Naskah Akademis RP3KP
Naskah Akademis RP3KP
RANCANGAN
NASKAH AKADEMIS
NOMOR ........
TAHUN ........
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN
DAN PERMUKIMAN DI DAERAH (RP4D) KABUPATEN KENDAL
BUPATI KABUPATEN KENDAL
Menimbang:
11.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No. 31/ Permen/M/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kasiba dan
Lisiba yang Berdiri Sendiri,
12.
Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No.
09/KPTS/M/IX/1999
tentang
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
(RP4D).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN DI DAERAH (RP4D) KABUPATEN KENDAL.
BAB I
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Perumahan adalah kelompok hunian yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi degan prasarana dan sarana
lingkungan;
2. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
3. Kawasan siap bangun selajutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang
fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan disesuaikan dengan rencana
tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan memenuhi
persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan saran lingkungan;
4. Lingkungan siap bangun, selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang
merupakan bagian dari kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
serta pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;
5. Lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri, selanjutnya disebut lisiba yang
berdiri sendiri, adalah Lisiba yang bukan merupakan bagian dari kasiba yang
dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi oleh
kawasan dengan fungsi-fungsi lain;
6. TRIDAYA merupakan suatu prinsip/pendekatan pembangunan yang dikembangkan
dan sejak awal telah mendasari keseluruhan upaya penanganan perumahan dan
permukiman. Didalamnya menyangkut 3 lingkup binaan yang harus dilaksanakan
sebagai satu kesatuan upaya agar pembangunan perumahan dan permukiman
dapat berhasil dan berdaya guna, yaitu:
-
Daya sosial atau bina manusia merupakan proses yang diupayakan untuk
mendorong terjadinya peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumberdaya
manusia.
Daya lingkungan yang diharapkan dapat mendorong terbentuknya
lingkungan perumahan dan permukiman yang dapat mendukung berlangsung
dan berkembangnya kegiatan usaha produktif.
Golongan fakir, yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya,
Golongan miskin produktif, yang mempunyai penghasilan tetap tetapi belum
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
10. Kawasan yang diartikan sebagai wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya; ruang yang merupakan satu kesatua geografis beserta segenap unsur
yang terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta mempunyai ciri tertentu, cakupannya antara lain:
-
BAB II
PENGERTIAN, PERAN, KEDUDUKAN, KEDALAMAN DAN KRITERIA LOKASI RP4D
Pasal 2
termuat
dalam
RP4D
Kriteria umum, dalam RTRW kawasan tersebut ditetapkan sebagai daerah dengan
peruntukan perumahan dan permukiman, dengan prioritas penangan bagi
kawasan:
a. Perumahan dan permukiman kumuh dan nelayan, kawasan yang akan
dikembangkan sebagai pemukiman baru.
b. Lokasinya mudah diakses.
c. Dapat memberikan manfaat pemerintah kabupaten.
2.
Kriteria khusus, lokasi diprioritaskan bagi kabupaten dan kota yang telah
memperlihatkan:
a. Indikasi banyaknya permasalahan perumahan dan permukiman yang mendesak
untuk segera ditangani.
b. Tingkat kepadatan relatif tinggi.
c. Kawasan perumahan dan permukiman baru yang akan dikembangkan.
Pasal 7
Pasal 9
Kawasan perumahan
diprioritaskan pada:
dan
permukiman
baru
bagi
daerah
perdesaan;
yang
berkembangnya
mendukung
kota-kota
kecil
utara
timur
selatan
barat
:
:
:
:
Laut Jawa
Kota Semarang
Kabupaten Temanggung
Kabupaten Batang
Pasal 11
Keluaran RP4D yang selanjutnya disebut sebagai naskah akademis RP4D disusun
bersama Tim Teknis yang disetujui oleh berbagai kalangan yang terkait dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat seluruh stakeholder pembangunan perumahan
dan permukiman.
Pasal 12
RP4D dilengkapi dengan database perumahan dan permukiman yang berisi antara:
(a) Kondisi perumahan yang ada;
(b) Luasan dan persebaran kawasan perumahan;
(c) Layanan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman;
(d) Inventarisasi dan pencatatan ulang terhadap pembangunan perumahan dan
permukiman yang ada;
(e) Pokok-pokok permasalahan perumahan dan permukiman;
(f) Proyeksi dan prediksi.
Pasal 13
Kondisi perumahan yang ada sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 butir (a)
merupakan hasil dari suatu proses pendataan terhadap:
(a) Jumlah dan persebaran rumah yang ada (eksisting) dalam Kabupaten dalam suatu
kurun waktu tertentu sampai saat perhitungan dilakukan.
(b) Kepadatan setiap luasan
(RW/Kelurahan/kecamatan).
tertentu
dalam
suatu
lokasi
yang
disepakati
(e) Backlog, yaitu selisih antara jumlah rumah yang ada dan jumlah keluarga yang
terdaftar (setiap KK dianggap perlu mendiami satu rumah).
(f) Tingkat penghunian, dll.
Pasal 14
Luasan dan persebaran kawasan perumahan sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 12 butir (b) merupakan hasil analisis dari suatu pendataan dan kesesuaian
terhadap RUTR (dan rencana turunannya apabila ada), yang membuat antara:
(a) Bagian yang sesuai RUTR dan,
(b) Bagian yang tidak/belum sesuai dengan RUTR.
Pasal 15
Layanan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 12 butir (c) sebagai hasil analisis terhadap tingkat layanan
prasarana dan sarana dasar terhadap besaran penduduk yang harus dilayani.
Sehingga diketahui:
(a) Kawasan perumahan yang masih memerlukan peningkatan, perbaikan dan atau
penambahan prasarana dan sarana dasar,
(b) Jumlah dan jenis prasarana dan sarana dasar yang masih harus disediakan,
(c) Jumlah dan luas kawasan perumahan dan permukiman yang memerlukan
peningkatan kualitas,
(d) Jumlah dan luas kawasan perumahan yang dapat dibangun, berdasarkan tingkat
layanan yang dapat diberikan oleh pemerintah kabupaten.
Pasal 16
Inventarisasi dan pencatatan ulang terhadap pembangunan perumahan dan
permukiman yang ada sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 butir (d) meliputi
inventarisasi peruntukan lahan perumahan dan permukiman yang ada dan rencana
pembangunan perumahan dan permukiman baik yang dilakukan oleh pengembang
maupun masyarakat serta pencatatan terhadap rencana pembangunan kawasan
permukiman skala besar (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA) yang berdiri
sendiri.
Pasal 17
Pokok-pokok permasalahan perumahan dan permukiman sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 12 butir (e) merupakan kumpulan permasalahan yang perlu ditanggulangi
dan diantisipasi meliputi:
a) Permasalahan yang penting dan genting (sangat mendesak) dan apabila tidak
diatasi menimbulkan dampak yang sangat meluas, misalnya:
-
Pemberian perijinan lokasi permukiman baru yang tidak sesuai dengan tata
ruang,
Kebijakan tata ruang Kabupaten sulit sekali dilaksanakan, dan belum dapat
mengakomodasikan perkembangan perumahan dan permukiman, sehingga
Masih banyak rumah belum layak huni, kondisi ini dikarenakan adanya
pertambahan penduduk yang mengakibatkan bertambahnya kebutuhan
perumahan yang belum semuanya mampu disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten bahkan dalam penyediaan prasarana dan sarana dasarnya.
Masih banyak rumah tidak sehat dengan kondisi lingkungan rumah, dimana
belum tersedianya atau masih terbatasnya prasarana dan sarana dasar,
seperti: pelayanan air minum, sanitasi dll.
Banyaknya alih fungsi lahan tanpa ijin dan pembangunan yang melanggar Tata
Ruang.
Penetapan negatif list terhadap kawasan yang terlarang untuk diubah menjadi
kawasan permukiman, dll.
Penetapan daya
lingkukngan,
dukung
lahan
yang
mengalami
degradasi
fisik
dan
Belum ada penerapan aturan yang jelas sesuai dengan tata ruang tentang
fungsi tanah pertanian untuk permukiman.
Kelambatan mengantisipasi
permukiman kumuh.
Belum ada sistem pengelolaan pembangunan rumah baru yang terpadu antara
yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan swasta.
tumbuhnya
sehingga
kawasan
semakin
padat
meningkat
penduduk
dan
c) Daftar masalah lain yang perlu ditangani namun dapat diselenggarakan secara
bertahap. Terhadap kelompok masalah seperti ini perlu dipilah menjadi:
-
Belum ada sistem pengelolaan pembangunan rumah baru yang terpadu antara
yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan swasta.
Terdapat permukiman yang tepat berada dibawah jalur SUTET, hal tersebut
berbahaya karena dapat mengancam kesehatan penghuninya, yaitu di
Kecamatan Weleri, Kaliwungu, dan Pegandon.
10
Penegakan Perda dengan sanksi yang tegas bagi pengembang dan masyarakat
yang membangun dan belum memenuhi ketentuan, termasuk lahan tidur.
Perlunya pendataan
berkesinambungan.
perumahan
dan
permukiman
yang
baik
secara
Pasal 18
Proyeksi dan prediksi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 butir (f) berisi
antara lain:
a) Kependudukan, yang akan meliputi perkiraan jumlah dan rencana persebarannya,
rencana pengaturan kepadatan pada setiap bagian kawasan perumahan dan
permukiman,
Lokasi Kasiba/Lisiba.
BAB IV
PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BARU
Bagian Pertama
Umum
Pasal 19
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru dilaksanakan
oleh:
1. Swadaya Masyarakat,
2. Pemerintah,
3. Swasta/ Developer.
Pasal 20
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh swadaya
masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 ayat (1), dilaksanakan pada
tingkat lokal yaitu berupa pengkaplingan lahan, pengadaan sarana dan prasarana
11
setempat,
perencanaan
pembangunan,
pelaksanaan
pembangunan
rumah,
pengelolaan bangunan rumah dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya lebih detail.
Pasal 21
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh pemerintah
dan swasta sebagaimana disebutkan dalam pasal
19 ayat (2) dan (3) harus
memperhatikan:
1. Misi Sosial yaitu menyediakan rumah yang layak yang dapat dijangkau oleh semua
kalangan termasuk masyarakat dengan penghasilan rendah.
2. Pola pengadaan perumahan yang mengacu pada terbentuknya lingkungan hunian
yang berimbang, dengan ketentuan proporsi 1:3:6 (1 untuk rumah mewah, 3
untuk rumah menengah dan 6 untuk rumah sederhana).
Bagian Kedua
Persyaratan dan Kriteria Lokasi
Pasal 22
Pengadaan pembangunan dan pengembangan perumahan baru oleh pemerintah dan
swasta bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana disebutkan
dalam pasal 19 ayat (2) dan (3), harus memperhatikan dan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat memberikan pekerjaan
bagi buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil.
2. Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada rasa ketakutan
penghuni untuk digusur.
3. Bentuk dan tampilan bangunan bukan prioritas utama, cukup memenuhi fungsi
dasar yang diperlukan penghuni.
4. Harga dan biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat pendapatan
masyarakat.
Pasal 23
Pembangunan dan pengembangan perumahan baru bagi kalangan masyarakat
berpenghasilan rendah tidak memprioritaskan bentuk dan tampilan bangunan,
melainkan cukup memenuhi fungsi dasarnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 22
ayat (3), namun demikian tetap harus memenuhi katagori layak yaitu:
1. Layak huni yang berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan dan
kesusilaan, sebagai kelompok manusia berbudaya.
2. Layak usaha yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang
kondusif bagi berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi.
3. Layak berkembang yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang
mendukung terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan
produktivitas).
Pasal 24
Pembangunan dan pengembangan perumahan dan permukiman baru oleh swadaya
masyarakat, pemerintah dan swasta sebagaimana disebutkan dalam pasal 19, harus
mengacu pada persyaratan lokasi sebagai berikut:
1. Tidak berlokasi pada kawan rawan bencana, baik yang rutin maupun yang
diperkirakan dapat terjadi;
2. Mempunyai sumber air baku yang memadai (kualitas dan kuantitas) atau
terhubungkan dengan jaringan pelayanan air bersih serta jaringan sanitasi dan
pematusan berskala kota;
3. Terletak pada hamparan dengan luasan yang cukup, yang memungkinkan
terselenggarakannya pola hunian yang berimbang;
4. Tidak terganggu oleh kebisingan;
12
5.
6.
7.
8.
13
Pasal 29
Bagi kawasan yang belum mempunyai peraturan tersebut, maka Tata bangunan bagi
kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman baru di Kabupaten Kendal
diarahkan sebagai berikut:
1. Ketinggian bangunan harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 1 2 lantai
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 1 2 lantai
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 1 2 lantai
2. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 50 70 %
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 40 70 %
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 40 60 %
3. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus memperhatikan daya dukung lahan dan
karakteristik lokal kawasan, dengan perincian:
a. Dipinggir jalan arteri primer: 50 140 %
b. Dipinggir jalan kolektor (primer dan sekunder): 40 120 %
c. Dipinggir jalan lokal (primer dan sekunder): 40 120 %
4. Garis Sempadan Bangunan (GSB):
a. Garis Sempadan Depan: minimal 25 % dari lebar RUWASJA (Ruang Pengawasan
Jalan) atau 50 % dari lebar RUMIJA (Ruang Milik Jalan).
b. Garis Sempadan Bagian Sudut: khusus untuk bangunan sudut, harus
memenuhi syarat batas pandang jalan dan apabila mempunyai sudut pandang
yang kurang, maka harus dipotong. Bangunan sudut harus mempunyai
orientasi dua arah dengan sempadan, disarankan minimal satu kali jarak
RUMIJA.
c. Garis Sempadan Bagian Belakang/ samping: persyaratan garis sempadan
bagian belakang/ samping disesuaikan dengan kondisi luas persil dan KDB yang
telah ditetapkan.
Pasal 30
Garis Sempadan Bagian Belakang/ samping seperti tersebut pada Pasal 29 ayat (4)
huruf c, diatur menurut luas persil sebagai berikut:
1. Kapling tipe kecil (< 100 m2 ):
a. Jarak antar bangunan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran minimum 1.5 m,
apabila dibangun tritisan.
b. Jarak antar bangunan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran minimum 1 m,
apabila tidak dibangun tritisan.
2. Kapling tipe sedang dan besar (> 100 m2 ):
a. Untuk garis sempadan belakang disarankan jarak minimal 4 m antara batas
tanah dan dinding struktur bangunan.
b. Untuk garis sempadan samping disarankan jarak minimal 3 m antara batas
tanah dan dinding struktur bangunan.
Pasal 31
Untuk bangunan bertingkat, penentuan jarak antar bangunan juga perlu
memperhaikan sudu penyinaran matahari, agar pencahayaan antar bangunan tidak
saling mengganggu/ menutupi. Disarankan apabila dalam bentuk rumah deret/
maisonette:
1. Jarak antar bangunan, bila keduanya mempunyai jendela, bidang terbuka minimum
12 m;
2. Jarak antar bangunan, bila salah satu merupakan dinding tembok tertutup dan
yang lain terbuka, bidang terbuka minimum 6 m;
3. Jarak antar bangunan, bila keduanya merupakan dinding tembok tertutup, bidang
terbuka minimum 3 m;
4. Maksimum panjang bangunan adalah 60 m (jumlah bangunan maksimum 20 unit).
14
Bagian Keempat
Tata Bangunan dan lingkungan di kawasan Khusus
Pasal 32
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan khusus, diperuntukkan bagi kegiatan
perumahan dan permukiman di kawasan lindung, yang sudah terlanjur ada dan tidak
memungkinkan untuk direlokasi, maka sebagai upaya untuk tetap dapat melindungi
fungsi lindungnya, diperlukan rencana pengaturan bangunan dan lingkungan sesuai
dengan jenis peruntukan dan fungsi lindungnya.
Pasal 33
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan resapan air, diarahkan:
1. Kepadatan bangunan: diarahkan untuk kepadatan rendah yaitu < 30 unit/ Ha
dengan luas lantai bangunan < 100 m2;
2. Harus ada pembatasan kepadatan dan pertumbuhan aktiitas beserta fisik kawasan;
3. Koefisien Dasar Bangunan (KDB):diarahkan < 30 %;
4. Dianjurkan membuat sumur resapan bagi lingkungan permukiman yang sudah
terlanjur padat, dengan kepatan yang melebihi batas maksimum.
Pasal 34
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan sempadan sungai, diarahkan:
1. Sempadan bangunan (tanpa tanggul):
a. Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan
minimal 5 m dari tepi sungai;
b. Sungai dengan kedalaman > 3 m, garis sempadan bangunan minimal 10 m dari
tepi sungai;
c. Garis Sempadan Bangunan di tepi jalan inspeksi minimal 7,5 m dari as jalan.
2. Sempadan Bangunan (bertanggul):
a. Anak sungai/ sungai kecil dengan kedalaman < 3 m garis sempadan bangunan
minimal 3 m dari batas tanggul;
b. Sungai dengan kedalaman > 3 m, garis sempadan bangunan minimal 5 m dari
batas tanggul;
Pasal 35
Tata bangunan dan lingkungan di kawasan sempadan pantai, diarahkan:
1. Sempadan bangunan tanpa tanggul/ pemecah ombak: Garis Sempadan
Bangunan diarahkan minimal 10 m dari garis pantai.
2. Sempadan bangunan dengan tanggul/ pemecah ombak: Garis Sempadan
Bangunan diarahkan minimal 7.5 m dari batas tanggul.
BAB V
PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 36
Kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di
Kabupaten Kendal diprioritaskan bagi kawasan-kawasan:
1. Mayoritas kondisi lingkungannya kumuh dan tidak layak huni.
2. Terkait/ menjadi bagian dari upaya penanggulangan kejadian luas biasa.
3. Tingkat kepdatan tinggi dengan tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar
yang tidak memadai kualitas maupun kuantitas).
4. Memerlukan upaya revitalisasi dan re-fungsionalisasi karena keuntungan ekonomis
yang akan diperoleh melalui program konsolidasi lahan.
15
Pasal 37
Kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman di
Kabupaten Kendal dilaksanakan pada kawasan perumahan dan permukiman yang
bermasalah dalam:
1. Penggunaan luas lantai bangunan perorang tidak sesuai standard (kurang dari 10.5
m2), sehingga dinyatakan kumuh (kumuh ringan hingga kumuh berat);
2. Permanensi bangunan: kondisi bangunan mayoritas dalam keadaan non permanen
atau semi permanen, sehingga tidak memenuhi katagori layak baik layak huni,
usaha maupun layak berkembang (pada rumah-rumah tipe C);
3. Lantai bangunan mayoritas masih berupa lantai tanah;
4. Pola/ tata letak permukiman tidak sesuai dengan standard rumah sehat karena:
a. Tata letak rumah tidak memperhatkan orientasi/ arah hadap bangunan
terhadap jalan, arah penyinaran matahari, arah angin, dan sebagainya;
b. Jarak antar bangunan terlalu berhimpitan, tidak mengindahkan jarak
sempadan;
c. Peletakan dan pengaturan air buangan dan sanitasi tidak sesuai standard
rumah sehat.
5. Lokasi perumahan dan permukiman bertentangan/ tidak sesuai dengan alokasi
penggunaan ruang yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah yang ada, dalam
hal ini mencakup:
a. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan rawan bencana (banjir,
abrasi dan tanah longsor);
b. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan sempadan pantai dan
sungai;
c. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan sempadan pantai dan
melakukan kegiatan reklamasi liar;
d. Perumahan dan permukiman yang berada di bantaran rel kereta api;
e. Perumahan dan permukiman yang berada di bawah jalur tegangan tinggi/
sutet;
f. Perumahan dan permukiman yang berada di kawasan resapan air.
Bagian Kedua
Pendekatan dan Prioritas Penanganan Masalah
Pasal 38
Permasalahan perumahan dan permukiman dalam hal kualitas di Kabupaten Kendal
sebagaimana disebutkan dalam pasal 37 diatas, ditangani dengan menggunakan
pendekatan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman redefinisi
(gentrifikasi,
rehabilitasi,
renovasi,
preservasi);
restrukturisasi
(renewal,
redevelpment, restorasi) dan pengembalian fungsi.
Pasal 39
Penggunaan pendekatan penanganan permasalahan kualitas perumahan dan
permukiman sebagaimana disebutkan dalam pasal 38 diatas, harus disesuaikan
dengan latar belakang permasalahan dan berat ringannya masalah tersebut, serta
dampak yang ditimbulkan dari bentuk pendekatan yang digunakan.
Pasal 40
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman
dalam hal kualitas di
Kabupaten Kendal, ditangani dengan menggunakan skala prioritas yang didasarkan
pada tingkat kemendesakan masing-masing permasalahan.
Pasal 41
Permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten
diprioritaskan untuk segera ditangani adalah permasalahan:
1. Pemenuhan kebutuhan akan rumah baru;
2. Permasalahan kualitas fisik rumah;
Kendal
yang
perlu
16
3.
4.
Pasal 42
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman perdesaan di Kabupaten
Kendal ditangani dengan tiga pendekatan seperti tersebut dalam pasal 38 dan harus
memperhatikan setiap dampak yang ditimbulkan.
Pasal 43
Penanganan permasalahan perumahan dan permukiman perdesaan di Kabupaten
Kendal yang perlu diprioritaskan untuk segera ditangani adalah permasalahan:
1. Pemenuhan kebutuhan akan rumah baru;
2. Permasalahan kualitas fisik rumah;
3. Permasalahan perumahan dan permukiman di kawasan rawan bencana;
4. Permasalahan prasarana dasar terutama air bersih, drainase dan sanitasi
lingkungan.
Pasal 44
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal diarahkan melalui program-program yang
signifikan dengan program-program pengembangan perdesaan yang sudah
dikembangkan maupun yang baru dikembangkan, dan perlu memperhatikan
keterpaduan dan keterkaitan dengan program lain baik lintas sektoral maupun
wilayah.
Pasal 45
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal seperti tersebut pada pasal 44,
diantaranya diarahkan untuk melanjutkan program-program yang pernah diterapkan
sebelumnya ataupun program-program baru, apapun nama program tersebut, namun
diarahkan pada kegiatan:
1. Pembangunan dan pengembangan permukiman baru guna mendukung
pembangunan dan pengembangan KTP2D dan pengembangan desa dengan fungsi
tertentu, seperti: Kawasan Agropolitan, Minapolitan,dll;
2. Pembangunan dan peningkatan kualitas prasarana dasar permukiman perdesaan;
3. Peningkatan kualitas fisik rumah dan lingkungan permukiman desa nelayan.
Pasal 46
Penanganan permasalahan dan pembangunan serta pengembangan perumahan dan
permukiman perdesaan di Kabupaten Kendal melalui pembangunan dan
pengembangan permukiman baru guna mendukung pengembangan desa dengan
fungsi tertentu seperti tersebut dalam pasal 45 ayat (1) dimaksudkan adalah desa
wisata, desa industri, desa nelayan, desa pertanian ataupun fungsi khusus lainnya.
Bagian Keempat
Penanganan Masalah Perumahan dan Permukiman yang Bertentangan
dengan Tata Ruang
Pasal 47
Perumahan dan permukiman yang melanggar dan tidak bersesuaian dengan rencana
tata ruang maupun peraturan daerah lainnya, apapun bentuk pelanggaran dan
ketidaksesuaianya, tidak bisa dibenarkan dan harus segera di tangani untuk mencegah
17
18
Pasal 53
Keanggotaan BKP4K terdiri dari instansi/lembaga di Kabupaten/Kota yang membidangi:
perumahan dan permukiman , perencanaan daerah, tata ruang, pertanahan,
prasarana dan sarana lingkungan, sosial kemasyarakatan, kesehatan masyarakat, dan
pengembangan ekonomi masyarakat.
1. Anggota Tetap
a. Instansi Pemerintah Kabupaten,
b. Asosiasi profesi dan Perguruan Tinggi,
c. Forum P & P (bagian dari forum kota),
d. DPRD Tingkat Kabupaten,
e. Instansi Anggota BKP4K.
2. Anggota dilibatkan sesuai dengan substansi bahasan
a. Instansi anggota BKP4N,
b. LSM dan AKPPI,
c. Tokoh/Pemeduli Masyarakat di Kabupaten,
d. Asosiasi Pengusaha.
3. Berdasarkan hasil kesepakatan keanggotaan BKP4K adalah sebagai berikut:
- Bagian Pembangunan dan Kesra Setda,
- Bapeda,
- Dinas Kesehatan,
- Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan (DCKTRK),
- Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas),
- Dinas Pendapatan Daerah,
- PLN,
- PDAM,
- Telkom,
- Dinas Lingkungan Hidup,
- Bagian Hukum Setda.
Bagian Kedua
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Perumahan
dan permukiman
Pasal 54
Tugas pokok dan fungsi BKP4K yang telah disetujui adalah sebagai berikut:
1. Tugas pokok BKP4K adalah:
a. Menyiapkan kebijakan dan program penanganan perumahan dan permukiman
di tingkat kabupaten.
b. Menyelenggarakan penyelesaian atas berbagai
pengembangan perumahan dan permukiman.
permasalahan
dalam
19
2.
20