Anda di halaman 1dari 14

SISTEM PEREKONOMIAN NEGARA BURMA PADA ABAD 19

Riswinda Meika Ardiani Rizky Rendi Wahyu Ahadi Siti Husnud Dzikrya

Latar Belakang
Burma adalah salah satu negara di dunia yang perekonomiannya sangat bertumpu pada pertanian dan sebagai akibatnya wajar bila negeri itu juga merupakan salah satu di antara negara-negara yang paling sedikit berindustri. Burma dikenal sebagai penghasil padi namun rakyatnya tidak bisa menikmati hasil dari negaranya tersebut. Keadaan seperti ini yang menguntungkan kaum yang mempunyai modal besar seperti India dan Inggris.

Kehidupan Sosial Budaya di Negara Burma


Burma mempunyai berbagai macam suku bangsa pertama, suku bangsa Birma Tibet di Arakan. Suku bangsa kedua, suku bangsa Mon di Tennasserim sampai semenanjung. Suku bangsa ketiga, suku bangsa Thai yang lebih dikenal dengan bangsa Shan di bagian utara, timur laut dan dilembah utara Sungai Irawaddy dan Salween. Selain ketiga suku bangsa tersebut juga terdapat suku bangsa Kachin dan Karen yang mempunyai percampuran darah bangsa Mongol.

Agama yang dianut oleh seluruh rakyat di Burma adalah agama Budha Hinayana. Seluruh kehidupan politik dan sosial Burma dan istana hingga ke desa-desa berpusat kepada agama ini. Di Burma dan Siam, agama Budha Hinayana (Trawada) lebih dominan. Nampaknya Wisnu merupakan dewa utama yang disembah. Burma yang kini rata-ratanya beragama Buddha. Siwa dan Brahma kelihatan tidak begitu penting di Burma. Karena di Burma, Dewa Wisnu merupakan dewa yang paling popular. Di Burma ada suatu unsur yang lain yang juga memegang peranan penting yaitu dimana pendetapendeta Buddhis memainkan peranan penting sekali dalam mencetuskan perasaan nasional dalam pergerakan pada permulaannya.

Peristiwa-Peristiwa Penting yang Terjadi di Negara Burma

Perang Burma I
Burma dihadapkan pada suatu masalah baik kekuatan moril dan materiil dan pastinya Burma akan ditundukkan oleh kekuatan dari luar seperti Inggris. Antara Inggris dan Burma ini mempunyai kebudayaan yang berbeda yang memungkinkan terjadinya pertentangan dan akhirnya memuncak pada perang Birma I pada tahun 1824-1826.

Perang Burma II
Pada tanggal 1 April 1852 terjadinya perang Burma II yang disebabkan karena insiden antara Gubenur Pegu dan Commodore Lambert. Pada permulaan perang ini orang Burma menunjukkan keberanian yang luar biasa, Rangoon dipertahankan di Pegu bahkan mereka tidak mau menyerahkan tanahnya sedikitpun.

Perang Burma III


Perang Burma III, pada hakekatnya perang ini perebutan supremasi di Asia Tenggara antara Inggris dan Perancis. Pada tanggal 1 Januari 1886 suatu proklamasi diumumkan terhadap aneksasi wilayah yang dahulu diperintah oleh raja Thibaw menjadi dominion Inggris. Setelah suatu konsultasi lebih lanjut, pada bulan Februari telah diputuskan aneksasi wilayah akan diperintah secara langsung

Sistem Perekonomian Negara Burma pada Abad ke-19


Burma sulit menjadi negara industri karena tidak adanya batu arang. Inggris mengambil alih tambang minyak di Yenangyaung setelah Inggris berhasil menguasai Burma atas. Pada tahun 1886 Inggris mendirikan Burmah Oil Company cabang dari Anglo-Iranian Company. Permulaan abad XX pertambangan minyak di Burma diperluas dan didirikan pipa minyak yang menghubungkan dari daerah Irrawaddy ke Syiam.

Inggris melakukan perluasan daerah pertanian di Burma sampai tahun 1930 yang luas daerahnya 12.370.000 are. Pada akhir abad XIX Burma mengekspor 2,5 juta ton dan menjelang tahun 1940 produksi padi seluruhnya ada 4,94 juta ton. Burma dikenal sebagai penghasil padi namun rakyatnya tidak bisa menikmati hasil dari negaranya tersebut. Keadaan seperti ini yang menguntungkan kaum yang mempunyai modal besar seperti India dan Inggris.

Myat Thein, resident economist di Yangon, melakukan analisa historis yang lebih terinci terhadap masalah moneter dan fiskal yang memainkan peranan penting dalam proses kemunduran perekonomian. Studinya mengungkapkan bahwa sektor keuangan dari perekonomian Myanmar dewasa ini kurang berkembang dalam banyak hal daripada yang dialaminya sebelum nasionalisasi tahun 1963, bahwa defisit fiskal adalah biang keladi munculnya masalah kembar yaitu ketidakseimbangan eksternal dan internal dan bahwa perluasan sektor publik yang berlebihan, khususnya perusahaan negara, pada gilirannya merupakan biang keladi terjadinya defisit fiskal

Sebelum perang dunia II, perekonomian Myanmar sedikit lebih maju daripada perekonomian Thailand. Pada 1950, ekspor Thailand adalah sebesar US$ 304 juta dimana 2,2 kali ekspor Myanmar, dan pendapatan nasionalnya sebesar US$ 1.012 juta (US$ 4.086 juta dalam harga 1989) 28% lebih besar daripada pendapatan nasional Myanmar. Pada 1962, pendapatan nasional Myanmar hanya setengah dari pendapatan nasional Thailand, dan pada 1987 pendapatan nasional Myanmar jatuh menjadi kurang dari seperlima.

Perubahan yang paling dramatis adalah digesernya kedudukan Burma sebagai negara pengekspor beras yang utama sampai awal 1960-an menjadi negara penghasil yang sekedar mencukupi kebutuhannya sendiri sejak 1965-1966.

Reformasi dan Revolusi Myanmar dalam bidang politik dan ekonomi


Revolusi 1948 Reformasi 1958 Reformasi 1960 Revolusi 1962 Reformasi 1974 Reformasi 1988 atau Revolusi Reformasi atau Revolusi 1990?

Anda mungkin juga menyukai