Anda di halaman 1dari 10

Tugas Mata Kuliah Budidaya Perkebunan

ANALISIS SWOT PERKELAPASAWITAN INDONESIA

OLEH :

TOMMY FRANATHA SINAGA


013.821.0082

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1. Analisis SWOT................................................................................................5
2. Membuat Analisis SWOT................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
1.

Strengths (Kekuatan).....................................................................................7

2.

Weaknesses (Kelemahan)..............................................................................9

3.

Opportunitties (Peluang)...............................................................................9

4.

Threats (Ancaman)......................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11

PENDAHULUAN

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat,


merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
2

produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.


Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda
pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun
Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan
dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman
kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan
tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet
(orang Belgia ), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt
yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan
Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat
sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki
masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran.
Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang
ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton
pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000
ton minyak sawit.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia,
pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).
Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer
di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL
(Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer.
Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta
keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit
menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar
tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan

mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172
ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat
terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang
melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR BUN).

TEORI
1. Analisis SWOT
Adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memutuskan
strategi

perusahaan.

Analisis

ini

didasarkan

pada

logika

yang

dapat

memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara


bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikianperencanaan
strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang,
kelemahan dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini, hal ini disebut
dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah
analisis SWOT.
2. Membuat Analisis SWOT
SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strength dan Weakness
serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities)
dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses).
PEMBAHASAN

Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik


untuk industry pangan maupun non pangan, prospek pengembangannya tidak saja
terkait dengan pertumbuhan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait
juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape
seed dan bunga matahari. Dari segi daya saing, minyak kelapa sawit mempunyai
daya saing yang cukup kompetitif dibanding minyak nabati lainnya, karena ; (1)
produktivitas per hektar cukup tingggi ; (2) merupakan tanaman tahunan yang
cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat; dan ditinjau dari aspek
gizi minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar
kolesterol bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A.
CPO (Crude Palm Oil) adalah komoditas minyak nabati utama sektor
perkebunan sawit di Indonesia yang merupakan produsen kedua terbesar setelah
Malaysia. Areal pengembangan tananam kelapa sawit rakyat mengalami
pertumbuhan yang cukup singnifikan dari tahun ke tahun.
Berbagai kemajuan telah diperoleh dalam pengembangan tanaman kelapa sawit
dan berbagai manfaat telah dapat diwujudkan sebagai hasil upaya dari para pelaku
agribisnis kelapa sawit, dukungan dari berbagai pihak seperti perbankan,
penelitian dan pengembangan serta dukungan sarana prasarana ekonomi lainnya
oleh berbagai instansi terkait dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit sangat
berperan penting. Berbagai manfaat yang berhasil diwujudkan antara lain ;
peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, peningkatan ekspor, peningkatan
kesempatan kerja dan yang terpenting adalah mendukung upaya dalam
pengembangan wilayah agar lebih maju dan berkembang. Jika kita lihat dari sisi
upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan
tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan
gas-gas rumah kaca atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity
atau eko-wisata. FAO dalam sidangnya di Roma beberapa tahun yang lalu juga
telah menerima usulan dari Malaysia agar kebun kelapa sawit bisa diterima
sebagai tanaman hutan karena fungsi-fungsinya yang komplementer dengan
fungsi tanaman hutan.

1. Strengths (Kekuatan)
-

Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia telah memberikan dampak


yang sangat positif dalam pembangunan nasional, karena kelapa sawit adalah
merupakan salah satu penghasil devisa dari sektor non migas yang cukup

penting.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa bisnis perkebunan kelapa
sawit lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan perkebunan tebu dan
karet karena rasio persentase biaya komoditas andalan Indonesia tersebut lebih
rendah dibandingkan yang lain yaitu dengan rasio persentase biaya setahun
yang lebih rendah jika dibanding dengan perkebunan karet dan tebu.
Gambaran total nilai produksi untuk tanaman sawit per tahun per hektar
sebesar Rp17 juta, sementara biaya produksi hanya berkisar 57,05 persen atau
senilai 9,7 juta per hektar. Sedangkan karet memiliki nilai total produksi
sebesar Rp12,9 juta dan untuk biaya produksi mencapai 71,54 persen atau
senilai Rp9,2 juta. Dan untuk tebu, nilai total produksi sebesar Rp31 juta, dan
biaya produksi Rp24,2 juta atau 77,98 persen. Sehingga berdasarkan data
tersebut kegiatan usaha kelapa sawit secara relatif lebih menguntungkan
dibandingkan karet dan tebu. Dengan demikian diperkirakan akan semakin

tingginya angka pertumbuhan perkebunan kelapa sawit Indonesia.


Minyak kelapa sawit mempunyai prospek yang lebih baik dari minyak nabati
lain pada masa mendatang karena beberapa faktor antara lain :
1. Produktivitas minyak sawit cukup tinggi dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya.
2. Sebagai tanaman tahunan, kelapa sawit lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungannya dibandingkan dengan tanaman semusim seperti kedelai dan
bunga matahari.
3. Ditinjau dari kesehatan, minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan jika
dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena mengandung beta
karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin E
4. Selain itu minyak kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku
industry oleokimia yang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
produk berbahan baku minyak industry. Minyak sawit merupakan sumber
bahan baku yang dapat diperbaiki (renewable). Sedangkan minyak bumi
diperkirakan akan habis dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang.
6

5. Produk oleokimia yang berbahan baku minyak sawit lebih aman, karena
sifat dasarnya yang dapat dimakan dan ramah terhadap lingkungan dan
-

mudah diuraikan (bio-degradable)


Produksi dan Ekspor minyak sawit indonesia yang semakin meningkat setiap
tahunnya,

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Produksi
(juta ton
metrik)
Ekspor
(juta ton
metrik)
Ekspor
(dalam USD
milyar)

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

19.2

19.4

21.8

23.5

26.5

27.0

31.0

31.5

15.1

17.1

17.1

17.6

18.2

21.2

20.0

19.5

15.6

10.0

16.4

20.2

21.6

19.0

21.0

Sumber: Food and Agriculture Organization of the United Nations, Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki)
and Indonesian Ministry of Agriculture

2. Weaknesses (Kelemahan)
-

Ekspor berupa produk hulu yang nilainya rendah


Terbatasnya tenaga ahli dalam industri CPO
Infrastruktur yang ada saat ini belum memadai untuk menunjang produksi

dan distribusi minyak sawit


Kepastian Hukum menyangkut lahan/tata ruang masih tetap menjadi momok
bagi industri kelapa sawit dan masih terdapat kebun-kebun lama yang sudah

HGU banyak mengalami masalah tumpang tindih dengan kawasan hutan.


Infrastruktur yang masih belum mengalami kemajuan yang menyebabkan
naiknya biaya transportasi yang berakibat pada kurangnya daya saing CPO

Indonesia.
Terbitnya beberapa regulasi baru yang akan berdampak pada pengembangan
industri sawit seperti PP 71/2014 tentang pengelolaan lahan gambut, UU
18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan lainlain.

Pelaksanaan mandatori BBN 10% masih belum efektif sehingga penyerapan


didalam negeri belum tinggi. Penetapan harga BBN juga masih belum
kondusif di sisi produsen.
- Perda di daerah, jumlah perda bermasalah semakin banyak.

3. Opportunitties (Peluang)
-

Adanya insentif dari Pemerintah bagi pelaku industri hilir CPO


Semakin berkembangnya tren produk berbasis minyak sawit baik pangan

maupun nonpangan
Perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung

CPO dan industri turunannya


Adanya kontribusi penelitian dari lembaga riset PPKS, MAKSI, dan
APKASINDO dan semakin meningkatnya perbaikan mutu bahan tanam yang
dihasilkan dari produsen kecambah yang kredibel seperti PT. SOCFIN

INDONESIA
Menurut Derom Bangun, proyeksi kebutuhan minyak nabati dunia pada tahun
2020 bergantung kepada CPO Indonesia, Pada 2020, tingginya kebutuhan
minyak nabati dunia merupakan peluang Indonesia untuk mengisi permintaan.
Mengingat dengan jumlah produksi CPO 38 juta ton, Indonesia akan
mengungguli negara produsen minyak sawit lain. Artinya, Indonesia dapat
memainkan peranan dan nilai tawar produk sawitnya di luar negeri.

4. Threats (Ancaman)
-

Isu negatif (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari

pembukaan lahan yang menyebabkan global warming


Adanya pesaing yang kuat yaitu Malaysia
Kompetisi dengan produsen minyak nabati lainnya
Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga pemangku kepentingan
Stabilitas politik, keamanan dan pemerintahan nasional dan kebijakan
pemerintah Ancaman (Threats-T) Isu negatif1. (black campaign) terhadap
produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan

global warming Adanya pesaing yang kuat yaitu Malaysia2. Kompetisi dengan
produsen minyak nabati 3. lainnya Lemahnya koordinasi antara lembaga-4.
lembaga pemangku kepentingan Stabilitas politik, keamanan dan 5.
-

pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah


Kampanye negatif dari dalam dan luar negeri dimana di beberapa negara
Eropa telah melaksanakan food labeling Palm Oil Free terkait informasi
produk makanan kepada konsumen dan pemberlakuan biodiesel anti dumping

duty.
Kasus kebakaran lahan masih menjadi ancaman karena masalah kebakaran
lahan diproses hukum dianggap sebagai masalah pidana.

DAFTAR PUSTAKA

http://tehnikbudidayakelapasawit.blogspot.co.id/2011/09/sejarah-perkembangantanaman-kelapa.html
http://tehnikbudidayakelapasawit.blogspot.co.id/2011/09/prospek-minyak-kelapasawit.html
http://www.investasikelapasawit.com/
9

http://www.sawitindonesia.com/kinerja/2020-kebutuhan-minyak-nabati-duniabergantung-kepada-cpo-indonesia
http://jma.mb.ipb.ac.id/uploads/pdf/25April2014_jauhar.pdf
http://www.gapki.or.id/Page/PressReleaseDetail?guid=dd997bd7-efbe-4ef7-aace192e71eac097%20%20
http://www.gin.web.id/index.php/component/k2/206-prospek-hilirisasi-industriminyak-sawit-nasional-dengan-dukungan-penelitian-dan-pengembangan

10

Anda mungkin juga menyukai