Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior merupakan lipatan kulit yang
termodifikasi untuk melindungi bagian anterior bola mata dari cedera dan cahaya
yang berlebihan.1
Ektropion adalah kelainan palpebra dimana tepi palpebra terlipat atau
mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsal
berhubungan langsung dengan dunia luar.2
Prevalensi ektropion secara general adalah sebesar 3% pada usia lanjut.
Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa prevalensi
tersebut didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita
(1,5%).

Prevalensi

ektropion

terutama

ektropion karena

penuaan

juga

diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun.3,4


Berdasarkan perjalanan penyakitnya terdapat lima jenis ektropion, yaitu
ektropion kongenital, ektropion involusional, ektropion sikatrikal, dan ektropion
paralitik dan ektropion mekanik.2,5
Kondisi ektropion yang dibiarkan secara terus menerus, akan menyebabkan
drainase air mata menjadi tidak efektif, terjadi kontak antara palpebra dan bola
mata menjadi kurang dan aposisi palpebra menjadi tidak sempurna dengan eversi
margin palpebra. Akibatnya dapat terjadi komplikasi yang tidak diinginkan seperti
penebalan konjungtiva, kekeringan konjungtiva, dan ulserasi kornea. Oleh sebab
itu, penting bagi dokter khususnya dokter umum untuk mengetahui gejala dan
manifestasi klinis pada penyakit ini agar tidak timbul komplikasi yang lebih
parah.6
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit ektropion
yang terdiri dari definisi, epidemilogi, klasifikasi, manifestasi klinis, cara

mendiagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari ektropion. Selain


itu, penulisan refrat ini bertujuan sebagai salah satu tugas selama Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Mohammad Hoesin
Palembang.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah dan memperluas
pengetahuan penulis dan dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca mengenai
penyakit ektropion.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Palpebra1,7,8
Palpebra superior dan inferior merupakan lipatan kulit yang termodifikasi

untuk melindungi bagian anterior bola mata dari cedera dan cahaya yang
berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada
palpebra inferior. Kedua palpebra saling bertemu di sudut medial dan lateral.
Diantara palpebra superior dan inferior terdapat suatu lubang berbentuk elips yang
merupakan tempat masuk ke dalam saccus konjungtiva yang disebut fissura
palpebra. Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna.
Bila mata dibuka dan menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi
pinggir atas kornea sedangkan palpbera inferior terletak dibawah kornea bila mata
dibuka dan hanya naik sedikit ketika mata ditutup.1
Permukaan superficial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya
diliputi oleh membrana mukosa yang disebut konjungtiva yang melipat ke fornix
superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata. Konjungtiva
membentuk ruang potensial, yaitu saccus konjungtivalis yang terbuka pada fissura
palpebra. Di pinggir palpebra terdapat bulu mata yang tersusun dalam 2-3 baris
pada batas mukokutaneus. Glandula sebacea (glandula Zeis) bermuara langsung
ke dalam folikel bulu mata.

Glandula ciliaris (glandula Moll) merupakan

modifikasi kelenjar keringat, yang bermuara secara terpisah diantara bulu mata
yang berdekatan.

Glandula tarsalis adalah modifikasi kelenjar sebacea yang

panjang, yang mengalirkan sekret yang berminyak ke pinggir palpebra untuk


mencegah lubernya air mata dan membantu menutup mata dengan kuat, muaranya
terdapat di belakang bulu mata.1
Sudut lateral fissura palpebra lebih tajam dari medial dan letaknya
berhubungan langsung dengan bola mata. Sudut medial dipisahkan dari bola
mata oleh suatu rongga sempit, yaitu lacus lacrimalis yang ditengahnya terdapat
carancula lacrimalis yang merupakan suatu tonjolan berwarna kuning kemerahan.

Di sisi lateral carancula terdapat lipatan semilunar kemerahan, yaitu plica


semilunaris.1

Gambar 2.1. Anatomi palpebra atas dan bawah8

Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak berhenti
dan terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis yang pada puncaknya terdapat
punctume lacrimale dan berhubungan dengan caniliculus lacrimalis.

Mereka

mempunyai fungsi untuk mengalirkan air mata ke hidung.1


Di bawah palpebra terdapat sulcus subtarsalis, yang berjalan dekat dan parallel
dengan palpebra dan berfungsi utuk benda asing kecil yang masuk ke dalam
saccus konjungtivalis.1
Kerangka fibrosa palpebra dibentuk oleh lembaran membranosa, yaitu septum
orbitale yang melekat pada pinggir orbita, tempatnya menyatu dengan periosteum.
Septum orbita menebal pada pinggir palpebra membentuk tarsus, yang merupakan
4

lamina jaringan ikat padat yang berbentuk bulan sabit.

Ujung tarsus lateral

dilekatkan oleh ligamentum palpebrae laterale, pada tuberculum.

Sedangkan

ujung medial tarsus dilekatkan oleh ligamentum palpebrae mediale, ke crista ossis
lacrimalis.1
Otot lurik pada palpebra terdiri dari otot orbicularis yang membentang oval di
palpebra. Fungsi dari otot orbicularis oculi ialah untuk menutup palpebra. Otot ini
diinervasi oleh saraf kranial ketujuh cabang zigomatikus. Serat otot ini mengitari
fisura palpebra dalam bentuk konsentrik dan menyebar mengitari batas orbital.
Beberapa serat otot berjalan ke pipi dan dahi. Otot ini dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu bagian pretarsal, bagian preseptal dan bagian orbital. Bagian palpebral
(pretarsal dan preseptal) merupakan bagian integral dari gerakan kedipan yang
involunter, sedangkan bagian orbital terutama terlibat dalam penutupan palpebra.
Bagian dalam pretarsal berasal dari puncak lakrimal posterior, sedangkan bagian
superficial pretarsal berasal dari bagian anterior tendon kantal medial. Dekat
dengan canaliculus, bagian pretarsal menyatu dan membentuk tumpukan serat
otot, yang dikenal sebagai otot Horner, yang berada di belakang dari posterior
kantal tendon. Bagian pretarsal dari palpebra atas dan bawah menyatu di area
kantal lateral dan membentuk tendon kantal lateral. Bagian preseptal berasal dari
bagian perbatasan tendon kantal medial atas dan bawah. Bagian orbital muncul
dari anterior tendon kantal medial, tulang frontal dan tulang maksila di depan
puncak dari lakrimal anterior. Serat ototnya membentuk elips. Dekat dengan
perbatasan palpebra terdapat otot lurik yang dinamakan otot Riolan. Otot ini
terletak lebih posterior dari otot orbicularis bagian orbital dan membentuk garis
abu-abu. Otot Riolan berperan dalam pengosongan isi dari kelenjar meibom,
melakukan kedipan, dan posisi bulu mata. Selain itu, palpebra bagian atas juga
mengandung otot levator palpebra superior. Otot ini muncul dari puncak orbita
dan berasal dari permukaan anterior pelat tarsal dan forniks konjungtiva superior.
Otot ini berfungsi untuk membuka palpebra. Otot ini diinervasi oleh saraf
okulomotorius.7

Gambar 2.3. Struktur palpebra8

Retraktor dari palpebra superior adalah otot levator palpebra superior dengan
bagian aponeurosis dan otot tarsal superior (otot Muller). Otot levator palpebra
berasal dari apex orbita, muncul dari periorbita di bagian sfenoid, di atas anulus
Zinn. Panjang otot levator palpebra kira-kira 40 mm, sementara panjang
aponeurosis 14-20 mm. Ligamen transversus superior (Ligamen Whitnall)
merupakan sekumpulan serat elastis disekitar otot levator yang terdapat di area
transisi dari otot levator ke aponeurosis levator. Fungsi daripada ligamen Whitnall
merupakan penyokong suspensi dari palpebra atas dan jaringan orbital superior.
Otot levator palpebra diinervasi oleh divisi superior dari saraf kranial ketiga, yang
juga menginervasi otot rektus superior. Palsi dari saraf ini menyebabkan
terjadinya ptosis. Otot Muller berasal dari bagian bawah permukaan aponeurosis
otot levator. Otot ini diinervasi oleh saraf simpatis. Otot ini membantu
mengelevasipalpebra atas kira-kira 2 mm. Jika terjadi kerusakan pada otot ini,
maka terjadi sindroma Horner, yaitu ptosis ringan. Otot Muller melekat erat
dengan konjungtiva bagian posterior, tepatnya di atas dari batas tarsal superior.
Arteri perifer ditemukan di antara aponeurosis levator dan otot Muller, di atas

batas tarsal superior. Pembuluh darah ini berguna sebagai penanda untuk
identifikasi otot Muller.7
Pada palpebra inferior, retraktornya adalah fasia capsulopalpebra dan otot tarsal
inferior. Fasia capsulopalpebra di palpebra bawah analog dengan aponeurosis
levator pada palpebra atas. Fasia berasal dari perlekatan terminal serat otot rektus
inferior. Kepala capsulopalpebral terbagi karena otot oblicus inferior melingkar
dan menyatu dengan sarung otot oblikus inferior. Otot tarsal inferior analog
dengan otot Muller. Otot tarsal inferior yang kurang berkembang berjalan di
posterior dari fasia capsulopalpebral. Serat otot polos berkumpul di daerah forniks
inferior.7
2.2.
2.2.1.

Ektropion
Definisi
Ektropion merupakan kelainan posisi palpebra dimana tepi palpebra melipat

atau mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsal
berhubungan langsung dengan dunia luar.2
2.2.2.

Epidemiologi3,4
Ektropion dapat terjadi pada semua umur tapi yang paling sering terjadi pada

orang dewasa tua. Ektropion biasanya terjadi pada palpebra inferior. Prevalensi
yang paling sering adalah ektropion senilis yaitu pada orang tua, frekuensinya
lebih banyak pada laki-laki (5,1%) dibanding perempuan (1,5%) karena pada lakilaki mempunyai tarsal plate lebih lebar dan atrofi lebih kecil dibandingkan
perempuan dan berjalan sesuai umur.4
Menurut Carter dkk meneliti tentang prevalensi ektropion involusional pada
ras Asia sebesar (1,5%) dibandingkan dengan ras non Asia sebesar (6,2%).
Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan posisi lemak orbita pada
anatomi palpebra inferior diantara keduanya. Pada ras Asia, lemak orbita
mengalami protrusi ke anterior terhadap rima orbita, kemudian meluas ke arah
superior hingga batas inferior dari tarsus. Sedangkan pada ras kulit putih non Asia,
posisi lemak orbita tidak melebihi rima orbita dan hanya meluas ke superior

hingga insersi fascia capsulopalpebra didalam septum orbita, yakni sekitar 5mm
dibawah tepi inferior tarsus. Lemak orbita yang meluas kearah anterior dan
superior ini dapat berfungsi sebagai penyokong lamella anterior palpebra dan
mencegah terjadinya ektropion involusional.3
2.2.3.

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ektropion dapat dibagi menjadi:2,5,9,10,11

2.2.3.1. Ektropion Kongenital


Ektropion kongenital sangat jarang kejadiannya dan biasanya melibatkan
palpebra inferior. Penyebab yang sering adalah insufisiensi dari lamela anterior.
Ektropion kongenital sering berhubungan dengan sindrom blepharophimosis,
microphthalmos, buphthalmos, kista orbital, Sindrom Down, dan ichthyosis (bayi
collodion). Kadang kasus ektropion kongenital didasari oleh karena kelumpuhan.
2.2.3.2. Ektropion Didapat
2.2.3.2.1. Ektropion Involusional
Ektropion involusional adalah malposisi kelopak mata berupa berputarnya
margo palpebra menjauhi bola mata. Terdapat beberapa faktor penyebab hal
ini,diantaranya adalah kelemahan margo palpebra horisontal, biasanya karena
kelemahan yang berkaitan dengan usia (kebanyakan pasien lansia) dari ligamen
kantus dan orbicularis pretarsal. Pasien dengan lempeng tarsal yang lebih besar
dari ukuran normal sesuai usianya biasanya memiliki ektropion involusional, hal
ini secara mekanis dapat menyebabkan penurunan tonus otot orbicularis, hal ini
juga berhubungan dengan lemahnya tonus ligamen kantus.

Gambar 2.4. Ektropion involusional pada palpebra inferior9

2.2.3.2.2. Ektropion Sikatrik


Ektropion ini disebabkan oleh bekas luka atau kulit yang kontraktur dan
jaringan yang menekan kelopak mata menjauhi bola mata. Hal ini dapat
disebabkan karena trauma, konjungtivitis atau blefaritis kronik, ulser, luka bakar,
kronik dermatitis, eksisi tumor kuli yang menyebabkan sikatriks, dan eksisi kulit
yang berlebihan. Kedua kelopak mata dapat terlibat dan pemendekan kulit dapat
terkena lokal atau seluruhnya. Untuk memastikan bahwa itu ekstropion sikatriks,
tekan kelopak mata bawah ke atas atau kelopak mata atas ke bawah melewati bola
mata dengan menggunakan jari. Jika kelopak mata tidak dapat diregangkan, maka
hal ini disebabkan karena ektropion sikatriks.

Gambar 2.5. Ektropion sikatrik9

2.2.3.2.3. Ektropion Paralitik


Terjadi karena kelumpuhan nervus facialis dengan hilangnya fungsi dari M.
orbicularis oculi untuk menutup mata. Berbagai penyebabnya yaitu Bell palsy,
tumor cerebellopontine, herpes zoster opticus, infiltrasi dan tumor kelenjar
parotis.
2.2.3.2.4. Ektropion Mekanik
Ektropion mekanik disebabkan oleh tumor atau kista dekat dengan kelopak
mata yang dapat menyebabkan ektropion secara mekanik. Kelopak mata yang
edema dan herniasi lemak orbital juga dapat menyebabkan ektropion mekanik.
2.2.4. Manifestasi Klinis2,4,5,9,10,11
Ektropion akan memberikan keluhan epifora, mata merah dan meradang.
Akibat ektropion tidak jarang terjadi lagoftalmus sehingga akan terjadi
konjungtivitis dan keratitis.
Gejala klinis dari ektropion jika terlalu banyak gesekan akan terjadi
pengeluaran air mata yang berlebihan, lepasnya lapisan kulit pada palpebra,
terdapat cairan yang kotor pada mata, fotofobia ringan, iritasi pada mata dan
gejala konjungtivitis seperti nyeri, kemerahan adanya sekret dan hilangnya
penglihatan (jika berkaitan dengan kornea).
Pasien dengan ektropion ditandai dengan terlihatnya kekenduran pada kelopak
mata bawah, dengan seluruh atau sebagian kelopak mengalami eversi menjauhi
kelopak mata. Dilakukan observasi lokasi ektropion tersebut berada pada sisi
medial, lateral ataupun seluruh kelopak mata bawah. Ektropion involusional juga
dapat disertai dengan kelainan involusional lain pada palpebra seperti
dermatokalasis. Konjungtiva yang terekspose tampak hiperemis dan pada keadaan
kronik dapat mengalami inflamasi dengan hipertrofi dan mengalami keratinisasi.
Epiteliopati kornea inferior juga dapat dijumpai.

10

Gambar 2.6. Gambaran klinis ektropion berdasarkan gambaran palpebra. A. Ektropion medial. B.
Ektropion generalisata dengan retraksi kelopak mata. C. Ektropion tarsal, dengan perbalikan total
dari tarsus. D. Ektropion sikatrik yang berkembang dari eksplorasi dasar orbita.4

2.2.5. Diagnosis
2.2.5.1.

Anamnesis4

Pasien dapat mengeluhkan kelainan bentuk kelopak mata yang sudah terjadi
berbulan-bulan

atau

bahkan

bertahun-tahun

sebelum

akhirnya

mencari

pengobatan. Pasien sering juga mengeluhkan adanya mata yang teriritasi atau
mata merah yang disertai mata berair. Mereka mungkin mengusap mata mereka,
sehingga memperburuk kelemahan kelopak mata dan ektropionnya. Usia pasien
yang tua dapat mengarahkan ektropion yang involusional. Adanya riwayat wajah
terbakar, operasi kelopak mata, atau trauma kelopak mata biasanya mempermudah
konfirmasi pemeriksaan dan dapat dicurigai ektropion sikatriks. Pada pasien
ektropion sikatriks juga ditanyakan tentang riwayat kanker kulit disekitar mata
dan penggunaan obat-obatan sistemik. Obat-obat kanker seperti dosetaxel,
erlotinib, setuximab telah dilaporkan dapat menyebabkan ektropion sikatriks.
Tetes mata pada penyakit glaukoma seperti dorzolamide dan brimonidine juga
dilaporkan dapat menyebabkan ektropion sikatriks. Pada pasien dengan
kelumpuhan saraf kranial ketujuh perlu ditanyakan apakah terjadi nokturnal
lagoftalmus. Pasien ektropion juga perlu ditanyakan tentang keluhan mengenai
gangguan kornea, seperti adanya mata yang merah, nyeri, berpasir dan fotofobia.

2.2.5.2.

Pemeriksaan Fisik

11

Perhatikan tanda-tanda kondisi kanker kulit, bekas luka trauma atau luka
bakar. Perhatikan tanda-tanda dari sindroma kelopak mata floppi. Dokumentasi
dari pemeriksaan tajam penglihatan dan pemeriksaan kornea. Kornea yang
terekspose, ulserasi kornea, dan keratinisasi konjungtiva dapat menyertai
ektropion.2
Akibat gravitasi, ektropion biasanya melibatkan kelopak mata bawah dan
dibagi menjadi pungtum, medial, lateral, atau tarsal (keseluruhan). Kelemahan
kelopak mata biasanya mulai dari medial dan berlanjut ke arah sentral dan lateral.2
Jika curiga pada ektropion sikatriks, angkat batas kelopak mata bawah ke atas.
Jika batas kelopak mata bawah tidak melebihi 2 mm di atas limbus inferior, maka
ektropion sikatriks dapat dipertimbangkan. Pada pasien dengan adanya eritema
kulit dan ektropion sikatriks, maka kanker kulit atau penggunaan obat yang
menyebabkan lesi kulit harus dieksklusikan.2
Pada kelopak mata normal, pungtum lakrimal seharusnya tidak terlihat jika
kelopak mata tidak diangkat. Tetapi jika terlihat tanpa diangkat, maka terdapat
ektropion. Pungtum lakrimal yang terangkat akan dapat menjadi pungtum fimosis
jika dibiarkan berlama-lama. Ektropion yang kronis dapat menyebabkan
terjadinya keratinisasi dari kelopak mata dan konjungtiva palpebral.2
Pada pasien ektropion dengan kelemahan seluruh tarsalnya, sering terdapat
garis putih pada forniks inferior, yang menandakan adanya disinsersi dari fasia
kapsulopalpebral.12
Pada pasien yang dicurigai adanya ektropion paralitik, harus diperiksa ada
atau tidaknya fenomena bell dan derajat lagoftalmus. Untuk memperkirakan
lagoftalmus nokturnal, pasien diminta untuk menutup mata dalam posisi tubuh
supine. Dengan adanya kelumpuhan saraf kranial ketujuh tipe lower motor
neuron, maka alis mata dan otot wajah bawah ipsilateral akan lemah. Sedangkan
pada kelumpuhan saraf kranial ketujuh tipe upper motor neuron, terlihat alis mata
yang terangkat. Pada pasien dengan kelumpuhan saraf kranial ketujuh, disfungsi
otot orbikularis dapat dites dengan meminta pasien untuk senyum. Perhatikan
sudut mulut pasien, akan terlihat sudut mulut ipsilateral akan terjatuh ke arah
sakit. Jika terjadi kelumpuhan saraf kranial ketujuh.12

12

Pada ektropion involusional yang melibatkan kelopak mata bawah juga dapat
melibatkan perubahan pada kelopak mata atas. Gagalnya mengetahui hal ini
akibat dari pemendekan horizontal dari kelopak mata bawah dapat mengakibatkan
prolaps kelopak mata atas menutupi batas kelopak mata bawah sehingga bulu
mata kelopak mata bawah bersentuhan dengan konjungtiva palpebra dari kelopak
mata atas. Sindroma kelopak mata floppi juga memiliki bentuk seperti itu.12
Ektropion pada kelopak mata atas merupakan kasus yang jarang. Pada bayi
baru lahir, ini biasanya bersifat sementara dan dapat respon dengan tindakan
pengobatan biasa. Ini bisa terjadi akibat dari lamela anterior yang pendek, seperti
pada sindroma blefarofimosis dan ictiosis congenital. Baru-baru ini terdapat
laporan bahwa ektropion kelopak mata atas derajat ringan dapat terjadi pada
pasien dengan neoplasia endokrin multiple tipe 2B. Ektropion kelopak mata atas
pada orang dewasa diakibatkan karena kerusakan lamela akibat sinar matahari,
iradiasi, dermatitis kronik, infeksi kulit, bahan-bahan kimia, dan riwayat tindakan
pembedahan. Pada pasien dengan sindroma kelopak mata floppi, kelopak mata
atas yang mengarah keluar terjadi saat malam hari ketika tidur dan dapat
direposisi dengan mudah.12
Beberapa pemeriksaan yang penting untuk dilakukan antara lain sebagai
berikut:
A. Pemeriksaan Slit lamp
Evaluasi kondisi kornea sebelum melakukan operasi agar tidak terjadi abrasi
ataupun tanda-tanda kekeringan, juga dilihat tanda-tanda lagofthalmos.
B. Bell phenomenon
Instruksikan kepada pasien agar berusah menutup mata ketika pemeriksa
membuka palpebra, jika mata bergerak berarti positif terdapat bell phenomenom.
C. Snap-back test
Test ini berfungsi untuk mengukur kelemahan palpebra inferior. Palpebra yang
sehat akan kembali ke posisi normal dengan dengan cepat, jika membutuhkan
waktu yang lama untuk kembali ke posisi normal maka terdapat kelemahan pada
palpebra. Tes ini dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
a) Tingkat 0 : Kelopak mata yang kembali ke posisi normal dengan
segera.
b) Tingkat 1 : Kelopak mata kembali ke posisi normal setelah 2-3 detik.

13

c) Tingkat 2 : Kelopak mata kembali ke posisi normal setelah 4-5 detik.


d) Tingkat 3 : Kelopak mata kembali ke posisi normal setelah lebih dari 5
detik.
e) Tingkat 4 : Kelopak mata tidak pernah kembali ke posisi semula.

Gambar 2.7. Pemeriksaan snap back test

D. Medial canthal laxity test


Tes ini dilakukan dengan cara menarik kelopak mata bawah ke arah tengah
dan ukur jarak pungtum lakrimal yang terlihat dari kantal medial. Tes ini dibagi
menjadi 4 tingkatan, yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)

Tingkat 0 : normal, jaraknya 0-1 mm.


Tingkat 1 : jaraknya 2 mm.
Tingkat 2 : jaraknya 3 mm.
Tingkat 3 : jaraknya lebih dari 3 mm.
Tingkat 4 : Tidak kembali ke posisi semula.

E. Lateral canthal laxity test


Tes ini dilakukan dengan menarik kelopak mata bawah ke arah lateral.
Kemudian ukur jarak perpindahan ujung kantal lateral. Tes ini dibagi menjadi 4
tingkatan, yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)

Tingkat 0 : normal, jarak 0-2 mm.


Tingkat 1 : jaraknya 2-4 mm.
Tingkat 2 : jaraknya 4-6 mm .
Tingkat 3 : jaraknya lebih dari 6 mm.
Tingkat 4 : tidak kembali ke posisi semula.

F. Fluorescein test untuk kornea


14

Digunakan pada permukaan kornea dan dianalisa dengan cahaya gelap untuk
melihat perubahan kornea atau laserasi.13
2.2.6.

Penatalaksanaan9,10,11

2.2.6.1.

Penatalaksaan Non-Bedah

A.Non farmakologi
a) Pada kasus ringan tidak diperlukan pengobatan
b) Disarankan jangan menggesek

palpebra karena akan menambah

kelemahan pada palpebra.


c) Kedua palpebra diplester pada malam hari, karena ada resiko terkena
paparan benda asing pada kornea.
d) Memakai contact lens (hidrogel, silikon hidrogel, diameter besar pada
korne atau sklera) adalah indikasi untuk melindungi kornea dari benda
asing.
B. Farmakologi
Obat tetes mata untuk defisiensi air mata atau untuk mengurangi gejala yang
ada (digunakan pada siang hari, pada malam hari waktu tidur tidak digunakan).

2.2.6.1. Penatalaksanaan Bedah


Prinsip pembedahan terhadap ektropion pada dasarnya bersifat spesifik dan
bergantung pada jenis kekenduran dan derajat ektropion itu sendiri.
A. Ektropion involusional
a) Penatalaksaan ektropion involusional terutama berdasarkan posisi
dan besarnya kelemahan horizontal palpebral
b) Ektropion medial dapat diatasi dengan salah satu cara berikut :
1. Kauterisasi punctum Ziegler, diletakkan 5 mm di bawah
punctum, dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan medial
tingkat sedang dengan eversi punctal.

15

2. Konjungtivoplasty medial, juga digunakan untuk kasusu


sedang medial ektropion. Termasuk eksisi diamond-shape dari
jaringan dengan tinggi 4 mm dan panjang 8 mm secara
bersamaan dengan kanalikuli dan punctum inferior.

Gambar 2.8. Konjungtivoplasty medial10

3. Prosedur Lazy-T, digunakan untuk mengatasi ektropion


medial berat. Termasuk eksisi medial ke lateral seluruh
ketebalan

dari

punctum

konjungtivoplasty medial.

Gambar 2.9. Prosedur Lazy-T10

16

digabungkan

dengan

c) Ektropion yang meluas, meliputi seluruh dan sekitar palpebra


adalah syarat untuk dapat dilakukannya pemendekan horizontal
palpebra :
1. Prosedur Bick, termasuk eksisi seluruh ketebalah kulit dengan
bentuk trapezium pada palpebra pada canthus lateral.

Gambar 2.10. Prosedur Bick10

2. Modifikasi prosedur Kuhnt-Szymanowski, termasuk eksisi


bentuk segitiga ke arah lateral dan bentuk segilima dari arah
lateral palpebra (modifikasi Byron Smith). Jika terdapat
kelemahan yang berlebih pada tendon canthal lateral,
seharusnya di imbrikasi atau diplikasi sebelum dinilai berapa
banyak jaringan lateral yang dapat dihilangkan.

Gambar 2.11. Modifikasi prosedur Kuhnt-Szymanowski 10

B. Ektropion paralisis
a) Penatalaksanaannya berbeda pada kasus sedang yang sementara
yaitu Bells palsy berlawanan dengan dengan kasus berat dan
permanen dapat diikuti dengan reseksi dari tumor parotis.

17

b) Penatalaksanaan sementara yaitu dengan air mata buatan pada


siang hari serta diberikan salep dan selama tidur diplester. Pada
penderita yang fenomena Bell nya sangat sedikit terlihat, dapat
dilakukan tarsoraphy sementara dimana palpebra superior dijahit ke
palpebra inferior.
c) Penatalaksanaan permanen bertujuan untuk mengurangi lubang
pada palpebra horizontal dan vertikal dengan salah satu cara
berikut :
1. Canthoplasty medial : palpebra medial dijahit keduanya ke arah
puncta lakrimal, yang berguna untuk ektropion kasus sedang
dengan membalikkan puncta dan pemendekkan fisura palpebra
antara bagian dalam canthus dan bagian bawah punctum.
2. Resesi levator: untuk mengatasi retraksi kelopak bagian atas.
3. Perlengkapan prostetik: seperti silikon sling, yang melingkari
palpebra mempunyai fungsi dinamik agar dapat membuka dan
menutup. Tetapi hasilnya dapat mengecewakan dan adanya
komplikasi tingkat tinggi.
C. Ektropion sikatrik
Pada kasus berat, jaringan bekas luka yang mengganggu di eksisi dengan cara
memperpanjang robekan kulit seperti huruf Z, flap transposisi, atau skin graft
bebas.

18

Gambar 2.12. Atas : ektropion sikatrik; tengah dan bawah : prosedur pemendekkan
vertikal palpebra (huruf-Z).10

D. Ektropion Mekanik
Dapat dikoreksi dengan mengobati penyebab dasarnya seperti pengangkatan
tumor yang menarik kelopak mata.
E. Ektropion kongenital
Pada kasus berat, defek kulit vertikal digantikan dengan seluruh ketebalan
kulit beserta jaringan pada saat skin graft.
2.2.7.

Komplikasi6
Ektropion yang berlama-lama dapat menyebabkan terjadinya penebalan

konjungtiva, kekeringan konjungtiva dan ulserasi kornea. Eksim dan dermatitis


juga dapat terjadi karena epifora yang terus menerus.
2.2.8.

Prognosis14
Prognosis bergantung berdasarkan kondisi ektropion. Kadang-kadang

beberapa operasi diperlukan. Pembedahan lebih sulit dilakukan jika terdapat bekas
luka.

19

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ektropion adalah kelainan palpebra (kelopak mata) dimana tepi palpebra
terlipat atau mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva
tarsal berhubungan langsung dengan dunia luar. Berdasarkan perjalanan
penyakitnya terdapat lima jenis ektropion, yaitu ektropion kongenital, ektropion
involusional, ektropion sikatrikal, dan ektropion paralitik dan ektropion
mekanik.2,5
Kondisi ektropion yang dibiarkan secara terus menerus, akan menyebabkan
kontak antara palpebra dan bola mata menjadi kurang dan aposisi palpebra
menjadi tidak sempurna dengan eversi margin palpebra. Puntum lakrimal yang
menghadap ke arah luar dapat menyebabkan epifora. Tereskposnya konjungtiva
tarsal dalam jangka waktu lama dapat mencetuskan inflamasi, yang kemudian
dapat berkembang menjadi konjungtivitis, keratitis maupun keratokonjungtivitis.
Inflamasi konjungtiva tarsal yang kronik akan memicu hipertrofi dan keratinisasi.
Fungsi kelenjarkelenjar palpebra juga dapat terganggu dan terinflamasi sehingga
terjadi meibomitis, blefaritis, maupun trikiasis.6,15,16
Tatalaksana ektropion adalah dengan tindakan non-bedah dan pembedahan.
Tindakan pembedahan diindikasikan pada kasus dengan eksposur permukaan
okular, epifora kronik, keratitis bakterial rekuren, serta kasus dengan kosmetik
yang kurang baik. Teknik bedah yang dapat digunakan bervariasi, dan

20

pemilihannya bergantung pada etiologi, malposisi pungtum lakrimal, serta laxity


palpebra inferior.10,11,15

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta.
Indonesia, 2006. hal. 766-768.
2. Riordan P., et all. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta : ECG, 2008: Hal. 175-176.
3. Chua J., et al.. A 5-year Retrospective Review of Asian Ectropion: How Does
It Compare to Ectropion Amongst Non-Asians?, Annals Academy of Medicine
Singapore, February 2011, Vol. 40 No. 2: 84-89.
4. Edsel L., Law S. K., Brown L., Roy H.. Ectropion, Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1212398. Updated on July 2014.
5. Samar K.. Disease of the Eyelid. Essentials of Ophthalmology, 4th edition,
Telegram Medinst, 2007: Pg. 107-128.
6. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007. 339-341, 351-353.
7. Riordan-Eva, Paul, Whitcher, John P. Vaughan & Asburys General
Ophtalmology. Seventeeth Edition. USA: The McGraw-Hill Companies;
2008. 16-17, 82.
8. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal Systems.
The Eye MD Ass. 2008;141-147, 201-213.
9. Crick R. P., Khaw P. T., Eyelids. A Text Book of Clinical Opthalmology, 3 rd
edition, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, 2003: Pg 448-449.
10. Olver J., Cassidy L.. Common Eyelids Malpositions. Ophthalmology at a
Glance, Blackwell Science Ltd, 2005: Pg. 56-57.
11. Khurana A. K.. Disease of the Eyelids. Comprehensive Ophtalmology, 4 th
edition, New Age International P Ltd, 2007: Pg 351-353.
12. Leibovitch, I, Davis, G, Selva, D, Hsuan, J. Non-cicatricial upper eyelid
ectropion. British Journal of Ophthalmology Vol. 89 2001; 1226-1227.
13. Bashour M, Vistnes L M.. Lower Lid Ectropion Blepharoplasty Workup,
Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/1281565-workup. Update
on July 2014.
14. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme; 2000. 2829.

21

15. Daliborka M., et al.. Our Appoach to Operative Treatment of Lower Lid, Acta
Clin Croat, Vol. 49, No. 3, 2010: 49:283-287.
16. Silvana A. S., et al.. Eyelid Alterations in Involutional Ectropion, Schellini et
al. J Clinic Experiment Ophthalmol, 2011: 2:3.

22

Anda mungkin juga menyukai