alat
= 21,1297 g
Massa Zat
= 1,5747 g
Volume
Akhir (mL)
Awal (mL)
Pemakaian (mL)
Keterangan
23,80
0,00
23,80
23,80
0,00
23,80
23,80
0,00
23,80
warna
32
Perhitungan:
[H2C2O4 . 6H2O]
massa/ BE
V . LabuUkur
1,5747 g
63 g /ek
0,25 L
= 0,099980952 N
EK NaOH
= EK H2C2O4 . 6H2O
(V x N) NaOH
= (V x N) H2C2O4 . 6H2O
N NaOH
0,099980952 N x 0,025 mL
0,02380 mL
= 0,1050 N
3.5.4
= 106,5914 g
Massa Alat
= 106,3412 g
Massa Zat
= 0,2502 g
= 136,6019 g
Massa Alat
= 136,3457 g
33
Massa Zat
= 0,2562 g
Volume
Akhir (mL)
Awal (mL)
Pemakaian (mL)
Keterangan
18,34
0,00
18,34
18,72
0,00
18,72
Warna
Perhitungan:
BM Asam Salisilat C7H6O3 = 138,12 => 138 mg/mek
1. % Asam Salisilat =
x 100%
x 100%
= 106,3060288 %
= 106,31 %
2. % Asam Salisilat =
x 100%
x 100%
= 105,9674754%
= 105,97%
3.5.5
34
= 106,5907 g
Massa Alat
= 106,3399 g
Massa Zat
= 0,2508 g
= 136,5974 g
35
Massa Alat
= 136,3469 g
Massa Zat
= 0,2505 g
Skala Akhir
Skala Awal
Volume Pemakaian
Keterangan Warna
0,99 mL
0,00 mL
0,99 mL
Merah Sangat Muda
0,93 mL
0,00 mL
0,93 mL
Merah Sangat Muda
Skala
Perhitungan:
1.
Asam Salisilat=
x Berat Molekul
( mL NaOH x Nmg. NaOH
)
Sampel
x 0,1050 N x 138
( 0,99 mL250,80
)
mg
x 100%
x 100%
5,7197
5,72
2.
Asam Salisilat=
x Berat Molekul
( mL NaOH x Nmg. NaOH
)
Sampel
x 0,1050 N x 138
( 0,93 mL250,50
)
mg
x 100%
x 100%
5,3795
5,38
Data penimbangan Sampel B:
36
= 106,6091 g
Massa Alat
= 106,3581 g
Massa Zat
= 0,2510 g
= 136,6019 g
Massa Alat
= 136,3510 g
Massa Zat
= 0,2509 g
Skala Akhir
Skala Awal
Volume Pemakaian
Keterangan Warna
0,38 mL
0,00 mL
0,38 mL
Merah Sangat Muda
0,39 mL
0,00 mL
0,39 mL
Merah Sangat Muda
Skala
Perhitungan:
1.
Asam Salisilat=
x Berat Molekul
( mL NaOH x Nmg. NaOH
)
Sampel
x 0,1050 N x 138
( 0,38 mL251,00
)
mg
x 100%
x 100%
2,1937
2,19
37
Asam Salisilat=
2.
x Berat Molekul
( mL NaOH x Nmg. NaOH
)
Sampel
x 0,1050 N x 138
( 0,39 mL250,90
)
mg
x 100%
x 100%
2,2523
2,25
3.5.7
x mg
0,1 L
x mg
100 mg
xg
0,1 g
= 17,6938 g
Massa Alat
= 17,5926 g
Massa Zat
= 0,1012 g
= 17,6215 g
Massa Alat
= 17,5958 g
Massa Zat
= 0,0257 g
V2 x N2
38
V1 x 1000 ppm
V1
=
=
25 mL x 10 ppm
0,25 mL
=
=
=
V2 x N2
25 mL x 20 ppm
0,50 mL
=
=
=
V2 x N2
25 mL x 30 ppm
0,75 mL
=
=
=
V2 x N2
25 mL x 40 ppm
1,00 mL
=
=
=
V2 x N2
25 mL x 50 ppm
1,25 mL
2. Standar 20 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
3. Standar 30 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
4. Standar 40 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
5. Standar 50 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
39
13,31 ppm
Ppm
mg Asam Salisilat
13,31 mg x 0,025 L
1L
=
% Asam Salisilat
0,33275 mg
=
mgasam salisilat
mg sampel
0,33275mg
25,7 mg
x 100%
x 100%
40
1,294747082 %
1,29 %
x mg
0,1 L
x mg
100 mg
xg
0,1 g
= 17,6946 g
Massa Alat
= 17,5941 g
Massa Zat
= 0,1005 g
= 21,3971 g
Massa Alat
= 21,3458 g
Massa Zat
= 0,1516 g
=
=
=
V2 x N2
50 mL x 2 ppm
0,1 mL
=
=
=
V2 x N2
50 mL x 4 ppm
0,2 mL
2. Standar 4 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
3. Standar 6 ppm
41
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
=
=
=
V2 x N2
50 mL x 6 ppm
0,3 mL
=
=
=
V2 x N2
50 mL x 8 ppm
0,4 mL
=
=
=
V2 x N2
50 mL x 10 ppm
0,5 mL
4. Standar 8 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
5. Standar 10 ppm
V1 x N1
V1 x 1000 ppm
V1
12,53 ppm
Ppm
%
42
mg Asam Salisilat
12,53 mg x 0,050 L
1L
=
% Asam Salisilat
0,6265 mg
mgasam salisilat
mg sampel
0,6265mg
151,6 mg
x 100%
x 100%
0,413258575 %
0,41 %
di gunakan adalah 10% untuk bahan-bahan farmasi, maka dengan itu kadar tersebut masuk
kedalam toleransi. Sebaiknya ketika validasi digunakan bahan yang p.a atau murni untuk
mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Validasi prosedur metode Spektrofotometri UV-VIS yang dilakukan tidak menggunakan
deret standar dan zat pengompleks warna dengan panjang gelombang 300 nm dan di dapat
hasil yang kurang maksimal. Pada prosedur seperti itu di khawatirkan ada zat lain yang ikut
larut dalam alkohol dan memiliki absorban yang sama. Oleh karena itu ketika penentuan
kadar dalam sampel di gunakan prosedur yang menggunakan deret standar dan larutan Fe 3+
sebagai zat pengompleks warna agar di dapat hasil yang lebih kuantitatif karena larutan Fe 3+
akan membentuk kompleks dengan asam salisilat yang berwarna ungu.
Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel metode titrimetri ketika pelarutan sampel
haruslah larut sempurna agar asam salisilat yang terkandung dalam sampel dapat ikut larut
dan bereaksi sempurna dengan peniter dan di kocok dengan perlahan agar tidak ada busa
yang keluar yang dapat mengganggu warna TA. Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel
Verrilie (sampel A) di dapat kadar lebih dari 5% sedangkan kadar asam salisilat sebagai zat
aktif adalah 2,0 % yang telah ditetapkan oleh MA PPOMN No.10/ KO/ 08. Tetapi setelah
kita cek ulang kandungan dalam sampel tersebut terdapat Asam Borat, dimana asam borat ini
larut baik dalam etanol dan merupakan asam lemah sama halnya dengan asam salisilat
sehingga dapat bereaksi dengan NaOH dan menjadikan kadar asam salisilat lebih dari
seharusnya. Penentuan kadar asam salisilat dalam sampel Acnes (sampel B) di dapat kadar
2% oleh karena itu kandungan asam salisilat sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh MA
PPOMN No.10/ KO/ 08.
44
45
46
DAFTAR PUSTAKA
1. http://tugas2kuliah.files.wordpress.com/2011/12/skripsi-fmipa-analisis-kadar-asam-salisilatdalam-krim-anti-jerawat-yang-beredar-secara-spektrofotometri-uv-vis.docx
2. http://fadliyanur.blogspot.com/2010/12/penetapan-kadar-asam-salisilat.html
3. http://www.scribd.com/doc/77458767/Asam-salisilat
47