Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

PERANAN KADER DALAM MANAJEMEN DIABETES


Oleh:
GLADIS ROITO HUTAHAEAN
NIM: 110100283

Pembimbing:
dr. Rina Amelia, MARS
NIP: 197604202003012002
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

PERANAN KADER DALAM MANAJEMEN DIABETES


Oleh:
GLADIS R HUTAHAEAN
NIM: 110100283

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

PERANAN KADER DALAM MANAJEMEN DIABETES


Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan
dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Oleh:
GLADIS R HUTAHAEAN
NIM: 110100283

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2016

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PERANAN KADER DALAM MANAJEMEN DIABETES
Nama : GLADIS R HUTAHAEAN
NIM : 110100283

Medan, 04 Agustus 2016


Pembimbing

dr. Rina Amelia, MARS


NIP: 197604202003012002

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah dengan judul Peranan
Kader dalam Manajemen Diabetes. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehataan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih
kepada dr. Rina Amelia, MARS atas kesediaan beliau menjadi pembimbing dalam

penulisan makalah ini. Semoga melalui makalah ini, pengetahuan dan pemahaman
mengenai program kesehatan bagi usia lanjut di Indonesia, semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam teorinya maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis
membutuhkan kritik dan saran mengenai makalah ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 04 Agustus 2016


Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................1
1.2. Tujuan ...................................................................................................2
1.3. Manfaat ................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................3
2.1. Kader Kesehatan ..................................................................................3
2.2. Perubahan Fisiologi Pada Lansia..........................................................3
2.3.Dasar Hukum Program Kesehatan Lansia ............................................4
2.4. Upaya Penanggulangan Masalah Lansia ..............................................5
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................13
3.1. Kesimpulan...........................................................................................13
3.2. Saran......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Lembaga kesehatan dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa hampir

dua pertiga kematian global terjadi oleh karena kelompok Penyakit Tidak Menular
(PTM). Dari total 36 juta kematian oleh karena PTM, 1,3 jutanya disebabkan oleh
karena diabetes mellitus (DM).1 Di Indonesia sendiri, dilaporkan terjadi
peningkatan kasus DM dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013) dengan
prevalensi terbanyak terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),
Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Sementara di Sumatera
Utara, prevalensi DM berkisar 1,8%.2
Oleh karena peningkatan jumlah PTM ini, kementerian kesehatan
membuat kebijakan nasional pengendalian PTM pada tahun 2005, termasuk di
dalamnya

diabetes

mellitus.

Pengendalian

DM

dilaksanakan

dengan

mengembangkan pedoman tatalaksana kasus, pelaksanaan kontrol

DM,

pengukuran faktor risiko utama (obesitas, gula darah, aktivitas fisik, diet sayur
buah, hipertensi), pelaksanaan surveilans epidemiologi, pencegahan DM di
Posbindu PTM, pelatihan Training of Trainer (TOT) untuk deteksi dini, serta
manajemen DM dan penyakit metabolik di 16 provinsi.3
Para pakar DM Indonesia (PERKENI) mengeluarkan Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 tahun 2006 yang mengemukakan pilar
penatalaksanaan DM dimulai dari edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
akhirnya dengan intervensi farmakologis.4 Dengan demikian, dapat diambil
kesepakatan bahwa edukasi memegang peranan penting dalam manajemen
penatalaksanaan DM. Edukasi ini sendiri memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.

Kader kesehatan merupakan kader yang dipilih masyarakat yang menjadi


penyelenggara posyandu. Depkes RI sendiri memberikan batasan mengenai istilah
kader, yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat
dan dapat bekerja secara sukarela.5 Kader mengambil sebuah peranan penting
dalam manajemen DM untuk dapat mencapai pemberdayaan orang-orang yang
menyandang penyakit kronis ini. Kader kesehatan dapat berperan sebagai
edukator dan konselor untuk meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
dalam penatalaksanaan DM terpadu.6
Dengan demikian, diharapkan bahwa dengan adanya peranan aktif kader
kesehatan dalam manajemen DM dapat memberikan efek yang bermakna dalam
menurunkan kasus DM.

1.2.

Tujuan Makalah
Untuk lebih mengerti dan memahami mengenai peranan kader dalam

manajemen diabetes serta untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan


Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
1.3.

Manfaat Makalah
a. Untuk meningkatkan informasi di dunia ilmu pengetahuan terutama
dalam hal studi literatur, baik bagi penulis maupun pembaca dan
masyarakat luas.
b. Sebagai tolok ukur bagi penelitian berikutnya.
c. Untuk memberikan informasi tentang peranan kader dalam manajemen
diabetes di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolisme sebagai suatu

kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin absolut ataupun relatif. Ada 2 tipe
diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang
umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang
didapat setelah dewasa.2
Gejala diabetes antara lain: rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering
kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar (poliphagi), berat
badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki,
gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan,
penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering
melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg. Didefinisikan sebagai DM jika
pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah
didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir
mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan sering buang air kecil &
jumlah banyak dan berat badan turun.2
Pengelolaan DM sendiri dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.6

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia


dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus. Dalam makalah ini akan lebih dibahas lanjut mengenai perananan kader
dalam manajemen pasien.
2.2.

Kader Kesehatan
Kader kesehatan adalah tenaga yang berasal dari masyarakat yang dipilih

oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela. Kader
kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat
dan dilatih untuk menanggani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun
masyarakat setra untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempattempat pemberian pelayanan kesehatan.1 Kader sebagai warga masyarakat
setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara
sukarela. Kader secara sukarela bersedia berperan melaksanakan dan mengelola
kegiatan keluarga berencana di desa.5
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat dan diharapkan mereka dapat melakukan pekerjaannya secara
sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya. Namun ada
juga kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta
beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat.
Tujuan pembentukan kader
Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang
kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat
bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu
sendiri. Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat
secara aktip dan bertanggung jawab. Keikut-sertaan masyarakat dalam
meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adaya
dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber
daya yang ada di masyarakat seoptimal mungkin.3 Pola pikir yang semacam ini

merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi, meningkatkan


kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan.
Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama
ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan
demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapai juga
merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanay kader,
maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat
adanya

kader, jelaslah

bahwa

pembentukan

kader

adalah

perwujudan

pembangunan dalam bidang kesehatan.5


Persyaratan menjadi kader
Bahwa pembangunan dibidang kesehatan dapat dipengaruhi dari keaktifan
masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka pemilihan calon kader
yang akan dilatih perlu mendapat perhatian. Secara disadari bahwa memilih kader
yang merupakan pilihan masyarakat dan memdapat dukungan dari kepala desa
setempat kadang-kadang tidak gampang.
Proses pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah dengan
masyarakat, sudah barang tentu para pamong desa harus juga mendukung.
Dibawah ini salah satu persaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk
pemilihan calon kader.7

Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia


Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang

bersangkutan.
Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon

kader lainnya dan berwibawa


Sanggup membina paling sedik 10 KK untuk meningkatkan keadaan

kesehatan lingkungan
Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunayai keterampilan
Dr. Ida Bagus, mempunyai pendapat lain mengenai persaratan bagi

seorang kader antara lain:

Berasal dari masyarakat setempat.


Tinggal di desa tersebut.

Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.


Diterima oleh masyarakat setempat.
Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah

lain.
Sebaiknya yang bisa baca tulis.8
Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas

dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain,


sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta
mempunyai krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat,
memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca
tulis, sanggup membina masayrakat sekitarnya.
Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan
dengan melalui kegiatan yang dilakukan di puskesmas.9
2.3.

Peranan Kader dalam Manajemen Diabetes


Manajemen penyakit diabetes merupakan proses yang kompleks, yang

menuntut tanggung jawab pasien, saudara/ keluarga, petugas kesehatan, kader dan
masyarakat. Faktor sosial/interpersonal lain adalah dukungan sosial. Sesuai
dengan temuan Hasanat (2010), yaitu ada dukungan sosial ketika pasien
melakukan manajemen diri, serta hasil penelitian lainnya (Lanting et al., 2008;
Skarbek, 2006; Skinner & Hampson, 1998; Skinner, John & Hampson, 2000),
yang menunjukkan ada hubungan antara dukungan sosial dan manajemen diri
pada pasien diabetes.4,10
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya
kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu
diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan
kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut di dalam maupun di luar puskesmas
antara lain:6

a. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di puskesmas adalah:


Melaksanan pendaftaran, penimbangan dan pencatatan penimbangan
berat badan pasien DM.
Memberikan penyuluhan pada pasien DM.
Memberi dan membantu pelayanan.
b. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di luar Puskesmas adalah:
Menunjang pelayanan DM.
Mengajak pasien-pasien dengan DM untuk melakukan kontrol teratur.
c. Peranan Kader diluar Posyandu KB-kesehatan:
Merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan
survei mawas diri, membahas hasil survei, menyajikan dalam MMd,
menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat desa,
menentukan kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama

masyarakat, membahas pembagian tugas menurut jadwal kerja.


Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi tatap

(kunjungan), alat peraga dan percontohan dengan pasien-pasien DM.


Menggerakkan masyarakat: mendorong masyarakat untuk gotng

muka

ronyong, memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan

kegiatan apa yang akan dilaksanakan dan lain-lain.


Memberikan pelayanan yaitu, :
o Membagi obat
o Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan
o Mengawasi mereka yang memiliki resiko DM
o Memberikan pertolongan pemantauan penyakit
o Memberikan pertolongan pada kecelakaan dan lainnya
Melakukan pencatatan, yaitu:
o Jumlah penduduk yang mengalami DM (pendataan)
o Banyaknya pengobatan yang dilakukan
Melakukan pembinaan mengenai lama program manajemen diri DM

dan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan manajemen tersebut.


Melakukan kunjungan rumah kepada masyarakat terutama yang

memiliki resiko dan/ ataupun mengalami DM.


Melakukan pertemuan kelompok.7,8,9

Kader sebagai anggota masyarakat yang secara sukarela membantu


mereka dalam masalah kesehatan juga dapat berperan dalam manajemen orangorang yang menderita diabetes. Peranan tersebut dapat berupa:

a. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi

aktif

pasien,

keluarga

dan

masyarakat.

Tim

kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai


keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi.6
b. Membantu promosi perilaku sehat
Hal ini faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk
mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan
perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk
pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan
baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli diet,
perawat, dan tenaga kesehatan lain.5,6
c. Edukasi perubahan perilaku
Dalam menjalankan tugasnya, kader memerlukan landasan empati, yaitu
kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya

kecemasan
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang

sederhana
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya.7,8,10

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Di Indonesia sendiri, dilaporkan terjadi peningkatan kasus DM dari 1,1
persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Di Sumatera Utara, prevalensi DM
berkisar 1,8%. Pengendalian DM dilaksanakan dengan mengembangkan pedoman
tatalaksana kasus, pelaksanaan kontrol DM, pengukuran faktor risiko utama
(obesitas, gula darah, aktivitas fisik, diet sayur buah, hipertensi), pelaksanaan
surveilans epidemiologi, pencegahan DM di Posbindu PTM, pelatihan Training of
Trainer (TOT) untuk deteksi dini, serta manajemen DM dan penyakit metabolik di
16 provinsi.
Para pakar DM Indonesia (PERKENI) mengeluarkan Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 tahun 2006 yang mengemukakan pilar
penatalaksanaan DM dimulai dari edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
akhirnya dengan intervensi farmakologis. Dengan demikian, dapat diambil
kesepakatan bahwa edukasi memegang peranan penting dalam manajemen
penatalaksanaan DM. Edukasi ini sendiri memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Kader kesehatan merupakan kader yang dipilih masyarakat yang menjadi
penyelenggara posyandu. Depkes RI sendiri memberikan batasan mengenai istilah
kader, yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat
dan dapat bekerja secara sukarela. Kader mengambil sebuah peranan penting
dalam manajemen DM untuk dapat mencapai pemberdayaan orang-orang yang

menyandang penyakit kronis ini. Kader kesehatan dapat berperan sebagai


edukator dan konselor untuk meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
dalam penatalaksanaan DM terpadu.

3.2. Saran
Penanganan manajemen DM merupakan starategi yang memerlukan
keterlibatan tidak hanya pasien tetapi juga orang yang berada di sekitarnya, seperti
keluarga, saudara, masyarakat. Kader sebagai bagian dari masyarakat yang secara
sukarela membantu berkntribusi dalam manajemen pasien dengan DM. Dengan
adanya partsipasi mereka, maka diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas pasien DM. Namun, seiring dengan itu, kader juga memerlukan
suatu bentuk pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kinerja mereka dalam
perannya untuk manajemen diabetes sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2015. Non Communicable Diseases: Progress


Monitor. Geneva: World Health Organzation.
2. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Kinerja Dua Tahun Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009-2011: Menuju Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
4. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
5. Zulkifli. 2003. Posyandu dan Kader Kesehatan. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
6. Ernawati. 2012. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Manajemen
Diabetes Melitus Melalui Pelatihan Manajemen Diabetes pada Kader
Kesehatan. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 15, No.2, Juli 2012, 123-128.
7. Nursiswati, et al. 2014. Pemberdayaan Kader Kesehatan dalam Program
Self Care Management Penderita Diabetes Melitus di Desa Mekarwangi
dan

Bendungan

Kecamatan

Pagaden

Barat

Kabupaten

Subang.

Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. Vol 3. No.1. Mei


2014: 13-15.
8. Maisya, Iram B. dan Gurendro Putro. 2011. Peran Kader dan Klian Adat
Dalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Posyandu di Provinsi Bali.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 14. No.1. Januari 2011-40-48.
9. Sutandi Aan. 2012. Self Management Education (DSME) Sebagai Metode
Alternatif dalam Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus di dalam
Keluarga. WIDYA. No.321. Juli-Agustus 2012.
10. Miller, Tricia A. dan M Robin DiMatteo. 2013. Importance of Family/ Social

Support and Impacto on Adherence to Diabetic Therapy. Dovepress 2013: 6


421-426.

Anda mungkin juga menyukai