Transdermal
Transdermal
kelenjar keringat, organ pembuluh perasa/ urat syaraf jaringan pengikat, otot polos dan
lemak. Kulit merupakan organ yang paling besar/luas dari tubuh.
Luas total kulit manusia mencapai 2 m2
Gambaran dari struktur kulit, terlihat pada gambar di bawah ini :
FUNGSI KULIT
1. Fungsi mekanik
Fungsi mekanik yaitu fungsi yang mencegah dan membatasi gerakan jaringan
dibawahnya, fungsi mekanik tergantung pada dermis dan epidermis. Kulit merupakan
organ yang elastis, dapat merenggang dan reversible.
2. Fungsi protektif/barier
a. Barier mikrobiologi
b. Barier kimia
c. Barier radiasi
d. Barier panas
e. Barier elektrik/listrik
3. Mengandung cairan tubuh dan jaringan
4. Regulasi dan temperatur tubuh
5. Sistesis dan nietabolisme
6. Regulasi tekanan darah
7. Organ perasa terhadap stimulus dan luar
a. Tekanan (Pressure/tactile)
b. Sakit
c. Suhu
8. Sehagai organ untuk ekskresi
Lapisan kulit terdiri dan 3 lapis utama yaitu:
1. Epidermis
2. Dermis
3. Lapisan/janingan subkutan
I . EPIDERMIS
Epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar, yang terdiri dan lapisan sel
yang telah mati yang disebut juga lapisan tanduk. Fungsi epidermis adalah sebagai
sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi, alergi dan lain-lain. Ketebalannya 0,006-0,8
mm, pH 4,2-6,5, kadar air 10-25 %. Pada lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh
darah, sehingga lapisan epidermis merupakan perintang utama terhadap absorpsi
obat.
Lapisan epidermis terdiri dari 5 lapisan, yaitu:
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
2. Stratum lucidum (daerah sawar)
3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir)
4. Stratum spinosum (lapisan sd dun)
5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)
2. DERMIS
Dermis (corium) tebalnya 3-5 mm, yang merupakan anyaman serabut kolagen
dan elastin. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut,
kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, serabut syaraf dan korpus pacini.
Karena pada lapisan dermis sudah terdapat pembuluh darah dan juga pembuluhpembuluh yang lain, maka apabila suatu obat yang sudah mencapai lapisan dermis,
absorpsinya akan lebih mudah/cepat.
3. LAPISAN/JARINGAN SUBKUTAN
Merupakan lapisan yang paling dalam, yang berfungsi sebagai bantalan dan
isolator panas.
Kulit yang utuh merupakan rintangan terhadap absorpsi obat melalul kulit.
Penetrasi obat menembus kulit dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
a. Penetrasi transelular (menyebrangi sel)
b. Penetrasi interselular (antar sel)
c. Penetrasi
transappendageal
(melalul
folikel
rambut,
kelenjar
lemak,
dan
J=-D
dimana:
Pada waktu yang panjang flot mendekati garis lurus dan kita akan memperoleh
flux dalam keadaan steady slate dm/dt.
dm/dt =
dimana:
DCoK
Co
h
= konsentrasi dan obat dalam larutan donor
= tebal membran
Jika flot keadaan steady state diekstrapolasikan pada aksis waktu, kita akan
mendapatkan intersep pada m = 0 yang merupakan harga lag time, L:
L=
h2
6D
karena L dan h diketahui, maka D dapat dihitung, atau kita dapat menggunakan P
= KD/h, dimana P koef. Permeabilitas.
Langkah-Iangkah absorpsi obat melalui kulit:
1. Difusi bahan aktif pada lapisan batas antara pembawa dengan kulit (pelepasan)
2. Penetrasi melalui stratum corneum
3. Permeasi bahan obat ke dalam korium
4. Resorpsi ke dalam peredaran darh
5. Pengangkutan dan distribusi oleh darah
Secara skematis, Iangkah-langkah absorpsi obat rnelalui kulit dapat di
jelaskan dengan skema berikut
Ks.K
Ks.P
Dimana
KP
= koefisien partisi
Sistem transdermal yang pertama dirancang th. 1980 oleh perusahaan Alza
(obat skopolamin transderm-scop R , dengan cara menempelkan di belakang telinga).
Sistemnya terdiri dan 4 lapisan:
1. Lapisan penahan selaput poliester dengan aluminium
2. Suatu reservoir obat skopolamin, minyak mineral dan poliisobutilen.
3. Membran polipropilen dengan pori-pori mikro yang mengatur laju penyampaian
skopolamin dan sistem ke permukaan
4. Suatu formulasi perekat, minyak mineral, poliisobutilen dan skopolamin.
Contoh kedua:
Nitrogliserin, obat ini mempunyai dosis rendah, waktu paruh obat dalam plasma
pendek, level obat dalam plasma berpuncak tinggi dan dimetabolisme oleh hati.
Contoh dipasaran Transderm-Nitro (CIBA), sistemnya terdiri dan 4 lapisan:
1. lapisan penunjang (plastik beraluminium, impermiable terhadap nitrogliserin.
2. Reservoir obat nitrogliserin
3. Membran kopolimer etilen/vinil asetat yang permeable terhadap nitrogliserin.
4. Lapisan perekat silikon hipoalergenik
Sediaan trandermal tersebut dapat melepaskan obat dalam waktu 24 jam terusmenerus.
Sistem trandermal biasanya hanya berupa potongan kecil yang dapat
melepaskan obat secara terkendali pada periode tertentu. Jadi yang mengatur sistem
penyampaian obat adalah membran bukan kulit. yang termasuk dalam rancangan dan
tujuan utama pengaturan sistem pelepasan obat adalah:
1. Memberikan obat dalam laju yang terkendali untuk diabsorpsi
2. Memiliki sifat fisika-kimia yang tepat agar bahan obat mudah terlepas dan
membantu absorpsi obat menembus stratum corneum
3. Sistem harus menutup kulit untuk menjamin arus searah dan bahan obat
4. Zat perekat, pembawa dan zat aktif harus tidak mengiritasi kulit
5. Sistem harus tidak memungkinkan pengembangbiakan bakteri kulit di dalam
keadaan tertutup.
Sediaan
diperuntukkan
transdermal
untuk
atau
memberikan
sediaan
efek
yang
sistemik,
digunakan
dalam
perkutan
formulasinya
yang
sering
penurunan tegangan permukaan, melalui pembasah yang lebih baik dan kulit, atau
melalui mekanisme solubilisasi.
Contoh enhancer
1. Bahan pelarut organik:
aseton,
benzen,
dimetilformamid,
kioroform,
sikloheksan,
dimetilsulfoksid,
etanol,
sikloheksanon,
etilenglikol,
dimetilasetamid,
etileter,
propilenglikol,
tetrahidrofuril alkohol.
2. Lemak alkohol, esterl lemak alkohol:
ester oleil asam oleat, ester dekil asam oleat, ester heksil asam laurinat, 2oktildodekanol, campuran ester alifatis asam, ester propil asam miristat, ester propil
asam palmitat dan ester propil asam adipat.
Lebih lanjut beberapa contoh enhancer yang dapat digunakan untuk sediaan
transdermal terlihat pada tabel di bawah ini:
Table 2 penetration enhancers
Solvents
Water
Alcohols
Methanol
Ethanol
2-propanol
Alkyl methyl sulfoxides
Dimethyl sulfoxide
Decylmethyl sulfoxide
Tetradecylmethyl sulfoxide
Pyrrolidones
2-Pyrolidone
N-Methyl-2- Pyrolidone
N-(2Hydroxyethyl) Pyrolidone
Laurocapram
Miscellaneous solvents
Dimethyl acetamide
Dimethyl formamide
Tetrahydrofurfuryl alcohol
Amphipiles
L- -Amino acids
Anionic surfactants
Cationic surfactants
Amphoteric surfactants
Nonionic surfactants
Fatty acids and alcohol
miscellaneous
Clofibric acid amides
Hexamethylene lauramide
Proteolytic enzymes
Terpenes and sesquiterpenes
-bisabolol
d-Limonene
urea
N-N-Diethyl-m-toluamide
PUSTAKA
1. Aulton, M.E., 1994, Pharmaceutics, The Science of Dosage Forms Design, ELBS.,
Edinburg
2. Ansel, H.C., Popovich, N.G. and Allen Jr., L.V., 1995, Pharmaceutical Dosage
Forms and Drug Delivery System, William & Wilkins, Parkway PA.
3. Banker, G.S. and Rhodes, C.T., 1996, Modern Pharmaceutics, 3rd Ed., Marcel
Dekker Inc., New York.
4. Swarbrick, J. and Boylan, J. C., 1990, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology,
Marcel Dekker Inc., New York.