Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PSIKOLOGI KONSELING

NORMALISASI
Dosen Pengampu : C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi

Oleh kelompok 11
Anggota Kelompok
Felinsa Tanau

129 114 015

Michael Satriya Banya Abineno

129 114 060

Tiara Luwita Assa

129 114 135

Psikologi Universitas Sanata Dharma


Tahun Ajaran 2014/2015

NORMALISASI
Normalisasi adalah salah satu teknik yang digunakan dalam konseling dimana konselor
membantu mengurangi kecemasan klien dan mengubah perilaku dan pandangan klien terhadap
masalahnya dengan mengatakan dan menjelaskan bahwa apa yang sedang dihadapi klien adalah
proses yang normal.
Keterampilan normalisasi secara khusus berfungsi dan berpengaruh jika dipergunakan
secara tepat. Sering kali kecemasan seseorang banyak berkurang jika ia menemukan kondisi
emosionalnya normal dan wajar untuk keadaannya.
Contoh yang ditunjukkan diatas adalah tindakan menormalisasikan respon emosional
seseorang terhadap trauma yang dihadapinya. Namun keterampilan ini bisa digunakan untuk
mernormalisasi perubahan-perubahan perilaku dan hubungan pergaulan yang terjadi sebagai
bagian dari krisis-krisis perkembangan normal dari kehidupan.

Pentingnya kehati-hatian
Tentu saja kita harus hati-hati dalam menerapkan keterampilan normalisasi karena
tidaklah bertanggung jawab, tidak etis dan bisa berisiko jika kita mengatakan pada orang lain
yang mengalami problem yang sangat serius dan berkaitan dengan gangguan mental bahwa ia
baik-baik saja dan tidak memerlukan perawatan khusus. Konselor yang ragu-ragu tentang
kondisi psikologis seseorang harus berkonsultasi dengan pengawasnya dan merujuk klien kepada
seorang professional yang berkompeten dalam membuat penilaian yang tepat.
Fungsi-fungsi normalisasi
Normalisasi dapat digunakan untuk:
1. Menormalisasi kondisi-kondisi emosional ; dan
2. Menormalisasi perubahan-perubahan dalam perilaku, peran, dan hubungan pergaulan
yang disebabkan oleh krisis perkembangan hidup.
1. Normalisasi kondisi-kondisi emosional
Tujuan dari normalisasi kondisi emosional klien adalah untuk membantunya meredakan
kecemasan dengan cara mengatakan padanya bahwa respon emosionalnya merupakan hal yang
normal. Sering kali klien ketakutan oleh perasaan-perasaan emosionalnya yang kuat di saat-saat
krisis. Ketakutan terhadap pengalaman-pengalaman emosional yang sangat menekan dapat
membuat klien bertanya-tanya apakah ia akan benar-benar kehilangan akal sehatnya dan harus
dirawat di bangsal psikiatri.
Sebagai konselor, jika Anda berpikir bahwa respon emosional klien tersebut wajar untuk
kondisinya, maka ada baiknya Anda katakan hal ini pada klien. Jika anda tidak yakin bahwa
klien anda membutuhkan penanganan spesialis atau tidak, masuk akal jika anda memberikan
pilihan padanya untuk mencari bantuan lebih lanjut. Anda bisa katakan padanya: Kondisi
2

emosional yang sedang anda rasakan sekarang, yang telah anda ceritakan itu, menurut saya
merupakan respon normal dari situasi yang anda hadapi, tetapi jika anda tidak yakin dengan
kemampuan anda mengatasinya maka anda mungkin perlu mencari bantuan spesialis lebih
lanjut. Apa pertimbangan Anda tentang hal itu? Selanjutnya barangkali anda bisa memberinya
saran-saran mengenai rujukan pemeriksaan atau perawatan. Jika ragu, tindakan tepat yang bisa
diambil adalah berkonsultasi dengan pengawas anda.
2. Normalisasi perubahan-perubahan perilaku, peran dan hubungan pergaulan akibat
krisis-krisis perkembangan hidup
Kita semua melewati tahapan-tahapan perkembangan normal kehidupan kita. Satu contoh dari
tahapan perkembangan ini adalah ketika seorang balita mulai dapat berjalan. Sebelumnya anak
tidak dapat berjalan, lalu cara hidupnya berubah begitu ia belajar berjalan. Saat langkah-langkah
pertamanya dijalaninya, ada kecemasan-kecemasan yang muncul. Jadi dalam tataran tertentu,
momen ini adalah momen krisis. Tetapi bagi seorang anak, belajar jalan adalah sesuatu yang
normal dan pasti dilewati, demikian juga dengan kecemasan tertentu yang berkaitan dengan fase
ini.
Ada banyak tahapan perkembangan dalam hidup kita. Tahapan-tahapan ini pada
umumnya tak bisa dihindari dan normal, tetapi biasanya melibatkan rasa cemas. Sayangnya,
banyak orang yang tidak menyadari proses-proses perkembangan normal tersebut dan cenderung
meresponnya dengan cara yang tidak tepat, dengan kepanikan dan kadang-kadang dengan
keputusasaan.
Berikut ini adalah contoh-contoh perubahan-perubahan perkembangan yang umum.
Pasangan suami istri yang berbahagia sering menghadapi problem ketika anak ke-2 atau ke-3
lahir. Saat kelahiran anak pertama segala sesuatunya baik-baik saja, mereka berdua senang dan
bangga menjadi orang tua untuk pertama kalinya dan mencurahkan waktunya dan kasih
sayangnya kepada anggota baru dalam keluarga itu. Tetapi situasinya biasanya mau tidak mau
berubah ketika anak berikutnya hadir dalam keluarga. Sering kali, meskipun tidak selalu terjadi
dalam masyarakat kami sekarang, ibulah yang menanggung tugas untuk mengasuh anak-anak
dan hampir seluruh energinya dicurahkan untuk menjalani hal ini. Akibatnya dia tidak
mempunyai banyak waktu atau energi untuk suaminya ketika anak kedua atau ketiga lahir. Ia
mungkin merasa marah jika untuk itu kariernya terganggu karena ia harus melepaskan
pekerjaannya untuk sementara beserta kehidupan sosialnya. Suaminya mungkin akan marah
karena istrinya tidak lagi memberinya perhatian dan kasih sayang sebanyak sebelumnya karena
banyaknya beban mengurus anak-anaknya. Pasangan suami istri ini bisa saja menjadi tidak
bahagia dan bisa jadi berkesimpulan bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubungannya dengan
istrinya. Namun, ini merupakan krisis perkembangan normal yang diakibatkan oleh perubahan
situasi dalam keluarga. Ini tidak bisa dihindari dan pasti dilewati. Akan sangat melegakan bagi
pasangan suami-istri dalam situasi ini jika kondisi dari krisi perkembangan ini dijelaskan pada
mereka. Konselor bisa mengatakan, Apa yang terjadi pada anda hampir bisa diprediksikan
karena anda telah sampai pada tahapan perkembangan ini dalam kehidupan rumah tangga anda.
LEVEL TEKANAN EMOSIONAL
3

KECEMASAN TIDAK DAPAT DIHINDARI


PADA FASE-FASE PERUBAHAN
PERKEMBANGAN HIDUP

Sebagai konselor seringkali kami menemukan bahwa ada gunanya memakai kata tidak
dapat dihindari ketika kami menormalisasikan situasi klien, meskipun dengan menyebutkan
kata ini bisa membuat suatu pernyataan tampak berlebihan. Contohnya, mungkin kita akan
mengatakan pada pasangan suami-istri yang diceritakan di atas Apa yang anda rasakan ini tidak
dapat dihindari. Dengan mengatakan hal ini mereka mungkin akan lega, karena jika mereka
merasa bahwa apa yang terjadi pada mereka itu tidak dihindarkan, perasaan gagal mereka akan
berkurang. Kemudian mereka akan melihat keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai
daripada berkonsentrasi pada kekecewaan-kekecewaan mereka. Mereka mungkin akan
menyadari bahwa tidak ada yang secara mendasar salah dalam hubungan pernikahan mereka,
tetapi ada kebutuhan bagi mereka untuk mencari cara-cara baru dalam menghadapi krisis
perkembangan ini. Tanpa menyalahkan diri sendiri atau pasangannya, mereka dapat mengambil
tindakan untuk membuat perubahan perubahan sehingga mereka dapat merasa lebih baik.
Seperti yang anda lihat, normalisasi adalah cara bagi konselor untuk menanamkan harapan dan
optimisme ke dalam proses konseling. Hal ini dibuktikan bermanfaat oleh Frank dan Frank
(1991) yang menyatakan bahwa konselor adalah orang yang diharapkan memberikan perasaan
lega dan optimisme seorang klien mengenai masa depannya.
Masa-masa sulit yang lain akibat krisis perkembangan adalah ketika anak-anak mencapai
usia di mana mereka kurang membutuhkan pengasuhan orang tua lagi karena mereka telah
menjadi lebih mandiri. Inilah saat ketika orang tua mungkin mengalami perasaan tidak berguna
lagi karena peranan utama mereka, yakni sebagai orang tua, telah berkurang. Beberapa orang
memiliki kehidupan yang sangat memuaskan dalam melalui tahapan peran sebagai orang tua,
dan ketika peran ini dikurangi mereka merasa hampa dan kehilangan kecuali mereka bisa
menemukan kepuasan dengan cara lain. Selain itu, mereka juga mungkin merasa ditolak oleh
anak-anak mereka yang saat mencari jati diri dan berupaya mandiri secara wajar dan
sebagaimana mestinya menjauh secara fisik dan emosional dan orang tua mereka.
Sekali lagi, normalisasi situasi dengan menjelaskan pada klien bahwa apa yang terjadi
adalah bagian dari tahapan perkembangan yang normal dan tidak terhindarkan dalam kehidupan,
dapat membuat klien untuk merasa lebih baik dan mencari cara-cara yang konstruktif untuk
meningkatkan rasa puas dalam menghadapi hidup.
Jika anda pikirkan sejenak anda barangkali akan dapat mengidentifikasi sejumlah contoh
dalam kehidupan anda ketika perasaan-peasaan, perilaku, peran-peran, atau hubungan pergaulan
anda mengalami perubahan sebagai efek dari proses-proses perkembangan normal. Seringkali
lebih mudah mengenali perubahan-perubahan ini seperti apa adanya ketika hal itu terjadi pada
orang lain dibandingkan jika perubahan-perubahan tersebut terjadi pada diri kita sendiri. Oleh
sebab itu keterampilan normalisasi sangat bermanfaat karena strategi ini dapat menurunkan
4

tegangan emosional melalui penumbuhan kesadaran terhadap sifat normal dan tak terelakkan
dari situasi tersebut.

PERLU DIPAHAMI BAHWA..


Normalisasi tidak melibatkan dan tidak boleh melibatkan peminimalan atau sikap menganggap
enteng persoalan dan kesedihan klien.
Normalisasi tidak mencakup pernyataan seperti ini, Situasi seperti ini normal dan tak bisa
dihindari. Ini bukan problem besar, semua orang harus melalui proses yang sama! Tindakan ini
akan menghalangi penanganan rasa sedih klien yang memang tidak dibuat-buat. Fungsi
normalisasi sebenarnya adalah memberikan klien pemahaman yang lebih jauh mengenai situasi
mereka dengan cara yang berbeda dan memahami mengapa mereka mengalami tekanan
emosional, tetapi mereka juga menyadari bahwa mereka sedang menjalani sebuah proses yang
normal. Kesadaran ini dapat membantu mereka mengatasi penderitaan mereka dengan lebih baik
dan bergerak maju daripada menganggap diri mereka sendiri gagal dan tidak seharusnya jatuh
kedalam krisis. Jauh lebih baik bagi mereka jika berkata,Saya tidak bisa menghindari krisis ini.
Kejadian ini normal dan tidak bisa dihindari. Sekarang saya bisa mencari cara untuk menyikapi
krisis ini secara konstruktif.

DAFTAR PUSTAKA
Geldard, David.1993. Basic Personal Counseling, second edition. Australia. Prentice Hall
Geldard,Kathryn dan David Geldard.2011. Keterampilan Praktik Konseling. Yogyakarta.
Pustaka Belajar

Anda mungkin juga menyukai