PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior merupakan lipatan kulit yang
termodifikasi untuk melindungi bagian anterior bola mata dari cedera dan cahaya
yang berlebihan.1
Ektropion adalah kelainan palpebra dimana tepi palpebra terlipat atau
mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsal
berhubungan langsung dengan dunia luar.2
Prevalensi ektropion secara general adalah sebesar 3% pada usia lanjut.
Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa prevalensi
tersebut didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita
(1,5%).
Prevalensi
ektropion
terutama
ektropion karena
penuaan
juga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Palpebra1,7,8
Palpebra superior dan inferior merupakan lipatan kulit yang termodifikasi
untuk melindungi bagian anterior bola mata dari cedera dan cahaya yang
berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada
palpebra inferior. Kedua palpebra saling bertemu di sudut medial dan lateral.
Diantara palpebra superior dan inferior terdapat suatu lubang berbentuk elips yang
merupakan tempat masuk ke dalam saccus konjungtiva yang disebut fissura
palpebra. Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna.
Bila mata dibuka dan menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi
pinggir atas kornea sedangkan palpbera inferior terletak dibawah kornea bila mata
dibuka dan hanya naik sedikit ketika mata ditutup.1
Permukaan superficial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan dalamnya
diliputi oleh membrana mukosa yang disebut konjungtiva yang melipat ke fornix
superior dan inferior untuk melapisi permukaan anterior bola mata. Konjungtiva
membentuk ruang potensial, yaitu saccus konjungtivalis yang terbuka pada fissura
palpebra. Di pinggir palpebra terdapat bulu mata yang tersusun dalam 2-3 baris
pada batas mukokutaneus. Glandula sebacea (glandula Zeis) bermuara langsung
ke dalam folikel bulu mata.
modifikasi kelenjar keringat, yang bermuara secara terpisah diantara bulu mata
yang berdekatan.
Dekat sudut medial mata, bulu mata dan glandula tarsalis mendadak berhenti
dan terdapat tonjolan kecil, yaitu papilla lacrimalis yang pada puncaknya terdapat
punctume lacrimale dan berhubungan dengan caniliculus lacrimalis.
Mereka
Sedangkan
ujung medial tarsus dilekatkan oleh ligamentum palpebrae mediale, ke crista ossis
lacrimalis.1
Otot lurik pada palpebra terdiri dari otot orbicularis yang membentang oval di
palpebra. Fungsi dari otot orbicularis oculi ialah untuk menutup palpebra. Otot ini
diinervasi oleh saraf kranial ketujuh cabang zigomatikus. Serat otot ini mengitari
fisura palpebra dalam bentuk konsentrik dan menyebar mengitari batas orbital.
Beberapa serat otot berjalan ke pipi dan dahi. Otot ini dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu bagian pretarsal, bagian preseptal dan bagian orbital. Bagian palpebral
(pretarsal dan preseptal) merupakan bagian integral dari gerakan kedipan yang
involunter, sedangkan bagian orbital terutama terlibat dalam penutupan palpebra.
Bagian dalam pretarsal berasal dari puncak lakrimal posterior, sedangkan bagian
superficial pretarsal berasal dari bagian anterior tendon kantal medial. Dekat
dengan canaliculus, bagian pretarsal menyatu dan membentuk tumpukan serat
otot, yang dikenal sebagai otot Horner, yang berada di belakang dari posterior
kantal tendon. Bagian pretarsal dari palpebra atas dan bawah menyatu di area
kantal lateral dan membentuk tendon kantal lateral. Bagian preseptal berasal dari
bagian perbatasan tendon kantal medial atas dan bawah. Bagian orbital muncul
dari anterior tendon kantal medial, tulang frontal dan tulang maksila di depan
puncak dari lakrimal anterior. Serat ototnya membentuk elips. Dekat dengan
perbatasan palpebra terdapat otot lurik yang dinamakan otot Riolan. Otot ini
terletak lebih posterior dari otot orbicularis bagian orbital dan membentuk garis
abu-abu. Otot Riolan berperan dalam pengosongan isi dari kelenjar meibom,
melakukan kedipan, dan posisi bulu mata. Selain itu, palpebra bagian atas juga
mengandung otot levator palpebra superior. Otot ini muncul dari puncak orbita
dan berasal dari permukaan anterior pelat tarsal dan forniks konjungtiva superior.
Otot ini berfungsi untuk membuka palpebra. Otot ini diinervasi oleh saraf
okulomotorius.7
Retraktor dari palpebra superior adalah otot levator palpebra superior dengan
bagian aponeurosis dan otot tarsal superior (otot Muller). Otot levator palpebra
berasal dari apex orbita, muncul dari periorbita di bagian sfenoid, di atas anulus
Zinn. Panjang otot levator palpebra kira-kira 40 mm, sementara panjang
aponeurosis 14-20 mm. Ligamen transversus superior (Ligamen Whitnall)
merupakan sekumpulan serat elastis disekitar otot levator yang terdapat di area
transisi dari otot levator ke aponeurosis levator. Fungsi daripada ligamen Whitnall
merupakan penyokong suspensi dari palpebra atas dan jaringan orbital superior.
Otot levator palpebra diinervasi oleh divisi superior dari saraf kranial ketiga, yang
juga menginervasi otot rektus superior. Palsi dari saraf ini menyebabkan
terjadinya ptosis. Otot Muller berasal dari bagian bawah permukaan aponeurosis
otot levator. Otot ini diinervasi oleh saraf simpatis. Otot ini membantu
mengelevasipalpebra atas kira-kira 2 mm. Jika terjadi kerusakan pada otot ini,
maka terjadi sindroma Horner, yaitu ptosis ringan. Otot Muller melekat erat
dengan konjungtiva bagian posterior, tepatnya di atas dari batas tarsal superior.
Arteri perifer ditemukan di antara aponeurosis levator dan otot Muller, di atas
batas tarsal superior. Pembuluh darah ini berguna sebagai penanda untuk
identifikasi otot Muller.7
Pada palpebra inferior, retraktornya adalah fasia capsulopalpebra dan otot tarsal
inferior. Fasia capsulopalpebra di palpebra bawah analog dengan aponeurosis
levator pada palpebra atas. Fasia berasal dari perlekatan terminal serat otot rektus
inferior. Kepala capsulopalpebral terbagi karena otot oblicus inferior melingkar
dan menyatu dengan sarung otot oblikus inferior. Otot tarsal inferior analog
dengan otot Muller. Otot tarsal inferior yang kurang berkembang berjalan di
posterior dari fasia capsulopalpebral. Serat otot polos berkumpul di daerah forniks
inferior.7
2.2.
2.2.1.
Ektropion
Definisi
Ektropion merupakan kelainan posisi palpebra dimana tepi palpebra melipat
atau mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsal
berhubungan langsung dengan dunia luar.2
2.2.2.
Epidemiologi3,4
Ektropion dapat terjadi pada semua umur tapi yang paling sering terjadi pada
orang dewasa tua. Ektropion biasanya terjadi pada palpebra inferior. Prevalensi
yang paling sering adalah ektropion senilis yaitu pada orang tua, frekuensinya
lebih banyak pada laki-laki (5,1%) dibanding perempuan (1,5%) karena pada lakilaki mempunyai tarsal plate lebih lebar dan atrofi lebih kecil dibandingkan
perempuan dan berjalan sesuai umur.4
Menurut Carter dkk meneliti tentang prevalensi ektropion involusional pada
ras Asia sebesar (1,5%) dibandingkan dengan ras non Asia sebesar (6,2%).
Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan posisi lemak orbita pada
anatomi palpebra inferior diantara keduanya. Pada ras Asia, lemak orbita
mengalami protrusi ke anterior terhadap rima orbita, kemudian meluas ke arah
superior hingga batas inferior dari tarsus. Sedangkan pada ras kulit putih non Asia,
posisi lemak orbita tidak melebihi rima orbita dan hanya meluas ke superior
hingga insersi fascia capsulopalpebra didalam septum orbita, yakni sekitar 5mm
dibawah tepi inferior tarsus. Lemak orbita yang meluas kearah anterior dan
superior ini dapat berfungsi sebagai penyokong lamella anterior palpebra dan
mencegah terjadinya ektropion involusional.3
2.2.3.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ektropion dapat dibagi menjadi:2,5,9,10,11
10
Gambar 2.6. Gambaran klinis ektropion berdasarkan gambaran palpebra. A. Ektropion medial. B.
Ektropion generalisata dengan retraksi kelopak mata. C. Ektropion tarsal, dengan perbalikan total
dari tarsus. D. Ektropion sikatrik yang berkembang dari eksplorasi dasar orbita.4
2.2.5. Diagnosis
2.2.5.1.
Anamnesis4
Pasien dapat mengeluhkan kelainan bentuk kelopak mata yang sudah terjadi
berbulan-bulan
atau
bahkan
bertahun-tahun
sebelum
akhirnya
mencari
pengobatan. Pasien sering juga mengeluhkan adanya mata yang teriritasi atau
mata merah yang disertai mata berair. Mereka mungkin mengusap mata mereka,
sehingga memperburuk kelemahan kelopak mata dan ektropionnya. Usia pasien
yang tua dapat mengarahkan ektropion yang involusional. Adanya riwayat wajah
terbakar, operasi kelopak mata, atau trauma kelopak mata biasanya mempermudah
konfirmasi pemeriksaan dan dapat dicurigai ektropion sikatriks. Pada pasien
ektropion sikatriks juga ditanyakan tentang riwayat kanker kulit disekitar mata
dan penggunaan obat-obatan sistemik. Obat-obat kanker seperti dosetaxel,
erlotinib, setuximab telah dilaporkan dapat menyebabkan ektropion sikatriks.
Tetes mata pada penyakit glaukoma seperti dorzolamide dan brimonidine juga
dilaporkan dapat menyebabkan ektropion sikatriks. Pada pasien dengan
kelumpuhan saraf kranial ketujuh perlu ditanyakan apakah terjadi nokturnal
lagoftalmus. Pasien ektropion juga perlu ditanyakan tentang keluhan mengenai
gangguan kornea, seperti adanya mata yang merah, nyeri, berpasir dan fotofobia.
2.2.5.2.
Pemeriksaan Fisik
11
Perhatikan tanda-tanda kondisi kanker kulit, bekas luka trauma atau luka
bakar. Perhatikan tanda-tanda dari sindroma kelopak mata floppi. Dokumentasi
dari pemeriksaan tajam penglihatan dan pemeriksaan kornea. Kornea yang
terekspose, ulserasi kornea, dan keratinisasi konjungtiva dapat menyertai
ektropion.2
Akibat gravitasi, ektropion biasanya melibatkan kelopak mata bawah dan
dibagi menjadi pungtum, medial, lateral, atau tarsal (keseluruhan). Kelemahan
kelopak mata biasanya mulai dari medial dan berlanjut ke arah sentral dan lateral.2
Jika curiga pada ektropion sikatriks, angkat batas kelopak mata bawah ke atas.
Jika batas kelopak mata bawah tidak melebihi 2 mm di atas limbus inferior, maka
ektropion sikatriks dapat dipertimbangkan. Pada pasien dengan adanya eritema
kulit dan ektropion sikatriks, maka kanker kulit atau penggunaan obat yang
menyebabkan lesi kulit harus dieksklusikan.2
Pada kelopak mata normal, pungtum lakrimal seharusnya tidak terlihat jika
kelopak mata tidak diangkat. Tetapi jika terlihat tanpa diangkat, maka terdapat
ektropion. Pungtum lakrimal yang terangkat akan dapat menjadi pungtum fimosis
jika dibiarkan berlama-lama. Ektropion yang kronis dapat menyebabkan
terjadinya keratinisasi dari kelopak mata dan konjungtiva palpebral.2
Pada pasien ektropion dengan kelemahan seluruh tarsalnya, sering terdapat
garis putih pada forniks inferior, yang menandakan adanya disinsersi dari fasia
kapsulopalpebral.12
Pada pasien yang dicurigai adanya ektropion paralitik, harus diperiksa ada
atau tidaknya fenomena bell dan derajat lagoftalmus. Untuk memperkirakan
lagoftalmus nokturnal, pasien diminta untuk menutup mata dalam posisi tubuh
supine. Dengan adanya kelumpuhan saraf kranial ketujuh tipe lower motor
neuron, maka alis mata dan otot wajah bawah ipsilateral akan lemah. Sedangkan
pada kelumpuhan saraf kranial ketujuh tipe upper motor neuron, terlihat alis mata
yang terangkat. Pada pasien dengan kelumpuhan saraf kranial ketujuh, disfungsi
otot orbikularis dapat dites dengan meminta pasien untuk senyum. Perhatikan
sudut mulut pasien, akan terlihat sudut mulut ipsilateral akan terjatuh ke arah
sakit. Jika terjadi kelumpuhan saraf kranial ketujuh.12
12
Pada ektropion involusional yang melibatkan kelopak mata bawah juga dapat
melibatkan perubahan pada kelopak mata atas. Gagalnya mengetahui hal ini
akibat dari pemendekan horizontal dari kelopak mata bawah dapat mengakibatkan
prolaps kelopak mata atas menutupi batas kelopak mata bawah sehingga bulu
mata kelopak mata bawah bersentuhan dengan konjungtiva palpebra dari kelopak
mata atas. Sindroma kelopak mata floppi juga memiliki bentuk seperti itu.12
Ektropion pada kelopak mata atas merupakan kasus yang jarang. Pada bayi
baru lahir, ini biasanya bersifat sementara dan dapat respon dengan tindakan
pengobatan biasa. Ini bisa terjadi akibat dari lamela anterior yang pendek, seperti
pada sindroma blefarofimosis dan ictiosis congenital. Baru-baru ini terdapat
laporan bahwa ektropion kelopak mata atas derajat ringan dapat terjadi pada
pasien dengan neoplasia endokrin multiple tipe 2B. Ektropion kelopak mata atas
pada orang dewasa diakibatkan karena kerusakan lamela akibat sinar matahari,
iradiasi, dermatitis kronik, infeksi kulit, bahan-bahan kimia, dan riwayat tindakan
pembedahan. Pada pasien dengan sindroma kelopak mata floppi, kelopak mata
atas yang mengarah keluar terjadi saat malam hari ketika tidur dan dapat
direposisi dengan mudah.12
Beberapa pemeriksaan yang penting untuk dilakukan antara lain sebagai
berikut:
A. Pemeriksaan Slit lamp
Evaluasi kondisi kornea sebelum melakukan operasi agar tidak terjadi abrasi
ataupun tanda-tanda kekeringan, juga dilihat tanda-tanda lagofthalmos.
B. Bell phenomenon
Instruksikan kepada pasien agar berusah menutup mata ketika pemeriksa
membuka palpebra, jika mata bergerak berarti positif terdapat bell phenomenom.
C. Snap-back test
Test ini berfungsi untuk mengukur kelemahan palpebra inferior. Palpebra yang
sehat akan kembali ke posisi normal dengan dengan cepat, jika membutuhkan
waktu yang lama untuk kembali ke posisi normal maka terdapat kelemahan pada
palpebra. Tes ini dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
a) Tingkat 0 : Kelopak mata yang kembali ke posisi normal dengan
segera.
b) Tingkat 1 : Kelopak mata kembali ke posisi normal setelah 2-3 detik.
13
Digunakan pada permukaan kornea dan dianalisa dengan cahaya gelap untuk
melihat perubahan kornea atau laserasi.13
2.2.6.
Penatalaksanaan9,10,11
2.2.6.1.
Penatalaksaan Non-Bedah
A.Non farmakologi
a) Pada kasus ringan tidak diperlukan pengobatan
b) Disarankan jangan menggesek
15
dari
punctum
konjungtivoplasty medial.
16
digabungkan
dengan
B. Ektropion paralisis
a) Penatalaksanaannya berbeda pada kasus sedang yang sementara
yaitu Bells palsy berlawanan dengan dengan kasus berat dan
permanen dapat diikuti dengan reseksi dari tumor parotis.
17
18
Gambar 2.12. Atas : ektropion sikatrik; tengah dan bawah : prosedur pemendekkan
vertikal palpebra (huruf-Z).10
D. Ektropion Mekanik
Dapat dikoreksi dengan mengobati penyebab dasarnya seperti pengangkatan
tumor yang menarik kelopak mata.
E. Ektropion kongenital
Pada kasus berat, defek kulit vertikal digantikan dengan seluruh ketebalan
kulit beserta jaringan pada saat skin graft.
2.2.7.
Komplikasi6
Ektropion yang berlama-lama dapat menyebabkan terjadinya penebalan
Prognosis14
Prognosis bergantung berdasarkan kondisi ektropion. Kadang-kadang
beberapa operasi diperlukan. Pembedahan lebih sulit dilakukan jika terdapat bekas
luka.
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ektropion adalah kelainan palpebra (kelopak mata) dimana tepi palpebra
terlipat atau mengarah keluar sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva
tarsal berhubungan langsung dengan dunia luar. Berdasarkan perjalanan
penyakitnya terdapat lima jenis ektropion, yaitu ektropion kongenital, ektropion
involusional, ektropion sikatrikal, dan ektropion paralitik dan ektropion
mekanik.2,5
Kondisi ektropion yang dibiarkan secara terus menerus, akan menyebabkan
kontak antara palpebra dan bola mata menjadi kurang dan aposisi palpebra
menjadi tidak sempurna dengan eversi margin palpebra. Puntum lakrimal yang
menghadap ke arah luar dapat menyebabkan epifora. Tereskposnya konjungtiva
tarsal dalam jangka waktu lama dapat mencetuskan inflamasi, yang kemudian
dapat berkembang menjadi konjungtivitis, keratitis maupun keratokonjungtivitis.
Inflamasi konjungtiva tarsal yang kronik akan memicu hipertrofi dan keratinisasi.
Fungsi kelenjarkelenjar palpebra juga dapat terganggu dan terinflamasi sehingga
terjadi meibomitis, blefaritis, maupun trikiasis.6,15,16
Tatalaksana ektropion adalah dengan tindakan non-bedah dan pembedahan.
Tindakan pembedahan diindikasikan pada kasus dengan eksposur permukaan
okular, epifora kronik, keratitis bakterial rekuren, serta kasus dengan kosmetik
yang kurang baik. Teknik bedah yang dapat digunakan bervariasi, dan
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta.
Indonesia, 2006. hal. 766-768.
2. Riordan P., et all. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta : ECG, 2008: Hal. 175-176.
3. Chua J., et al.. A 5-year Retrospective Review of Asian Ectropion: How Does
It Compare to Ectropion Amongst Non-Asians?, Annals Academy of Medicine
Singapore, February 2011, Vol. 40 No. 2: 84-89.
4. Edsel L., Law S. K., Brown L., Roy H.. Ectropion, Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/1212398. Updated on July 2014.
5. Samar K.. Disease of the Eyelid. Essentials of Ophthalmology, 4th edition,
Telegram Medinst, 2007: Pg. 107-128.
6. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age
International (P) Ltd; 2007. 339-341, 351-353.
7. Riordan-Eva, Paul, Whitcher, John P. Vaughan & Asburys General
Ophtalmology. Seventeeth Edition. USA: The McGraw-Hill Companies;
2008. 16-17, 82.
8. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal Systems.
The Eye MD Ass. 2008;141-147, 201-213.
9. Crick R. P., Khaw P. T., Eyelids. A Text Book of Clinical Opthalmology, 3 rd
edition, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, 2003: Pg 448-449.
10. Olver J., Cassidy L.. Common Eyelids Malpositions. Ophthalmology at a
Glance, Blackwell Science Ltd, 2005: Pg. 56-57.
11. Khurana A. K.. Disease of the Eyelids. Comprehensive Ophtalmology, 4 th
edition, New Age International P Ltd, 2007: Pg 351-353.
12. Leibovitch, I, Davis, G, Selva, D, Hsuan, J. Non-cicatricial upper eyelid
ectropion. British Journal of Ophthalmology Vol. 89 2001; 1226-1227.
13. Bashour M, Vistnes L M.. Lower Lid Ectropion Blepharoplasty Workup,
Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/1281565-workup. Update
on July 2014.
14. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme; 2000. 2829.
21
15. Daliborka M., et al.. Our Appoach to Operative Treatment of Lower Lid, Acta
Clin Croat, Vol. 49, No. 3, 2010: 49:283-287.
16. Silvana A. S., et al.. Eyelid Alterations in Involutional Ectropion, Schellini et
al. J Clinic Experiment Ophthalmol, 2011: 2:3.
22