telah Dia curahkan kepada mereka tapi mereka mengingkari dan mendustakannya. Allah mengingatkan betapa
banyaknya Allah melimpahkan anugrah-Nya, namun kenapa juga mereka masih mendustakan keberadaan-Nya?
Senin, 07 Februari 2011
Tafsir Surat Al-Mursalat (ayat 46-50)
48. dan apabila dikatakan kepada mereka: Rukuklah, niscaya mereka tidak mau
ruku*.
(Al-Mursalaat: 48)
* Sebagian ahli tafsir mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan rukuk di sini ialah
tunduk kepada perintah Allah; sebagian yang lainnya mengatakan, Maksudnya ialah
shalat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Mujahid bahwa Firman Allah,
wa idzaa qiila lahumurkauu laa yarkauun (dan apabila dikatakan kepada mereka:
Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku) (Al-Mursalaat: 48) turun berkenaan
dengan suku Tsaqif yang tidak mau rukuk (shalat).
Sumber: Asbabunnuzul, KHQ. Shaleh dkk
Tag:al mursalaat, al mursalat, Al-qur'an, Asbabun nuzul, bahasa indonesia, hadits, islam,
religion, riwayat, surah, surat, tafsir.
*
*
*
*
*
46. (Dikatakan kepada orang-orang kafir): "Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang
pendek; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa."
47. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
48. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku'
49. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.
50. Maka kepada perkataan apakah sesudah Al Quran ini mereka akan beriman?
)
(
Makan dan bersenang-senanglah, tapi sedikit saja. Menurut Zamakhsyari dalam ayat ini Allah bermaksud menghina
para pendusta itu. Amr (perintah) dalam ayat ini bukan berfaedah tahdid (menggertak). Perintah ini lebih cocok
berfaedah tahsiir dan takhsiir (celaan, ejekan/ penghinaan). Karena perintah tersebut jatuh setelah Allah
memamerkan keadaan orang-orang muttaqiin yang berlimpah nikmat. Karena mereka merasa terhina tak satupun
dari para pendusta itu yang melaksanakan perintah tersebut.
Bisa juga kalimat ayat ini menjadi kalam istinaf (kalimat baru) yang terpisah dari khithob (tujuan pembicaraan/ kata
ganti orang kedua) sebelumnya. Menurut yang menganut madzhab ini seperti Abu Hayyan dan Jalauddin al-Mahalli,
khitob kallimat ditujukan kepada para pendusta di dunia. Jika demikian maka faedah amr dalam ayat ini boleh
sebagai tahdid (gertakan) untuk para pendusta di alam dunia. Jika pada pendapat yang pertama tidak berlaku faedah
tahdid adalah karena khitob-nya kepada para pendusta di akhirat dimana faedah tahdid ini tidak cocok untuk
susunan dan tujuan kalimatnya. Makan dan bersenang-senanglah sebentar saja di dunia, setelah itu rasakanlah adzab
yang pedih selama-lamanya di akhirat. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan.
)
(
Ketika mereka diperintah untuk ruku, tunduk, merendahkan diri di hadapan Allah azza wa jalla --dengan menerima
kebenaran wahyu-Nya, mengikuti agama-Nya, dan meninggalkan kesombongan dan kecongkakan-- mereka tak
mau. Mereka bersikukuh untuk tetap sombong dan congkak.
Wahbah Zuhaili menerangkan dalam tafsirnya bahwa dalam ilmu balaghah, ayat ini termasuk majaz mursal. Yang
disebutkan secara sharih (jelas) rukuk tapi yang dimaksud adalah shalat. Ayat ini termasuk contoh dari ithlaqi al-juz
wa iradati al-kull (menyebutkan suatu bagian dari apa yang sebenarnya dimaksudkan).
Muqatil mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan kaum Tsaqif. Mereka berkata kepada Rasulullah SAW kami
meninggalkan shalat, kami tidak (mau) jungkir balik --jengkang-jengking- bhs jawa-- (rukuk sujud - sujud rukuk),
karena itu hanya menjadi bahan umpatan dan olok-olok bagi kami. Maka Rasul bersabda tidak ada kebaikan
dalam (menjalankan) agama yang di dalamnya tidak ada rukuk dan sujud. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu
Daud dan Thabrani.
Menurut Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip al-Alusi dalam tafsir al-Munir, perintah itu ditujukan pula pada para
pendusta di hari kiamat. Amr-nya berfaedah lil wujuub (keharusan). Mereka disuruh harus rukuk dan sujud, namun
mereka tak mampu karena sebelumnya mereka tak pernah melakukan sujud dan rukuk sewaktu di dunia. Maka
kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Mendustakan dan tak mau tunduk
ketika diperintahkan untuk tunduk.
()
Para mufassir sepakat bahwa maksud lafadz disini adalah al-quran. Penggunaan lafadz bada (setelah),
menurut al-Alusi menunjukkan keterpautan tingkatan al-quran atas kitab-kitab lainnya. Tidak ada perkataan atau
berita yang lebih berhak dipercayai mengalahkan al-quran. Kata yuminun (beriman/ percaya) juga ditafsiri
yushaddiquun (membenarkan). Surat ini ditutup dengan ayat yang mengungkapkan ekspresi keheranan atas para
pendusta itu. Bisa-bisanya mereka tak mempercayai (membenarkan) al-quran yang benar-benar telah terbukti
kebenaran hujjah-nya. Kalau tidak kepada al-quran kepada perkataan (berita) apa lagi sesudahnya yang akan
mereka percayai dan benarkan?
Tafsir ijmali
Pada kelompok terakhir dari rangkaian ayat-ayat dalam surat al-mursalat ini Allah seakan-akan membiarkan para
pendusta sejenak bersenang-senang sebentar di alam dunia. Namun setelah itu Dia akan menyiksa mereka selamalamanya di akhirat. Karena ketika diperintahkan untuk tunduk dengan menerima kebenaran wahyu, mereka enggan
dan sombong. Maka kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Kemudian surat
ini ditutup dengan ayat yang mengekspresikan keheranan atas pendustaan mereka terhadap (berita-berita) al-quran
yang sudah terbukti kebenarannya. Lalu kepada perkataan (berita) apalagi setelah al-quran yang akan mereka
percayai?