Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum
suatu lembaga pendidikan atau sekolah, agar dapat membimbing para siswa
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan adalah
mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik
intelektual, moral maupun sosial yang terdiri dari proses, cara, serta perbuatan
mendidik. Namun dengan kurikulum atau metode yang berubah-ubah sering tidak
mengakar dan membuat bingung para siswa. Pendidikan yang seharusnya memberi
peluang bagi anak untuk berkembang dalam setiap aspek kehidupannya, kadang
hanya menyentuh satu aspek saja. Misalnya kurikulum yang terus berganti
membuat anak hanya belajar untuk mengejar nilai tanpa peduli akan lingkungan
dan kehidupan sosialnya.
Dari beberapa tokoh barat modern yang memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan pendidikan di dunia adalah Maria Montessori. Maria Montessori
dilahirkan di Italia dan dididik dalam lingkungan liberal. Montessori adalah wanita
pertama yang mendirikan sekolah medis di Italia dan membangun psikologi yang
berbasis sistem pendidikan dan disebarkan ke dunia internasional. Setelah itu ia
mendirikan universitas di Roma dimana ia mempelajari ilmu dokter anak dan
psikiatris. Montessori menjadi tertarik pada pembelajaran dan pengembangan anakanak. Ia membiayai anak jalanan dan mengobservasi mereka dengan uangnya
sendiri.

Pedagogi ilmiah merupakan penelitian tentang pendidikan dengan cara


melakukan pendekatan ilmiah seperti biologis, antropologis, psikologis, maupun
linguistik. Dalam pedagogi ilmiah ini diterapkan untuk meneliti kondisi fisik anakanak. Cara yang digunakan adalah dengan melakukan berbagai observasi ilmiah,
eksak, dan rasional selama masa kanak-kanak. Cara yang lain adalah dengan
membekali guru agar mampu menggunakan ukuran-ukuran antropometrik pada
anak. Metode ilmiah ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan langsung
mengenai metode pendidikan yang paling tepat bagi anak-anak.
Dalam pendekatan ini anak-anak hanya dianggap sebagai mesin. Dengan
melakukan pengukuran-pengukuran yang eksak, maka diciptakan peralatanperalatan belajar yang sudah terukur secara eksak. Hal ini menyebabkan anak tidak
dapat bergerak bebas. Anak dipaksa untuk diam dan disiplin di dalam kelas. Selain
itu, pemberian hukuman dan hadiah juga juga diterapkan. Anak dibiasakan
melakukan sesuatu karena motivasi eksternal, yaitu hanya untuk mendapatkan
hadiah dan menghindari hukuman dari pendidik, dan bukan karena motivasi
internal yang lebih kuat berupa minat atau rasa tertarik untuk mempelajari sesuatu.
Dengan demikian pendekatan mereka itu membelenggu anak secara lahiriah
(dengan meja dan kursi ketat) dan batiniah (lewat pemberian hadiah dan hukuman).
Montessori sebagai pakar pendidikan yang sekaligus peduli akan kehidupan
anak mengembangkan metode pendidikan yang tidak hanya memperhatikan aspek
kognitif, tetapi juga melalui latihan-latihan praktis yang menyentuh jiwa anak. Ia
mengemukakan bahwa kemandirian seseorang harus dilatih sejak dini khususnya
pada masa kanak-kanak. Ia melatih kemandirian anak lewat latihan-latihan yang
sederhana misalnya di sekolahnya ia merancang berbagai alat sederhana yang

menunjang anak dalam belajar atau melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian anak tidak hanya menerima pengetahuan dari gurunya tetapi
mengembangkan diri dengan berbagai sarana yang ada. Semuanya ini menjadi satu
kebutuhan bersama dalam kehidupan anak. Jika anak hanya berkembang pada satu
sisi akan mempengaruhi sisi yang lain. Maka pentinglah pendidikan mencakup
semua aspek tersebut di atas.
B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang akan penulis bahsa dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Biografi Maria Montessori
2. Latar belakang pendidikan Maria Montessori
3. Prinsip dasar metode Maria Montessori
4. Kekhasan sekolah Maria Montessori
5. Tujuan Maria Montessori
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembahasan makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui biografi Maria Montessori
2. Untuk mengetahui latar belakang pendidikan Maria Montessori
3. Untuk mengetahui prinsip dasar metode Maria Montessori
4. Untuk mengetahui kekhasan sekolah Maria Montessori
5. Untuk mengetahui tujuan sekolah Maria Montessori
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Maria Montessori
Seorang perempuan berkebangsaan Italia yang memiliki nama lengkap Maria
Montessori dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1870 di kota Chiaravalle, provinsi
Ancona, Italia Utara. Ayah Maria Alessandro Montessori adalah tentara pejuang
yang mendukung persatuan Italia dan memiliki pemikiran sangat tradisional serta
militan. Renilde Stoppani, ibu Maria Montessori berasal dari keluarga kaya dan
berpendidikan tinggi. Menururt Kramer sebagaimana dikutip oleh Agustina
Prasetyo Magini, Renilde Stoppani disebut sebagai wanita dalam era transisi.

Selepas dari militer, Alessandro menjadi pegawai negeri. Setelah berhasil


membantu persatuan Italia, Alessandro diangkat sebagai karyawan kepausan dan
bekerja sebagai akuntan di departermen keuangan. Namun pada tahun 1853,
Alessandro mengundurkan diri dan memilih menjadi pengawas atau inspektur
perusahaan garam dan tembakau Comachio e Cervia yang masih berada dibawah
kantor kementrian keuangan. Sebagai inspektur, Alessandro sering ditugaskan ke
berbagai tempat. Pada tahun 1865 Alessandro ditugaskan di Chiaravalle, yang
kemudian pada saat itulah ia bertemu dengan Renilde Stoppani seorang wanita
cantik keturunan bangsawan.
Alessandro dan Renilde menikah pada musim semi tahun 1866. Saat itu
Alessandro berusia 33 tahun, tetapi sudah memiliki pekerjaan dengan jabatan
tinggi. Setelah menikah Alessandro ditugaskan ke Venice. Pada tahun 1869, mereka
kembali Chiarvalle. Setahun kemudian, lahirlah Maria. Mengingat jasa alessandro
Montessori yang sangat besar terhadap pemerintah Italia, ia mendapatkan anugerah
jasa Cavaliere yang setingkat dengan gelar kebangsawanan dari kerajaan Inggris
pada tahun 1880. Saat itu maria masih berusia 10 tahun dan Alessandro berusia 48
tahun.
Maria tumbuh dan berkembang diantara orang-orang berjiwa patriotik dan
sangat terbuka terhadap kemajuan. Namun jika ia sendiri tidak memiliki krakter
istimewa dari dalam dirinya, tentu ia tidak akan memiliki kepekaan terhadap
problematika sosial yang ada saat itu. Maria dibesarkan dalam pola keluarga
tradisional, yaitu ayah bekerja dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Maria hidup
dalam keluarga yang terbuka, demokratis, dan disiplin. Maria sejak kecil
diwajibkan oleh ibunya untuk merenda dan membuat sesuatu untuk dibagikan

kepada orang-orang miskin. Pengalaman inilah menjadi pembelajaran tentang


kepekaan sosial yang ditanamkan oleh ibunya kepada maria. Selain itu, Maria kecil
diwajibkan ibunya untuk membantu membersihkan lantai. Pengalaman ini yang
kemudian di jadikan Maria sebagai dasar pembelajaran kehidupan sehari-hari
dalam pendekatannya.
B. Latar belakang pendidikan Maria Montessori
Pada tahun 1876 tepatnya saat Maria memasuki usia enam tahun, ia memasuki
sekolah dasar di Roma. Sejak SD Maria sudah memiliki ketertarikan yang besar
terhadap ilmu matematika. Maka, sewaktu SMA ia lebih memilih jurusan teknik.
Maria menyelesaikan sekolah dasarnya pada pertengahan tahun 1881. Pada waktu
itu, sekolah dasar berlangsung selama lima tahun dan sistempendidikan di Italia
belum mengenal sekolah menengah pertama. Waktu itu hanya ada sekolah kejuruan
yang berlangsung selama tiga tahun. Sekolah kejuruan tersebut dapat disamakan
dengan sekolah menengah pertama saat ini.
Kita dapat mengikuti alur pendidikan Maria Montessori berdasarkan sistem
pendidikan Italia pada saat itu sebagai berikut:
1. Tahun 1876/1877 hingga 1880/1881, Maria belajar di SD Via di San Nicolo dari
Tolentino. Meskipun disebutkan bahwa sekolah dasar ditempuh selama5 tahun,
terdapat data yang tidakjelas untuk tahun ajaran 1881/1882 dan tahun ajaran
1882/1883.
2. Tahun 1883/1884 hingga 1885/1886, Maria belajar di sekolah kejuruan teknik
Regia Scuola Tecnica Michelangelo Buonarotti.
3. Tahun 1886/1887 hingga 1889/1890, Maria belajar di akedemi kejuruan teknik
Regio Istituto tecnico Leonardo da Vinci dan mengambil jurusan Ilmu Fisika
dan Matematika.
4. Tahun 1890/1891 hingga 1891/1892, Maria kuliah di Universitas La sapienza
Roma, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

5. Tahun 1892/1893 hingga 1895/1896, Maria beralih ke Fakultas Kedokteran dan


menyelesaikan studinya.
Pada saat Maria merasa tidak mengalami kesulitan dalam belajar dan selalu
lulus ujian atau tes secara mudah, saat itulah ia mulai tertarik untuk belajar lebih
serius. Ia sangat tertarik pada ilmu Matematika. Kadang-kadang, saat pelajaran
teater di sekolah diam-diam Maria membawa buku matematikanya dan
mempelajarinya dalam cahaya remang-remang. Ketertarikan yang besar terhadap
ilmu matematika menyebabkan Maria meneruskan sekolahnya di sekolah kejuruan
dasar teknik.
Memilih jurusan teknik tentu saja dianggap berlebihan oleh ayah Maria. Pada
masa itu, wanita bergelar sarjana teknik belum pernah terpikirkan sama sekali, apa
lagi ia berdarah bangsawan. Ambisi untuk mengambil sekolah jurusan teknik
dinilai sangat tidak masuk akal karena sekolah teknik didominasi oleh laki-laki, dan
tidak ada satupun siswa wanita di sekolah itu.
Renilde mendukung Maria untuk berani melawan arus dan berjuang
mewujudkan impiannya. Hal itu tampak setelah Maria lulus dari sekolah kejuruan
dasar teknik. Maria ingin melanjutkan ke akademi kejuruan teknik, namun sekali
lagi ia mendapat tantangan keras dari ayahnya. Berkat kegigihan dan dukungan
kuat ibunya, akhirnya Maria diizinkan masuk Institut Ilmu Teknik dan lulus dengan
nilai akhir 137 dari 150. Nilai Maria yang sangat bagus tersebut kian membuka
jalannya ke Universitas.
Pada tanggal 10 Juli 1896, Maria lulus dari Fakultas Kedokteran dengan nilai
luar biasa. Nilai maksimal untuk suatu kelulusan seharusnya adalah 100, Maria
Montessori lulus dengan nilai 105. Itulah bukti bahwa Maria memang sangat luar
biasa dengan kepekaan dan karismanya. Seperti ditulis Maria kepada seorang

sahabatnya, Aku terkenal bukan karena keahlianku atau kemampuan intelektualku.


Aku terkenal hanya karena keberanianku menjadi berbeda dalambanyak hal. Ini
seperti seseorang yang berharap dan selalu bisa mencapainya. Namun, untuk
mencapai impian tersebut, diperlukan usaha dan pengorbanan yang besar.

C. Prinsip dasar metode Motessori


1. Jasmani dan jiwa anak wajib berkembang sebebas-bebasnya
Montessori berpendapat bahwa kemerdekaan dalam pendidikan merupakan
hal yang penting terutama bagi anak yang masih sangat muda. Hal ini tidak
hanya sekedar ide belaka tetapi sungguh dikembangkan Montessori untuk
sekolahnya. Tiap pendidikan harus berpedoman pada pribadi yang hidup,
karena tugas pendidikan adalah membantu anak untuk semakin dapat mandiri
dalam hidup dengan mengembangkan seluruh kemampuannya secara maksimal.
Kemerdekaan bukanlah kesibukan yang tidak bertujuan yang sering
dipertunjukkan anak tetapi merupakan basis untuk membentuk sikap disiplin
dalam diri anak. Menurut Montessori konsep kebebasan dalam pendidikan
semestinya dimengerti sebagai kebebasan yang menuntut kondisi yang paling
mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak bukan hanya secara fisik,
tetapi juga mental termasuk perkembangan kemampuan otak.
2. Anak harus dididik untuk mandiri
Menurut Montessori syarat utama untuk menjadi pribadi yang merdeka
adalah kemandirian. Oleh karena itu, anak harus dibantu supaya menjadi pribadi
yang merdeka sejak kecil. Itu berarti sejak anak-anak memasuki fase awal untuk
aktif, aktivitas mereka itu semestinya menjadi dasar untuk mengarahkan mereka
agar semakin mandiri. Misalnya anak dibiasakan mengenakan pakainnya

sendiri, mengambil keperluannya sendiri dan lain-lain. Itulah gambaran


pendidikan yang menuju kebebasan sekaligus membantu anak.
Pendidikan yang efektif semestinya membantu anak untuk menjadi pribadi
yang semakin mandiri. Semua bantuan yang tidak perlu justru menghambat
proses makin mandiri yang semestinya dicapai anak. Pendidikan semestinya
membantu anak untuk semakin dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang
berguna untuk kelangsungan hidupnya, dengan demikian sebagai individu ia
semakin mengembangkan begitu banyak kemampuan untuk masa depannya.
Membentuk pribadi yang kompeten tidak lain adalah membentuk pribadi yang
mandiri dan merdeka. Hal ini seharusnya menjadi prinsip fundamental bagi
pendidikan.
3. Penghapusan hadiah dan hukuman
Penghapusan hadiah dan hukuman merupakan konsekuensi dari penerapan
prinsip di atas. Anak yang terbiasa untuk beraktivitas akan lebih menghargai
hadiah yang tidak meremehkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu,
karena ia sadar bahwa perkembangan kemampuan dan kemerdekaan batin
menjadi asal usul bagi aktivitasnya. Hal ini tampak jelas pada setiap sekolah
Montessori. Hadiah-hadiah yang ada tidak lagi menarik perhatian anak, karena
pemberian hadiah justru dirasakan melukai harga diri anak.
Berkaitan dengan hukuman, Montessori mengemukakan bahwa ketika ada
anak yang nakal, dan mengganggu teman lain, anak ditempatkan di sudut
ruangan untuk bermain sendiri dengan mainan kesenangannya sambil duduk di
kursi yang empuk. Pada awalnya ia merasa senang berada di situ namun makin
lama ia melihat teman-temannya melakukan banyak hal bersama-sama, ia akan
menyadari betapa bermanfaatnya bekerja sama dengan yang lainnya. Dengan

demikian ia akan bergabung kembali dengan rekan-rekannya. Dari pengalaman


itu ia akan menemukan sendiri pentingnya disiplin dan menghargai orang lain
tanpa harus diatur oleh guru. Menurut Montessori hukuman semacam ini jauh
lebih mendidik dibandingkan dengan hukuman fisik yang sering diterapkan di
sekolah tradisional.
4. Alat-alat indera anak harus berkembang
Ciri sistem Montessori yang terpenting adalah besarnya perhatian yang
dicurahkan kepada perkembangan penginderaan. Menurut Montessori masa
peka pertumbuhan alat-alat indera manusia terdapat antara usia 3-6 tahun . Oleh
karena itu semua latihan untuk menyempurnakan pertumbuhan alat indera anak
hendaknya dijalankan pada masa itu. Bersamaan dengan pertumbuhan alat
indera anak, mulailah anak tertarik pada hal-hal di sekelilingnya.
Pendidikan alat indera manusia bertujuan menciptakan manusia yang dapat
beradaptasi dengan alam sekitarnya. Anak harus dididik untuk hidup sesuai
dengan kenyataan. Menurut Montessori kecerdasan otak akan tetap rendah
tingkatnya jika tidak ada pendidikan alat indera. Sebab alat indera itulah yang
menangkap bayangan dari luar yang dibutuhkan oleh otak. Apabila alat indera
kita dihaluskan maka otak akan memperoleh pengaruh yang baik sekali.
Menurut Montessori pendidikan penginderaan merupakan dasar bagi
pembentukan konsep-konsep intelektual serta menyiapkan anak untuk menjadi
pengamat yang tidak hanya mampu menyesuaikan diri dengan peradaban
modern tetapi juga untuk keperluan sehari-hari. Inti dari pendidikan
penginderaan adalah melatih anak mempertajam kemampuan untuk menangkap
dan membeda-bedakan berbagai rangsangan inderawi secara tepat sehingga
dapat memberikan penilaian secara tepat pula.

Singkatnya prinsip dasar dalam metode Montessori adalah anak harus


dihormati sebagai individu yang bebas serta perkembangan pribadi anak baik
jasmani maupun jiwa merupakan perhatian pokok dalam pendidikan.
D. Kekhasan sekolah Montessori
1. Kedisiplinan
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak untuk
beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak
karena sikap disiplin datang dari kemerdekaan itu. Konsep disiplin yang
didasarkan pada kemerdekaan ini merupakan disiplin aktif yang berbeda dengan
konsep disiplin tradisional yang merupakan disiplin pasif yang lebih
menekankan suasana diam, tidak berbicara, tidak bergerak. Bagi Montessori
seseorang disebut disiplin kalau ia menjadi tuan atas dirinya sendiri, sehingga ia
dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri. Pendidik mesti
menggunakan cara tertentu untuk mengantar anak agar mampu berkembang
sepanjang hidupnya ke arah penguasaan diri yang semakin lebih baik.
Jangkauan disiplin ini tidak hanya di sekolah tetapi sepanjang hidupnya di
masyarakat nanti.
Montessori sangat menekankan pentingnya anak beraktivitas dengan
leluasa, karena memandang mereka sedang berada dalam fase awal mulai aktif
dalam hidup sehingga aktivitas spontan mereka perlu dihargai. Montessori
menolak bentuk praktis yang menghalang-halangi aktivitas mereka dan
pembebanan kewajiban-kewajiban di luar batas kemampuan.
Montessori juga menolak anggapan yang mengatakan bahwa tertib dan
tenang itu baik, sedang aktif dan bergerak itu buruk sebagimana yang biasa
dimengerti di sekolah tradisional. Menurut Montessori tujuan disiplin adalah
untuk aktif, melakukann sesuatu, berbuat baik bukan untuk diam dan pasif. Jadi

kelas yang setiap anak aktif melakukan sesuatu yang berguna untuk menguji
kemampuan-kemampuannya tanpa bertindak secara kasar dan mengganggu
teman lain merupakan kelas yang disiplin.
Bagi Montessori kedisiplinan seperti itu merupakan hasil perkembangan
potensi-potensi dari dalam kejiwaan anak yang merasakan hidup mereka
diperdalam dan dikembangkan. Kedisiplinan yang muncul dari dalam ini tidak
mungkin dicapai hanya dengan memberikan berbagai perintah, peringatan
ataupun nasehat. Tanda awal munculnya kedisiplinan dari dalam itu dapat
terlihat pada tindakan anak dalam menggunakan alat-alat kerja. Wajah anak
akan memperlihatkan rasa tertarik mereka pada apa yang sedang mereka
kerjakan dan mereka akan bertahan lama dalam latihan-latihan itu.
Untuk membentuk disiplin diri diperlukan serangkaian kegiatan yang
dilakukan sendiri oleh anak dan yang disiapkan dengan metode pedagogis yang
benar. Kedisiplinan selalu dicapai dengan cara yang tidak langsung. Tujuan
kedisiplinan dicapai bukan dengan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
dibuat anak, tetapi dengan memberi kesempatan anak untuk memilih
kegiatannya sesuai dengan apa yang dirasakan akan memperkembangkan
potensinya dan bekerja bebas sesuai dengan kecenderungannya.
2. Kriteria pembelajaran di kelas
Proses pembelajaran di kelas Montessori melibatkan banyak peralatan
pendidikan yang dirancang oleh Montessori. Anak bebas memilih alat pelajaran
yang dibutuhkan. Setiap alat memiliki fungsi tertentu dalam merangsang
perkembangan anak, serta tata ruang kelas di sekolah Montessori jauh berbeda
dengan tata ruang kelas di sekolah tradisional. Meja dan kursi dibuat kecil,
ringan dan mudah dipindah-pindahkan oleh anak sendiri, agar anak dapat

memilih sendiri posisi duduk yang nyaman baginya seperti duduk di rumah
sendiri.
Montessori menyebutkan tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara
individual yaitu:
a. Pelajaran yang diberikan harus singkat. Semakin banyak kata-kata yang
tidak berguna dihilangkan, semakin baik suatu pelajaran. Ketika
mempersiapkan pelajaran yang akan diberikan, pendidik mesti
mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkan.
b. Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang sudah dipilih dengan seksama
haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan dan mengacu pada
kebenaran.
c. Pelajaran harus objektif. Guru tidak boleh menarik perhatian anak-anak pada
dirinya sendiri sebagai guru, melainkan hanya pada objek yang ingin
diterangkan. Penjelasan singkat itu harus merupakan penjelasan mengenai objek
yang akan dipelajari anak-anak.
Montessori mengatakan dalam proses pembelajaran, guru harus menghargai
kebebasan anak. Jika anak tidak mengerti penjelasan guru, Montessori
memberikan dua nasehat yaitu: jangan berupaya untuk mengulang pelajaran
yang sudah diberikan dan jangan membuat anak merasa bahwa ia membuat
suatu kesalahan.
Ada berbagai materi pembelajaran yang dikembangkan di sekolah
Montessori anatara lain:
a. Materi pembelajaran menulis dan membaca
1) Menulis
Montessori membagi pembelajaran menulis dalam tiga periode sebagai
berikut:
Latihan untuk mengembangkan mekanisme muskuler yang perlu
untuk memegang dan menggunakan alat tulis. Latihan ini berupa

persiapan dengan kegiatan menduplikat bentuk geometris dan

mewarnai sketsa lukisan.


Latihan untuk menanam dalam ingatan bentuk visual abjad dengan
gerakan-gerakan yang perlu untuk menulis. Latihan penguasaan
abjad dimulai dengan vokal lebih dahulu baru konsonan yang

disertai dengan lafal bunyinya.


Latihan untuk menyusun kata-kata. Latihan ini sangat penting karena
melibatkan banyak unsur dalam diri anak: ia menganalisis,
menyempurnakan, membetulkan pengucapan dan menempatkan
objek-objek sesuai dengan apa yang didengarnya. Latihan ini kalau

diulang-ulang akan mengembangkan kemampuan intelektualnya.


Tiga periode ini memuat semua langkah yang perlu dalam
mempersiapkan anak untuk menulis tanpa pernah menulis dengan pensil
sebelumnya. Dengan menguasai ketiga langkah ini suatu saat anak akan
sampai pada suatu spontanitas dalam menulis.
2) Membaca
Membaca adalah interpretasi atas sebuah gagasan dari tanda-tanda
tulis. Montessori menemukan bahwa menulis mesti dilatih lebih dahulu
sebelum membaca. Dalam menulis lebih banyak dilibatkan kemampuan
psikomotoris, sedangkan membaca hanya dibutuhkan kemampuan
intelektual. Anak tidak cukup hanya mengucapkan kata-kata yang ia
lihat, tetapi harus mengerti arti dan gagasan dari setiap kata yang ia
lihat. Karana itu membaca lebih kompleks daripada menulis karena
menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menulis itu berguna untuk mengoreksi, memperbaiki, mengarahkan
dan menyempurnakan bahasa lisan anak, sedangkan membaca berguna

untuk membantu mengembangkan gagasan-gagasan dan


menghubungkannya dengan perkembangan kemampuan berbahasa anak.
Menulis membantu perkembangan bahasa psikologis anak, sedangkan
membaca membantu mengembangkan bahasa sosial anak.
Pendidik menyiapkan beberapa helai kartu yang sudah ditulisi
dengan kata-kata yang sudah umum dikenal. Kartu diletakkan di depan
anak untuk membantunya membuat interpretasi atas yang tertulis di atas
kartu. Pada fase ini anak sudah terbiasa mengetahui bagaimana
membaca setiap kata dengan mengucapkan setiap suara yang
menyusunnya. Jika anak dapat mengucapkannya dengan tepat, pendidik
cukup mengatakan Lebih cepat! Lebih cepat! Ketika hal ini dilakukan
berulang-ulang anak akan semakin lancar dalam membaca dan mengerti
arti kata yang diucapkanya. Dengan demikian latihan membaca akan
berlangsung dengan cepat karena anak sudah memiliki kemampuan
menulis sebelumnya.
Satu hal yang menarik adalah ketika anak sudah menguasai
kemampuan membaca, ia tidak lagi menerima hadiah-hadiah mainan
yang di berikan karena merasa tidak ingin membuang-buang waktu
dengan mainan. Ia akan terus mencoba membaca kata-kata sebanyak
mungkin. Ia bergembira ketika bisa membaca atau menulis kalimatkalimat sederhana yang disusun sendiri dari pengamatan atas lingkungan
sekitarnya.
3) Pembelajaran matematika
Montessori mengajari anak-anak untuk berhitung dengan
menggunakan uang logam. Dengan itu anak-anak sangat tetarik, karena

perhitungan ini praktis dan berkaitan dengan hidup harian mereka. Ada

beberapa latihan dalam pembelajaran matematika antara lain:


Latihan mengenal angka-angka.
Anak dilatih mengenal tanda angka dengan kuantitas objek-objeknya
dengan menggunakan semacam dua baki kecil yang masing-masing
berisi lima kotak kecil. Bagian bawah kotak itu ditulis angka 0-4 dan
5-9. Masing-masing kotak kecil diisi dengan objek-objek sejumlah
angka yang dimaksudkan. Anak bisa berganti-ganti baik posisi
maupun objek untuk variasi.
Awalnya anak bimbang untuk mengisikan sesuatu pada kotak yang
bertuliskan angka nol. Untuk membantunya pendidik bisa
menggunakan analogi dengan permainan yang meminta anak untuk
datang nol kali atau untuk mencium nol kali. Mulanya saat diminta
untuk datang anak akan melangkahkan kakinya, tetapi hal ini harus

dikoreksi guru sampai akhirnya anak mengerti nol kali itu.


Latihan mengingat angka-angka
Kalau anak sudah dapat mengerti simbol angka yang tetulis memiliki
nilai kuantitas objek senilai yang disimbolkan, anak dapat dilatih
dengan latihan berikut: Pendidik menggunakan angka-angka potongan
klender dari 1-10. Kertas-kertas kecil itu dilipat. Anak diminta untuk
membuka, mengingat angkanya dan menutup kembali. Lalu anak
diminta untuk mengambil objek-objek sejumlah angka itu. Permainan
ini dapat diulang-ulang.
Selain materi pembelajaran di atas, anak juga dilatih dengan
berbagai latihan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan
dalam hubungannya dengan orang lain, misalnya merawat diri sendiri,

memperhatikan kebersihan lingkungan, bekerja sama dengan teman dan


lain-lain. Dalam latihan ini anak didorong dan dilatih untuk menjadi
pribadi yang percaya diri, mandiri serta mampu bersosialisasi pada
lingkungannya.
Sebelum anak melakukan hal-hal tersebut di atas, guru harus
memberikan penjelasan tentang cara dan alat yang dipakai. Sesudah
penjelasan anak dibiarkan untuk mempraktekannya sesuai dengan
pemahaman mereka masing-masing. Selama melakukan hal-hal tersebut
anak dibiarkan melakukannya sendiri. Guru hanya mengamati tanpa
memberikan komentar terhadap setiap kesalahan yang dilakukan anak.
Guru hanya boleh memberikan bimbingan jika anak membutuhkannya.
Tujuan dari latihan ini adalah melatih anak untuk tidak terus bergantung
pada orang lain melainkan belajar menyelesaikan suatu masalah secara
mandiri.
Montessori yakin bahwa melalui latihan-latihan yang diterapkan,
anak pasti akan mengalami perkembangan. Namun ia juga menekankan
bahwa meskipun anak mengalami perkembangan, tidak berarti bahwa
anak akan dibiarkan untuk berjalan sendiri, melainkan guru tetap
mengamati setiap perkembangan yang terjadi secara terus-menerus.
Dalam hal tertentu anak masih membutuhkan bantuan guru untuk
meneguhkan apa yang dibuatnya. Sama halnya dengan seorang bayi,
meskipun sudah bisa berjalan namun ia masih membutuhkan ayah atau
ibunya untuk menuntunnya. Hal tersebut di atas, akan mendukung anak

dalam mengaktualisasikan dirinya serta melakukan sesuatu secara


mandiri.
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam keseluruhan metode ini
adalah guru harus mengenal anak didiknya, mengetahui latar belakang
kehidupan mereka. Dalam sekolah Montessori kedekatan antara guru
dan murid diibaratkan seperti seorang ibu dengan anaknya. Dengan
demikian relasi antara guru dan anak-anak dapat terjalin dengan baik
serta guru dapat dengan mudah mendampingi mereka sesuai dengan
perkembangan masing-masing.
E. Tujuan Metode Maria Montessori
Tujuan dari metode Maria Montessori adalah :
Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi

anak mereka.
Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual,

psikomotor, dan afektif yang ada pada diri mereka.


Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode

perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.


Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja

bebas dan dalam pengawasan terbatas.


Anak diajarkan untuk dapat berkonsenterasi dan berkreasi.
Guru hanya sebagai pengamat dan pembimbing, karena anak dibiasakan untuk
memilih sesuai dengan keinginan sendiri.

Montessori menekankan pentingnya memahami kejiwaan seorang anak sebagai dasar


pendidikan yang tepat. Anak harus diberi kesempatan berekspresi secara merdeka sesuai
dengan keinginan anak. Kemerdekaan yang dimaksud adalah membebaskan anak
sehingga anak dapat bertindak dan bersikap sesuai dengan harkat mereka sebagai anak.
Ilmu pengetahuan ilmiah semestinya bukan digunakan untuk menghasilkan meja dan

kursi yang membelenggu gerak anak, tetapi semestinya digunakan untuk mengerti
kejiwaan anak, membebaskan anak untuk bergerak, berekspresi, secara merdeka.
Montessori tidak secara keseluruhan menolak metode dari Pedagogi Ilmiah
untuk menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan modern pada anak-anak atas dasar
pertimbangan antropologis. Misalnya berkaitan dengan perkembangan fisik. Montessori
ingin mengembangkan sistem pedagogi ilmiah yang berbeda. Montessori
mengembangkan metode pedagogi eksperimental. Ada 2 aspek yang tidak dapat
dipisahkan ,yaitu guru dan murid. Guru harus melakukan persiapan untuk menjadi
pengamat. Sedangkan murid diberi ruang kemerdekaan untuk beraktivitas secara
spontan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri sesuai dengan alam kejiwaan dan
kemampuan masing-masing. Karena masing-masing anak itu unik, model
penyeragaman dan penyamaan kegiatan samasekali tidak memberi tempat bagi
berkembangnya alam kejiwaan masing-masing anak. Dengan memberikan keleluasaan
bagi masing-masing anak untuk beraktivitas, para guru dapat melakukan pengamatan
atas perkembangan masing-masing anak secara lebih cermat.
Montessori mendirikan Rumah Anak-Anak dimana sekolah tersebut
mempunyai mempunyai suasana dan lingkungan yang hangat. Ruangan sekolah model
Montessori dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan kemerdekaan anak-anak
untuk beraktivitas menurut kecenderungan masing-masing anak. Montessori
memandang didirikannya Rumah Anak-Anak sebagai kesempatan untuk
mengembangkan pedagogi eksperimental ilmiah dan psikologi anak-anak. Montessori
menyadari bahwa seluruh tata ruang sekolah ini sangat berbeda dengan tata ruang

sekolah tradisional. Tata ruang yang berada di sekolah ini bukan hanya sebagai tanda
kebebasan, namun juga sebagai sarana pendidikan.
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak untuk beraktivitas
sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak, karena sikap disiplin
datang dari kemerdekaan itu. Konsep disiplin yang dimaksud adalah disiplin aktif, yaitu
seorang anak menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Seorang anak dapat mengatur dan
mengarahkan tindakannya sendiri, jika mesti menjalankan komitmen yang harus diikuti.
Pendidik mesti menggunakan cara tertentu untuk mengantar anak agar mampu
berkembang sepanjang hidupnya ke arah penguasaan diri yang semakin lebih baik.
Karena itu, jangkauan disiplin ini bukan hanya di sekolah tetapi sepanjang hidupnya di
masyarakat nantinya.
Tugas pendidikan adalah membantu anak agar semakin dapat mandiri
(independent). Montessori berpendapat bahwa syarat utama untuk menjadi pribadi yang
merdeka adalah kemandirian (Montessori, 2002). Karena itu, sejak anak-anak memasuki
fase awal untuk aktif, aktivitas mereka itu semestinya menjadi dasar untuk mengarahkan
mereka agar semakin mandiri. Pendidikan semestinya membantu anak untuk semakin
dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya,
dan dengan demikian sebagai individu ia semakin mengembangkan begitu banyak
kemampuan untuk masa depannya. Dengan kata lain membentuk pribadi masa depan
yang kompeten tidak lain adalah membentuk pribadi yang mandiri dan merdeka.
Semestinya hal ini menjadi prinsip fundamental bagi pendidikan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju
kepada pendewasaan anak itu atau membantu anak agar mampu melaksanakan
tugas hidupnya sendiri secara mandiri. Menurut Montessori untuk menjadi pribadi
yang mandiri, seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-

kanak karena pada masa itu merupakan masa peka dimana anak mampu menerima
segala sesuatu yang diajarkan.
Pendidikan dalam metode Montessori memberikan tempat bagi anak untuk
beraktivitas sebebas-bebasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing yang
sekaligus merupakan basis pembentukan kemandirian dan kedisiplinan bagi anak.
Bagi Montessori pendidikan tidak berarti anak hanya menerima dari guru
melainkan anak juga bisa menemukan sendiri apa yang berguna bagi mereka
melalui aktivitas mereka sendiri. Kebebasan dalam metode Montessori adalah
kebebasan yang mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak bukan
hanya secara fisik tetapi juga mental termasuk perkembangan otak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam metode
Montessori adalah mengembangkan seluruh potensi anak yang dapat dilakukan
melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui berbagai latihan praktis
yang berkaitan dengan kehidupan anak itu sendiri.
B. Refleksi
Hidup ini adalah suatu proses pendidikan yang panjang (long life education).
Seluruh kegiatan manusia selalu berpautan dengan cara belajar, dalam arti
tertentu, bahkan setiap kegiatan yang baik dan benar adalah hasil suatu proses
belajar. Misalnya manusia belajar bagaimana cara berjalan yang benar, membuka
mulut yang benar ketika sedang belajar berbicara. Berkaitan dengan hal ini dapat
dikatakan bahwa pendidikan adalah hal yang hakiki dalam kehidupan manusia
yang sadar atau tidak dilaksanakan oleh setiap manusia, baik lewat jalur formal
maupun non formal.
Namun sering terjadi kesenjangan tujuan belajar dalam proses didik mendidik
khususnya dalam dunia pendidikan formal dimana kebanyakan orang
memfokuskan tujuan belajarnya guna memperoleh nilai akademik yang
semaksimal mungkin, ketimbang belajar untuk hidup ( belajar untuk tahu).
Melihat masalah tersebut penulis mengatakan bahwa pendidikan yang

sesungguhnya tidak hanya menyiapkan orang menjadi pintar, tetapi juga


menyiapkan orang untuk memiliki kebajikan dan kebijakan dalam hidup serta
kemampuan untuk berelasi dengan sesama dan Sang Pencipta seperti yang
dikembangkan oleh Montessori.

Anda mungkin juga menyukai