MEKANIKA ANALITIK
TIM EDITOR :
1. Nining Pratiwi
(11306141001)
(11306141002)
(11306141003)
(11306141008)
5. Yuliani
(11306141009)
(11306141010)
(11306141011)
8. Agus Kristanto
(11306141012)
9. Dwi Atmasari
(11306141018)
(11306141026)
(11306141027)
ii
TIM PENYUSUN :
1. Nining Pratiwi
2. Sindhu Madya Zakyratka Putri
3. Danang Prasetyo Aji
4. Ari Mugianingsih
5. Regina Dwistika
6. Iim Abdul Mafahir
7. Nur Hidayat
8. Happy Susi Agus Tina
9. Yuliani
10. Nur Wakhidah Afiatul Ummah
11. Tri Eva Lestari
12. Agus Kristanto
13. Titik Widoretno
14. Ade Narsa
15. Budianto
16. Iis Mulyana
17. Kunthi Aristiani
18. Dwi Atmasari
19. Tita Nurlaila
20. Tias Rahestin
21. Fissa Septy Primawati
22. Lino Hugun Saputra
23. Taufik Agus Budiyanto
24. Ahmad Awaluddin Noer
25. Retno Wijayanti
26. Agung Purnomo
27. Mazaya Noveriwa Puspa
28. Hastin Sri Lestari
29. Kharismaji Kalasmoro
30. Zulia Nur Rachma
31. Januar Widakdo
32. Riskiana Yuliasih
33. Nur Intan Permatasari
34. Styaningsih Ermawati
35. Tri Widiastuti
(11306141001)
(11306141002)
(11306141003)
(11306141004)
(11306141005)
(11306141006)
(11306141007)
(11306141008)
(11306141009)
(11306141010)
(11306141011)
(11306141012)
(11306141013)
(11306141014)
(11306141015)
(11306141016)
(11306141017)
(11306141018)
(11306141019)
(11306141020)
(11306141021)
(11306141022)
(11306141023)
(11306141024)
(11306141025)
(11306141026)
(11306141027)
(11306141028)
(11306141029)
(11306141030)
(11306141032)
(11306141034)
(11306141035)
(11306141036)
(11306141037)
iii
KATA PENGANTAR
mengakibatkan tuntutan
mekanika analitik dipandang lebih efektif dan efisisien dengan media presentasi.
Media presentasi ini dipandang lebih efektif dan efisien karena mahasiswa
berperan aktif dalam perkuliahan. Sehingga pelaksanaan mata kuliah lebih mudah
ditangkap dan dipahami mahasiswa. Sebagai tindak lanjut kepahaman mahasiswa,
tentu mahasiswa harus memberikan timbal balik materi yang telah ditangkap dan
dipahaminya. Dalam mengatasi ini, setiap kelompok mahasiswa diwajibkan
membuat sebuah rangkuman atas presentasi yang telah disampaikan.
Selain itu, pada tindak lanjut akhir semester . Mahasiswa dituntut untuk
memahami semua materi yang ditentukan, hal ini dibuktikan dengan sebuah buku
yang merupakan semua kumpulan rangkuman dan materi yang telah disampaikan.
Sehingga, selain sebagai pemenuhan tugas. Buku ini dapat digunakan mahasiwa
sendiri untuk belajar di kemudian hari.
Sekian dari penyusun dan editor, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
mahasiwa yang lain jika membutuhkan dan dapat digunakan untuk keperluan
yang lebih baik untuk perkembangan pendidikan. Akhir kata dari tim penyusun
dan editor, apabila terdapat kesalan dari buku, kritik dan saran mohon
disampaikan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
iv
DAFTAR ISI
Halman Judul
Tim Editor
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Datar Isi
Bab 1. Transformasi Koordinat
a. Mengubah Sistem Koordinat menjadi Transformasi Koordinat
b. Dot Product
Bab 4. Sistem Referensi Non Inertial
a. Sistem Koordinasi yang Dipercepat dan Gaya Inertial
b. Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler sebagai Besaran
Vektor
Bab 6. Dinamika Sistem Banyak Partikel
a. Pusat Massa dan Momentum Linier
b. Memahami Momentum Anguler Suatu Sistem
c. Energi Kinetik pada Sistem Satu Partikel
d. Gerakan Antara Dua Benda dan Reduksi Massa
e. Tumbukan Tidak Beraturan
f. Pusat Massa Koordinat
g. Impuls dan Tumbukan
Bab 7. Mekanika Dalam Kesetimbangan Benda Tegar
a. Pusat Massa dari Benda Tegar
b. Beberapa Teori pada Titik Kesetimbangan Statis Benda Tegar
c. Rotasi Benda Tegar pada Sumbu Tetap
Bab 8. Benda Tegar Tiga Dimensi
a. Momen dan Produk Inersia
b. Momentum Sudut dan Tensor Inersia
c. Prinsip Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
d. Energi Rotasi pada Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
e. Persamaan Euler
f. Perputaran Bebas Benda Tegar Tanpa Gaya
Bab 9. Mekanika Lagrangian
a. Koordinat Rampatan (Umum)
b. Gaya Umum
c. Persamaan Lagrangian
d. Fungsi Hemilton
i
ii
iii
iv
v
1
1
2
3
3
4
9
9
13
15
16
18
23
26
31
31
33
36
42
42
44
45
46
47
48
51
51
53
54
57
BAB 1
TRANSFORMASI KOORDINAT
1.1 Menggubah sistem koordinat menjadi transformasi koordinat
Vektor A dinyatakan dalam bentuk koordinat kartesian :
(1.1)
(1.2)
(1.3)
(1.4)
.
.
.
(1.5)
BAB 4
SISTEM REFERENSI NON INERTIAL
4.1 Sistem Koordinasi yang Dipercepat dan Gaya Inertial
Sebuah partikel P terletak pada sistem koordinat kartesian dengan pusat O.
Sistem koordinat tersebut mengalami translasi. Perhatikan gambar di bawah ini :
Gambar 4.1 Hubungan antara vektor posisi pada dua sistem koordinat
(4.1)
Turunan pertama terhadap waktu dari persamaan 4.1 dapat diperoleh kecepatan,
ditunjukkan seperti persamaan berikut :
v= V0 +
(4.2)
Turunan kedua terhadap waktu dari persamaan 4.1 dapat diperoleh percepatan,
ditunjukkan seperti persamaan berikut :
a= +
(4.3)
(4.4)
(4.5)
4.2 Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler sebagai Besaran Vektor
Rotasi Sistem Koordinat dan Kecepatan Anguler Sebagai Besaran Vektor
(4.6)
(4.8)
(4.9)
Hasil arah vektor kecepatan anguler di peroleh sesuai dengan kaidah tangan kanan
hampir sama dengan definisi dari perkalian cros.
Gambar tersebut menunjukan perubahan vektor i adalah hasil dari rotasi
kecil .
(4.10)
(4.11)
Arah dari i tegak lurus terhadap dan i . Sehingga dapat kita tulis rumus untuk
bentuk vektor diatas dalam persamaan :
(4.12)
Dengan cara yang sama, bisa didapatkan
dan
(4.13)
Sehingga persamaan 4.12 dan 4.13 setelah disubtitusikan dengan persamaan 4.6,
maka persamaan tersebut berubah menjadi berikut :
(4.14)
Rumus 4.14 diatas adalah kecepatan partikel dari titik P akibat rotasi koordinat
sumbu
utama.
Sehingga
persamaan
tersebut
berubah
menjadi:
(4.15)
(4.16)
Penurunan vektor posisi terhadap waktu sama dengan operasi penurunan
posisi saat rotasi ditambah dengan
menjadi:
(4.17)
(4.18)
Gambar 4.5 Geometri kasus umum translasi dan rotasi sistem koordinat bergerak
Apabila suatu sistem mengalami gerak translasi dan rotasi maka pada
persamaan harus ditambahkan kecepatan translasi Vo ke sisi kanan dari
persamaan, dan Ao percepatan sistem bergerak ke sisi kanan dari persamaan.
(4.20)
(4.21)
(4.21a)
(4.21b)
(4.21c)
BAB 6
DINAMIKA SISTEM BANYAK PARTIKEL
6.1
y
x
10
3. Menarik garis vektor massa dari pusat koordinat kartesian menuju pusat
massa dan suatu massa tertentu, dalam hal ini dimisalkan
z
i
Pusat massa
y
Pusat massa
5. Merumuskan vektor
1 1 + 2 2 + +
1 + 2 + +
=1
(6.1)
11
(6.1a)
=1
(6.1b)
=1
(6.1c)
=1
=
=1
(6.2)
=1
Dengan keterangan :
=1
= m
(6.3)
=1
= = i
(6.4)
12
+
=1
=
=1
=1
(6.5)
=1
(6.6)
=1
=1
+
=1
=1
+ +
=1
=1
+ +
=1
+ +
=1
=1
= =
(6.7)
=
=1
(6.7a)
=1
(6.8)
13
Apabila tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem maka nilai
=1
=0.
= = = konstan
(6.9)
=1
6.2
=1
(6.10)
i=1
(6.10a)
i=1
= 0+
i=1
n
(6.10b)
i=1
( +
i=1
)
=1
=1
= = = ),
14
i=1
j=1
+
i=1
(6.11)
= +
=
Dengan hukum Newton ketiga,
(6.12)
(6.13)
= ,Maka persamaan 6.12
tereduksi menjadi
(6.14)
+ ( )
+ ( )
+ ( )
+ ( )
(6.15)
15
= konstan
(6.16)
=1
1
2=
2
1
2 i i
(6.17)
(6.18)
(6.19)
Dengan persamaan 6.19, kita dapat memasukkannya pada persamaan 6.17, kita
mendapatkan besarnya energi individu T sebagai berikut
16
1
+ ( + )
2
1
2+
2
2
1
=
2
( ) +
1
2
2
1
2
2
(6.19)
( + ) =
= 0
(6.19b)
Sedangkan
=
= 0
(6.19c)
1
2+
2
1
2
2
(6.20)
(6.21)
17
dimana seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.4, vector 1 dan 2 dianggap
sebagai posisi dari partikel m1 dan m2 yang mana relative terhadap pusat massa.
Dan jika adalah posisi vector dari partikel 1 relatif terhadap partikel 2, maka :
(6.22)
Dengan menggunakan persamaan( 6.21), didapatkan persamaan diferensial
dari gerak partikel 1 relatif terhadap pusat massa, yaitu sebagai berikut :
(6.23)
Yang mana f(R) adalah besarnya gaya gabungan antara kedua partikel. Dengan
menggunakan persamaan (6.22), didapatkan :
(6.24)
dimana :
(6.25)
Besarnya disebut dengan reduksi massa, yaitu massa partikel 1 relatif
terhadap massa partikel 2 yang nilainya lebih kecil diantara massa yang paling
kecil diantara kedua massa partikel tersebut. Persamaan gerak dari suatu sistem
18
(6.26)
Dari persamaan tersebut, maka persamaan gerak dari suatu system menjadi :
(6.27)
F=ma
F = ( - )
I = p2 p1
Dari penguraian Hukum II Newton tersebut, maka dapat diketahui bahwa
impuls merupakan perubahan momentum yang dialami oleh suatu benda, yaitu
beda antara momentum akhir dengan momentum awalnya.
19
20
(6.28)
Yang nilainya ekuivalen dengan ;
(6.29)
Ruas sebelah kanan pada persamaan (6.29) menyatakan besarnya
momentum sebelum tumbukan, sedangkan ruas sebelah kiri pada persamaan
(6.29) menyatakan besarnya momentum setelah tumbukan. Persamaan diatas
sangat umum digunakan dalam menyelesaikan persoalan duaa buah benda yang
saling bertumbukan.
Dengan menganggap energy yang bekerja pada suatu benda sama, maka
persamaan energy kinetic suatu benda dapat dinyatakan dengan variable
momentum yang dinyatakan dalam persamaan berikut :
(6.30)
Dimana Q adalah energy yang hilang atau bertambah saat tumbukan
terjadi. Apabila variable momentum diuraikan menjadi p = m v , maka persamaan
energy kinetiknya dapat dinyatakan dengan :
(6.31)
Dalam tumbukan lenting sempurna, tidak ada peruahan energy kinetic
(energy kinetic = tetap) sehingga tidak ada gaya yang bertambah atau berkurang
saat terjadi tumbukan (Q=0). Namun apabila terdapat energy yang hilang saat
terjadi tumbukan, maka besarnya Q adalah positive (+). Hal ini disebut dengan
endoergic collision (tumbukan dengan energy dalam) yang biasanya terjadi pada
tumbukan tak lenting sama sekali.
Namun apabila terdapat energy yang bertambah saat terjadi tumbukan,
maka besarnya Q adalah negative (-). Hal ini disebut dengan exoergic collision
(tumbukan denagn energy luar) yang biasanya terjadi pada tumbukan lenting
sebagian.
Pada saat tumbukan berlangsung, sistem tidak hanya mengalami transfer
momentum tetapi juga mengalami transfer energi. Transfer energi ini terjadi
21
karena pada waktu tumbukan gaya interaksi kedua partikel menyebabkan partikel
lain tergeser.
Misalnya pada saat satu partikel melakukan kerja, terjadi perpindahan
energi dari satu partikel ke partikel lain.
Tumbukan Searah
Dengan menganggap tumbukan yang terjadi pada dua benda (dua partikel)
bergerak pada satu garis lurus yang searah (lihat gambar 6.5). dalam kasus ini
persamaan momentumnya sama dengan persamaan (6.29), yang dapat dituliskan
tanpa menggunakan notasi vector seperti gambar berikut :
(6.32)
Untuk mengetahui kecepatan akhir setelah tumbukan dengan memberikan
kecepatan awal sebelum tumbukan, kita dapat menggunakan persamaan
momentum yang disertai dengan adanya perubahan energy apabila kita
mengetahui besarnya nilai Q.
Koefisien restitusi dapat didefisikan sebagai negatif dari perbandingan
beda kecepatan antara dua buah benda sesudah tumbukan dan beda kecepatan
keduanya sebelum tumbukan. Dalam notasi dapat ditulis :
(6.33)
Dimana, nilai e terletak diantara 0 dan 1. Pada tumbukan lenting sempurna,
koefisien restitusi (e) = 1. Pada Tumbukan tidak lenting sama sekali, koefisien
22
restitusi (e)= 0. Dan pada tumbukan lenting sebagian nilai koefisien restitusi (e)
berada diantara dua nilai tersebut (0 < e < 1).
Kita dapat menghitung nilai kecepatan akhir dari persamaan (6.32) dengan
menggunakan variablel koefisien restitusi pada persamaan (6.33). Dengan hasil :
(6.34)
Dengan mengetahui e = 0, maka dapat diketahui bahwa v1 = v2 yaitu saat
tumbukan tidak lenting sama sekali, ketika benda berada dalam keadaan diam
(tidak diteruskan). Disisi lain, ketika kedua benda memiliki massa yang sama,
yaitu m1 = m2 dan koefisien restitusinya (e) = 1, maka dapat diktahui :
Yang mana kedua benda tidak mengalami perubahan kecepatan saat terjadi
tumbukan.
Secara umum, tumbukan tidak lenting sama sekali, dapat dibuktikan
bahwa energi yang hilang berhubungan dengan koefisien restitusi. Hal tersebut
dapat dilihat pada persamaan berikut :
dimana
(6.35)
23
1 1 2 = 2 1 1 2 + 2 2 2 2 +
(6.36)
1
2
= 2
+ 2
+
(6.37)
Yang mana p adalah suatu momentum. Momentum adalah hasil kali gaya
dengan selang waktu gaya itu bekerja, sama dengan hasil kali massa dengan
selisih antara kecepatan akhir dengan kecepatan awal ( p= mv)
24
1 + 2 = 0
(6.38)
1 + 2 = 0
Tanda bar pada rumus diatas digunakan untuk mengindikasikan bahwa
kuantitas pada persamaan menunjukan kepada sistem dari pusat massa. Sehungga
keseimbangan energinya di dapatkan :
1 2
2 1
2 2
2 2
1 2
2 1
2 2
2 2
(6.39)
1 2
2
(6.40)
(6.41)
25
1 1 + 2 2 = 0
Kecepatan dari pusat massanya adalah :
1
(6.42)
1 + 2
1 2
(6.43)
1 + 2
(6.44)
1 1 = 1 cos +
Maka
dengan
membagi,
kita
menemukan
persamaan
yang
tan 1 = +cos
(6.45)
1
2
1+
(6.46)
26
= 1
(6.47)
Dalam sebuah kasus lain, jika massa benda 1 dan massa benda 2 sama, m1
= m2 . pada kasus ini = 1 sehingga di dapatkan :
sin
(6.48)
(6.49)
(6.50)
Akan tetapi jika interval waktu t=t1 sampai t=t2 bisa didapatkan:
=
1
2
(6.51)
=
Adapun hubungan antara impuls dan koefisien Restitusi () dari
perbandinga impuls dan impuls maka dapat dituliskan sebagai berikut:
1 1 1 =
1 1 1 0 =
2 2 2 =
(6.52)
2 2 2 0 =
(6.53)
27
2 1
1 2
(6.54)
Ruas kiri pada persamaan di atas merupakan koefisien restitusi (), sehingga
didapatkan :
=
(6.55)
6.9 Tumbukan
Hubungan antara
buah segitiga yaitu segitiga hijau dan segitiga merah. Berikut adalah persamaan
untuk sumbu y:
1 = 1 sin
2 = 1 sin 1
1 = 2
1 sin = 1 sin 1
(6.47)
( 6.48)
28
1 sin
cos +
yaitu
=
tan 1 =
1
1
sin
cos +
sin
cos +
tan 1 =
( 6.49)
Dari persamaan
2
1
=
=
2
1
2
1
+ , dengan catatan 1 = 1
(6.50)
0=
(6.51)
1 1
(6.52)
1 ( 1 + 2 )
1 .1
1 (1+1000000 )
sin
+cos
tan 1 =
sin
0,000001 +cos
tan 1 tan
Impuls dalam tumbukan
sin
0+cos
tan
29
d (mv )
dt
(6.53)
(6.54)
1
2
2 2 1 1 =
1
2
(6.55)
(6.56)
(6.54)
(6.55)
Sehingga,
=
(6.56)
Dengan adalah gaya luar yang bekerja pada benda. Dan adalah interval
waktu yang pendek. Maka diperoleh :
=
= + + + +
(6.57)
(6.58)
(6.59)
Untuk mendapatkan gaya luar, maka persamaan di atas dibagi dengan perubahan
waktu diperoleh :
= +
=
+
= +
Dengan demikian jika limit mendekati nol, maka akan didapatkan suatu
persamaan :
= +
(6.60)
30
maka = = +
(6.61)
Persamaan 6.60 dan 6.61 saling berhubungan. Dan pada saat roket bergerak
dianggap nol maka :
=
0 =
=
(6.62)
=
0
31
BAB 7
MEKANIKA DALAM KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
7.1 Pusat Massa dari Benda Tegar
Mengingat kembali persamaan pusat massa dari suatu system partikel pada
titik , , :
(7.1)
Jika benda tegar tersebut membentuk suatu luasan (2 dimensi), maka pusat
massanya menjadi:
(7.2)
(7.3)
Dimana adalah massa per satuan panjang dan adalah elemen panjangnya.
Jika ada dua atau lebih pusat massa yang diketahui, maka pusat massa dari sistem
tersebut adalah:
+ +..
= 1 1+
2+
(7.4)
32
+
( + )
Untuk menemukan pusat massa pada lapisan bola homogen yang padat
dengan radius a , berdasarkan benda simetris kita mengetahui bahwa pusat massa
berada pada radius yang normal untuk permukaan datar.
Gambar 7.2 Koordinat untuk Menghitung Pusat Massa pada Elemen Bola
33
Jadi
2 2
2 2
(7.5)
sin
(7.7)
(7.8)
7.2. Beberapa Teori Pada Titik Kesetimbangan Statis Untuk Benda Tegar
Percepatan pada pusat massa dari suatu sistem sama dengan penjumlahan
vektor dari gaya luar dibagi massanya. Pada parikel, jika sistemnya merupakan
benda tegar, penjumlahan dari semua gaya luar = 0.
1 + 2 + = 0
(7.9)
34
Persamaan ini menunjukan kondisi untuk titik keseimbangan yang bergerak dari
benda tegar. Hilangnya momen total dari adanya gaya luar tersebut berarti
momentum angular dari benda tidak berubah. Kondisi ini untuk titik
keseimbangan yang berotasi. Pusat massa pada bidang ini berada pada,
1 1 + 2 2 + = 0
(7.10)
1 , 2
adalah
(7.11)
gaya
luar
dari
gaya
gravitasi
sehingga
titik
keseimbangannya di tuliskan,
1 1 + 2 2 + +
= 0
(7.12)
= (
i ) = cm = cm
(7.13)
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa momen dari gaya gravitasi pada semua
titik pada medan gravitasi adalah sama sebagai gaya yang bekerja pada pusat
massa.
1 1 + 2 2 + + cm = 0
(7.14)
7.9
35
maka pusat massa jika pada awalnya diam, maka akan tetap diam. Sehingga
Persamaan (7.9) mengungkapkan kondisi kestimbangan translasi pada benda
tegar. Sama hanya saat total jumlah seluruh gaya diterapkan,
+ + = 0
(7.10)
(7.11)
dimana F1, F2 dan seterusnya, adalah semua gaya keluar selain gravitasi.
Demikian pula, kondisi untuk kesetimbangan rotasi, bisa ditulis:
+ + +
= 0
(7.12)
=
i
= =
(7.13)
Persamaan keadaan di atas menyatakan bahwa saat ini dari gaya berat setiap titik
adalah sama seperti gaya mg yang bekerja di pusat massa. Persamaan untuk
kesetimbangan rotasi kemudian menjadi,
+ + + = 0
(7.14)
36
Persamaan Translasi :
1 + 2 + = 0
1 + 2 + = 0
(7.15)
1 1 1 1 + 2 2 2 2 + = 0
(7.16)
Persamaan Rotasi:
1/2
(7.17)
dimana adalah kecepatan sudut rotasi. Dari gambar diatas kita dapat
mengetahui bahwa kecepatan memiliki komponen sebagai berikut:
= sin =
= cos =
7.18
(7.19)
37
= 0
(7.20)
(7.21)
=2
Ri 2 2
= 2 2
(7.22)
dimana,
R i 2 =
2 + 2
(7.23)
(7.24)
Dimana kita menggunakan persamaan (7.18) dan (7.19). Komponen z total dari
momentum sudut, yang dapat disebut L, adalah ketika diberikan dengan
menjumlahkan semua partikel, yaitu
R i 2 =
(7.25)
(7.26)
38
Dimana N adalah momen total dari semua gaya aplikasi pada sumbu yang
berputar (komponen N sepanjang sumbu). Jika benda tegar, I tetap dan kita bisa
menuliskan persamaannya,
=
(7.27)
Analogi antara Persamaan Translasi dan Rotasi pada Sumbu Tetap adalah sebagai
berikut:
Pada penjumlahan
zi
sama
2 +
dengan
(7.28)
untuk
semua
partikel.
Demikian
pula,
39
(7.29)
Ini adalah teorema sumbu tegak lurus. Dengan kata lain, momen inersia
dari tiap plat tipis pada sebuah sumbu normal terhadap bidang plat tipis adalah
sama dengan jumlah dari momen inersia Ix dan Iy yang sumbunya saling tegak
lurus. Sebagai contoh penggunaan teorema ini, dapat kita perhatikan pada sebuah
piringan melingkar tipis di bidang xy (Gambar 7.8),
(7.30)
Dalam kasus ini, diketahui Ix = Iy simetri. Oleh karena itu diperoleh persamaan,
1
= = 4 2
(7.31)
Untuk momen inersia pada sumbu apapun dalam bidang piringan melewati pusat
terlebih dahulu. Persamaan 7.31 juga dapat diperoleh dengan integrasi langsung.
Teori sumbu sejajar
Persamaan inersia untuk beberapa sumbu, bahwa sumbu z dapat dikatakan
dengan persamaan berikut:
2 + 2
(7.32)
Sehingga dapat ditunjukkan xi dan yi didalam sistem koordinat dari pusat massa
dapat dilihat dari gambar dibawah,
40
= +
(7.33)
(7.34)
Dapat dikatakan bahwa sebuah massa benda dikalikan dengan kuadrat
jarak antara pusat massa dan sumbu z, sama. Yang biasanya disebut dengan .
Dimana adalah,
2 = 2 + 2
(7.35)
= 0
(7.36)
(7.37)
Aplikasi dari teori sumbu sejajar yaitu pada Momen inersia disc silinder
berikut,
41
Untuk menghitung momen inersia disc melingkar dengan radius dan massa m,
kita akan menggunakan koordinat polar yang tersusun dari elemen massa, cincin
tipis dengan jari-jari r dan ketebalan dr, sehingga dapat dituliskan menjadi,
= 2
dan
= 2
2 2 = 2
(7.38)
4 1
= 2
4
2
(7.39)
(7.40)
Dari persamaan (7.31) dan (7.37) menggunakan teori sumbu tegak, maka
persamaan momen inersia ,
1
= 4 2 + 2 = 42
(7.40)
42
BAB 8
BENDA TEGAR TIGA DIMENSI
8.1 Momen dan Produk Inersia
Sebuah benda tegar tiga dimensi diputar menggunakan sumbu rotasi,
melalui titik pusat koordinat O dengan kecepatan sudut seperti gambar di bawah
ini:
(8.1 )
43
Ri adalah jarak partikel dalam benda yang memiliki massa mi terhadap sumbu
rotasi. Oleh karena itu hubungan antara Ri, ridan n dapat dinyatakan:
= | sin | = | |
(8.2)
Dengan,
= xi + yi + zi
dan = cos + cos + cos
(8.3)
(8.4)
Persamaan (8.3) dan (8.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (8.2) dan hasilnya
dimasukkan pada persamaan (8.1), maka diperoleh persamaan:
I = Ixx cos 2 + Iyy cos 2 + Izz cos 2 + 2Ixy cos cos + 2Ixz cos cos +
2Iyz cos cos
(8.5)
Dengan
Ixx =
(yi 2 + zi 2 ) = (y 2 + z 2 ) dm
(8.6)
Iyy =
(yi 2 + xi 2 ) = (y 2 + x 2 ) dm
(8.7)
Izz =
(xi 2 + yi 2 ) = (x 2 + y 2 ) dm
(8.8)
Ixy = Iyx =
xi yi = (xy) dm
(8.9)
Ixz = Izx =
xi zi = (xz) dm
(8.10)
Iyz = Izy =
yi zi = (yz) dm
(8.11)
44
(8.12)
dengan ri = xi i + yi j + zi k
= i i + i j + i k
(8.13)
momentum sudut dari partikel dalam benda tegar yang memiliki massa mi
terhadap sumbu rotasi yang melalui titik tetap O, dapat dirumuskan dengan :
=
(8.14)
Sehingga momentum sudut total L benda tegar tersebut dapat dirumuskan seperti
berikut :
L = ( ( ))
(8.15)
45
(8.16)
dengan :
= x Ixx + y Ixy + z Ixz
= x Iyx + y Iyy + z Iyz
= x Izx + y Izy + z Izz
(8.17)
Matriks 3x3 yang menampilkan momen inersia dan produk inersia di dalamnya
dikenal sebagai Tensor Inersia.
8.3 Prinsip Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
Benda tegar yang diputar pada sumbu bebas, maka akan memiliki nilai
produk inersia atau tidak sama dengan 0. Namun untuk benda tegar yang diputar
pada sumbu utama yang akan menghasilkan produk inersia yang bernilai 0 karena
tidak ada sudut yang dibentuk antara koordinat x, y, dan z. Atau dapat dituliskan
menjadi:
= = = 0
(8.18)
= 1 = 2
8.19
46
= 2 = 3
= 3
(8.20)
Ketika kita membicarakan bicarakan produk inersia maka kita juga akan
membicarakan momen inersia dari suatu benda tegar. Momen inersia dari suatu
benda tegar yang diputar pada sumbu bebas memiliki persamaan sebagai berikut:
= 2 + 2 + 2 + 2 + 2
+ 2 (3)
Namun, untuk benda tegar yang diputar pada sumbu utama akan memilki
persamaan yang berbeda dan lebih sederhana, karena produk inersianya bernilai 0.
Sehingga persamaannya berubah menjadi:
= 1 2 + 2 2 + 3 2
(8.21)
Selain memiliki momen inersia, suatu benda tegar yang diputar pada
sumbu bebas juga akan memiliki momentum sudut. Adapun persamaan dari
momentum sudut suatu benda tegar adalah:
=
+ + + + +
+ + +
(8.22)
Sedangkan momentum sudut dari suatu benda tegar yang diputar pada sumbu
utama akan berubah menjadi lebih sederhana karena produk inersianya bernilai 0.
Sehingga persamaannya menjadi:
= 1 1 + 2 2 + 3 3
8.23
8.4 Energi Rotasi pada Benda Tegar yang Diputar pada Sumbu Utama
Selain memiliki momen inersia dan momentum sudut, suatu benda tegar
juga memiliki energi rotasi yang dapat dituliskan menjadi:
1
2
=
dimana
(8.24)
= 2
(8.25)
dimana =
Karena =
47
1
= 2
(8.26)
Dari penyederhanaan di atas, persamaan untuk benda tegar yang diputar pada
sumbu utama dapat ditulis menjadi:
1
= 2 + +
(8.27)
= 2 2 + 2 + 2 + 2 + 2
Namun berbeda persamaan tersebut tidak berlaku untuk benda tegar yang diputar
pada sumbu utama, karena produk inersianya bernilai 0. Sehingga persamaan di
atas berubah menjadi:
1
= 2 1 1 2 + 2 2 2 + 3 3 2
(8.28)
(8.29)
Mengacu pada teori sistem koordinat rotasi, laju vektor perubahan momentum
sudut dalam sistem koordinat inersial dan sistem rotasi dapat diperoleh persamaan
sebagai berikut:
=
=
(8.30)
Sehingga persamaan untuk setiap komponen pada benda tegar yang diputar pada
sumbu utama dapat dinyatakan menjadi:
= 1 + ( )1
(8.31)
(8.31a)
3 = + 1 2 2 1
(8.31b)
48
1 = 1 1 + 2 3 3 2
(8.31c)
(8.32)
(8.33)
Sesuai dengan perputaran benda, komponen dari bisa beragam, tetapi selalu
memenuhi persamaan diatas.
Gambar 8.4 pemotongan bola pejal dengan L konstan dan T konstan pada benda
tegar yang mengalami perputaran bebas.
49
Persamaan kedua yang diperoleh dari energi kinetik perputaran. Lagi, saat
torsi nol, energi kinetik perputaran total harus selalu konstan. Persamaan ini
diekspresikan dengan persamaan :
= = konstan
(8.34)
(8.35)
(8.36)
50
Gambar 8.5 Bola pejal dengan L konstan dan T konstan untuk benda tegar yang
berputar bebas dari axis a.terkecil, b terbesar, c pertengahan momen inersia
Bola pejal
dengan rasio
1/2 : 1/2 1/2
(8.37)
Hal ini dinamakan bola ellips pejal point sot, juga disebut bola pejal monetal.
Saat benda berputar, kecepatan anguler mendeskripsikan kurva antara dua buah bola
elips pejal. Hal ini digambarkan oleh gambar 8.4
(8.38)
kemudian persimpangan dua bola pejal bukanlah titik tetapi kurva yang
berlangsung seluruhnya di sekitar kedua, seperti yang digambarkan 8.5. dalam hal
ini rotasi tidak stabil karena sumbu rotasi presisi pada seluruh benda.
51
BAB 9
MEKANIKA LAGRANGIAN
9.1 Koordinat Rapatan (Umum)
Secara umum, terdapat n jumlah minimum koordinat yang diperlukan
untuk menyatakan konfigurasi sistem. Koordinat-koordinat tersebut dinyatakan
dengan
q1, q2, ...qn
(9.0)
(9.0a)
(9.0b)
(9.0c)
y = y(q1,q2,q3)
(9.0d)
z = z(q1,q2,q3)
(9.0e)
x
x
q1
q2 .....
q1
q2
(9.0f)
52
y
y
q1
q2 .....
q1
q2
(9.0g)
z
z
q1
q2 .....
q1
q2
(9.0h)
2 =
(9.0i)
Selanjutnya :
= (, ) = cos
(9.0j)
= (, ) = sin
(9.0k)
Dari persamaan 9.0j dan 9.0k dapat dicari besar masing-masing turunan
implisitnya yaitu:
=
= cos sin
(9.0l)
+
= sin + cos
(9.0m)
x i
n
k=1 q
qk
y i
n
k=1 q
qk
z i
n
k =1 q
qk
(9.0n)
53
9.1
(9.1a)
(9.1b)
(9.2)
Dimana
=
(9.3)
sebagai
dimensi gaya jika adalah jarak, sedangkan dinyatakan sebagai torsi jika
adalah sudut. Berikut ini akan dijelaskan tentang gaya umum untuk sistem
konservatif. Apabila sebuah gaya bekerja pada sebuah partikel dalam sebuah
medan gaya konservatif, besarnya gaya tersebut dinyatakan oleh persamaan
(9.3a)
dimana V menyatakan sebuah fungsi energi potensial. Oleh karena itu perumusan
gaya umum dapat dinyatakan
54
(9.3b)
Suku yang berada dalam tanda kurung tak lain adalah turunan parsial fungsi V
terhadap qk. Oleh karena itu
(9.4)
(9.4a)
Q = -V/
(9.4b)
55
Hubungan antara xi
Dalam keadaan ini energi kinetik T adalah fungsi kuadrat homogen dari
kecepatan umum. Maka persamaan untuk , dapat dilihat sebagai berikut :
mi = Fi maka
Karena sistem terdiri atas banyaknya data ke-i, maka persamaan tersebut
dapat dijumlahkan dengan menggunakan persamaan berikut :
56
di
dapat :
dan
Sehingga persamaan Lagrange dapat ditulis menjadi :
Jika bagian dari gaya umum tidak konservatif (terdapat gaya lain yang
bekerja pada suatu system) yang besarnya dinyatakan dalam Qk dan merupakan
bagian yang di turunkan dari potensial fungsi V, kita dapat menulis:
57
(9.14)
(9.15)
Ketika dihubungkan dengan teorema Euler untuk fungsi yang sama, maka di
dapatkan persamaan:
= 2
(9.16)
Kemudian setelah mensubtitusikan persamaan (2) dan (3) pada persamaan (1) atau
pada koordinat umum fungsi Hamilton, maka di dapatkan persamaan yang lebih
sederhana yaitu:
=
= 2 = +
(9.17)
= 1, 2, . ,
(9.18)
(9.19)
58
(9.20)
(9.21)
(9.22)
(9.23)
(9.23a)
(9.23b)