pembuatan
makalah
ini
penulis
juga
Penulis
1 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................1
Daftar isi .................................................................................................2
BAB 1 Pendahuluan ...............................................................................3
1.1 Latar Belakang ........................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................4
1.3 Tujuan .....................................................................................4
BAB 2 Pembahasan ................................................................................5
2.1 Definisi Hipersensitivitas ........................................................5
2.2 Klasifikasi Hipersensitivitas ...................................................6
2.3 Hipersensitivitas tipe 1 ............................................................6
2.4 Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1 ...............................................8
2.5 Urutan Fase Hipersensitifitas Tipe 1 .......................................9
BAB 3 Kesimpulan ................................................................................17
Daftar Pustaka ........................................................................................18
2 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi.
3 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
lain, respon imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat
mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam
tubuh.
Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya
menguntungkan bagi tubuh, berfungsi sebagai protektif terhadap infeksi
atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula menimbulkan hal yang tidak
menguntungkan bagi tubuh berupa penyakit yang disebut hipersensitivitas
atau dengan kata lain pada keadaan normal mekanisme pertahanan tubuh
baik humoral maupun seluler tergantung pada aktivitas sel B dan sel T.
Aktivitas berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan
menimbulkan
suatu
keadaan
imunopatologik
yang
disebut
reaksi
hipersensitivitas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka berikut beberapa masalah
diantaranya :
1.
2.
3.
4.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Hipersensitivitas
2. Mengetahui klasifikasi hipersensitivitas type 1
3. Mengetahui siklus hipersensitivitas type 1
4 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas menunjukkan suatu kondisi respon imunitas yang
menimbulkan reaksi yang berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, yang
berbahaya bagi penjamu. Pada individu yang rentan, reaksi tersebut secara
khas terjadi setelah kontak yang kedua dengan antigen spesifik(alergen).
Kontak yang pertama kali merupakan kejadian yang diperlukan untuk
menginduksi sensitisasi terhadap alergen tersebut.
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh
seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada
kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana
sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig
E). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan
efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel sel radang
misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan
yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui
pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan
terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan
dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal
dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah
5 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat
menyebabkan kematian.
2.2
Klasifikasi
Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell diklasifikasikan
2.3
Hipersensitivitas Type 1
Hipersensitivitas tipe 1 merupakan suatu respons jaringan yang
terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) stelah
terjadi interaksi antara alergen dengan antibody IgE yang sebelumnya
berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang
tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya, hipersensitivitas tipe 1
dapat terjadi sebagai reaksi local yang benar-benar mengganggu (misalnya
6 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
rhinitis alergi) atau sangat melemahkan (asma) atau dapat berpuncak pada
suatu gangguan sistemik yang fatal (anafilaksis).
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 timbul segera setelah adanya pajanan
dengan alergen. Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi
kombinassi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast pada
individu yang telah tersensitisasi terhadap antigen. Reaksi ini seringkali
disebut sebagai alergi dan antigen yang berperan disebut sebagai alergen.
Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun
berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, urtiakria, asma
dan dermatitis atopi. Reaksi tipe ini merupakan hipersensitifitas yang paling
sering terjadi.
Reaksi ini disebut sebagai anafilaktik yang bermakna jauh dari
perlindungan. Juga, merupakan kebalikan dari profilaksis. Anafilaksis
merupakan akibat dari peningkatan kepekaan, bukan penurunan ketahanan
terhadap toksin. Sementara itu, ada istilah atopi yang sering digunakan
untuk merujuk pada reaksi hipersensitifitas tipe I yang berkembang secara
lokal terhadap bermacam alergen yang terhirup atau tertelan.
Penderita atopi memiliki kadar IgE yang lebih tinggi dan produksi
IL-4 yang lebih banyak dibandingkan populasi umum. Gen yang
kemungkinan terlibat dikode sebagai 5q31 yang mengkode sitokin berupa
IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GM-CSF. Juga gen 6p yang dekat dengan
kompleks HLA.
Reaksi anafilaktik ini memiliki tiga tahapan utama berupa fase
sensitisasi, fase aktivasi dan fase efektor. Fase sensitisasi merupakan waktu
yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor
spesifik (Fc-R) pada permukaan. Fase aktivasi merupakan waktu yang
diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel mast/basofil
melepas isinya yang berisikan granul yang nantinya akan menimbulkan
reaksi alergi. Hal tersebut terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis)
7 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
menit setelah pajanan antigen yang sesuai. Reaksi ini dapat bertahan dalam
beberapa jam walaupun tanpa kontak dengan alergen lagi. Setelah masa
refrakter sel mast dan basofil yang berlangsung selama beberapa jam, dapat
terjadi resintesis mediator farmakologik reaksi hipersensitivitas, yang
kemudian dapat responsif lagi terhadap alergen.
2) Reaksi intermediet
Terjadi setelah beberapa jam dan hilang dalam 24 jam. Reakis ini
melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan
melalui aktivasi komplemen. Reaksi intermediet diawali oleh IgG yang
disertai kerusakan jaringan pejamu oleh sel netrofil atau sel NK.
Manifestasinya berupa:
a) Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik
autoimun.
b) Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid, dan LES.
3) Reaksi lambat
Terlihat sampai sekitar 48 jam setelah pajanan dengan antigen. Terjadi
akibat aktivasi sel Th. Pada DTH yang berperan adalah sitokin yang dilepas
sel T yang mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Manifesstasi klinisnya yaitu dermatitis kontak, reaksi mikobakterium
tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.
2.5
1. Fase Sensitisasi
8 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
9 | H i p e r s e n s i t y v i t a s Ty p e 1
aktivasi
mastosit
tidak
hanya
melalui
mekanisme
10 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
awal
ditandai
dengan
vasodilatasi,
peningkatan
netral
yang
mengaktivasi
komplemen
dan
kinin,
11 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
12 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
13 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
14 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
Mediator Sekunder
Mediator ini mencakup dua kelompok senyawa : mediator lipid dan
sitokin. Mediator lipid dihasilkan melalui aktivasi fosfolipase A2, yang
memecah fosolipid membrane sel mast untuk menghasilkan asam
arakhidonat. Selanjutnya, asam arakhidonat merupakan senyawa induk
untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.
arakhidonat
dan
sangat
penting
dalam
pathogenesis
meningkatkan
permeabilitas
vaskular
dan
dalam
agregasi
trombosit,
pelepasan
histamin,
dan
Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5, dan
IL-6) dan kemokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas
tipe 1 melalui kemampuannya merekrut dan mengaktivasi berbagai
macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten
15 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
16 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
17 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
BAB 3
Kesimpulan
Jadi, berbagai senyawa kemotaksis, vasoaktif, dan bronkospasme
memerantai reaksi hipersensitivitas tipe 1. Beberapa senyawa ini dilepaskan
secara cepat dari sel mast yang tersensitasi dan bertanggung jawab terhadap
reaksi segera yang hebat yang berhubungan dengan kondisi seperti
anafilaksis sistemik. Senyawa lain, seperti sitokin, bertanggung jawab
terhadap reaksi fase lambat, termasuk rekrutmen sel radang. Sel radang
yang direkrut secara sekunder tidak hanya melepaskan mediator tambahan,
tetapi juga menyebabkan kerusakan epitel setempat.
18 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1
Daftar Pustaka
Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi. Ed 7. Jakarta: EGC. 2007
Baratawidjaja KG. imunologi dasar. Ed 6. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2004
http://www.medicinesia.com/kedokterandasar/imunologi/hipersensitifitastipe-i/
http://qurratulaeni48.blogspot.co.id/2015/07/hipersensitivitas-tipe-1.html
19 | H i p e r s e n s i t y v i t a s T y p e 1