Anda di halaman 1dari 20

KANTOR BUPATI KABUPATEN KENDAL

RANCANGAN
NASKAH AKADEMIS
NOMOR ........
TAHUN ........
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN
DAN PERMUKIMAN DI DAERAH (RP4D) KABUPATEN KENDAL
BUPATI KABUPATEN KENDAL

Menimbang:

a. bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan


kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu
memperhatikan aspek-aspek tata ruang, pertanahan, keserasian,
pembiayaan, prasrana dan sarana lingkungan, industri bahan, jasa
konstruksi dan rancang bangun, sumber daya manusia, kemitraan
antar pelaku, peraturan perundang-undangan dan aspek penunjang
lainnya;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Nasional khusunya di
bidang perumahan dan permukiman, maka kebijaksanaan dan strategi
nasional perumahan dan permukiman diarahkan pada upaya agar
semua orang menghuni rumah yang layak dalam lingkungan
permukiman yang sehat, aman serasi, produktif fan berkelanjutan.
c. bahwa untuk mewujudkan kebijakan dan strategi sebagaimana
dimaksud pada butir a, maka perlu ditetapkan Pedoman Penyusunan
Rencana Pembangunan dan Pengembangan perumahan dan
permukiman di Daerah yang mengacu pada suatu kerangka penataan
ruang wilayah, sehingga pembangunan dapat berlanjut secara tertib,
terorganisasi, berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. bahwa untuk maskud tersebut pada butir a dan b, perlu ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.

Mengingat: 1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Dan Permukiman;


2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
akan diperbaharui dengan RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
belum diperdakan September tahun 2009;
3. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
4. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
5. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
6. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
7. Keppres No. 63 Tahun 2003 tentang BKP4N;
8. Keppres No. 22 Tahun 2006 tentang Koordinasi Percepatan
Pembangunan Rumah Susun,
9. Inpres No. 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman yang Berada
di Atas Tanah Negara,
10.
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap
Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba),

11.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No. 31/ Permen/M/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan
Lisiba yang Berdiri Sendiri,
12.
Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No.
09/KPTS/M/IX/1999
tentang
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
(RP4D).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN DI DAERAH (RP4D) KABUPATEN KENDAL.
BAB I
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Perumahan adalah kelompok hunian yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi degan prasarana dan sarana
lingkungan;
2. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
3. Kawasan siap bangun selajutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang
fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan disesuaikan dengan rencana
tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan memenuhi
persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan saran lingkungan;
4. Lingkungan siap bangun, selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang
merupakan bagian dari kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
serta pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;
5. Lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, selanjutnya disebut lisiba yang
berdiri sendiri, adalah Lisiba yang bukan merupakan bagian dari kasiba yang
dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi oleh
kawasan dengan fungsi-fungsi lain;
6. TRIDAYA merupakan suatu prinsip/pendekatan pembangunan yang dikembangkan
dan sejak awal telah mendasari keseluruhan upaya penanganan perumahan dan
permukiman. Didalamnya menyangkut 3 lingkup binaan yang harus dilaksanakan
sebagai satu kesatuan upaya agar pembangunan perumahan dan permukiman
dapat berhasil dan berdaya guna, yaitu:
-

Daya sosial atau bina manusia merupakan proses yang diupayakan untuk
mendorong terjadinya peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumberdaya
manusia.
Daya lingkungan yang diharapkan dapat mendorong terbentuknya
lingkungan perumahan dan permukiman yang dapat mendukung berlangsung
dan berkembangnya kegiatan usaha produktif.

Daya usaha yaitu upaya yang dapat mendorong terjadinya proses


berkembangnya usaha produktif dalam kawasan perumahan dan permukiman.

7. Rumah layak dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan berkelanjutan


diartikan sebagai suatu kndisi perumahan dan permukiman yang memenuhi
standart minimal dari segi kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan kualitas teknis,
memeperhatikan pola tta air dan usaha konservasi sumber daya alam, pengelolaan
dan pemanfaatannya. 3 Kategori layak, yaitu:
-

Layak huni berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan, dan


kesusilaan, sebagai kelompok manusia berbudaya,
Layak usaha berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang kondusif
bagi berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi, dan
Layak berkembang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang
mendukung terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan
produktivitas).

8. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat


yang penghasilannya tidak dapat mencukupi kebutuhannya yang paling primer.
Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok masyarakat miskin, yang terbagi
atas 2 (dua) kategori:
-

Golongan fakir, yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya,
Golongan miskin produktif, yang mempunyai penghasilan tetap tetapi belum
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

9. Jaringan Primer prasarana lingkungan yaitu jaringan dasar yang memenuhi


kebutuhan dasar lingkungan yang mencakup 3 kepentingan:
-

Menghubungkan antar kawasan permukiman atau antara kawasan permukiman


dengan kawasan fungsional lainnya,
Melayani lingkungan tertentu (pemukiman saja, pusat kota saja, pusat olah
raga, perdagangan, dll),
Mendukung keperluan seluruh lingkungan di kawasan permukiman, yang
mencakup prasarana transportasi, penyehatan lingkungan, komunikasi dan
listrik.

10. Kawasan yang diartikan sebagai wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya; ruang yang merupakan satu kesatua geografis beserta segenap unsur
yang terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai ciri tertentu, cakupannya antara lain:
-

Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama


pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan
sebagai
tempat
permukiman
perdesaan,
pelayanan
jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi palayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan permukiman, yaitu sebidang tanah yang diperuntukan bagi
pengembangan permukiman, didominasi tempat hunian delengkapi dengan
prasarana dan sarana, daerah dan tempat kerja yang memberikan layanan dan
kesempatan kerja yang mendukung penghidupan, perikehidupan sehingga
fungsi kawasan dapat berdaya dan berhasil guna.

BAB II
PENGERTIAN, PERAN, KEDUDUKAN, KEDALAMAN DAN KRITERIA LOKASI RP4D
Pasal 2

Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman,


selanjutnya disingkat RP4D mencakup pengaturan dan mekanisme penyusunan
RP4D sejak perencanaan, pelaksanaan rencana, pengembangan, pengelolaan dan
pelestarian, pengawasan, dan pengendalian hasil pembangunan yang terkait dengan
perumahan dan permukiman.
Pasal 3
RP4D pada dasarnya merupakan bagian integral dari rencana pembangunan
kabupaten, dengan demikian RP4D mempunyai peran antara lain:
- Merupakan skenario pelaksanaan dan keterpaduan dari himpunan rencana
sektor terkait di bidang perumahan dan permukiman, dalam suatu kurun waktu
tertentu, yang juga merupakan jabaran yang lebih operasional dari
kebijaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman daerah yang lebih
tinggi.
- Merupakan payung atau acuan baku bagi seluruh pelaku dan penyelenggara
(stakeholder/petaruh) pembangunan perumahan dan permukiman dalam
menyusun dan menjabarkan kegiatan masing-masing.
- Cerminan dari kumpulan aspirasi/tuntutan masyarakat terhadap perumahan
dan permukiman yang mampu memberikan akses dan kemudahan layanan
yang sama bagi kepentingan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan mereka
akan rumah layak dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, serasi,
produktif dan berkelanjutan.
Pasal 4
Kedudukan RP4D dalam kerangka pembangunan wilayah adalah sebagai:
a. Wahana informasi yang memuat arahan dan rambu rambu kebijaksanaan, serta
rencana pembangunan perumahan dan permukiman dalam suatu tingkatan
wilayah dan kurun waktu tertentu (propinsi, kabupaten atau kota),
b. Arahan untuk mengatur perimbangan pembangunan kawasan perumahan dan
permukiman, antara:
1. Kawasan perkotaan dan perdesaan,
2. Kawasan perumahan dan permukiman dengan kawasan fungsional lain dalam
suatu wilayah tertentu,
3. Keselarasan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman terhadap
rencana investasi jaringan prasarana dan sarana, jaringan utilitas serta jaringan
infrasutruktur lain yang berskala regional.
c. Sarana untuk mempercepat terbentuknya sistem permukiman yang mantap,
terutama dalam kota kota yang berperan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Selanjtnya dapat dipergunakan sebagai alat dalam:
1. Menetapkan strategi pengembangan kawasan perumahan dalam wilayah yang
bersangkutan,
2. Menetapkan strategi pengembangan jaringan investasi prasarana dan sarana
berskala pelayanan regional,
3. Menetapkan strategi pengembangan untuk kabupaten.
d. Alat pengawasan dan pengendalian terselenggaranya keterpaduan program antar
sektor dan antar lokasi perumahan dan permukiman terhadap kawasan fungsional
lainnya.
Pasal 5
Kedalaman RP4D Kabupaten adalah sebagai berikut:
1. Memuat kebijaksanaan lokal dan pengaturan yang lebih operasional di tingkat
kabupaten,

2. Menjangkau target dan sasaran pembangunan perumahan dan permukiman


kabupaten yang akan dicapai dalam suatu kurun waktu tertentu, dengan telah
menyebutkan:
a. Nama lokasi secara lebih spesifik (kecamatan, desa/kelurahan, lingkungan atau
kawasan yang akan ditangani),
b. Rincian nama dan jenis program yang akan dilaksanakan pada setiap lokasi,
c. Sumber, besaran serta alokasi pendanaan (keseluruhan dan tahunan apabila
dilaksanakan sebagai kegiatan multy years), untuk setiap program dan
kegiatan yang tercantum dalam RP4D,
d. Rencana pelaksana program dan kegiatan yang
(pemerintah, masyarakat atau badan usaha swasta).

termuat

dalam

RP4D

3. Memuat rencana pembangunan perumahan dan permukiman yang akan


dilaksanakan pada kawasan kumuh, kawasan pembangunan baru, juga
penanganan kawasan perumahan dan permukiman yang akan direvitalisasi
fungsinya sehingga dapat ikut memecahkan permasalahan perumahan dan
permukiman setempat.
4. Mengakomodasikan juga informasi tentang pembangunan perumahan dan
permukiman berskala besar yang dilaksanakan oleh masyarakat, koperasi, atau
badan usaha swasta.
5. Mengatur alokasi dana, program dan kegiatan yang didanai dari sumber-sumber
lokal (kabupaten atau kota) dan atau yang disalurkan pengaturannya kepada
Kabupaten atau Kota.
6. Pengaturan jadwal pelaksanaan program/ kegiatan untuk tahun perjalan terhadap
berbagai event lokal, regional maupun nasional dibidang perumahan dan
permukiman, sehingga dapat memberikan warna lokal yang bisa mengangkat citra
sosial budaya daerah.
7. Penanganan kawasan perumahan dan permukiman berskala kecil, seperti
permukiman nelayan, kawasan wisata, permukiman di perdesaan ekstran migrasi,
maupun desa perbatasan antar negara yang telah menunjukkan gejala
pertumbuhan sebagai kota baru, permukiman dikawasan industri termasuk
membuat pengaturan setempat yang memuat:
a. Lokasi yang direncanakan dalam kurun waktu tertentu (tersusun dalam suatu
daftar), dengan syarat memiliki rencana yang lebih detail (RTBL, Site Plan, dll),
disertai rencana dan pentahapan/ tahun pelaksanaannya.
b. Kawasan perumahan dan permukiman andalan didaerah perdesaan yang
mempunyai potensi unggulan.
c. Penganan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang tidak ditangani secara
kawasan (berskala kecil), unit penganan dan programnya harus dicantumkan
secara jelas.
Pasal 6
Kriteria lokasi untuk mengembangkan kawasan perumahan dan permukiman adalah:
1.

Kriteria umum, dalam RTRW kawasan tersebut ditetapkan sebagai daerah dengan
peruntukan perumahan dan permukiman, dengan prioritas penangan bagi
kawasan:
a. Perumahan dan permukiman kumuh dan nelayan, kawasan yang akan
dikembangkan sebagai pemukiman baru.
b. Lokasinya mudah diakses.
c. Dapat memberikan manfaat pemerintah kabupaten.

2.

Kriteria khusus, lokasi diprioritaskan bagi kabupaten dan kota yang telah
memperlihatkan:
a. Indikasi banyaknya permasalahan perumahan dan permukiman yang mendesak
untuk segera ditangani.
b. Tingkat kepadatan relatif tinggi.
c. Kawasan perumahan dan permukiman baru yang akan dikembangkan.
Pasal 7

Kawasan perumahan dan permukiman baru sebagaimana disebutkan dalam pasal 6


ayat 2 (c), harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tidak berada pada lokasi rawan bencana;
2. Mempunyai sumber air baku yang memadai atau terhubung dengan jaringan
pelayanan air bersih serta jaringan sanitasi dan pematusan berskala kota;
3. Terletak pada hamparan dengan luasan yang cukup, yang memungkinkan
terselenggaranya pola hunian berimbang;
4. Memanfaatkan lahan tidur atau lahan skala besar yang telah dikeluarkan ijinnya
namun belum dibangun, dengan catatan diprioritaskan:
a. Pengisian kawasan skala besar (Kasiba/Lisiba) yang belum diisi/ dimanfaatkan;
b. Pembangunan pada kawasan perumahan dan permukiman yang telah diberikan
ijinnya, namun belum terealisasikan, dengan pemanfaatan yang harus tetap
sesuai dengan ijin yang telah diterbitkan.
Pasal 8
Kawasan perumahan dan permukiman baru pelaksanaannya harus dikaitkan
dengan:
1. Penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan yang padat penduduk pada
tanah milik atau tanah negara, yang telah menjadi permasalahan di daerah
perkotaan;
2. Penyediaan permukiman yang tejangkau dan menjadi bagian dari kawasan
fungsional (kawasan industri, kawasan wisata, kawasan pendidikan, dsb);
3. Penanggulangan kejadian luar biasa yang memerlukan upaya segera untuk
memukimkan kembali penduduk (kebakaran, pengungsian, bencana alam lainnya)
aga kehidupan dapat segera berlangsung kembali.

Pasal 9
Kawasan perumahan
diprioritaskan pada:

dan

permukiman

baru

bagi

daerah

perdesaan;

1. Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang erfungsi sebagai pusat


pelayanan primer daerah perdesaan yang mempunyai potensi unggulan atau
fungsi khusus dalam skala pembangunan kota/ kabupaten;
2. Pembentukan kawasan perumahan dan permukiman
pengembangan sentra kegiatan usaha ekonomi perdesaan;
3. Antisipasi bagi kemungkinan tumbuh dan
perdesaan yang berpotensi menarik investasi;

yang

berkembangnya

mendukung

kota-kota

kecil

4. Mendukung berkembangnya dan berfungsinya ibukota kecamatan menjadi pusat


pelayanan primer.
5. Mendukung terbentuknya kehidupan dan penghidupan yang mampu memberikan
citra layanan yang memadai kepada masyarakat dalam hal administrasi

pemerintahan dan pembangunan, pada daerah perdesaan di perbatasan antar


negara.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 10
(1) Ruang lingkup RP4D ini mencakup strategi pembangunan dan pengembangan
perumahan dan permukiman di daerah meliputi rencana pengembangan kawasan
permukiman baru, rencana peningkatan kualitas, dan rencana penanganan
permukiman perdesaan, rencana pengembangan kelembagaan pembiayaan,
pengembangan tata laksana pembangunan perumahan dan permukiman, serta
pengembangan peraturan perundangan.
(2) Ruang lingkup wilayah RP4D Kabupaten Kendal ini mencakup daerah dalam
pengertian wilayah adminisrasi seluas 100.223 Ha yang terdiri dari 20 kecamatan,
268 desa atau kelurahan, serta 1.103 dukuh, 6.206 Rukun Tetangga (RT) dan 1.453
Rukun Warga (RW). dengan batas-batas:
Sebelah
Sebelah
Sebelah
Sebelah

utara
timur
selatan
barat

:
:
:
:

Laut Jawa
Kota Semarang
Kabupaten Temanggung
Kabupaten Batang
Pasal 11

Keluaran RP4D yang selanjutnya disebut sebagai naskah akademis RP4D disusun
bersama Tim Teknis yang disetujui oleh berbagai kalangan yang terkait dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat seluruh stakeholder pembangunan perumahan
dan permukiman.
Pasal 12
RP4D dilengkapi dengan database perumahan dan permukiman yang berisi antara:
(a) Kondisi perumahan yang ada;
(b) Luasan dan persebaran kawasan perumahan;
(c) Layanan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman;
(d) Inventarisasi dan pencatatan ulang terhadap pembangunan perumahan dan
permukiman yang ada;
(e) Pokok-pokok permasalahan perumahan dan permukiman;
(f) Proyeksi dan prediksi.
Pasal 13
Kondisi perumahan yang ada sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 butir (a)
merupakan hasil dari suatu proses pendataan terhadap:
(a) Jumlah dan persebaran rumah yang ada (eksisting) dalam Kabupaten dalam suatu
kurun waktu tertentu sampai saat perhitungan dilakukan.
(b) Kepadatan setiap luasan
(RW/Kelurahan/kecamatan).

tertentu

dalam

suatu

lokasi

yang

disepakati

(c) Kesesuaian terhadap RUTR Kabupaten.


(d) Kepemilikan dan penguasaan terhadap ruang hunian.

(e) Backlog, yaitu selisih antara jumlah rumah yang ada dan jumlah keluarga yang
terdaftar (setiap KK dianggap perlu mendiami satu rumah).
(f) Tingkat penghunian, dll.
Pasal 14
Luasan dan persebaran kawasan perumahan sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 12 butir (b) merupakan hasil analisis dari suatu pendataan dan kesesuaian
terhadap RUTR (dan rencana turunannya apabila ada), yang membuat antara:
(a) Bagian yang sesuai RUTR dan,
(b) Bagian yang tidak/belum sesuai dengan RUTR.

Pasal 15
Layanan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 12 butir (c) sebagai hasil analisis terhadap tingkat layanan
prasarana dan sarana dasar terhadap besaran penduduk yang harus dilayani.
Sehingga diketahui:
(a) Kawasan perumahan yang masih memerlukan peningkatan, perbaikan dan atau
penambahan prasarana dan sarana dasar,
(b) Jumlah dan jenis prasarana dan sarana dasar yang masih harus disediakan,
(c) Jumlah dan luas kawasan perumahan dan permukiman yang memerlukan
peningkatan kualitas,
(d) Jumlah dan luas kawasan perumahan yang dapat dibangun, berdasarkan tingkat
layanan yang dapat diberikan oleh pemerintah kabupaten.
Pasal 16
Inventarisasi dan pencatatan ulang terhadap pembangunan perumahan dan
permukiman yang ada sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 butir (d) meliputi
inventarisasi peruntukan lahan perumahan dan permukiman yang ada dan rencana
pembangunan perumahan dan permukiman baik yang dilakukan oleh pengembang
maupun masyarakat serta pencatatan terhadap rencana pembangunan kawasan
permukiman skala besar (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) yang berdiri
sendiri.

Pasal 17
Pokok-pokok permasalahan perumahan dan permukiman sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 12 butir (e) merupakan kumpulan permasalahan yang perlu ditanggulangi
dan diantisipasi meliputi:
a) Permasalahan yang penting dan genting (sangat mendesak) dan apabila tidak
diatasi menimbulkan dampak yang sangat meluas, misalnya:
-

Pemberian perijinan lokasi permukiman baru yang tidak sesuai dengan tata
ruang,

Pemberian perijinan yang melebihi daya dukung lingkungan atau melebihi


kebutuhan yang berkembang,

Pertumbuhan kawasan permukiman kumuh yang sangat cepat.

Permasalahan yang sangat mendesak di Kabupaten Kendal, antara lain :


-

Kebijakan tata ruang Kabupaten sulit sekali dilaksanakan, dan belum dapat
mengakomodasikan perkembangan perumahan dan permukiman, sehingga

adanya permukiman yang berada di kawasan - kawasan rawan bencana


ataupun kawasan konservasi.
-

Masih banyak rumah belum layak huni, kondisi ini dikarenakan adanya
pertambahan penduduk yang mengakibatkan bertambahnya kebutuhan
perumahan yang belum semuanya mampu disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten bahkan dalam penyediaan prasarana dan sarana dasarnya.

Masih banyak rumah tidak sehat dengan kondisi lingkungan rumah, dimana
belum tersedianya atau masih terbatasnya prasarana dan sarana dasar,
seperti: pelayanan air minum, sanitasi dll.

Banyaknya alih fungsi lahan tanpa ijin dan pembangunan yang melanggar Tata
Ruang.

Belum tersedianya atau masih terbatasnya prasarana dan sarana dasar


permukiman, seperti: pelayanan air minum, sanitasi dll.

Perumahan yang dibangun oleh pengembang masih banyak yang belum


menkonfirmasikan terhadap REI.

Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan perumahan


yang sehat, sehingga perlu ada semacam sosialisasi pembangunan perumahan
dan permukiman langsung pada masyarakat.

Kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan bencana


alam tanah banjir di Kecamatan Kendal, Kecamatan Patebon, Kecamatan
Ngampel, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Brangsong, Kecamatan Cepiring,
Kecamatan Kangkung, Kecamatan Rowosari, dan Kecamatan Weleri.

Kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan gelombang


pasang di sebagian Kecamatan Rowosari, Kangkung, Cepiring, Patebon, Kendal,
Brangsong, Kaliwungu.

Kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan longsor di


sebagian Kecamatan Pageruyung, Plantungan, Gemuh, Kangkung, Kaliwungu,
Kaliwungu Selatan, Cepiring, Patebon, Singorojo, Limbangan, Patean, dan
Sukorejo.

Kelompok permukiman yang berkembang di sekitar kawasan rawan abrasi di


sebagian Kecamatan Rowosari, kagkung, Cepiring, Patebon, Kendal, Brangsong,
dan Kaliwungu.

Kawasan permukiman di sekitar mata air di sebagian Kecamatan Limbangan,


Boja, Singorojo, Patean, Sukorejo, Plantungan, dan Pageruyung.

Kawasan permukiman di sempadan pantai di Kecamatan Rowosari, kangkung,


Cepiring, Patebon, Kendal, Brangsong, dan Kaliwungu.

Kelompok permukiman yang berkembang disekitar di sepanjang bantaran


sungai seperti di Kecamatan Weleri (Penaruban, Karangdowo, Penyangkringan,
dan Bumiayu), Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Plantungan (Tlogopayung),
Kecamatan Pegandon, Kecamatan Kendal Kota, dan Kecamatan Gemuh.

Perlunya penegakan hukum pertanahan (ke-agraria-an) serta penindakan yang


tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar tata ruang.

b) Permasalahan yang pelu diantisipasi melalui berbagai kebijakan dan pengaturan


untuk mencegah dampak negatif apabila tidak diatasi, seperti:
-

Review terhadap peruntukan perumahan dan permukiman terutama pada


kawasan yang berkembang tidak terkendali menjadi kawasan permukiman,

Penetapan fungsi dan peruntukan kawasan non perumahan yang berkembang


menjadi kawasan perumahan atau sebaliknya,

Penetapan negatif list terhadap kawasan yang terlarang untuk diubah menjadi
kawasan permukiman, dll.

Penetapan daya
lingkukngan,

dukung

lahan

yang

mengalami

degradasi

fisik

dan

Permasalahan yang perlu diantisipasi di Kabupaten Kendal, antara lain :


-

Lahan untuk pembangunan rumah baru semakin mahal dan terbatas,


sementara itu kebutuhan rumah baru semakin meningkat.

Kekurangan rumah (backlog), dimana terdapat selisih jumlah rumah dengan


jumlah KK.

Perijinan pembangunan perumahan dan permukiman sudah mengalami


kemudahan, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hal
ini, sehingga belum banyak penduduk yang mengurus IMB sebelum mendirikan
suatu bangunan rumah.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk


kebutuhan akan ruang hunian yang layak.

Terbatasnya informasi rencana pengembangan permukiman, yang seringkali


menumbuhkan ketidak-efisienan dalam layanan prasarana dan sarana
permukiman.

Munculnya pencemaran sungai akibat terdapat rumah yang berada di bantaran


sungai, terutama di daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi.

Belum ada penerapan aturan yang jelas sesuai dengan tata ruang tentang
fungsi tanah pertanian untuk permukiman.

Pembangunan perumahan masih terfokus pada kawasan perkotaan.

Kelambatan mengantisipasi
permukiman kumuh.

Banyak muncul developer-developer yang hanya mengejar aspek ekonomi


tanpa memperhatikan lingkungan dan tata ruang yang ada.

Belum ada sistem pengelolaan pembangunan rumah baru yang terpadu antara
yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan swasta.

tumbuhnya

sehingga

kawasan

semakin

padat

meningkat

penduduk

dan

c) Daftar masalah lain yang perlu ditangani namun dapat diselenggarakan secara
bertahap. Terhadap kelompok masalah seperti ini perlu dipilah menjadi:
-

Masalah yang dapat diselesaikan melalui/menjadi urusan sektor,

Masalah yang perlu diselesaikan sebagai urusan publik dan

Masalah yang perlu dipecahkan secara terkoordinasi melalui forum kota/lokal.

Permasalahan yang perlu ditangani bertahap di Kabupaten Kendal, antara lain :


-

Belum ada sistem pengelolaan pembangunan rumah baru yang terpadu antara
yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan swasta.

Kesadaran masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan rendah terhadap


pentingnya sertifikasi lahan masih rendah.

Penertiban bangunan yang belum mempunyai izin dan sosialisasi proses


pengajuan dan lain-lain.

Perlu perhatian dan penanganan khusus untuk pendirian bangunan yang


berada di kawasan bantaran sungai, kawasan konservasi maupun rawan
bencana, dan lahan-lahan yang direncanakan untuk jaringan jalan tol.

Terdapat permukiman yang tepat berada dibawah jalur SUTET, hal tersebut
berbahaya karena dapat mengancam kesehatan penghuninya, yaitu di
Kecamatan Weleri, Kaliwungu, dan Pegandon.

Kepedulian pengembang terhadap lingkungan masyarakat dan pemenuhan


fasilitas sosial dan umum masih belum optimal.

10

Belum efektifnya kerja lembaga yang selama ini menangani pembangunan


perumahan dan permukiman menjadikan pembangunan perumahan dan
permukiman mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaannya.

Penegakan Perda dengan sanksi yang tegas bagi pengembang dan masyarakat
yang membangun dan belum memenuhi ketentuan, termasuk lahan tidur.

Perlunya pendataan
berkesinambungan.

perumahan

dan

permukiman

yang

baik

secara

Pasal 18
Proyeksi dan prediksi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 butir (f) berisi
antara lain:
a) Kependudukan, yang akan meliputi perkiraan jumlah dan rencana persebarannya,
rencana pengaturan kepadatan pada setiap bagian kawasan perumahan dan
permukiman,

b) Perkiraan kebutuhan akan rumah penduduk,


-

yang perlu ditingkatkan kualitasnya.

yang perlu direhabilitasi.

yang perlu dibangun baru sesuai dengan perkiraan jumlah.

c) Perhitungan ketersediaan lahan yang memenuhi kriteria untuk dikembangkan


sebagai kawasan perumahan lengkap dengan rencana kepadatan dan
persebarannya pada setiap kawasan perkembangan perkotaan. Perlu ditetapkan
antara lain:
-

Lokasi Kasiba/Lisiba.

Kawasn permukiman yang perlu ditingkatkan kualitasnya.

Kawasan permukiman kumuh yang perlu diremajakan atau direlokasi.

Kawasan permukiman yang perlu/dapat direvitalisasikan karena nilai lahan atau


lokasinya strategis, dll.

Perkiraan kebutuhan layanan jaringan prasarana dan sarana serta jaringan


utilitas umum yang perlu disediakan.

BAB IV
PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BARU
Bagian Pertama
Umum
Pasal 19
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru dilaksanakan
oleh:
1. Swadaya Masyarakat,
2. Pemerintah,
3. Swasta/ Developer.
Pasal 20
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh swadaya
masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat (1), dilaksanakan pada
tingkat lokal yaitu berupa pengkaplingan lahan, pengadaan sarana dan prasarana

11

setempat,
perencanaan
pembangunan,
pelaksanaan
pembangunan
rumah,
pengelolaan bangunan rumah dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya lebih detail.
Pasal 21
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh pemerintah
dan swasta sebagaimana disebutkan dalam pasal
19 ayat (2) dan (3) harus
memperhatikan:
1. Misi Sosial yaitu menyediakan rumah yang layak yang dapat dijangkau oleh semua
kalangan termasuk masyarakat dengan penghasilan rendah.
2. Pola pengadaan perumahan yang mengacu pada terbentuknya lingkungan hunian
yang berimbang, dengan ketentuan proporsi 1:3:6 (1 untuk rumah mewah, 3
untuk rumah menengah dan 6 untuk rumah sederhana).
Bagian Kedua
Persyaratan dan Kriteria Lokasi
Pasal 22
Pengadaan pembangunan dan pengembangan perumahan baru oleh pemerintah dan
swasta bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana disebutkan
dalam pasal 19 ayat (2) dan (3), harus memperhatikan dan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat memberikan pekerjaan
bagi buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil.
2. Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada rasa ketakutan
penghuni untuk digusur.
3. Bentuk dan tampilan bangunan bukan prioritas utama, cukup memenuhi fungsi
dasar yang diperlukan penghuni.
4. Harga dan biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat pendapatan
masyarakat.
Pasal 23
Pembangunan dan pengembangan perumahan baru bagi kalangan masyarakat
berpenghasilan rendah tidak memprioritaskan bentuk dan tampilan bangunan,
melainkan cukup memenuhi fungsi dasarnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 22
ayat (3), namun demikian tetap harus memenuhi katagori layak yaitu:
1. Layak huni yang berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan dan
kesusilaan, sebagai kelompok manusia berbudaya.
2. Layak usaha yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang
kondusif bagi berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi.
3. Layak berkembang yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang
mendukung terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan
produktivitas).
Pasal 24
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh swadaya
masyarakat, pemerintah dan swasta sebagaimana disebutkan dalam pasal 19, harus
mengacu pada persyaratan lokasi sebagai berikut:
1. Tidak berlokasi pada kawan rawan bencana, baik yang rutin maupun yang
diperkirakan dapat terjadi;
2. Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau
terhubungkan dengan jaringan pelayanan air bersih serta jaringan sanitasi dan
pematusan berskala kota;
3. Terletak pada hamparan dengan luasan yang cukup, yang memungkinkan
terselenggarakannya pola hunian yang berimbang;
4. Tidak terganggu oleh kebisingan;

12

5.
6.
7.
8.

Memiliki pola permukiman yang kompak;


Memiliki kemudahan mencapai fasilitas umum;
Topografi cukup datar, dengan kelerengan lahan 25%;
Kondisi fisik tanah tidak mengandung gas beracun yang memematikan, tidak
tergenang air dan memungkinkan membangun sarana dan prasarana.
9. Sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang (tata guna lahan) dan arahan
pengembangan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Bagian Ketiga
Arah Pengembangan dan Tata Bangunan
Pasal 25
Arah Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru di
Kabupaten Kendal diarahkan dengan:
1. Mengembangkan kawasan di bagian tengah Kabupaten Kendal, untuk mewujudkan
pemerataan pertumbuhan dan perkembangan daerah, dengan ketentuan tingkat
kelerengan dan daya dukung lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman,
2. Membatasi pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman ke arah utara (pesisir), dan ke lahan-lahan yang tidak sesuai untuk
kawasan permukiman.
Pasal 26
Dalam Pola Pembangunan dan pengembangan perumahan baru di Kabupaten Kendal
oleh pemerintah dan swasta, dengan proporsi 1:3:6 seperti tersebut pada pasal 21
ayat (2) diarahkan:
1. Luas kapling tidak boleh kurang dari 100 m2 dengan perincian:
a. Terbagi atas 70 % untuk lahan terbangun dan 30 % sebagai lahan terbuka;
b. Luas lantai bangunan minimum 42 m2, yang dihuni satu KK (empat jiwa);
c. Luas penggunaan lantai minimum bagi setiap orang adalah 10.5 m 2;
2. Luas kapling yang terbagi dalam proporsi 1:3:6, yang tidak lain merupakan
perbandingan jumlah tipe rumah besar/ mewah: sedang: sederhana/kecil,
diarahkan:
a. Tipe besar/ mewah: 200 m2.
b. Tipe sedang: 150 m2.
c. Tipe sederhana/ kecil: 100 m2.
Pasal 27
Pengembangan perumahan dan permukiman baru di Kabupaten Kendal oleh
masyarakat dalam bentuk rumah swadaya, diarahkan dengan tiga tingkatan
kepadatan sebagai berikut:
1. Kepadatan tinggi: 40 60 rumah/ ha, diarahkan untuk kawasan pusat kota dan
kawasan yang tercakup dalam lingkup IKK;
2. Kepadatan sedang: 30 40 rumah/ ha, diarahkan untuk kawasan transisi antara
pusat kota / kawasan yang tercakup dalam lingkup IKK dengan kawasan perdesaan/
daerah hinterlan;
3. Kepadatan rendah 18 30 rumah/ ha, diarahkan untuk kawasan perdesaan dan
kawasan tertentu yang harus dibatasi tingkat kepadatannya, sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pasal 28
Setiap kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman baru di Kabupaten Kendal,
harus memperhatikan tata bangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum
Tata Ruang IKK (RUTR IKK) maupun peraturan daerah lainnya, terutama bagi kawasan
yang telah mempunyai peraturan daerah tersebut.

13

Pasal 29
Bagi kawasan yang belum mempunyai peraturan tersebut, maka Tata bangunan bagi
kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman baru di Kabupaten Kendal
diarahkan sebagai berikut:
1. Ketinggian bangunan harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 1 2 lantai
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 1 2 lantai
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 1 2 lantai
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 50 70 %
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 40 70 %
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 40 60 %
3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 50 140 %
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 40 120 %
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 40 120 %
4. Garis Sempadan Bangunan (GSB):
a. Garis Sempadan Depan: minimal 25 % dari lebar RUWASJA (Ruang Pengawasan
Jalan) atau 50 % dari lebar RUMIJA (Ruang Milik Jalan).
b. Garis Sempadan Bagian Sudut: khusus untuk bangunan sudut, harus
memenuhi syarat batas pandang jalan dan apabila mempunyai sudut pandang
yang kurang, maka harus dipotong. Bangunan sudut harus mempunyai
orientasi dua arah dengan sempadan, disarankan minimal satu kali jarak
RUMIJA.
c. Garis Sempadan Bagian Belakang/ samping: persyaratan garis sempadan
bagian belakang/ samping disesuaikan dengan kondisi luas persil dan KDB yang
telah ditetapkan.
Pasal 30
Garis Sempadan Bagian Belakang/ samping seperti tersebut pada Pasal 29 ayat (4)
huruf c, diatur menurut luas persil sebagai berikut:
1. Kapling tipe kecil (< 100 m2 ):
a. Jarak antar bangunan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran minimum 1.5 m,
apabila dibangun tritisan.
b. Jarak antar bangunan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran minimum 1 m,
apabila tidak dibangun tritisan.
2. Kapling tipe sedang dan besar (> 100 m2 ):
a. Untuk garis sempadan belakang disarankan jarak minimal 4 m antara batas
tanah dan dinding struktur bangunan.
b. Untuk garis sempadan samping disarankan jarak minimal 3 m antara batas
tanah dan dinding struktur bangunan.
Pasal 31
Untuk bangunan bertingkat, penentuan jarak antar bangunan juga perlu
memperhaikan sudu penyinaran matahari, agar pencahayaan antar bangunan tidak
saling mengganggu/ menutupi. Disarankan apabila dalam bentuk rumah deret/
maisonette:
1. Jarak antar bangunan, bila keduanya mempunyai jendela, bidang terbuka minimum
12 m;
2. Jarak antar bangunan, bila salah satu merupakan dinding tembok tertutup dan
yang lain terbuka, bidang terbuka minimum 6 m;
3. Jarak antar bangunan, bila keduanya merupakan dinding tembok tertutup, bidang
terbuka minimum 3 m;
4. Maksimum panjang bangunan adalah 60 m (jumlah bangunan maksimum 20 unit).

14

Bagian Keempat
Tata Bangunan dan lingkungan di kawasan Khusus
Pasal 32
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan khusus, diperuntukkan bagi kegiatan
perumahan dan permukiman di kawasan lindung, yang sudah terlanjur ada dan tidak
memungkinkan untuk direlokasi, maka sebagai upaya untuk tetap dapat melindungi
fungsi lindungnya, diperlukan rencana pengaturan bangunan dan lingkungan sesuai
dengan jenis peruntukan dan fungsi lindungnya.
Pasal 33
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan resapan air, diarahkan:
1. Kepadatan bangunan: diarahkan untuk kepadatan rendah yaitu < 30 unit/ Ha
dengan luas lantai bangunan < 100 m2;
2. Harus ada pembatasan kepadatan dan pertumbuhan aktiitas beserta fisik kawasan;
3. Koefisien Dasar Bangunan (KDB):diarahkan < 30 %;
4. Dianjurkan membuat sumur resapan bagi lingkungan permukiman yang sudah
terlanjur padat, dengan kepatan yang melebihi batas maksimum.
Pasal 34
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan sempadan sungai, diarahkan:
1. Sempadan bangunan (tanpa tanggul):
a. Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan
minimal 5 m dari tepi sungai;
b. Sungai dengan kedalaman > 3 m, garis sempadan bangunan minimal 10 m dari
tepi sungai;
c. Garis Sempadan Bangunan di tepi jalan inspeksi minimal 7,5 m dari as jalan.
2. Sempadan Bangunan (bertanggul):
a. Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan
minimal 3 m dari batas tanggul;
b. Sungai dengan kedalaman > 3 m, garis sempadan bangunan minimal 5 m dari
batas tanggul;
Pasal 35
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan sempadan pantai, diarahkan:
1. Sempadan bangunan tanpa tanggul/ pemecah ombak: Garis Sempadan
Bangunan diarahkan minimal 10 m dari garis pantai.
2. Sempadan bangunan dengan tanggul/ pemecah ombak: Garis Sempadan
Bangunan diarahkan minimal 7.5 m dari batas tanggul.

BAB V
PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 36
Kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di
Kabupaten Kendal diprioritaskan bagi kawasan-kawasan:
1. Mayoritas kondisi lingkungannya kumuh dan tidak layak huni.
2. Terkait/ menjadi bagian dari upaya penanggulangan kejadian luas biasa.
3. Tingkat kepdatan tinggi dengan tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar
yang tidak memadai kualitas maupun kuantitas).
4. Memerlukan upaya revitalisasi dan re-fungsionalisasi karena keuntungan ekonomis
yang akan diperoleh melalui program konsolidasi lahan.

15

Pasal 37
Kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di
Kabupaten Kendal dilaksanakan pada kawasan perumahan dan permukiman yang
bermasalah dalam:
1. Penggunaan luas lantai bangunan perorang tidak sesuai standard (kurang dari 10.5
m2), sehingga dinyatakan kumuh (kumuh ringan hingga kumuh berat);
2. Permanensi bangunan: kondisi bangunan mayoritas dalam keadaan non permanen
atau semi permanen, sehingga tidak memenuhi katagori layak baik layak huni,
usaha maupun layak berkembang (pada rumah-rumah tipe C);
3. Lantai bangunan mayoritas masih berupa lantai tanah;
4. Pola/ tata letak permukiman tidak sesuai dengan standard rumah sehat karena:
a. Tata letak rumah tidak memperhatkan orientasi/ arah hadap bangunan
terhadap jalan, arah penyinaran matahari, arah angin, dan sebagainya;
b. Jarak antar bangunan terlalu berhimpitan, tidak mengindahkan jarak
sempadan;
c. Peletakan dan pengaturan air buangan dan sanitasi tidak sesuai standard
rumah sehat.
5. Lokasi perumahan dan permukiman bertentangan/ tidak sesuai dengan alokasi
penggunaan ruang yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah yang ada, dalam
hal ini mencakup:
a. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan rawan bencana (banjir,
abrasi dan tanah longsor);
b. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan sempadan pantai dan
sungai;
c. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan sempadan pantai dan
melakukan kegiatan reklamasi liar;
d. Perumahan dan permukiman yang berada di bantaran rel kereta api;
e. Perumahan dan permukiman yang berada di bawah jalur tegangan tinggi/
sutet;
f. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan resapan air.
Bagian Kedua
Pendekatan dan Prioritas Penanganan Masalah
Pasal 38
Permasalahan perumahan dan permukiman dalam hal kualitas di Kabupaten Kendal
sebagaimana disebutkan dalam pasal 37 diatas, ditangani dengan menggunakan
pendekatan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman redefinisi
(gentrifikasi,
rehabilitasi,
renovasi,
preservasi);
restrukturisasi
(renewal,
redevelpment, restorasi) dan pengembalian fungsi.
Pasal 39
Penggunaan pendekatan penanganan permasalahan kualitas perumahan dan
permukiman sebagaimana disebutkan dalam pasal 38 diatas, harus disesuaikan
dengan latar belakang permasalahan dan berat ringannya masalah tersebut, serta
dampak yang ditimbulkan dari bentuk pendekatan yang digunakan.
Pasal 40
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman
dalam hal kualitas di
Kabupaten Kendal, ditangani dengan menggunakan skala prioritas yang didasarkan
pada tingkat kemendesakan masing-masing permasalahan.
Pasal 41
Permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten
diprioritaskan untuk segera ditangani adalah permasalahan:
1. Pemenuhan kebutuhan akan rumah baru;
2. Permasalahan kualitas fisik rumah;

Kendal

yang

perlu

16

3.
4.

Permasalahan perumahan dan permukiman di kawasan rawan bencana (banjir,


longsor, sempadan pantai);
Permasalahan prasarana dasar terutama air bersih, drainase dan sanitasi
lingkungan.
Bagian Ketiga
Penanganan Masalah Perumahan dan Permukiman Di Perdesaan

Pasal 42
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman perdesaan di Kabupaten
Kendal ditangani dengan tiga pendekatan seperti tersebut dalam pasal 38 dan harus
memperhatikan setiap dampak yang ditimbulkan.
Pasal 43
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman perdesaan di Kabupaten
Kendal yang perlu diprioritaskan untuk segera ditangani adalah permasalahan:
1. Pemenuhan kebutuhan akan rumah baru;
2. Permasalahan kualitas fisik rumah;
3. Permasalahan perumahan dan permukiman di kawasan rawan bencana;
4. Permasalahan prasarana dasar terutama air bersih, drainase dan sanitasi
lingkungan.
Pasal 44
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal diarahkan melalui program-program yang
signifikan dengan program-program pengembangan perdesaan yang sudah
dikembangkan maupun yang baru dikembangkan, dan perlu memperhatikan
keterpaduan dan keterkaitan dengan program lain baik lintas sektoral maupun
wilayah.
Pasal 45
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal seperti tersebut pada pasal 44,
diantaranya diarahkan untuk melanjutkan program-program yang pernah diterapkan
sebelumnya ataupun program-program baru, apapun nama program tersebut, namun
diarahkan pada kegiatan:
1. Pembangunan dan pengembangan permukiman baru guna mendukung
pembangunan dan pengembangan KTP2D dan pengembangan desa dengan fungsi
tertentu, seperti: Kawasan Agropolitan, Minapolitan,dll;
2. Pembangunan dan peningkatan kualitas prasarana dasar permukiman perdesaan;
3. Peningkatan kualitas fisik rumah dan lingkungan permukiman desa nelayan.
Pasal 46
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal melalui pembangunan dan
pengembangan permukiman baru guna mendukung pengembangan desa dengan
fungsi tertentu seperti tersebut dalam pasal 45 ayat (1) dimaksudkan adalah desa
wisata, desa industri, desa nelayan, desa pertanian ataupun fungsi khusus lainnya.
Bagian Keempat
Penanganan Masalah Perumahan dan Permukiman yang Bertentangan
dengan Tata Ruang
Pasal 47
Perumahan dan permukiman yang melanggar dan tidak bersesuaian dengan rencana
tata ruang maupun peraturan daerah lainnya, apapun bentuk pelanggaran dan
ketidaksesuaianya, tidak bisa dibenarkan dan harus segera di tangani untuk mencegah

17

terjadinya permasalahan yang lebih kompleks dan merugikan masyarakat secara


umum maupun penghuni pada khususnya.
Pasal 48
1. Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman yang tidak bersesuaian
dengan rencana tata ruang seperti tersebut pada pasal 47, tidak dibenarkan apabila
pengananan dan penyelesaian tersebut dilakukan secara sepihak,
tanpa
melibatkan masyarakat yang terkait langsung dengan permasalahan.
2. Pelibatan masyarakat dilakukan dari awal hingga akhir penanganan masalah,
dengan melibatkan peran aktif dan aspirasi masyarakat.
BAB VI
KELEMBAGAAN DAN PEMBIAYAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 49
Dalam rangka
menyelenggarakan
koordinasi
kebijakan dan pengendalian
pembangunan perumahan dan permukiman yang secara berjenjang baik mulai di
tingkat nasional, propinsi dan daerah kabupaten/ kota, maka di tingkat kabupaten/
kota dibentuk BKP4K.
Pasal 50
Lembaga Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Kabupaten Kendal adalah badan non struktural yang menyelenggarakan koordinasi
antar pelaku pembangunan di Kabupaten Kendal dalam rangka penyiapan, penerapan,
pengandalian program, dan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 51
Konsep kerja lembaga penanganan permasalahan pembangunan perumahan dan
permukiman antara lain sebagai berikut:
1. Lembaga kebijakan perumahan dan permukiman berkedudukan di tingkat
Kabupaten Kendal, dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada
Bupati/walikota.
2. Lembaga kebijakan perumahan dan permukiman merupakan forum kajian strategis
pembangunan perumahan dan permukiman dan terdiri dari instansi sektoral yang
relevan dan bidang perumahan dan permukiman.
3. Secara operasional lembaga penanganan perumahan dan permukiman bekerja
bersama dengan forum komunikasi yang membidangi perumahan dan permukiman
sebagai bagian dari penyelenggaraan forum Kabupaten Kendal yang bekerjasama
dengan asosiasi profesi, asosiasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, dan
tokoh masyarakat.
Pasal 52
BKP4K bertugas dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman
termasuk koordinasi pembinaan dan penagturan, peningkatan peran stakeholder,
penyiapan produk pengaturan, dan sebagainya. Tugas penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman tidak dapat diselenggarakan sendiri oleh Dinas/Sub Dinas
secara sektoral. Oleh karena itu bentuk lembaga BKP4K yang diusulkan adalah FORUM
KAJIAN STRATEGIS PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN, dengan memakai
nama BKP4K. Forum ini merupakan lembaga koordinasi non struktural dan terdiri dari
instansi/dinas sektoral.

18

Pasal 53
Keanggotaan BKP4K terdiri dari instansi/lembaga di Kabupaten/Kota yang membidangi:
perumahan dan permukiman , perencanaan daerah, tata ruang, pertanahan,
prasarana dan sarana lingkungan, sosial kemasyarakatan, kesehatan masyarakat, dan
pengembangan ekonomi masyarakat.
1. Anggota Tetap
a. Instansi Pemerintah Kabupaten,
b. Asosiasi profesi dan Perguruan Tinggi,
c. Forum P & P (bagian dari forum kota),
d. DPRD Tingkat Kabupaten,
e. Instansi Anggota BKP4K.
2. Anggota dilibatkan sesuai dengan substansi bahasan
a. Instansi anggota BKP4N,
b. LSM dan AKPPI,
c. Tokoh/Pemeduli Masyarakat di Kabupaten,
d. Asosiasi Pengusaha.
3. Berdasarkan hasil kesepakatan keanggotaan BKP4K adalah sebagai berikut:
- Bagian Pembangunan dan Kesra Setda,
- Bapeda,
- Dinas Kesehatan,
- Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK),
- Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas),
- Dinas Pendapatan Daerah,
- PLN,
- PDAM,
- Telkom,
- Dinas Lingkungan Hidup,
- Bagian Hukum Setda.
Bagian Kedua
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Perumahan
dan permukiman
Pasal 54
Tugas pokok dan fungsi BKP4K yang telah disetujui adalah sebagai berikut:
1. Tugas pokok BKP4K adalah:
a. Menyiapkan kebijakan dan program penanganan perumahan dan permukiman
di tingkat kabupaten.
b. Menyelenggarakan penyelesaian atas berbagai
pengembangan perumahan dan permukiman.

permasalahan

dalam

c. Menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian pembangunan dan


pengelolaan perumahan dan permukiman agar sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten.
2. Fungsi BKP4K adalah:
a. Koordinasi dan sinkronisasi berbagai kebijakan propinsi untuk dirumuskan
bersama stakeholder sebagai kebijakan dan program pembangunan perumahan
dan permukiman daerah kabupaten.
b. Koordinasi dan fasilitasi penyelenggaraan pengembangan perumahan dan
permukiman yang berkaitan dengan layanan informasi dan konsultasi teknis,
penelitian dan pengembangan, penyelesaian masalah pembangunan yang
tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, pengawasan dan

19

pengendalian badan usaha daerah dan koperasi serta kelompok masyarakat,


mobilisasi dan pemanfaatan dana.
c. Koordinasi pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan
permukiman,
termasuk
penerapan
tata
ruang
kabupaten
serta
penyelenggaraan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang
berdiri sendiri.
Bagian Ketiga
Kelembagaan Pembiayaan Pembangunan Perumahan Dan Permukiman
Pasal 55
1.

Dasar-dasar pembiayaan pemerintahan daerah dilakukan menurut hubungan


fungsi berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, tanggung jawab antar tingkat
pemerintahan.

2.

Penyelenggaraan tugas Daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi


menjadi beban APBD, sedangkan tugas Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat
Daerah Propinsi dalam rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi dibiayai dari APBN.
Pasal 56

Sumber-sumber penerimaan daerah untuk melaksanakan azas desentralisasi terdiri


dari :
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :
a. Hasil pajak Daerah,
b. Hasil Retribusi Daerah,
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah,
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan (kecuali dana Alokasi Khusus), terdiri dari :
a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam,
b. Dana alokasi umum,
c. Dana alokasi khusus,
3. Pinjaman Daerah,
4. Lain-lain penerimaan yang sah.
Pasal 57
Untuk mengatasi pembiayaan pembangunan dan pengembangan perumahan dan
permukiman di daerah, ada beberapa alternatif guna menggali dana masyarakat atau
mengajak pihak swasta untuk partisipasi:
1. Dana Masyarakat Sendiri;
2. Dana Tabungan Khusus Masyarakat;
3. Dana Perbankan;
4. Dana Subsidi;
a. Kredit Pemilikan Rumah (KPR),
b. Kredit Pembangunan dan Perbaikan Rumah,
c. Program Bantuan Perumahan yang Tidak Terkait Kredit Perumahan,
d. Kredit Konstruksi,
e. Pasar Modal dan Pasar Uang.

20

Anda mungkin juga menyukai