IDENTITAS PENDERITA:
Nama
: Tn. S
Tanggal lahir
: 25 April 1993
Jenis kelamin
: Laki-laki
Berat badan
: 61 kg
Tinggi badan
: 162 cm
Agama
: Islam
Alamat
: Makassar
SUBJEKTIF
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Bengkak-bengkak
ANAMNESIS TERPIMPIN:
Pasien masuk dengan keluhan utama bengkak-bengkak pada kaki, perut
dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak
ke kaki dan perut. Bengkak pada kemaluan tidak ada. Riwayat bengkak pada
kemaluan ada beberapa bulan yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri. Keluhan
bengkak-bengkak yang sama seperti sekarang pernah dialami pada bulan Juni
tahun 2014. Tidak ada mual dan muntah. Demam tidak ada. Riwayat demam
tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak ada. Nyeri dada kadang ada. Buang air kecil
warna kuning pekat dan volumenya dirasakan berkurang sejak tiga hari
terakhir ini. Buang air besar biasa warna kuning kecoklatan. Nafsu makan
baik.
OBJEKTIF
Status Present
: 150/100 mmHg
Nadi
: 88 kali/menit
Pernapasan
Suhu
: 36,6o C
Kepala :
Ekspresi: Normal, tidak nyeri
2
3 2 1 2
3 2 1 2
2 1 2 3
2 1 2 3
Lidah : Bentuk normal, warna kemerahan, hiperemis tidak ada, kotor tidak
ada, kandidiasis tidak ada, tremor tidak ada
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
Pembesaran kelenjar gondok: tidak ada
DVS : R-2 cm H 2 0
Pembuluh darah : Pulsasi arteri karotis tidak terlihat
Kaku kuduk : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
1. Dada :
a. Dinding dada :
pernapasan tidak ada, iga dan sela iga tidak ada kelainan,
fossa jugularis, intra dan supra clavicularis intak tidak ada
b. Paru :
IX
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler, menurun di basal dextra
et sinistra
Bunyi tambahan : Tidak ada. Rhonki (-/-), Wheezing
(-/-)
c. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, massa tidak ada, nyeri tekan
tidak ada
Perkusi : Pekak relatif ada, batas jantung kanan relatif pada
linea sternalis kanan, batas jantung kanan absolut pada linea
sternalis kiri, batas jantung kiri relatif pada sela iga 5 linea
medioclavicularis kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bunyi
tambahan/murmur tidak ada, gallop tidak ada. Frekuensi
jantung 88 x/menit.
d. Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, stria tidak ada, ascites ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Pekak, shifting dullness ada (Volume ~500cc)
5
17/10/2014
5.70
17.2
47.8
84
30.2
36.0
258
14.8*
Hasil
Nilai Rujukan
Protein total
2,7 g/dl*
6,7-8,7 g/dl
Albumin
1,0 g/dl*
3,5-5 g/dl
Ureum
74 mg/dl*
10-50 mg/dl
Kreatinin
1,20 mg/dl
<1,30 mg/dl
SGOT
27 U/L
<38 U/L
SGPT
19 U/L
<41 U/L
Natrium
128 mmol/l*
136-145 mmol/l
Kalium
4.2 mmol/l
3.5-5.1 mmol/l
Klorida
Trigliserida
102 mmol/l
697mg/dl*
97-111 mmol/l
200 mg/dl
Kolesterol total
597 mg/dl*
<200 mg/dl
Kolesterol HDL
27 mg/dl*
>45 mg/dl
Kolesterol LDL
461 mg/dl*
<130 mg/dl
Elektrolit
HASIL
Kuning keruh
6.0
1.030*
+++/300*
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
++/80*
Negatif
Negatif
4
6*
Negatif
Amorf urat (++)
NILAI RUJUKAN
Kuning muda
4.5-8.0
1.005-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<5
<5
Negatif
4
Negatif
Negatif
Ascites
V. RESUME
Pasien masuk dengan keluhan utama bengkak-bengkak pada kaki, perut
dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak
ke kaki dan perut. Bengkak pada kemaluan tidak ada. Riwayat bengkak pada
kemaluan ada beberapa bulan yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri. Keluhan
bengkak-bengkak yang sama seperti sekarang pernah dialami pada bulan Juni
tahun 2014. Demam tidak ada, riwayat demam sebelumnya tidak ada. Batuk
tidak ada. Sesak ada. Nyeri dada kadang ada. Buang air kecil warna kuning
pekat dan volumenya dirasakan berkurang sejak tiga hari terakhir ini.
Pasien pernah dirawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo,
(RSWS) beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama dan telah
didiagnosa dengan sindrom nefrotik dan setelah keluar dari rumah sakit, pasien
rutin kontrol di poliklinik. Pasien mendapat terapi empat macam obat yaitu
: Kompos mentis
GCS : E4-M6-V5
Tensi
: 150/100 mmHg
Denyut Nadi
: 88 kali/menit
Pernafasan
Suhu
: 36,6 C
Mata
Thorak/paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
VI.
ASSESMENT
a. Sindrom Nefrotik et causa idiopatik kasus relaps
b. Hipertensi grade I
c. Hiponatremia
9
d. Dislipidemia
VII.
PENATALAKSANAAN
Bedrest
Diet rendah garam 2 gram/hari, rendah lemak, asupan protein dibatasi 0,8-1,0
gr/kgBB/hari.
Terapi diuretik (loop diuretic): Furosemid 40 mg/24 jam/oral (pagi) dengan
jam/oral.
Anti dislipidemia: Simvastatin 10 mg/24 jam/oral (malam)
Koreksi hipoalbuminemia: Transfusi albumin 25% 1 botol/hari selama 4 hari
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
Balance cairan dan ukur berat badan setiap hari
Foto thoraks posterior anterior (PA)
IX.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
10
X.
FOLLOW UP
Tanggal
18/10/14
Follow up
S: Bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah
O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
Bp: 160/120mmHg, HR: 78x/menit, RR: 24x/menit, Temp: 37C
Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada
Leher: DVS R+2 cm H20
Thorax: Sesak ada. RR: 24x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler
menurun di basal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral
Lab:
RBC: 5.700 , WBC: 14.800, HGB: 17.2, HCT: 47.8,
MCV/MCH: 84/30.2, MCHC: 36.0, PLT: 258.000
Protein total: 2.7, Albumin: 1.0, Ur/Cr: 74/1.20,
SGOT/GPT: 27/19, Na/K/Cl: 128/4.2/102, Trigliserida: 697,
Kolesterol total: 597, HDL: 27, LDL: 461
A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps
Hipertensi grade I
Hipoalbuminemia
Hiponatremia
Dislipidemia
Suspek efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik
P: R/ Bedrest
11
Biopsi ginjal
S: Pasien mengeluh nyeri dada dan merasa agak sesak.
O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
Bp: 150/100mmHg, HR: 88x/menit, RR: 28x/menit, Temp:
36,6C
Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada
Leher: DVS R+2 cm H20
Thorax: Sesak ada. RR: 28x/menit. Bunyi pernapasan vesikuler
menurun di basal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral
Lab:
Urinalisa: Protein +++/300, blood ++/80
12
Biopsi ginjal
S: Nyeri dada dan sesak.
O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
Bp: 140/100mmHg, HR: 92x/menit, RR: 28x/menit, Temp:
36,9C
Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada
Leher: DVS R+2 cm H20
13
14
1x/hari)
Atasi dislipidemia :
- Simvastatin 10 mg/24jam/oral
Koreksi hipoalbuminemia :
- Transfusi albumin 25% 1 botol/hari
Foto thorax PA
21/10/14
Biopsi ginjal
S: Bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah. Sesak dan
nyeri dada berkurang.
O: Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
Bp: 140/90mmHg, HR: 86x/menit, RR: 22x/menit, Temp:
36,8C
Mata: Anemis tidak ada, ikterus tidak ada
Leher: DVS R+2 cm H20
Thorax: Sesak berkurang. RR: 22x/menit. Bunyi pernapasan
vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra, rhonkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Abdomen: Peristaltik ada kesan normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Pitting edema (pretibial dan dorsum pedis) bilateral
A: Sindrom nefrotik et causa idiopatik kasus relaps
Hipertensi grade I
Hipoalbuminemia
Hiponatremia
Dislipidemia
Efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik
P: R/ Bedrest
Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0
g/kgBB/hari
15
Hiponatremia
Dislipidemia
Efusi pleura bilateral et causa sindrom nefrotik
P: R/ Bedrest
Diet rendah garam, asupan protein dibatasi 0,8-1,0
g/kgBB/hari
Atasi edema dan ascites dengan loop diuretic :
- Furosemide 40mg/24jam/oral (pagi)
Atasi proteinuria dan hipertensi :
- Captopril 25mg/8jam/oral
Atasi sindrom nefrotik et causa idiopatik :
- Methylprednisolone (16 mg) 48mg/24jam/oral (3 tablet
1x/hari)
Atasi dislipidemia :
- Simvastatin 10 mg/24jam/oral
17
XI.
DISKUSI KASUS
Berdasarkan gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaaan laboratorium,
proteinuria
selektif.
Pemeriksaan
mikroskop
elektron
berdasarkan
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
adanya
protein
terutama
albumin
melalui
urin.
Hipoalbuminemia
dengan
mengaktivasi
sistem
renin
angiotensin
yang
(albumin
<3,5g/dl)
pada
sindrom
nefrotik
timbulnya
hipoalbuminemia.
Diet
tinggi
protein
dapat
21
tidak
langsung
diakibatkan
oleh
hipoalbuminemia.
22
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinis dari
23
Dalam
kelompok
GN
primer,
GN
lesi
minimal
(GNLM),
2-3
kasus/100.000
anak/tahun
sedangkan
pada
dewasa
3/1000.000/tahun.
Kelainan histopatologik GN yang paling sering didapat pada lesi glomerular
primer adalah GN lesi minimal dan glomerulosklerosis fokal segmental. GN lesi
minimal paling banyak didapat pada anak-anak dengan persantase 65%,
manakala glomerulosklerosis fokal segmental biasanya ditemukan pada orang
dewasa.
24
anti
inflamasi
non-steroid,
preparat
emas,
25
III.
PATOFISIOLOGI
Reaksi antigen antibodi adalah mekanisme utama yang menyebabkan
kerusakan glomerulus terutama menerusi jalur mediasi komplimen dan mediasi
leukosit. Selain itu, antibodi juga dapat langsung menjadi sitotoksik terhadap sel
di dalam glomerulus. Kesemua reaksi imuno-mediasi ini mengakibatkan
permeabilitas membrane basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran
sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari
menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik lain
seperti edema, hiperlipidemia dan lipiduria.
Mekanisme
reaksi
imuno-mediasi
sel
pada
cedera
glomerulus:
Deposisi atau penompokan kompleks antigen-antibodi
molekul-molekul
yang
tetanam
dalam
glomerulus
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
26
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan
negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat
peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai
peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria).
Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat
komplek:
-
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati
ruangan ekstra vaskular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat
molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme kompensasi dari
hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan
komposisi protein dalam ruangan ekstra vaskular(EV) dan intra vaskular(IV):
NORMAL
Sintesis albumin dalam hepar normal
SINDROM NEFROTIK
sintesis albumin
meningkat
27
IV
EV
IV
EV
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan menjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti
oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang
terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi
filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi
keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium
Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium Na+ secara pasif
sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif
sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air,
H2O yang berhubungan dengan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)
dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda
aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan
ini
28
3. Edema
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapilerkapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial yang
mengakibatkan edema. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan
volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan
air. (lihat skema)
Proteinuria masif menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edema.
Mekanisme edema dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
i. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan
edema.
aktivasi
saraf
simpatetik
dan
konsentrasi
katekolamin,
29
30
Lipid serum
Kapiler menurun
meningkat
31
Transudasi ke
Dalam interstisium
hipovolemia
ADH meningkat
GFR menurun
aldesteron
meningkat
Retensi
Na+ & H2O
Edema
V. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik (albumin menurun, globulin meningkat). Kadar ureum dan kreatinin
32
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria
mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis-sclerosis
focal glomerulus).
IV.
IV.I
33
34
A. Terapi imnuno-supresan
Prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari, dengan dosis maksimum 80
mg/hari Biasanya diberikan dalam dosis tunggal dan dianjurkan diminum
antara pukul 79 pagi dengan tujuan untuk meminimalisasi supresi
kelenjar adrenal. Prednison dilanjutkan sampai minimal 8 minggu
meskipun pada sebagian pasien remisi komplit sudah terjadi sebelum 8
minggu. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengurangi angka
relaps. Pada pasien dengan respon yang lebih lambat dari 8 minggu,
penurunan bertahap prednisone dilakukan 12 minggu setelah didapatkan
remisi komplit. Umumnya pada pasien dengan LM, remisi komplit mulai
terjadi pada minggu ke 8, terutama pada pasien dewasa muda seperti
terlihat pada gambar 1.
GAMBAR 1
36
siklofosfamid
atau
siklosporin,
sendirisendiri,
atau
37
38
ditapering.
Azatioprin, data yang terbatas menunjukkan bahwa azatioprin efektif pada
39
mg/kg/hari)
Bersama siklosporin diberikan pula prednison dengan dosis 0,15 mg/kg/hari
(maksimal 15 mg/hari). Setelah 6 bulan prednison diturunkan bertahap
menjadi 5 atau 7,5 mg/hari (1015 mg bila diberikan selang sehari) dan tetap
dipertahankan 612 kemudian untuk mempertahankan remisi.
*Catatan:
40
Pemberian siklosporin dihindari bila pada hasil biopsi ginjal didapatkan gangguan
vaskuler atau interstitial atau bila GFR<40 ml/mnt (karena sifat nefrotoksisitas dari
siklosporin)
Takrolimus: Pengalaman pemakaian takrolimus pada GSFS yang steroid
dependen atau steroidresisten masih terbatas (10). Satu penelitian pada 25
orang pasien GSFS yang resisten atau dependen terhadap steroid, diberikan
takrolimus dan prednison selama 6 bulan. Takrolimus diberikan dengan dosis
0,05 mg/kg/hari (terbagi 2 dosis). Dosis takrolimus kemudian disesuaikan
dengan target konsentrasi takrolimus darah antara 510 ng/ml. Pada pasien
yang mendapat remisi komplit dalam 6 bulan pertama, dosis takrolimus
kemudian ditapering sebanyak 1 mg/minggu. Prednison diberikan dengan
dosis 1 mg/kg/hari dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu.
Kemudian diberikan dosis 1 mg/kg selang sehari sampai minggu ke 8.
Setelah itu prednison diturunkan bertahap 0,05 mg/kg sampai 6 bulan.
Mikofenolat mofetil: Diberikan dengan dosis 7501000 mg, 2 kali sehari
selama 6 bulan. Penurunan proteinuria minimal 50% didapatkan pada 44%.
Tidak ditemukan pasien yang mengalami remisi komplit, tapi tidak
ditemukan adanya peningkatan kreatinin serum
Pengobatan pada GSFS yang mengalami relaps
Bila pasien tidak mendapatkan remisi komplit atau parsial terhadap steroid,
tidak mempunyai efek samping terhadap steroid, serta remisi telah berjalan
lebih dari satu tahun, maka prednison dapat diberikan kembali dengan dosis
inisiasi (1 mg/kg/hari)
Bila pasien telah mendapat remisi komplit atau parsial tetapi terjadi relaps
saat tapering steroid atau relaps terjadi kurang dari 1 tahun setelah steroid
41
Risiko rendah
42
Bila didapatkan proteinuria < 4 gr/hari dan klirens kreatinin tetap selama 6 bulan
periode evaluasi. Golongan ini hanya 8% yang mempunyai risiko terjadinya PGK
setelah 5 tahun
Risiko sedang
Bila proteinuria antara 48 gr/hari yang menetap dalam waktu > 6 bulan. Klirens
kreatinin normal atau mendekati normal. Setelah 6 bulan evaluasi, sebanyak 50%
golongan ini akan berkembang menjadi PGK setelah 5 tahun.
Risiko tinggi
Bila didapatkan proteinuria > 8 gr/hari yang menetap > 3 bulan dan atau fungsi
ginjal
Di bawah normal atau menurun selama periode evaluasi. Kirakira 75% golongan ini
akan berkembang menjadi PGK setelah 5 tahun. Perlu ditekankan disini, bahwa
pengukuran proteinuria dengan cara pemeriksaan rasio protein : kreatinin pada
sampel urin sewaktu, tidak dianjurkan untuk menentukan stratifikasi risiko diatas
pada saat awal. Pengukuran rasio protein: kreatinin urin sewaktu hanya digunakan
pada saat evaluasi. Pengobatan pada NM sebagai berikut:
Pasien dengan risiko rendah tidak diberikan terapi imunosupresif, karena golongan
ini mempunyai prognosis yang baik dan sering mengalami remisi komplit atau
parsial spontan. Hanya diberikan ACEI atau ARB dan dilakukan evalulasi secara
berkala untuk menilai progresivitasnya. Pemeriksaan ekskresi protein dan kreatinin
serum dilakukan setiap 3 bulan sampai 2 tahun. Setelah itu dilakukan 2 kali dalam
setahun. Alasannya karena risiko progresivitas akan menurun secara bermakna
setelah 2 tahun.
Evaluasi yang ketat tanpa pemberian obatobat imunosupresif selama 6 bulan pada
pasienpasein dengan risiko sedang, fungsi ginjal tetap stabil (CCT 80 ml/mnt) dan
43
edema dapat dikontrol dengan diuretik. Hanya diberikan ACEI atau ARB. Bila
proteinuria 24 jam tetap > 4 gr/hari selama 6 bulan dengan ACEI atau ARB, maka
dapat dimulai pemberian siklofosfamid + prednison, atau siklosporin + prednison,
atau takrolimus + prednison. Kombinasi siklofosfamid + prednison atau
siklosporin/takrolimus + prednisone mempunyai efektivitas yang sama, meskipun
relaps lebih sering terjadi pada pemberian inhibitor kalsineurin. Pilihan pengobatan
ini bergantung pada kondisi pasien misalnya pada wanita reproduktif dihindari
pemakaian siklofosfamid. Sedangkan pada pasien yang lebih tua dengan hipertensi
dan untuk menghindari efek samping vaskuler, lebih baik tidak memakai siklosporin
atau takrolimus.
Kombinasi siklofosfamid + prednison
- Prednison diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/hari (atau metilprednisolon 0,4
mg/kg/hari); diberikan pada bulan 1, 3, dan 5.
- Siklosfosfamid diberikan dengan dosis 22,5 mg/kg/hari; diberikan pada bulan 2,
4,
dan 6. Pada bulan pemberian prednison (1, 3, dan 5), diberikan pulse metilprenisolon
sebanyak 1 gr/hari selama 3 hari tanpa prednison oral.
Kombinasi siklosporin/ takrolimus + prednison
- Siklosporin (35 mg/kg/hari, dibagi dalam 2 dosis), atau takrolimus (0,05
mg/kg/hari, dibagi dalam 2 dosis), diberikan selama paling sedikit 6 bulan.
- Sebagian peneliti memberikan prednison dengan dosis 10 mg selang sehari. Terapi
selanjutnya bergantung pada respon terhadap pengobatan diatas. Bila terjadi remisi
komplit, siklosporin diturunkan bertahap sampai dihentikan dalam 2 4 bulan. Bila
terjadi remisi parsial, dosis siklosporin mulai diturunkan menjadi 1,52,5 mg/kg/hari,
yang diberikan paling sedikit 12 tahun. Relaps dari proteinuri dapat terjadi setelah
siklosporin dihentikan.
44
Pada pasien yang diberikan takrolimus, bila terjadi remisi komplit atau
parsial, takrolimus dilanjutkan sampai 12 bulan dan kemudian ditapering sebanyak
25% setiap 2 bulan sampai selesai. Siklosporin dan takrolimus tidak perlu
dilanjutkan pemberiannya. Bila tidak ada respon dalam 6 bulan pertama. Biasanya
bila tidak didapatkan respon terhadap obat ini, maka juga tidak akan terdapat respon
terhadap obat lainnya. Sebagian pasien yang tidak memberikan respon terhadap
siklofosfamid, siklosporin, atau takrolimus, disebut pasien yang resisten, yang akan
dibahas dibawah ini.
Efikasi pengobatan pada golongan ini hanya sedikit yang berasal dari penelitian
yang dirancang dengan baik. Kebanyakan data berasal dari penelitian
observasional Retrospektif
Kombinasi siklosfosfamid dan prednison
- Siklosfosfamid diberikan dengan dosis 1,52 mg/kg/hari selama 1 tahun.
- Metilprednisolon dengan dosis 1 gram IV, diberikan selama 3 hari berturutturut,
pada bulan 1, 3, dan 5 serta prednison oral dengan 0,5 mg/kg/hari selang sehari
selama 6 bulan. Prednison selanjutnya diturunkan bertahap.
- Untuk meminimalisasi efek toksik siklosfosfamid, maka bila dalam 6 bulan tidak
terjadi penurunan proteinuria dan stabilisasi fungsi ginjal, siklosfosfamid dihentikan.
Siklosporin
Diberikan dengan dosis 3,5 mg/kg/hari selama 12 bulan. Oleh karena efek
nefrotoksik dan siklosporin, perlu dilakukan pemeriksaan kreatinin serum secara
berkala.
45
46
dengan
47
obatobat
antiplatelet
(aspirin,
dipiridamol)
memperlambat
48