Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS

Penyusun :
Arnia, S.Ked
(0918011032)

Pembimbing :
dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG
2014
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

REFLEKSI KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Nama Dokter Muda / NPM : Arnia / 0918011032
Stase

: Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Identitas Pasien
Nama / Inisial

: Ny.S

Umur

: 49 tahun

Diagnosis/ kasus

: Osteoartritis

Jenis kelamin

: Perempuan

Aspek pengkajian :
a. Etika
b. Agama
Form Uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/kasus yang
diambil).
Ny. S, 49 tahun, seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri
pada lutut kanannya. Nyeri dirasakan sudah seminggu. Nyeri terutama dirasakan saat
berdiri, berjalan ataupun melakukan aktivitas sehari-hari, namun nyeri hilang timbul dan
dapat berkurang bila pasien beristirahat. Nyeri tidak dipengaruhi cuaca maupun makanan
yang dikonsumsi. Pasien masih dapat berjalan tetapi pasien hanya bisa berjalan pelanpelan karena menahan nyeri di lututnya. Hal ini menyebabkan pasien merasa khawatir
dan mengganggu aktivitas fisiknya sehari-hari. Selain itu pasien juga sering merasakan
kaku pada lututnya di pagi hari terutama saat bangun tidur namun rasa kaku tersebut
kurang dari 30 menit dan lama kelamaan akan hilang dengan sendirinya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada lutut kanan pasien terdapat nyeri tekan dan
krepitasi. Berat badan pasien 94 kg dengan tinggi badan 160 cm, sehingga indeks massa
tubuh didapatkan sebesar 36,7 kg/m2 yang menandakan obesitas.
2. Latar belakang/alasan ketertarikan pemilihan kasus
Saya memilih kasus ini untuk dijadikan refleksi kasus dikarenakan pasien ini merupakan
pasien yang saya ikuti perkembangan penyakitnya dan yang saya tatalaksana dengan
pendekatan kedokteran keluarga saat stase kedokteran komunitas di puskesmas. Selain
itu alasan saya memilih kasus osteoartritis genu dextra dengan obesitas sebagai refleksi
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

kasus karena kebanyakan dokter akan menatalaksana kasus seperti ini hanya dengan
medikamentosa atau hanya mengobati simtomatik tanpa mengendalikan faktor-faktor
risiko yang ada, sehingga pasien akan sering mengalami kekambuhan dan kembali
berobat ataupun terus-menerus mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang tentu saja
akan berakibat tidak baik bagi pasien.
3. Penatalaksanaan dari dokter puskesmas?
Asam mefenamat 500mg (bila nyeri)
4. Ada Tidak Perbedaan?
Dalam kasus ini terdapat perbedaan antara penulis dengan dokter puskesmas, yaitu dari
segi tatalaksana. Penulis menyarankan untuk tatalaksana tidak hanya secara
medikamentosa tetapi perlu edukasi lebih lanjut pada pasien untuk mengendalikan faktor
risiko.
Kenapa bisa berbeda? Apa Landasannya?
Osteoarthritis (OA) atau disebut juga dengan penyakit degeneratif adalah suatu kelainan
pada cartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologi,
dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak meradang dan tidak ada komponen
sistemik.
Osteoarthritis (OA) merupakan suatu kelainan pada sendi yang bersifat non inflamasi,
tidak simetris, dengan perubahan patologi dan pada tulang rawan subchondral serta
terjadi ketidakstabilan sendi, sehingga fungsi sendi berkurang.
Osteoartritis memiliki banyak faktor risiko yang secara garis besar dapat dibagi menjad
dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi (Kelley,
2006). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, ras, jenis kelamin dan
genetik. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah obesitas, trauma berulang,
aktivitas fisik (pekerjaan) berat dan diet.
Penegakkan

diagnosis

berdasarkan

kriteria

klasifikasi

American

College

of

Rheumatology, yaitu berdasarkan gambaran klinis bila didapatkan nyeri lutut dan
terdapat minimal 3 dari 6 kriteria berikut; umur >50 tahun, kaku pagi < 30 menit,
krepitus, nyeri tekan, pembesaran tulang, tidak hangat pada perabaan. Dimana pada
pasien ini terdapat 4 dari 6 kriteria.
Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila sendi
bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita beristirahat.
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa
lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika
terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit
(tidak lebih dari 30 menit). Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri
tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi.
Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang osteoartritis, lutut merupakan sendi yang
paling sering dijumpai terserang osteoartritis. Osteoartritis lutut merupakan penyebab
utama rasa sakit dan ketidakmampuan dibandingkan osteoartritis pada bagian sendi
lainnya.
Penegakan diagnosis klinik utama pada pasien sudah benar, yaitu osteoartritis genu
dextra. Pada pasien ini ditemukan nyeri pada lutut kanannya dan pasien sering
merasakan kaku pada pagi hari yang berlangsung sebentar. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada genu dextra disertai krepitasi, namun tidak dirasakan hangat
pada perabaan.
Namun tetap perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakitpenyakit sendi lainnya. Terutama perlu dilakukannya pemeriksaan kadar asam urat
serum karena sebelumnya pasien mengatakan pernah menderita asam urat. Selain itu
untuk pasien perlu dilakukannya pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
diabetes melitus dengan Tes Toleransi Glukosa Oral karena adanya faktor risiko diabetes
melitus tipe 2 pada pasien yaitu memiliki berat badan berlebih dan usia lebih dari 40
tahun.
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami osteoartritis adalah pengendalian
rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya
tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan osteoartritis terdiri dari terapi non obat
(edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik, dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal
dan tindakan bedah.
Penatalaksanaan osteoartritis genu pada pasien ini sudah tepat. Untuk terapi obat pasien
sudah diberikan asam mefenamat yang berkerja sebagai penghilang rasa nyeri. Asam
mefenamat yang merupakan golongan NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs)
merupakan obat yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoartritis, selain NSAIDs,
acetaminophen juga merupakan lini pertama untuk pengobatan osteoarthritis.
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

Namun pada pasien ini tatalaksana yang diberikan hanya pengendalian rasa sakit dan
belum ada upaya dalam pengobatan non obat. Oleh karena itu penulis merasa perlunya
melakukan edukasi pada pasien agar dapat mengendalikan faktor risiko.
Edukasi pasien menjadi komponen penting untuk rehabilitasi yang efektif. Program
konseling dapat mengurangi nyeri dan disabilitas yang terkait dengan osteoartritis.
Pemberian brosur, penyuluhan tentang osteoartritis dan teknik praktis untuk mengurangi
nyeri dapat memperbaiki fungsi dan meningkatkan derajat kesehatan secara umum.
Faktor pendukung lainnya yang dapat mempengaruhi kesembuhan pasien adalah
dukungan keluarga. Jika keluarga dapat dengan optimal membantu pasien dalam
menjaga pola makan, mengingatkan dan mendorong pasien untuk rutin berolahraga serta
menurunkan berat badan maka kesembuhan pasien akan lebih mudah dicapai.

5. Rencana Terapi Penulis?


Nonmedikamentosa :
a. Konseling pasien bahwa dengan penatalaksanaan yang tepat maka nyeri lutut
yang dirasakan dapat berkurang dan komplikasi akibat osteoartritis dapat
dicegah.
b. Konseling pasien mengenai pentingnya menurunkan berat badan dengan menjaga
diet dengan konsumsi gizi seimbang dan olahraga rutin.
c. Menginformasikan segala hal tentang penyakit osteoartritis dan obesitas serta
aktifitas yang dianjurkan untuk pasien.
d. Konseling kepada keluarga pasien tentang pentingnya memberi dukungan pada
pasien dan mengawasi pengobatan seperti diet pasien, kapan harus kontrol
kembali, dan latihan olahraga OA.
e. Konseling pasien mengenai pentingnya prinsip preventif dari pada kuratif.
Medikamentosa :
a. Asam mefenamat 500mg (bila nyeri saja).
6. Apa yang Anda Dilakukan Bila Suatu Hari Bertemu dengan Kasus yang Sama?
Bila saya menemukan kasus yang sama dikemudian hari saya akan melakukan hal yang
sama saat saya menemukan kasus ini, yaitu tidak hanya mengobati apa yang dikeluhkan
pasien tetapi mengobati secara komprehensif dan menanamkan prinsip preventif pada
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

pasien sehingga pasien dapat mencegah kekambuhan penyakitnya.


7. Apa yang Harus Diketahui Oleh Keluarga?
Keluarga harus mengetahui tentang gejala-gejala, faktor risiko serta pengobatan dari
penyakit sehingga keluarga dapat membantu serta mendukung pasien dalam mengobati
serta mengendalikan faktor risiko yang dimiliki pasien, seperti memberi dukungan pada
pasien agar dapat menurunkan berat badannya yang masuk dalam kategori obesitas. Dan
keluarga pun dapat menghindari penyakit yang sama dengan menghindari faktor risiko.
8. Refleksi dari aspek etika moral beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Hubungan antara dokter dan pasien harus dilandasi oleh kaidah dasar bioetik yang terdiri
dari berbuat baik (beneficence) yaitu prinsip bahwa seorang dokter selain berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasiennya tetap
terjaga kesehatannya. Pada kasus ini, dokter puskesmas hanya mengobati simtomatik
pasien tanpa memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya sehingga pasien
tidak mengerti tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekambuhan
penyakitnya.
Kaidah dasar bioetik yang selanjutnya yaitu tidak berbuat merugikan (non-maleficence),
seorang dokter haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling
besar manfaatnya. Pada kasus ini, dokter tidak memberikan penatalaksanaan yang paling
besar manfaatnya karena tidak mencegah terjadinya kekambuhan dari penyakitnya.

Lalu kaidah dasar bioetik yang ketiga yaitu menghormati martabat manusia (respect for
person/autonomy), dengan memperlakukan pasien sebagai manusia yang memiliki
otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan berikan informasi yang
sebenarnya tentang keadaan pasien (tell the truth). Hormatilah hak privasi, mintalah
persetujuan pasien dalam melakukan setiap tindakan, bila ditanya, bantulah membuat
keputusan penting. pada kasus ini, dokter kurang memberikan penjelasan kepada pasien.
Kaidah dasar bioetik yang terakhir adalah justice (Keadilan) pada kasus ini, seorang
dokter harus tetap melakukan pelayanan secara optimal terhadap pasien tanpa melihat
usia pasien, tingkat ekonomi dan lain-lain.

REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

Selain berdasarkan kaidah dasar bioetik, kode etik kedokteran pun telah memberikan
aturan tentang kewajiban yang harus dilakukan seorang dokter pada pasiennya. Seperti
pada pasal 10 yang tertulis Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam
hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut. Atau pada pasal 8 yang berbunyi, Dalam melakukan
pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Berdasarkan kedua kasus tersebut dapat disimpulkan pada kasus ini kinerja dokter yang
belum maksimal sesuai dengan kode etik kedokteran.
9. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai
Rasulullah bersabda : Dari Abu Dzar ra. dari Rasulullah saw. sebagaimana beliau
riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: Wahai hambaku,
sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah
menetapkan haram (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku
zalim... (H.R. Muslim). Dalam hal ini merugikan pasien dapat dikatakan sebagai
berbuat zalim pada pasien, merugikan pasien karena dokter tidak berusaha secara
maksimal dalam pengobatan pasien sehingga kesembuhan pasien pun tidak didapatkan
secara maksimal. Dan kita harus menghindari sikap zalim karena Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat zalim. Allah SWT berfirman, "... Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri
sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas
orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi
tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih." (QS. as-Syura: 40-42)
Rasulullah pun bersabda dalam hadits lainnya yaitu: Siapa yang menyelesaikan
kesulitan seseorang mumin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan
memudahkan kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang
kesulitan niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat... (H.R. Muslim).
Membantu pasien mendapatkan kesembuhannya pun merupakan memudahkan orang
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

yang sedang kesulitan, sehingga jika dilakukan dengan kesungguhan serta niat yang baik
inshaa Allah akan mendapatkan kemudahan dari-Nya.
Umpan balik dari pembimbing

Bandar Lampung, 4 Juli 2014


Dokter Pembimbing

Dokter Muda

dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

Arnia

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Hadist


Altman R.D. Criteria for the Classification of Osteoarthritis. Journal of Rheumatology, 1991;
27 (suppl) : 10 12.
Anonim. 2005. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. (Diakses pada 4 Juli
2014).
REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta: 2002
Price S,Wilson L.patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit edisi ke 6. Vol.2. Jakarta
:EGC; 2005.hal 1380-1384.
Sudoyo, dkk. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

REFLEKSI KASUS |
Forensik dan Medikolegal
RSUD Abdoel Moeloek 2014

Stase Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai