Anda di halaman 1dari 63

KUMPULAN RANGKUMAN PRESENTASI

MEKANIKA ANALITIK

DISUSUN OLEH FISIKA B SEMESTER IV

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013

TIM EDITOR :

1. Nining Pratiwi

(11306141001)

2. Sindhu Madya Zakyratka Putri

(11306141002)

3. Danang Prasetyo Aji

(11306141003)

4. Happy Susi Agus Tina

(11306141008)

5. Yuliani

(11306141009)

6. Nur Wakhidah Afiatul Ummah

(11306141010)

7. Tri Eva Lestari

(11306141011)

8. Agus Kristanto

(11306141012)

9. Dwi Atmasari

(11306141018)

10. Agung Purnomo

(11306141026)

11. Mazaya Noveriwa Puspa

(11306141027)

ii

TIM PENYUSUN :

1. Nining Pratiwi
2. Sindhu Madya Zakyratka Putri
3. Danang Prasetyo Aji
4. Ari Mugianingsih
5. Regina Dwistika
6. Iim Abdul Mafahir
7. Nur Hidayat
8. Happy Susi Agus Tina
9. Yuliani
10. Nur Wakhidah Afiatul Ummah
11. Tri Eva Lestari
12. Agus Kristanto
13. Titik Widoretno
14. Ade Narsa
15. Budianto
16. Iis Mulyana
17. Kunthi Aristiani
18. Dwi Atmasari
19. Tita Nurlaila
20. Tias Rahestin
21. Fissa Septy Primawati
22. Lino Hugun Saputra
23. Taufik Agus Budiyanto
24. Ahmad Awaluddin Noer
25. Retno Wijayanti
26. Agung Purnomo
27. Mazaya Noveriwa Puspa
28. Hastin Sri Lestari
29. Kharismaji Kalasmoro
30. Zulia Nur Rachma
31. Januar Widakdo
32. Riskiana Yuliasih
33. Nur Intan Permatasari
34. Styaningsih Ermawati
35. Tri Widiastuti

(11306141001)
(11306141002)
(11306141003)
(11306141004)
(11306141005)
(11306141006)
(11306141007)
(11306141008)
(11306141009)
(11306141010)
(11306141011)
(11306141012)
(11306141013)
(11306141014)
(11306141015)
(11306141016)
(11306141017)
(11306141018)
(11306141019)
(11306141020)
(11306141021)
(11306141022)
(11306141023)
(11306141024)
(11306141025)
(11306141026)
(11306141027)
(11306141028)
(11306141029)
(11306141030)
(11306141032)
(11306141034)
(11306141035)
(11306141036)
(11306141037)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita masih
dilindungnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi,

mengakibatkan tuntutan

kemajuan dalam dunia pendidikan. Pada mata kuliah

mekanika analitik ini,

strategi pembelajaran sudah harus ditingkatkan dan disesuaikan dengan tuntutan


zaman dan teknologi. Sejalan dengan

hal tersebut, pelaksanaan mata kuliah

mekanika analitik dipandang lebih efektif dan efisisien dengan media presentasi.
Media presentasi ini dipandang lebih efektif dan efisien karena mahasiswa
berperan aktif dalam perkuliahan. Sehingga pelaksanaan mata kuliah lebih mudah
ditangkap dan dipahami mahasiswa. Sebagai tindak lanjut kepahaman mahasiswa,
tentu mahasiswa harus memberikan timbal balik materi yang telah ditangkap dan
dipahaminya. Dalam mengatasi ini, setiap kelompok mahasiswa diwajibkan
membuat sebuah rangkuman atas presentasi yang telah disampaikan.
Selain itu, pada tindak lanjut akhir semester . Mahasiswa dituntut untuk
memahami semua materi yang ditentukan, hal ini dibuktikan dengan sebuah buku
yang merupakan semua kumpulan rangkuman dan materi yang telah disampaikan.
Sehingga, selain sebagai pemenuhan tugas. Buku ini dapat digunakan mahasiwa
sendiri untuk belajar di kemudian hari.
Sekian dari penyusun dan editor, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
mahasiwa yang lain jika membutuhkan dan dapat digunakan untuk keperluan
yang lebih baik untuk perkembangan pendidikan. Akhir kata dari tim penyusun
dan editor, apabila terdapat kesalan dari buku, kritik dan saran mohon
disampaikan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

iv

DAFTAR ISI

Halman Judul
Tim Editor
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Datar Isi
Bab 1. Transformasi Koordinat
a. Mengubah Sistem Koordinat menjadi Transformasi Koordinat
b. Dot Product
Bab 4. Sistem Referensi Non Inertial
a. Sistem Koordinasi yang Dipercepat dan Gaya Inertial
b. Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler sebagai Besaran
Vektor
Bab 6. Dinamika Sistem Banyak Partikel
a. Pusat Massa dan Momentum Linier
b. Memahami Momentum Anguler Suatu Sistem
c. Energi Kinetik pada Sistem Satu Partikel
d. Gerakan Antara Dua Benda dan Reduksi Massa
e. Tumbukan Tidak Beraturan
f. Pusat Massa Koordinat
g. Impuls dan Tumbukan
Bab 7. Mekanika Dalam Kesetimbangan Benda Tegar
a. Pusat Massa dari Benda Tegar
b. Beberapa Teori pada Titik Kesetimbangan Statis Benda Tegar
c. Rotasi Benda Tegar pada Sumbu Tetap
Bab 8. Benda Tegar Tiga Dimensi
a. Momen dan Produk Inersia
b. Momentum Sudut dan Tensor Inersia
c. Prinsip Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
d. Energi Rotasi pada Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
e. Persamaan Euler
f. Perputaran Bebas Benda Tegar Tanpa Gaya
Bab 9. Mekanika Lagrangian
a. Koordinat Rampatan (Umum)
b. Gaya Umum
c. Persamaan Lagrangian
d. Fungsi Hemilton

i
ii
iii
iv
v
1
1
2
3
3
4
9
9
13
15
16
18
23
26
31
31
33
36
42
42
44
45
46
47
48
51
51
53
54
57

BAB 1
TRANSFORMASI KOORDINAT
1.1 Menggubah sistem koordinat menjadi transformasi koordinat
Vektor A dinyatakan dalam bentuk koordinat kartesian :

Gambar 1.1 Sistem Koordinat vektor ijk

Gambar 1.2 Merupakan vektor A

Vektor A dipindahkan pada koordinat kartesian, dan jika


dipindahkan besar dan arahnya harus sama. Posisi vektor A pada koordinat
sistem terletak pada sumbu x,y,z digambarkan dengan gambar 1.2
dibawah,

Gambar 1.2 Komponen vektor pada koordinat kartesian

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Sehingga diperoleh persamaan,


= Ax + Ay + Az

(1.1)

Tiga buah vektor , , menyatakan arah yang bersifat relatif. Vektor , ,


mempunyai sebuah arah yang berbeda dari vektor , , seperti vektor A dapat
dinyatakan sebagai berikut:
= Ax' + Ay' ' + Az' '

(1.2)

1.2 Dot Product


Persamaan 1.2 dapat ditulis menjadi persamaan,
. . .
= . . .
. . .

(1.3)

Persamaan Matriks orde 3X3 diatas disebut Transformasi Matriks.Salah


satu keuntungan dari notasi matriks adalah berturut-turut transformasi dikerjakan
dengan perkalian matriks. Hasil perkalian dot(.), (.) dan lainnya disebut
Koefisien Transformasi. Selain sumbu utama yang hampir sama dinyatakan :
Ax = . = (.)Ax + (.)Ay + (.)Az
Ay = . = (.)Ax + (.)Ay + (.)Az
Az = .= (.)Ax + (.)Ay + (.)Az

(1.4)

Persamaan 1.4 dapat dituliskan menjadi,


. .
= . .
. .

.
.
.

(1.5)

Persamaan Matriks orde 3X3 diatas disebut Transformasi Matriks.Salah


satu keuntungan dari notasi matriks adalah berturut-turut transformasi dikerjakan
dengan perkalian matriks.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

BAB 4
SISTEM REFERENSI NON INERTIAL
4.1 Sistem Koordinasi yang Dipercepat dan Gaya Inertial
Sebuah partikel P terletak pada sistem koordinat kartesian dengan pusat O.
Sistem koordinat tersebut mengalami translasi. Perhatikan gambar di bawah ini :

Gambar 4.1 Hubungan antara vektor posisi pada dua sistem koordinat

Karena terjadi transalasi maka sistem koordinat tersebut berubah menjadi 2,


yaitu pusat koordinat dan . Bisa juga dinyatakan adalah sumbu
koordinat utama dan adalah sumbu perpindahan. Selain itu, karena
pergeseran juga diperoleh 3 posisi baru, yaitu posisi terhadap , posisi
terhadap dan posisi terhadap . Vektor posisi partikel P pada sistem sumbu
utama dinyatakan oleh r dan pada sistem yang terotasi adalah . Perpindahan
dari keadaan awal dinyatakan oleh R0 .
Dari segitiga di atas kita mempunyai rumus sebagai berikut :
r= R0 + r

(4.1)

Turunan pertama terhadap waktu dari persamaan 4.1 dapat diperoleh kecepatan,
ditunjukkan seperti persamaan berikut :
v= V0 +

(4.2)

Turunan kedua terhadap waktu dari persamaan 4.1 dapat diperoleh percepatan,
ditunjukkan seperti persamaan berikut :
a= +

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(4.3)

Jika perubahan sistem tidak mengalami percepatan sehingga A0 = 0, maka


percepatannya menjadi:
a=

(4.4)

Jika sistem utama adalah inersial berlaku hukum 2 Newton, F= ma


menjadi F= m pada sistem yang berubah, sehingga sistem yang berubah itu
juga sebuah sistem inersial. Pendapat lain menyatakan jika sistem perubahan
mengalami percepatan maka hukum 2 Newton menjadi :
F = mA0 + m
F - mA0 = m

(4.5)

4.2 Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler sebagai Besaran Vektor
Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler Sebagai Besaran Vektor

Gambar 4.2 Rotasi sistem koordinat utama


Sebuah partikel P berada pada sistem koordinat kartesian yang berpusat di
titik O. Dimana r adalah jarak partikel P ke pusat koordinat. Posisi r = , atau
bentuk spesifiknya :
ix + jy + zk = + +

(4.6)

Ketika posisi diturunkan terhadap waktu diperoleh persamaan kecepatan.


Persamaan kecepatannya seperti berikut :
(4.7)

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Sehingga dapat diperoleh persamaan kecepatan:


= +

(4.8)

Berikut ini adalah kecepepatan sistem koordinat dengan pusat , yaitu


kecepatan sistem koordinat yang telah mengalami rotasi.

Gambar 4.3 Vektor kecepatan anguler sistem koordinat yang berotasi


Rotasi suatu partikel pada sistem tetap ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu sumbu rotasi dan kecepatan sudut terhadap sumbu rotasi. Arah sumbu rotasi
ditunjukkan dengan vektor n dan kecepatan sudut adalah . Sehingga perkalian
n adalah vektor kecepatan anguler dari suatu sistem tetap.
=n

(4.9)

Hasil arah vektor kecepatan anguler di peroleh sesuai dengan kaidah tangan kanan
hampir sama dengan definisi dari perkalian cros.
Gambar tersebut menunjukan perubahan vektor i adalah hasil dari rotasi
kecil .

Gambar 4.4 Perubahan vektor i adalah hasil dari rotasi kecil .

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Besarnya idi peroleh sebagai berikut :


I iI = (sin )

; = sudut antara i dan

(4.10)

Ketika berada antara sudut i dan sedangkan t adalah perubahan waktu


yang hampir mendekati nol, maka dapat dicari dengan menggunakan limit seperti
berikut ini :

(4.11)
Arah dari i tegak lurus terhadap dan i . Sehingga dapat kita tulis rumus untuk
bentuk vektor diatas dalam persamaan :

(4.12)
Dengan cara yang sama, bisa didapatkan

dan

(4.13)

Sehingga persamaan 4.12 dan 4.13 setelah disubtitusikan dengan persamaan 4.6,
maka persamaan tersebut berubah menjadi berikut :

(4.14)
Rumus 4.14 diatas adalah kecepatan partikel dari titik P akibat rotasi koordinat
sumbu

utama.

Sehingga

persamaan

tersebut

berubah

menjadi:

(4.15)

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Atau dapat dijelaskan dengan :

(4.16)
Penurunan vektor posisi terhadap waktu sama dengan operasi penurunan
posisi saat rotasi ditambah dengan
menjadi:

. Sehingga persamaan dapat dituliskan

(4.17)

Namun ketika vektor kecepatan tegak lurus maka,

(4.18)

Sehingga hasil akhirnya adalah :


(4.19)

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Translasi dan Rotasi pada Sistem Koordinat

Gambar 4.5 Geometri kasus umum translasi dan rotasi sistem koordinat bergerak

Gambar 4.6 Ilustrasi percepatan sentripetal bergerak

Apabila suatu sistem mengalami gerak translasi dan rotasi maka pada
persamaan harus ditambahkan kecepatan translasi Vo ke sisi kanan dari
persamaan, dan Ao percepatan sistem bergerak ke sisi kanan dari persamaan.
(4.20)
(4.21)

disebut dengan percepatan Corolius

(4.21a)

( ) disebut dengan percepatan Sentripetal

(4.21b)

(4.21c)

disebut dengan percepatan transversal

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

BAB 6
DINAMIKA SISTEM BANYAK PARTIKEL
6.1

Pusat Massa dan Momentum Linier


Untuk memahami suatu pusat massa maka dapat ditampilkan dengan suatu

proses sebagai berikut :


1. Menampilkan suatu sistem, pada hal ini bisa dibaratkann banyak
kelereng yang dibungkus oleh plastik. Kemudian plastik kelereng
tersebut diamatai dari samping.

2. Meletakkan sistem tersebut dalam suatu koordinat kartesian.


z

y
x

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

10

3. Menarik garis vektor massa dari pusat koordinat kartesian menuju pusat
massa dan suatu massa tertentu, dalam hal ini dimisalkan
z

i
Pusat massa
y

4. Merumuskan vektor pada gambar


z

Pusat massa

5. Merumuskan vektor

1 1 + 2 2 + +
1 + 2 + +

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

=1

(6.1)

11

6. Merumuskan pusat massa jika di proyeksikan terhadap sumbu


koordinat x, y dan z

(6.1a)

=1

(6.1b)

=1

(6.1c)

=1

7. Mendefinisikan momentum linier

=
=1

(6.2)

=1

Dengan keterangan :

= total semua momentum linier


= momentum linier masing masing partikel

=1

= m

(6.3)

8. Merumuskan momentum linier satu partikel

=1

= = i

9. Merumuskan momentum linier partikel sebanyak n

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.4)

12

+
=1

=
=1

=1

(6.5)

=1

merujuk pada hukum ketiga Newton,


=

(6.6)

mengakibatkan persamaan 6.5 menjadi :

=1

=1

+
=1

=1

+ +

=1

=1

+ +

=1

+ +

=1

=1

= =

(6.7)

apabila sekumpulan partikel bergerak dengan medan gravitasi yang


sama maka persamaan 6.7 menjadi :

=
=1

(6.7a)

=1

Apabila g konstan maka nilai g sama dengan


=

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.8)

13

Apabila tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem maka nilai

=1

=0.

Hal ini mengakibatkan = 0 dan = 0 , sehingga :

= = = konstan

(6.9)

=1

6.2

Memahami momentum anguler suatu sistem


Momentum anguler suatu sistem menggunakan simbol L .
=

=1

(6.10)

Apabila kita menghitung turunan pertama L terhadap t maka hasilnya


adalah :


i=1

(6.10a)

i=1

karena = 0 maka persamaan 6.10a menjadi :

= 0+

i=1
n

(6.10b)

i=1

Mengingat pada persamaan 6.4 ( +


maka persamaan 6.10b menjadi:

( +
i=1

)
=1

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

=1

= = = ),

14

i=1

j=1

+
i=1

(6.11)

= +

Dengan rumus penjumlahan vektor cara segitiga,

=
Dengan hukum Newton ketiga,

(6.12)

(6.13)
= ,Maka persamaan 6.12

tereduksi menjadi

(6.14)

Dengan persamaan 6.14 tersebut 6.12 menjadi

+ ( )

+ ( )

+ ( )

+ ( )

= moment gaya torsi =

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.15)

15

Jika suatu sistem terisolasi, maka N = 0, maka

= konstan

(6.16)

=1

6.3 Energi Kinetik pada Sistem Satu Partikel


Energi kinetik total T pada suatu partikel dinamakan energi individu yang
dinyatakan sebagai
=

1
2=
2

1

2 i i

(6.17)

Gambar 6.3 Definisi dari


Sesuai dengan gambar 6.3, kita bisa menyatakan vektor posisi r sebagai
= +

(6.18)

Dengan menurunkan persamaan 6.18 terhadap t kita dapatkan besarnya kecepatan


partikel i yaitu
= +

(6.19)

Dengan persamaan 6.19, kita dapat memasukkannya pada persamaan 6.17, kita
mendapatkan besarnya energi individu T sebagai berikut

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

16

1
+ ( + )
2

1
2+
2

2
1
=
2

( ) +

1
2
2
1
2
2

(6.19)

Dari persamaan 6.18


=

( + ) =

= 0

(6.19b)

Sedangkan
=

= 0

(6.19c)

Persamaan 6.19c mengakibatkan perubahan persamaan 6.19a menjadi


=

1
2+
2

1
2
2

(6.20)

Persamaan di ataslah yang menjelaskan kenapa energi kinetik suatu partikel


disusun atas energi translasi pusat massa yang dijumlahkan dengan energi kinetik
perpindahan partikel individu yang relatif terhadap pusat massa.
6.4 Gerakan Antara Dua Benda dan Reduksi Massa
Gerakan dari suatu sistem terdiri dari dua benda (diperlakukan sebagai
partikel) yang berinteraksi dengan partikel lain terhadap gaya pusat. Dengan
menganggap bahwa sistem tertutup, dan kedua pusat massa bergerak dengan
kecepatan konstan (lihat gambar 6.4). Untuk mempermudah, maka kita dapat
menganggap pusat massa sebagai persamaan awalnya. Sehingga kita memiliki
persamaan :
1 + 2 = 0

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.21)

17

dimana seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.4, vector 1 dan 2 dianggap
sebagai posisi dari partikel m1 dan m2 yang mana relative terhadap pusat massa.
Dan jika adalah posisi vector dari partikel 1 relatif terhadap partikel 2, maka :

(6.22)
Dengan menggunakan persamaan( 6.21), didapatkan persamaan diferensial
dari gerak partikel 1 relatif terhadap pusat massa, yaitu sebagai berikut :

(6.23)
Yang mana f(R) adalah besarnya gaya gabungan antara kedua partikel. Dengan
menggunakan persamaan (6.22), didapatkan :

(6.24)
dimana :

(6.25)
Besarnya disebut dengan reduksi massa, yaitu massa partikel 1 relatif
terhadap massa partikel 2 yang nilainya lebih kecil diantara massa yang paling
kecil diantara kedua massa partikel tersebut. Persamaan gerak dari suatu sistem

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

18

yang dinyatakan dalam persamaan (6.44) merupakan persamaan gerak dari


partikel 1 yang relative terhadap partikel 2. Persamaan ini sangat tepat untuk
persamaan gerak dari partikel tunggal dengan massa yang bergerak dari daerah
pusat dengan gaya f(R).
Apabila m2 bergerak relative dari pusat massa maka persamaannya akan
dihitung dari pergantian m1 dengan reduksi massa. Jika kedua benda memiliki
massa yang sama (m1 = m2) yang dinyatakan dalam m maka besarnya = m/2.
Disisi lain, jika m2 jauh lebih besar dibandingkan dengan m1, maka m1/m2
sangat kecil, sehingga akan mendekati m1.
Untuk dua buah benda yang berinteraksi satu sama lain pada jarak tertentu
yang besarnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi, maka :

(6.26)
Dari persamaan tersebut, maka persamaan gerak dari suatu system menjadi :

(6.27)

6.5 Tumbukan Tidak Beraturan


Tumbukan adalah hasil interaksi antara dua buah benda yang searah
ataupun berlawanan arah. Biasanya tumbukan dapat menjelaskan impus atau
momentum yang bekerja pada suatu benda. Konsep ini dapat dijelaskan melalui
Hukum II Newton, dimana :

F=ma
F = ( - )
I = p2 p1
Dari penguraian Hukum II Newton tersebut, maka dapat diketahui bahwa
impuls merupakan perubahan momentum yang dialami oleh suatu benda, yaitu
beda antara momentum akhir dengan momentum awalnya.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

19

Tumbukan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :


1. Tumbukan lenting sempurna
Tumbukan yang terjadi pada dua buah benda dimana setelah tumbukan
benda akan kembali ke posisi awalnya. Energi kinetik yang terdapat pada
tumbukan lenting sempurna adalah tetap sehingga berlaku Hukum Kekekalan
Energi Kinetik dan Hukum Kekekalan Momentum.
Pada tumbukan lenting sempurna berlaku persamaan berikut :
m1 v1 + m2 v2 = m1 v1 + m2 v2
Hukum Kekekalan Momentum :
Besarnya momentum total sistem sesaat sebelum tumbukan sama dengan
besarnya momentum sesaat setelah tumbukan, asalkan tidak ada gaya luar yang
bekerja pada sistem.
2. Tumbukan lenting sebagian
Tumbukan yang terjadi antara dua buah benda, dimana setelah tumbukan
benda tidak kembali ke posisi awal.
3. Tumbukan tak lenting sama sekali
Tumbukan tak lenting sama sekali yaitu tumbukan yang keadaan akhirnya
dipengaruhi oleh besar kecilnya kecepatan awal yang bekerja pada suatu benda.
Apabila kecepatan benda 1 jauh lebih kecil dari pada kecepatan benda 2, maka
pada saat benda 1 bertumbukan dengan benda dua, kedua benda tersebut akan
diam, begitu pula sebaliknya, apabila kecepatan benda 2 lebih besar daripada
kecepatan benda 1 dan benda 2 bertumbukan dengan benda 1, maka kedua benda
tersebut akan bergerak bersama-sama dengan kecepatan yang sama. Pada
tumbukan lenting sebagian jumlah energi kinetik sebelum tumbukan lebih besar
daripada jumlah energi kinetik setelah tumbukan.
Pada tumbukan tak lenting sama sekali berlaku persamaan berikut :
m1 v1 + m2 v2 = (m1+ m2) v
Ketika dua buah benda megalami tumbukan, gaya yang bekerja satu sama
lain sat berinteraksi (bertumbukan) dinyatakan dengan gaya dalam. Jika dua benda
berada dalam system tunggal, maka momentum linearnya tidak berubah. Hal
tersebut dapat dilihat pada persamaan :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

20

(6.28)
Yang nilainya ekuivalen dengan ;
(6.29)
Ruas sebelah kanan pada persamaan (6.29) menyatakan besarnya
momentum sebelum tumbukan, sedangkan ruas sebelah kiri pada persamaan
(6.29) menyatakan besarnya momentum setelah tumbukan. Persamaan diatas
sangat umum digunakan dalam menyelesaikan persoalan duaa buah benda yang
saling bertumbukan.
Dengan menganggap energy yang bekerja pada suatu benda sama, maka
persamaan energy kinetic suatu benda dapat dinyatakan dengan variable
momentum yang dinyatakan dalam persamaan berikut :

(6.30)
Dimana Q adalah energy yang hilang atau bertambah saat tumbukan
terjadi. Apabila variable momentum diuraikan menjadi p = m v , maka persamaan
energy kinetiknya dapat dinyatakan dengan :

(6.31)
Dalam tumbukan lenting sempurna, tidak ada peruahan energy kinetic
(energy kinetic = tetap) sehingga tidak ada gaya yang bertambah atau berkurang
saat terjadi tumbukan (Q=0). Namun apabila terdapat energy yang hilang saat
terjadi tumbukan, maka besarnya Q adalah positive (+). Hal ini disebut dengan
endoergic collision (tumbukan dengan energy dalam) yang biasanya terjadi pada
tumbukan tak lenting sama sekali.
Namun apabila terdapat energy yang bertambah saat terjadi tumbukan,
maka besarnya Q adalah negative (-). Hal ini disebut dengan exoergic collision
(tumbukan denagn energy luar) yang biasanya terjadi pada tumbukan lenting
sebagian.
Pada saat tumbukan berlangsung, sistem tidak hanya mengalami transfer
momentum tetapi juga mengalami transfer energi. Transfer energi ini terjadi

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

21

karena pada waktu tumbukan gaya interaksi kedua partikel menyebabkan partikel
lain tergeser.
Misalnya pada saat satu partikel melakukan kerja, terjadi perpindahan
energi dari satu partikel ke partikel lain.

Tumbukan Searah
Dengan menganggap tumbukan yang terjadi pada dua benda (dua partikel)
bergerak pada satu garis lurus yang searah (lihat gambar 6.5). dalam kasus ini
persamaan momentumnya sama dengan persamaan (6.29), yang dapat dituliskan
tanpa menggunakan notasi vector seperti gambar berikut :

(6.32)
Untuk mengetahui kecepatan akhir setelah tumbukan dengan memberikan
kecepatan awal sebelum tumbukan, kita dapat menggunakan persamaan
momentum yang disertai dengan adanya perubahan energy apabila kita
mengetahui besarnya nilai Q.
Koefisien restitusi dapat didefisikan sebagai negatif dari perbandingan
beda kecepatan antara dua buah benda sesudah tumbukan dan beda kecepatan
keduanya sebelum tumbukan. Dalam notasi dapat ditulis :

(6.33)
Dimana, nilai e terletak diantara 0 dan 1. Pada tumbukan lenting sempurna,
koefisien restitusi (e) = 1. Pada Tumbukan tidak lenting sama sekali, koefisien

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

22

restitusi (e)= 0. Dan pada tumbukan lenting sebagian nilai koefisien restitusi (e)
berada diantara dua nilai tersebut (0 < e < 1).
Kita dapat menghitung nilai kecepatan akhir dari persamaan (6.32) dengan
menggunakan variablel koefisien restitusi pada persamaan (6.33). Dengan hasil :

(6.34)
Dengan mengetahui e = 0, maka dapat diketahui bahwa v1 = v2 yaitu saat
tumbukan tidak lenting sama sekali, ketika benda berada dalam keadaan diam
(tidak diteruskan). Disisi lain, ketika kedua benda memiliki massa yang sama,
yaitu m1 = m2 dan koefisien restitusinya (e) = 1, maka dapat diktahui :

Yang mana kedua benda tidak mengalami perubahan kecepatan saat terjadi
tumbukan.
Secara umum, tumbukan tidak lenting sama sekali, dapat dibuktikan
bahwa energi yang hilang berhubungan dengan koefisien restitusi. Hal tersebut
dapat dilihat pada persamaan berikut :

dimana

adalah reduksi massa dan

adalah kecepatan relative sebelum tumbukan.

6.6 Tumbukan Tidak Beraturan


Tumbukan adalah hasil interaktif dua buah benda yang bergerak searah
atau berlawanan arah. Sedangkan tumbukan menimbulkan dua peluang hasil,
yaitu tumbukan beraturan dan tumbukan tidak beraturan. Persamaan momentum
dengan massa m1 dan kecepatan v1 yang menumbuk ke benda dengan massa m2
dan kecepatan v2 = 0 (benda 2 dalam keadaan diam) adalah :
p= p'+p'
mv= mv' + mv'

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.35)

23

Terlihat jalannya tumbukan adalah seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 1. Tumbukan tak beraturan 2 benda


Dari gambar 1 memperlihatkan bahwa benda satu (m1) bergerak dengan kecepatan
v1 menabrak benda dua (m2) yang diam v2 = 0 . Dan setelah terjadi tumbukan
kedua benda tersebut bergerak tidak teratur dan saling menjauhi hingga
menimbulkan sudut-sudut yang terbentuk antara bidang lurus dengan benda.
Akibat tumbukan tersebut energi yang ada pada kedua benda tersebut dapat
dituliskan menjadi:
1
2

1 1 2 = 2 1 1 2 + 2 2 2 2 +

(6.36)

Atau dapat juga dinyatakan dengan:


1 2
2 1

1
2
= 2
+ 2
+

(6.37)

Yang mana p adalah suatu momentum. Momentum adalah hasil kali gaya
dengan selang waktu gaya itu bekerja, sama dengan hasil kali massa dengan
selisih antara kecepatan akhir dengan kecepatan awal ( p= mv)

6.7 Pusat Massa Koordinat


Dari definisi pusat massa, momentum linier di pusat massa adalah 0 baik
sebelum dan sesudah tumbukan. Maka kita dapat menuliskannya dengan
persamaan di bawah ini :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

24

1 + 2 = 0

(6.38)

1 + 2 = 0
Tanda bar pada rumus diatas digunakan untuk mengindikasikan bahwa
kuantitas pada persamaan menunjukan kepada sistem dari pusat massa. Sehungga
keseimbangan energinya di dapatkan :
1 2
2 1

2 2
2 2

1 2
2 1

2 2
2 2

(6.39)

Dengan menghilangkan 2 dan 2 dari persamaan energi dengan


menggunakan hubungan momentum, dapat diperoleh :
1 2
2

1 2
2

(6.40)

Sehingga jalannya tumbukan bisa digambarkan menjadi seperti gambar


dibawah ini :

Gambar 2. Tumbukan pada pusat massa


Dari gambar 2 terlihat bahwa dua buah benda saling mendekat dengan kecepatan
tertentu dan bertumbukan di pusat massa. Setelah terjadinya tumbukan, kedua
benda tersebut saling manjauhi dengan kecepatan tertentu.
Setelah kita ketahui dari persamaan-persamaan di atas maka kita dapat
mengetahui hubungan momentum yang dapat kita rubah ke dalam variabel
kecepatan, persamaannya bisa di tuliskan menjadi :
mv + mv = 0

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.41)

25

1 1 + 2 2 = 0
Kecepatan dari pusat massanya adalah :
1

(6.42)

1 + 2

Sehingga dari sini kita bisa mendapatkan :


1 = 1 =

1 2

(6.43)

1 + 2

Dari hubungan di antara kecepatan vektor vcm , v1 , 1 dapat ditampilkan


menjadi sebuah gambar seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3. Hubungan antara vcm , v1 , dan 1


1 sin 1 = 1 sin

(6.44)

1 1 = 1 cos +
Maka

dengan

membagi,

kita

menemukan

persamaan

yang

menghubungkan sudut hamburan menjadi dalam bentuk :


sin

tan 1 = +cos

(6.45)

Dan nilai secara umum dapat dituliskan :


=

1
2

1+

(6.46)

Sedangkan dalam kasus tabrakan elastis sempurna Q = 0 , sehingga bisa


didapatkan:

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

26

= 1

(6.47)

Dalam sebuah kasus lain, jika massa benda 1 dan massa benda 2 sama, m1
= m2 . pada kasus ini = 1 sehingga di dapatkan :
sin

tan 1 = 1+cos = tan 2

(6.48)

6.8 Impuls dan Tumbukan


Persamaan impuls dapat di definisikan :
( )

(6.49)

Atau dalam bentuk differensial:


=

(6.50)

Akan tetapi jika interval waktu t=t1 sampai t=t2 bisa didapatkan:
=

1
2

(6.51)

=
Adapun hubungan antara impuls dan koefisien Restitusi () dari
perbandinga impuls dan impuls maka dapat dituliskan sebagai berikut:
1 1 1 =

1 1 1 0 =

2 2 2 =

(6.52)

2 2 2 0 =

Sehingga dari persamaan di atas dapat diperoleh :


1 2 2 1 = 1 + 2
1 2 1 2 = 1 + 2
Kedua persamaan tersebut kemudian dibandingkan, sehingga didapat :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(6.53)

27
2 1
1 2

(6.54)

Ruas kiri pada persamaan di atas merupakan koefisien restitusi (), sehingga
didapatkan :
=

(6.55)

6.9 Tumbukan

Berikut ini adalah gambar yang menggambarkan hubungan antara vektor


dan kecepatan :

Hubungan antara

dan 1 adalah dengan membedakan keduanya sebagai 2

buah segitiga yaitu segitiga hijau dan segitiga merah. Berikut adalah persamaan
untuk sumbu y:
1 = 1 sin
2 = 1 sin 1
1 = 2
1 sin = 1 sin 1

(6.47)

Berikut adalah persamaan untuk sumbu x:


1 = 1 cos
2 = 1 cos 1
1 + = 2
1 cos + = 1 cos 1
1 1 = 1 cos +

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

( 6.48)

28

Pada dasarnya tan 1 =

tapi dengan menjabarkan nilai x dan y

kedalam maka persamaannya dapat ditulis menjadi:


1 sin
= tan 1
1 cos
tan 1 =

1 sin

kemudian persamaan ini dibagi dengan 1 dengan catatan

cos +

yaitu
=

, sehingga persamaan akan menjadi :


1
1

tan 1 =

1
1

sin

cos +

sin

cos +

tan 1 =

( 6.49)

Menentukan besarnya Q pada tumbukan lenting sempurna.


12

Dari persamaan

+ dapat digunakan untuk menentukan

besarnya Q pada tumbukan lenting sempurna.


12
2
1

2
1

=
=

2
1

2
1

+ , dengan catatan 1 = 1
(6.50)

0=

(6.51)

Kasus khusus pada tumbukan elastik (lenting sempurna)


1. Ketika 2 > 1 dengan menjabarkan persamaan dari 6.49 dan 6.50
=
=

1 1

(6.52)

1 ( 1 + 2 )

1 .1
1 (1+1000000 )

= 0,000001 disubstitusika ke dalam persamaan 6.49 yaitu


tan 1 =

sin
+cos

tan 1 =

sin
0,000001 +cos

tan 1 tan
Impuls dalam tumbukan

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

sin
0+cos

tan

29
d (mv )
dt

(6.53)

Atau dalam bentuk diferensial yaitu


d mv = dt

(6.54)
1
2

2 2 1 1 =

1
2

(6.55)

(6.56)

Gerakan dari suatu benda dengan variabel massa (gerakan roket)


Kita bisa memakai persamaan perubahan momentum (impuls) pada persamaan
6.54 dan 6.56.Yaitu,
= F

(6.54)

(6.55)

Sehingga,
=

(6.56)

Dengan adalah gaya luar yang bekerja pada benda. Dan adalah interval
waktu yang pendek. Maka diperoleh :
=

= + + + +

(6.57)
(6.58)

Setelah menyederhanakan menjadi


= +

(6.59)

Untuk mendapatkan gaya luar, maka persamaan di atas dibagi dengan perubahan
waktu diperoleh :
= +

=
+

= +

Dengan demikian jika limit mendekati nol, maka akan didapatkan suatu
persamaan :
= +

(6.60)

mewakili gravitasi, gaya melawan udara dan seterusnya. Pada roket,


menjelaskan gaya dorong.
Jika =

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

30

maka = = +

(6.61)

Persamaan 6.60 dan 6.61 saling berhubungan. Dan pada saat roket bergerak
dianggap nol maka :
=
0 =
=

(6.62)

Kita dapat mengintegralkan dengan menggunakan metode separasi variabel :

V dianggap konstan, sehingga kita dapat mengintegralkan antara kecepatan


sebagai fungsi massa :

=
0

Sehingga akan diperoleh : = 0 +

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

31

BAB 7
MEKANIKA DALAM KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
7.1 Pusat Massa dari Benda Tegar
Mengingat kembali persamaan pusat massa dari suatu system partikel pada
titik , , :

Untuk benda tegar 3 dimensi, kita dapat mengganti persamaan tersebut


dengan nilai integral volumnya.

(7.1)


Jika benda tegar tersebut membentuk suatu luasan (2 dimensi), maka pusat
massanya menjadi:

(7.2)

Jika bendanya berupa garis (1 dimensi), maka pusat massanya adalah:

(7.3)

Dimana adalah massa per satuan panjang dan adalah elemen panjangnya.
Jika ada dua atau lebih pusat massa yang diketahui, maka pusat massa dari sistem
tersebut adalah:

+ +..
= 1 1+
2+

1, 1, 1 adalah pusat massa dari partikel 1,dan seterusnya.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(7.4)

32

Jika partikel merupakan partikel yang memiliki posisi seolah-olah


pencerminan dari partikel pada sumbu y
=

+
( + )

Jika = dan = , maka nilai adalah 0

Gambar 7.1 Massa Benda pada Sistem Koordinat


Setengah Bola Padat

Untuk menemukan pusat massa pada lapisan bola homogen yang padat
dengan radius a , berdasarkan benda simetris kita mengetahui bahwa pusat massa
berada pada radius yang normal untuk permukaan datar.

Gambar 7.2 Koordinat untuk Menghitung Pusat Massa pada Elemen Bola

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

33

Untuk menghitung kita menggunakan elemen pada lingkaran tersebut


= 2 2

Jadi

2 2
2 2

(7.5)

Kawat Setengah Lingkaran


Untuk menemukan lokasi massa pada kawat tipis yang di bentuk sama
seperti setengah lingkaran dengan radius .

Gambar 7.3 Koordinat untuk menghitung pusat massa kawat lingkaran


= , = sin sehingga

sin

(7.7)

Bidang Setengah Lingkaran 2 dimensi


4

Pusat massa pada bidang ini berada pada = = 3

(7.8)

7.2. Beberapa Teori Pada Titik Kesetimbangan Statis Untuk Benda Tegar
Percepatan pada pusat massa dari suatu sistem sama dengan penjumlahan
vektor dari gaya luar dibagi massanya. Pada parikel, jika sistemnya merupakan
benda tegar, penjumlahan dari semua gaya luar = 0.
1 + 2 + = 0

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(7.9)

34

Persamaan ini menunjukan kondisi untuk titik keseimbangan yang bergerak dari
benda tegar. Hilangnya momen total dari adanya gaya luar tersebut berarti
momentum angular dari benda tidak berubah. Kondisi ini untuk titik
keseimbangan yang berotasi. Pusat massa pada bidang ini berada pada,
1 1 + 2 2 + = 0

(7.10)

Titik keseimbangan pada medan gravitasi yang seragam


Perasamaan gaya luar terkait gaya gravitasi adalah = .
Kita dapat menulis kondisi untuk titik kesetimbangan yang bergerak sebagai,
1 + 2 + + = 0
Dimana

1 , 2

adalah

(7.11)
gaya

luar

dari

gaya

gravitasi

sehingga

titik

keseimbangannya di tuliskan,
1 1 + 2 2 + +

= 0

(7.12)

Tetapi adalah vektor konstan sehingga kita dapat menuliskan:


i

= (

i ) = cm = cm

(7.13)

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa momen dari gaya gravitasi pada semua
titik pada medan gravitasi adalah sama sebagai gaya yang bekerja pada pusat
massa.
1 1 + 2 2 + + cm = 0

(7.14)

7.2. Teori Persamaan Kestimbangan Benda Tegar


Percepatan sebuah pusat massa dari sebuah benda adalah penjumlahan
vektor dari gaya keluar dibagi dengan massa. Dimana, jika sebuah sistem
tersebuat adalah benda tegar dan jika penjumlahan dari semua gaya keluar
tersebut habis, maka dapat dituliskan:
+ + = 0

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

7.9

35

maka pusat massa jika pada awalnya diam, maka akan tetap diam. Sehingga
Persamaan (7.9) mengungkapkan kondisi kestimbangan translasi pada benda
tegar. Sama hanya saat total jumlah seluruh gaya diterapkan,
+ + = 0

(7.10)

Kesetimbangan di Sebuah Medan Gravitasi yang Teratur


Perhatikan benda tegar di medan gravitasi teratur, katakanlah permukaan
bumi. Karena penjumlahan gaya gravitasi adalah sama dengan mg, dimana m
adalah massa dari benda, kita bisa menuliskan persamaan untuk kesetimbangan
translasi yaitu,
+ + + = 0

(7.11)

dimana F1, F2 dan seterusnya, adalah semua gaya keluar selain gravitasi.
Demikian pula, kondisi untuk kesetimbangan rotasi, bisa ditulis:
+ + +

= 0

(7.12)

tetapi g adalah vektor konstan, jadi kita bisa menuliskan:

=
i

= =

(7.13)

Persamaan keadaan di atas menyatakan bahwa saat ini dari gaya berat setiap titik
adalah sama seperti gaya mg yang bekerja di pusat massa. Persamaan untuk
kesetimbangan rotasi kemudian menjadi,
+ + + = 0

(7.14)

Kesetimbangan dalam Gaya Sebidang


Jika garis kerja dari satu set gaya yang bekerja pada benda tegar sebidang
yaitu, jika mereka semua terletak dalam sebuah bidang, maka kita dapat menulis
F1 = iX1 + jY1 , dan seterusnya. Kemudian dari komponen persamaan
kesetimbangan, persamaan (7.9) dan (7.10), kemudian diperoleh

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

36

Persamaan Translasi :
1 + 2 + = 0

1 + 2 + = 0

(7.15)

1 1 1 1 + 2 2 2 2 + = 0

(7.16)

Persamaan Rotasi:

7.3. Rotasi Benda Tegar pada Sumbu Tetap


Momen Inersia
Jenis yang paling sederhana dari gerak benda tegar, selain translasi murni
adalah dimana benda dibatasi untuk berputar pada sumbu tetap. Pada hal ini, kita
memilih sumbu z dari sistem koordinat yang tepat sebagai sumbu rotasi. Bagian
dari partikel mi yang terletak di titik (xi, yi, zi) dengan jari-jari lingkaran (xi2 + yi2)
1/2

= Ri berpusat pada sumbu z. Bagian paralel lintas perwakilan untuk bidang xy

ditunjukkan pada Gambar 7.3,

vi kecepatan partikel i diberikan oleh


= = 2 + 2

1/2

(7.17)

dimana adalah kecepatan sudut rotasi. Dari gambar diatas kita dapat
mengetahui bahwa kecepatan memiliki komponen sebagai berikut:
= sin =
= cos =

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

7.18
(7.19)

37

= 0

(7.20)

dimana didefinisikan seperti yang ditunjukkan pada gambar. Persamaan di atas


juga dapat diperoleh dengan mengambil komponen dari
=

(7.21)

Dimana = k. Sehingga dapat dihitung energi kinetik rotasi benda dengan


menggunakan rumus:
1
2
2

=2

Ri 2 2

= 2 2

(7.22)

dimana,
R i 2 =

2 + 2

(7.23)

Besaran I, didefinisikan oleh persamaan di atas, sangat penting terutama


dalam materi benda tegar yang bergerak. Hal ini disebut momen inersia. Untuk
menunjukkan bagaimana momen inersia selanjutnya dalam kita lihat gambar,
selanjutnya memperhitungkan momentum sudut sekitar sumbu rotasi. Momentum
sudut dari satu partikel, menurut definisi, r1 X mivi pada komponen z adalah,
= 2 + 2 = R i 2

(7.24)

Dimana kita menggunakan persamaan (7.18) dan (7.19). Komponen z total dari
momentum sudut, yang dapat disebut L, adalah ketika diberikan dengan
menjumlahkan semua partikel, yaitu
R i 2 =

(7.25)

Rerata perubahan momentum sudut untuk sistem apapun samadengan momen


total dari gaya luar. Untuk benda terbatas (constrain) berputar pada sumbu tetap ,
kita mempunyai,
=

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(7.26)

38

Dimana N adalah momen total dari semua gaya aplikasi pada sumbu yang
berputar (komponen N sepanjang sumbu). Jika benda tegar, I tetap dan kita bisa
menuliskan persamaannya,
=

(7.27)

Analogi antara Persamaan Translasi dan Rotasi pada Sumbu Tetap adalah sebagai
berikut:

Jadi momen inersia dapat disamakan dengan massa, yang merupakan


ukuran dari inersia rotasi benda relatif terhadap sumbu tetap rotasi, seperti massa
adalah ukuran inersia translasi dari sebuah benda.
Teorema Sumbu Tegak Lurus
Sebuah plat tipis dalam bidang xy (Gambar 7.7). Momen inersia terhadap
sumbu z diberikan oleh persamaan:
2 + 2 =

Pada penjumlahan
zi

sama

2 +

dengan

(7.28)

2 hanya untuk momen inersia Iy pada sumbu y, karena


nol

untuk

semua

partikel.

2 adalah momen inersia Ix yang berada pada sumbu x.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Demikian

pula,

39

Sehingga persamaannya menjadi,


= +

(7.29)

Ini adalah teorema sumbu tegak lurus. Dengan kata lain, momen inersia
dari tiap plat tipis pada sebuah sumbu normal terhadap bidang plat tipis adalah
sama dengan jumlah dari momen inersia Ix dan Iy yang sumbunya saling tegak
lurus. Sebagai contoh penggunaan teorema ini, dapat kita perhatikan pada sebuah
piringan melingkar tipis di bidang xy (Gambar 7.8),

Kita memiliki persamaan sebagai berikut:


= 12 2 = +

(7.30)

Dalam kasus ini, diketahui Ix = Iy simetri. Oleh karena itu diperoleh persamaan,
1

= = 4 2

(7.31)

Untuk momen inersia pada sumbu apapun dalam bidang piringan melewati pusat
terlebih dahulu. Persamaan 7.31 juga dapat diperoleh dengan integrasi langsung.
Teori sumbu sejajar
Persamaan inersia untuk beberapa sumbu, bahwa sumbu z dapat dikatakan
dengan persamaan berikut:
2 + 2

(7.32)

Sehingga dapat ditunjukkan xi dan yi didalam sistem koordinat dari pusat massa
dapat dilihat dari gambar dibawah,

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

40

Sehingga nilai xi dan yi adalah,


= +

= +

(7.33)

Dari persamaan 7.33 disubstitusikan menjadi persamaan 7.34 berikut,

(7.34)
Dapat dikatakan bahwa sebuah massa benda dikalikan dengan kuadrat
jarak antara pusat massa dan sumbu z, sama. Yang biasanya disebut dengan .
Dimana adalah,
2 = 2 + 2

(7.35)

Dari persamaan pusat massa, yang berada dalam keseimbangan. Sehingga,


=

= 0

(7.36)

Jadi, teori persamaan sumbu sejajar adalah sebagai berikut:


= + 2

(7.37)

Aplikasi dari teori sumbu sejajar yaitu pada Momen inersia disc silinder
berikut,

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

41

Untuk menghitung momen inersia disc melingkar dengan radius dan massa m,
kita akan menggunakan koordinat polar yang tersusun dari elemen massa, cincin
tipis dengan jari-jari r dan ketebalan dr, sehingga dapat dituliskan menjadi,
= 2

dan

Maka diperoleh persamaan

= 2

2 2 = 2

(7.38)

4 1
= 2
4
2

(7.39)

Dari persamaan (7.39) dan 7.37 diperoleh persamaan baru yaitu,


= 122 + 2 = 322

(7.40)

Dari persamaan (7.31) dan (7.37) menggunakan teori sumbu tegak, maka
persamaan momen inersia ,
1

= 4 2 + 2 = 42

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(7.40)

42

BAB 8
BENDA TEGAR TIGA DIMENSI
8.1 Momen dan Produk Inersia
Sebuah benda tegar tiga dimensi diputar menggunakan sumbu rotasi,
melalui titik pusat koordinat O dengan kecepatan sudut seperti gambar di bawah
ini:

Figure 8.1 the velocity of a representative particle of a rotating rigid body.

Gambar 8.2 Vektor Kecepatan pada Koordinat Kartesian


Momen inersia dapat dirumuskan dengan:
I=

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(8.1 )

43

Ri adalah jarak partikel dalam benda yang memiliki massa mi terhadap sumbu
rotasi. Oleh karena itu hubungan antara Ri, ridan n dapat dinyatakan:
= | sin | = | |

(8.2)

Dengan,
= xi + yi + zi
dan = cos + cos + cos

(8.3)
(8.4)

Persamaan (8.3) dan (8.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (8.2) dan hasilnya
dimasukkan pada persamaan (8.1), maka diperoleh persamaan:
I = Ixx cos 2 + Iyy cos 2 + Izz cos 2 + 2Ixy cos cos + 2Ixz cos cos +
2Iyz cos cos

(8.5)

Dengan
Ixx =

(yi 2 + zi 2 ) = (y 2 + z 2 ) dm

(8.6)

Iyy =

(yi 2 + xi 2 ) = (y 2 + x 2 ) dm

(8.7)

Izz =

(xi 2 + yi 2 ) = (x 2 + y 2 ) dm

(8.8)

Ixy = Iyx =

xi yi = (xy) dm

(8.9)

Ixz = Izx =

xi zi = (xz) dm

(8.10)

Iyz = Izy =

yi zi = (yz) dm

(8.11)

Ixx = momen inersia terhadap sumbu x


Ixy = produk inersia xy

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

44

8.2 Momentum Sudut dan Tensor Inersia


Sebuah partikel dalam benda memiliki vektor posisi terhadap titik O,
sehingga partikel itu mempunyai kecepatan singgung , yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
=

(8.12)

Gambar 8.3 Vektor Kecepatan Sudut pada Koordinat Kartesian

dengan ri = xi i + yi j + zi k
= i i + i j + i k

(8.13)

momentum sudut dari partikel dalam benda tegar yang memiliki massa mi
terhadap sumbu rotasi yang melalui titik tetap O, dapat dirumuskan dengan :
=

(8.14)

Sehingga momentum sudut total L benda tegar tersebut dapat dirumuskan seperti
berikut :
L = ( ( ))

(8.15)

apabila persamaan (8.12) dan persamaan (8.13) disubtitusikan kedalam persamaan


kedalam persamaan (8.15) serta dengan memperhatikan rumus perkalian antar 3

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

45

vektor : A x B x C = B(A.C) A(B.C), maka diperoleh rumus momentum sudut


total, yaitu :
= + +

(8.16)

dengan :
= x Ixx + y Ixy + z Ixz
= x Iyx + y Iyy + z Iyz
= x Izx + y Izy + z Izz

Apabila persamaan tersebut disajikan dalam bentuk martiks, maka besar


momentum sudut dapat dirumuskan sebagai berikut :

(8.17)
Matriks 3x3 yang menampilkan momen inersia dan produk inersia di dalamnya
dikenal sebagai Tensor Inersia.
8.3 Prinsip Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
Benda tegar yang diputar pada sumbu bebas, maka akan memiliki nilai
produk inersia atau tidak sama dengan 0. Namun untuk benda tegar yang diputar
pada sumbu utama yang akan menghasilkan produk inersia yang bernilai 0 karena
tidak ada sudut yang dibentuk antara koordinat x, y, dan z. Atau dapat dituliskan
menjadi:
= = = 0

(8.18)

Sehingga untuk mempermudahan pemahaman pada benda tegar yang


diputar pada sumbu utama, notasi dari beberapa besaran fisis dapat diubah
menjadi:
= 1

= 1 = 2

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

8.19

46

= 2 = 3

= 3

(8.20)

Ketika kita membicarakan bicarakan produk inersia maka kita juga akan
membicarakan momen inersia dari suatu benda tegar. Momen inersia dari suatu
benda tegar yang diputar pada sumbu bebas memiliki persamaan sebagai berikut:
= 2 + 2 + 2 + 2 + 2
+ 2 (3)
Namun, untuk benda tegar yang diputar pada sumbu utama akan memilki
persamaan yang berbeda dan lebih sederhana, karena produk inersianya bernilai 0.
Sehingga persamaannya berubah menjadi:
= 1 2 + 2 2 + 3 2

(8.21)

Selain memiliki momen inersia, suatu benda tegar yang diputar pada
sumbu bebas juga akan memiliki momentum sudut. Adapun persamaan dari
momentum sudut suatu benda tegar adalah:
=

+ + + + +
+ + +

(8.22)

Sedangkan momentum sudut dari suatu benda tegar yang diputar pada sumbu
utama akan berubah menjadi lebih sederhana karena produk inersianya bernilai 0.
Sehingga persamaannya menjadi:
= 1 1 + 2 2 + 3 3

8.23

8.4 Energi Rotasi pada Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
Selain memiliki momen inersia dan momentum sudut, suatu benda tegar
juga memiliki energi rotasi yang dapat dituliskan menjadi:
1
2

=
dimana

(8.24)

Karena = , sehingga persamaan di atas berubah menjadi:


1

= 2

(8.25)

dimana =

Karena =

), sehingga persamaannya dapat dirubah menjadi:

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

47
1

= 2

(8.26)

Dari penyederhanaan di atas, persamaan untuk benda tegar yang diputar pada
sumbu utama dapat ditulis menjadi:
1

= 2 + +

(8.27)

= 2 2 + 2 + 2 + 2 + 2
Namun berbeda persamaan tersebut tidak berlaku untuk benda tegar yang diputar
pada sumbu utama, karena produk inersianya bernilai 0. Sehingga persamaan di
atas berubah menjadi:
1

= 2 1 1 2 + 2 2 2 + 3 3 2

(8.28)

8.5 Persamaan Euler


Persamaan Euler adalah persamaan yang membahas hubungan antara torsi,
momentum sudut, kecepatan sudut, momen inersia, dan percepatan sudut. Dalam
sistem koordinat inersial, hubungan antara torsi () dan momentum sudut (L)
dapat dirumuskan dengan:
=

(8.29)

Mengacu pada teori sistem koordinat rotasi, laju vektor perubahan momentum
sudut dalam sistem koordinat inersial dan sistem rotasi dapat diperoleh persamaan
sebagai berikut:

=
=

(8.30)

Sehingga persamaan untuk setiap komponen pada benda tegar yang diputar pada
sumbu utama dapat dinyatakan menjadi:
= 1 + ( )1

(8.31)

Analog untuk 2 dan 3 atau


2 = + 3 1 1 3

(8.31a)

3 = + 1 2 2 1

(8.31b)

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

48

1 = 1 1 + 2 3 3 2

(8.31c)

8.6 Perputaran Bebas Pada Benda Tegar Tanpa Gaya


Sekarang kita diskusikan sebuah benda yang bebas diputar ke banyak arah
terhadap titik O . tidak ada torsi yang bekerja pada benda itu. Contohnya adalah
sebuah benda yang ditumpu sumbu halus pada pusat massanya. Contoh yang lain
adalah sebuah benda tegar yang bebas bergerak tanpa adanya gaya seperti benda
yang jatuh bebas pada gravitasi seragam sehingga tidak ada torque yang bekerja
padanya. Tititk O adalah pusat massa benda tersebut.
Dengan torque yang bernilai nol, momentum angulernya, dapat terlihat
dari luar tetapi harus diingat bahwa arah dan besar sesuai dengan prinsip dasar
momentum anguler konservasi. Meskipun penyesuaian perputaran axis pas
dengan bendanya, arah dari vektor momentum anguler bisa berubah, meskipun
besarnya tetap. Keadaan ini dapat diekspresikan dengan persamaan:
= konstan

(8.32)

Komponen yang menyatakan perpotongan benda, sesuai dengan persamaan


2 2 + 2 2 + 2 2 = 2 = konstan

(8.33)

Sesuai dengan perputaran benda, komponen dari bisa beragam, tetapi selalu
memenuhi persamaan diatas.

Gambar 8.4 pemotongan bola pejal dengan L konstan dan T konstan pada benda
tegar yang mengalami perputaran bebas.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

49

Persamaan kedua yang diperoleh dari energi kinetik perputaran. Lagi, saat
torsi nol, energi kinetik perputaran total harus selalu konstan. Persamaan ini
diekspresikan dengan persamaan :
= = konstan

(8.34)

Hal ini ekuivalen dengan persamaan komponennya :


2 2 + 2 2 + 2 2 = 2 2 = konstan

(8.35)

Sekarang kita melihat komponen-komponen harus simultan memenuhi


dua persamaan berbeda yang menyatakan konstannya enenrgi kinetik dan besar
dari mementum anguler. Hal ini adalah persamaan dua bola pejal yang
perpotongan pokoknya bertepatan dengan perpotongan pokok bendanya. Bola
pejal yang pertama, persamaan 8.33, memiliki prinsip diameter dengan rasio
1 : 1 1

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(8.36)

50

Gambar 8.5 Bola pejal dengan L konstan dan T konstan untuk benda tegar yang
berputar bebas dari axis a.terkecil, b terbesar, c pertengahan momen inersia
Bola pejal

yang kedua adalah, persamaan 8.34 mempunyai prinsip diameter

dengan rasio
1/2 : 1/2 1/2

(8.37)

Hal ini dinamakan bola ellips pejal point sot, juga disebut bola pejal monetal.
Saat benda berputar, kecepatan anguler mendeskripsikan kurva antara dua buah bola
elips pejal. Hal ini digambarkan oleh gambar 8.4

Dari persamaan potongan-potongan bola lonjong pejal itu, dapat di jelaskan


bahwa sumbu awal dari rotasi bertepatan dengan 1 sumbu utama benda. Maka
kurva berpotongan pada suatu titik. Dengan kata lain dua buah bola lonjong pejal
hanya bersentuhan dengan prinsip diameter dan benda berotasi terus menerus
pada sumbu tertentu.
Jika itu adalah mengenai sumbu menengah, pada sumbu y dimana ,
> >

(8.38)

kemudian persimpangan dua bola pejal bukanlah titik tetapi kurva yang
berlangsung seluruhnya di sekitar kedua, seperti yang digambarkan 8.5. dalam hal
ini rotasi tidak stabil karena sumbu rotasi presisi pada seluruh benda.

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

51

BAB 9
MEKANIKA LAGRANGIAN
9.1 Koordinat Rapatan (Umum)
Secara umum, terdapat n jumlah minimum koordinat yang diperlukan
untuk menyatakan konfigurasi sistem. Koordinat-koordinat tersebut dinyatakan
dengan
q1, q2, ...qn

(9.0)

Untuk partikel tunggal, fungsi koordinat rampatan lebih mudah diungkapkan


dengan menggunakan koordinat Kartesius. Tetapi koordinat kartesius ini
dibedakan menjadi beberapa derajat kebebesan yaitu satu derjata kebebasa, dua
derajat kebebsan, tida derajat kebebsan dan seterusnya. Contoh penulisannya
sebagai berikut :
x = x(q)

(9.0a)

(satu derajat kebebasan - gerak pada sebuah kurva).


x = x(q1,q2)

(9.0b)

(dua derajat kebebasan - gerak pada sebuah permukaan).


x = x(q1,q2,q3)

(9.0c)

y = y(q1,q2,q3)

(9.0d)

z = z(q1,q2,q3)

(9.0e)

(tiga derajat kebebasan - gerak dalam sebuah ruang)


Apabila q berubah dari harga awal (1 ,2 , .) menuju harga (1 +
1 , 2 + 2 ,. ..). Perubahan koordinat Kartesius yang bersesuaian adalah :

x
x
q1
q2 .....
q1
q2

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(9.0f)

52

y
y
q1
q2 .....
q1
q2

(9.0g)

z
z
q1
q2 .....
q1
q2

(9.0h)

Turunan parsial x/q1 dan seterusnya adalah fungsi dari q


1 =

2 =

(9.0i)

Selanjutnya :
= (, ) = cos

(9.0j)

= (, ) = sin

(9.0k)

Dari persamaan 9.0j dan 9.0k dapat dicari besar masing-masing turunan
implisitnya yaitu:
=

= cos sin

(9.0l)

+
= sin + cos

(9.0m)

Sekarang untuk mendiskusikan sebuah sistem yang mengandung sejumlah


banyak partikel; dalam hal ini mengandung n derajat kebebasan. Koordinat
umumnya dinyatakan dengan 1 ,2 , , yang mengakibatkan konfigurasi di
dekatnya (1 + 1 , , + ) yang menyatakan perpindahan partikel ke i
dari titik (xi,yi,zi) ke titik di dekatnya (xi+xi,yi+yi,zi+zi) dimana dapat
dinyatakan :
=

x i
n
k=1 q

qk

y i
n
k=1 q

qk

z i
n
k =1 q

qk

(9.0n)

Turunan parsial adalah fungsi dalam q. Kita bisa mengunakan i sebagai


koordinat persegi, dan menggunakan k sebagai koordinat umum. Kemudian ada
penggunaan lebih lanjut, menyatakan banyak koordinat persegi. Dan untuk
sistem dengan banyak partikel N, i bisa digunakan perhitungan antara 1 dan 3n,

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

53

9.2 Gaya Umum


Jika sebuah partikel mengalami pergeseran sejauh r dibawah pengaruh
sebuah gaya aksi F, gaya yang bekerja padanya dinyatakan dengan
= = + +

9.1

Dalam bentuk sederhana dapat dinyatakan dengan


=

(9.1a)

Jika pertambahan xi dinyatakan dalam koordinat umum, maka diperoleh


=

(9.1b)

Persamaan 9.1b juga dapat ditulis menjadi

(9.2)

Dimana
=

Besarnya dinamakan persamaan gaya umum. dinotasikan

(9.3)
sebagai

dimensi gaya jika adalah jarak, sedangkan dinyatakan sebagai torsi jika
adalah sudut. Berikut ini akan dijelaskan tentang gaya umum untuk sistem
konservatif. Apabila sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah
medan gaya konservatif, besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan

(9.3a)

dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan
gaya umum dapat dinyatakan

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

54

(9.3b)

Suku yang berada dalam tanda kurung tak lain adalah turunan parsial fungsi V
terhadap qk. Oleh karena itu

(9.4)

Misalkan, kita menggunakan koordinat kutub, q1 = r q2 = , maka gaya rampatan


dapat dinyatakan dengan
Qr = -V/r

(9.4a)

Q = -V/

(9.4b)

Jika V merupakan fungsi r saja (dalam kasus gaya sentral), maka Q = 0.


9.3 Persamaan Lagrangian
Untuk mencari persamaan diferensial gerak pada koordinat umum, kita
dapat memulai dengan persamaan yang diperoleh dari Hukum II Newton :

Pertama, kita hanya menghitung energi kinetik (T) pada koordinat


kartesian dan menyatakannya dalam fungsi koodinat umum dan menurunkannya
terhadap t. Dimana energi kinetik T dari sistem partikel N dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :

Persamaan tersebut menyatakan persamaan energy kinetic pada koordinat


kartesian dengan 3 derajaat kebebasan yng dinyatakan dalam sumbu x, y, dan z.
Apabila persamaan energy kinetic tersebut ditulis dengan menggunakan koordinat
umum, maka persamaannya menjadi :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

55

Koordinat kartesian xi adalah fungsi koordinat umum qk yang dinyatakan dalam


fungsi (q,t):

Hubungan antara xi

dan v melibatkan waktu. Hal ini terjadi apabila

partikel bergerak pada permukaan yang bergerak.


Sehingga :

Dalam keadaan ini energi kinetik T adalah fungsi kuadrat homogen dari
kecepatan umum. Maka persamaan untuk , dapat dilihat sebagai berikut :

Kemudian mengalikan persamaan tersebut dengan dan menurunkannya


terhadap t, sehingga diperoleh :

atau juga dapat dinyatakan dalam :

Jika kita mengalikan dengan mi dan menetapkan

mi = Fi maka

persamaan diatas dapat ditulis menjadi:

Karena sistem terdiri atas banyaknya data ke-i, maka persamaan tersebut
dapat dijumlahkan dengan menggunakan persamaan berikut :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

56

Dengan menggunakan definisi gaya umum Qk yang besarnya :

Maka persamaan (9.8) dapat ditulis menjadi :

Persamaan diferensial gerak pada koordinat umum diatas adalah Persamaan


Lagrange tentang gerak.
Dalam system yang bergerak dengan gaya konservatif (tidak ada gaya lain
yang bekerja pada suatu system), maka persamaan lagrange dapat di tulis menjadi
:

Bahkan persamaan dapat di buat lebih kompleks dengan mendefinisikan


fungsi L yang diketahui sebagai Fungsi Lagrange. Dimana diketahui bahwa T
dan V ada dalam rumus koordinat umum,sehingga

di

dapat :

dan
Sehingga persamaan Lagrange dapat ditulis menjadi :

Jika bagian dari gaya umum tidak konservatif (terdapat gaya lain yang
bekerja pada suatu system) yang besarnya dinyatakan dalam Qk dan merupakan
bagian yang di turunkan dari potensial fungsi V, kita dapat menulis:

Kita dapat juga mendefinisikan Fungsi Lagrange L = T V dan


menulisnya ke dalam persamaan diferensial dari bentuk gerak menjadi :

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

57

9.4 Fungsi Hamilton


Hamilton adalah suatu fungsi dengan n koordinat rampat qk dan n
momentum pk yang lazim dinyatakan dengan lambang H. Koordinat umum suatu
persamaan Hamilton dapat dituliskan pada persamaan 1 berikut :
=

(9.14)

Yang mana L adalah Lagrangean, jika L tidak mengandung peubah waktu t


secara tersurat maka H sama dengan tenaga total E sistem yang bersangkutan.
Selain itu walaupun banyak teori yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah spesifik mekanika, tetapi Hamilton lebih banyak
digunakan dalam memenuhi postulat dasar mekanika seperti pada masalah
mekanika Quantum, mekanika statistik dan celestial mekanik.
Untuk sistem dinamik sederhana, energi kinetik (T) sama dengan fungsi
kuadrat dari q dan energi potensial (V) adalah fungsi dari q sendiri, sehingga:
= ( )

(9.15)

Ketika dihubungkan dengan teorema Euler untuk fungsi yang sama, maka di
dapatkan persamaan:

= 2

(9.16)

Kemudian setelah mensubtitusikan persamaan (2) dan (3) pada persamaan (1) atau
pada koordinat umum fungsi Hamilton, maka di dapatkan persamaan yang lebih
sederhana yaitu:
=

= 2 = +

(9.17)

Dan pada persamaan 4 di atas adalah suatu persamaan Hamilton untuk


sistem yang konservatif. Sehingga saat Hamilton bersifat konservatif total energi
E adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial.
Suatu contoh, kita misalkan n merupakan persamaan. Sehingga:

= 1, 2, . ,

(9.18)

Sehingga untuk menyatakan dalam hal p dan q adalah


= ,

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

(9.19)

58

Setelah diketahui fungsi Hamilton dalam fungsi p dan q, maka persamaan


Hamilton dapat dituliskan :
, =

(9.20)

Selanjutnya untuk menghitung variasi fungsi


variasi dan adalah dengan :
=

H yang sesuai dengan

(9.21)

Karena = / dan = / dari persamaan Lagrange, kita


dapat menuliskan :
=

(9.22)

Jika variabel H dimasukan dalam persamaan (9), maka persamaan menjadi :


=

(9.23)

Sehingga bisa didapatkan suatu persamaan berikut :

(9.23a)

(9.23b)

Mekanika Analitik Fisika Subsidi 2011

Anda mungkin juga menyukai