Anda di halaman 1dari 18

KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DITINJAU

DARI SUDUT PANDANG SILA KEDUA PANCASILA


PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN: Dra. Jirzanah, M.Hum

Disusun Oleh Kelompok 4:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hendian Budi
Muhammad Sidiq
Raden Ahmad
Rohmat Eko
Shinta Dewi
Tiara Harfabelia

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS KEHUTANAN PROGRAM STUDI S1
2015

Kata Pengantar
Alhamdulilah, akhirnya makalah dengan judul Kebakaran Hutan Ditinjau
dari Sudut Pandang Sila Kedua Pancasila ini dapat terselesaikan walaupun tentu
saja belum sempurna dalam hal isinya. Makalah ini kami susun untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dalam makalah ini kami penyusun
mengangkat tema tentang kebakaran hutan di Indonesia. Kami memilih tema
tersebut dengan alasan karena kami ingin tahu lebih jauh penjabaran
permasalahan yang terjadi dan ingin mecoba mencari solusi terhadap
permasalahan tersebut.
Dalam menyusun makalah ini penyusun tentu tidak luput dari rintangan.
Baik rintangan yang datang dari diri sendiri maupun rintangan yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa kami juga berterima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah menyempatkan waktu beliau untuk
membimbing kami sehingga kami tidak kebingungan dalam menyusun makalah
ini. Serta kepada teman teman kami yang juga telah membantu secara langsung
maupun tidak langsung.
Makalah ini disusun agar pembaca diharapkan dapat tahu lebih tahu dan
bukan hanya sekedar tahu tentang nilai dari sila ke-2 dalam kehidupan dan
permasalahan yang terjadi di bangsa sendiri namun lebih dari itu agar pembaca
diharapkan dapat ikut berfikir untuk bersama sama mencari solusi tentang apa
yang menjadi topik permasalahan. Untuk isi dari makalah ini, kami penyusun
mengisinya dengan materi materi dari berbagai sumber sehingga isi tidak
terpaku dalam satu sumber saja.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, maka dari itu kami
sangat mengharapkan pendapat dan kritikan yang konstruktif dari pembaca guna
menjadikan perbaikan dan menyempurnakan makalah ini.
Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan


Negara Indonesia adalah negara hukum. Dan sumber dari segala
hukum

di

indonesia

adalah

Pancasila.

Pembuatan

hukum

beserta

manifestasinya harus sesuai dengan pancasila sebagai cita cita dan


pandangan hidup bangsa. Sebagai dasar hidup bangsa Indonesia, peran
pancasila sangat begitu vital selain sebagai sumber hukum. Kelima sila yang
ada di pancasila merupakan nilai nilai yang harus diterapkan sehari hari
oleh masyarakat maupun pemerintah. Nilai nilai dari pancasila tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Itu semua membentuk suatu kesatuan yang
membentuk hubungan yang saling berkaitan satu sama lain.
Pancasila adalah dasar, dasar yang mengatur seluruh kehidupan
bangsa Indonesia agar tercipta masyarakat yang aman dan tentram serta
menjunjung nilai nilai moral. Nilai nilai moral inilah yang mencerminkan
adanya Indonesia. Moral yang hakekatnya berasal dari manusia itu sendiri
dan untuk mengatur manusia itu sendiri sehingga adanya manusia Indonesia
itu adalah ada. Namun dengan berkembangnya zaman nilai nilai moral ini
sedikit demi sedikit tergerus dan mulai ditinggalkan. Permasalahan
permasalahan sekarang ini yang tengah dihadapi oleh bangsa ini tidak lebih
dari permasalahan yang menyangkut moralitas. Tanpa moral kerukunan tidak
akan ada, tanpa moral masyarakat yang harmonis tidak akan terlaksana, dan
tanpa moral negara Indonesia, bangsa Indonesia yang besar tidak akan pernah
terjadi.
Berbicara mengenai masalah masalah yang terjadi saat ini yang
menyangkut hilangnya moral salah satunya adalah masalah PEMBAKARAN
hutan, bukan kebakaran hutan. Sudah sangat pembakaran hutan yang secara
liar dan besar besaran dapat menimbulkan permasalahan lingkungan hidup.

Dan hal ini secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan
musibah bagi masyarakat yang ada disekitar titik pembakaran hutan tersebut
maupun masyarakat Indonesia yang lain. Pembakaran hutan ini sudah sangat
tidak sesuai dengan Pancasila khususnya sila kedua yang isinya adalah
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Manusia manusia yang melakukan
pembakaran hutan sudah sangat jelas tidak beradab. Pembakaran hutan
tersebut pada intinya ingin membuka lahan dengan waktu yang singkat dan
biaya yang minim sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan tanaman
industri yang umumnya adalah tanaman kelapa sawit. Boleh boleh saja
menanam kelapa sawit, mengembangkan industri kelapa sawit, namun
sayangnya cara yang dilakukan sangat tidak memerdulikan saudaranya yang
juga saudara sebangsa dan setanah air. Dari keterangan keterangan diatas,
dua hal masalah yang menjadi perhatian kami yaitu adalah masalah moral
saudara kami dan masalah kesehatan saudara kami. Maka dari itulah kami
membuat makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1) Apa permasalahan hutan di Indonesia yang urgent saat ini?
2) Apa yang melatarbelakangi permasalahan hutan di Indonesia dan
kaitannya dengan Pancasila?
3) Bagaimana solusi solusi yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan
permasalahan hutan di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1) Menjadi sumber referensi bagi para pembaca khususnya mahasiswa agar
lebih tahu tentang permasalahan hutan dan pemahaman tentang
hubungannya dengan Pancasila.
2) Menjadi bahan diskusi bagi para pembaca untuk bersama sama
mengembangkan

ide

dan

mencari

solusi

untuk

menuntaskan

permasalahan yang terjadi di Indonesia, khususnya permasalahan hutan.


BAB II
OBYEK MATERI

Obyek materi kami berfokus terhadap masalah aktual yang terjadi di


Indonesia saat ini, yaitu masalah kebakaran hutan tepatnya terhadap manusia yang
terdapat dalam birokrasi birokrasi nakal dan masalah kesehatan manusia yang
terkena dampak akibat kebakaran hutan tersebut. Dalam sejarahnya kebakaran
tahun ini adalah kebakaran yang terburuk sejak 18 tahun terakhir. Sebenarnya
kebakaran hutan ini sudah biasa di wilayah Sumatra karena kejadian kebakaran
hutan ini sudah sangat maklum sejak ratusan tahun yang lalu. Wilayah Sumatra
dan Kalimantan yang umumnya adalah lahan gambut sangat rentan terjadi
kebakaran tepatnya pada musim kering. Namun demikian kejadian yang tidak
normal adalah beberapa dekade terakhir ini, semakin luas saja dan semakin cepat
saja pembebasan lahan dengan pembakaran hutan untuk dijadikan lahan
perkebunan industri, terutama lahan perkebunan kelapa sawit. Ditambah lagi
dengan adanya El Nino di Filipina yang menyedot seluruh uap air di udara
Indonesia

sehingga

menyebabkan

iklim

Indonesia

sedikit

terganggu

mengakitbatkan minimnya awan yang terbentuk, kalaupun terbentuk awan


tersebut bersifat mandul sehingga menambah parahnya kerusakan hutan di areaarea jatah kebakaran yaitu khususnya Sumatra dan Kalimantan.
Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan
yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap
berulang. Menurut Herry Purnomo (2015) peneliti Center for International
Forestry Research (CIFOR) dalam penelitian tentang 'Ekonomi Politik Kebakaran
Hutan dan Lahan' kerumitan di lapangan terjadi karena para pelaku pembakar
hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu
berhubungan dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional,
bahkan sampai tingkat ASEAN. Kejahatan pembaran hutan tidak mudahnya
diselesaikan dan kemungkinan akan terulang kembali jika hanya berfokus
terhadap pemadaman hutan saja. Yang lebih penting adalah birokrasi di balik layar
itulah yang seharusnya menjadi perhatian khusus. Tidak hanya satu atau dua aktor
yang melatarbelakangi terjadi pembakaran hutan yang menyebabkan bencana
kabut asap yang sekarang menjadi bencana skala nasional ini namun banyak aktor

dan aktor aktor tersebut saling terorganisir. Mulai dari penduduk oknum
oknum pebisnis, orang desa lokal, pegawai pemda, ataupun investor invesor dari
yang kecil hingga perusahaan menengah. Seperti yang diungkapkan oleh Herry
Purnomo, strategi yang terjadi di lapangan memungkinkan bertambahnya luas
pembakaran hutan. Dalam penelitiannya, Herry menemukan bahwa harga lahan
yang sudah dibersihkan dengan tebas dan tebang ditawarkan dengan harga Rp8,6
juta per hektar. Namun, lahan dalam kondisi 'siap tanam' atau sudah dibakar malah
akan meningkat harganya, yaitu Rp11,2 juta per hektar. Lalu tiga tahun kemudian,
setelah lahan yang sudah ditanami siap panen, maka perkebunan yang sudah jadi
itu bisa dijual dengan harga Rp40 juta per hektar. Hal inilah yang membuat
sulitnya penanganan selama ini. Dengan iming iming jika lahan dijual dalam
keaadaan bersih ini menyebabkan terus berlanjutnya kebakaran hutan yang
berantai dan semakin luas.
Kebakaran lahan gambut yang dimana nyala api tidak hanya dipermukaan
tetapi juga berada dibawah permukaan tanah bahkan sangat dalam menyebabkan
sulitnya penanganan pemadaman api. Disamping itu dengan nyala api yang berada
pada kedalaman disamping faktor kebakaran pada lahan yang luas menimbulkan
asap yang sangat luar biasa masif. Hal ini dibuktikan dari Indek Standar Pencemar
Udara (ISPU) di daerah yang terjadi kebararan nilainya sudah sangat tidak layak
bagi kesehatan atau sudah sangat sangat melampaui batas.

Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada Selasa (20/10) mencatat Kalimantan


Tengah adalah daerah dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) terburuk
yaitu mencapai nilai 1.950 (pada 20 Oktober 2015), jauh diatas ambang berbahaya
yang hanya 300-500. Sedangkan provinsi Jambi pada tanggal yang sama,
memiliki nilai ISPU 945. Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan dan
Riau memiliki ISPU di atas 400. Udara yang ada di Riau dan yang ada di
Palangkaraya sudah sangat tidak layak dihirup karena sudah tergolong beracun.
Sebagian besar masyarakat yang ada disana mengalami gangguan kesehatan yang
umumnya adalah penyakit paru paru dan tidak jarang pula yang meninggal
karena akumulasi gas beracun pada tubuhnya. Keprihatinan mengalir dari

berbagai pelosok daerah lain atas bencana dan kesulitan kesulitan yang terjadi
seperti jarak pandang terbatas, udara sesak, aktivitas terbatas, gangguan
kesehatan, perekonomian yang terhenti serta gejolak batin yang ada mengguncang
badan dari masyarakat yang terkena bencana yang disebabkan oleh oknum
oknum tidak bertanggung jawab yang sudah mati rasa dan jiwa sosialnya. Oknum
oknum tidak bertanggung jawab ini yang tidak lain adalah manusia Indonesia,
manusia pribumi yang yang tidak mencerminkan moral dan akhlak mulia.

BAB III
OBJEK FORMAL

Sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara seharusnya sesuai dengan


hakikat manusia. Hakikat manusia adalah bersusun, yaitu terdiri atas unsur-unsur
yang majemuk tunggal atau monopluralis. Unsur-unsur tersebut adalah tubuh-jiwa
(akal, kehendak dan rasa), sifat perseorangan makhluk sosial yang menimbulkan
kebutuhan mutlak kebutuhan dan kejiwaan, diresapi akal-kehendak-rasa, masingmasing dalam perwujudannya mutlak berupa nilai-nilai hidup, kenyataan
termasuk kebenaran, kebaikan dan keindahan kejiwaan. Kebutuhan mutlak
tersebut dalam lingkungannya berwujud kebutuhan diri-sendiri atau perseorangan
dan kebutuhan umum. Unsur-unsur pribadi berdiri sendiri makhluk tuhan
menimbulkan kebutuhan religius (Notonagoro,1980:90).
Hakikat manusia yang monopluralis mengandung bawaan mutlak untuk
dijelmakan dalam perbuatan lahir dan batin, yaitu tabiat saleh, watak saleh dan
pribadi saleh. Pertama, hakikat manusia mengandung bawaan mutlak untuk
melakukan perbuatan-perbuatan lahir dan batin atas dorongan kehendak,
berdasarkan putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat
sebagai ketunggalan, yaitu kebutuhan, kejiwaan, perseorangan, makhluk sosial
yang berkepribadian berdiri-sendiri, dan makhluk tuhan. Setiap perbuatan
manusia menjelmakan unsur-unsur hakikatnya dalam sifatnya majemuk tunggal
atau monopluralis. Kerjasama antara akal, rasa kehendak karena bawaan hakikat
manusia merupakan suatu keharusan yang mutlak. Manusia seharusnya selalu
mempunyai kemampuan menyelenggarakan kerjasama antara akal, rasa dan
kehendak dalam hubungan kesatuan. Akla memberi pengetahuan tentang
perbuatan yang seharusnya dilakukan, rasa mengujinya dengan berpedoman
kepada hasratnya sendiri dan kehendak yang menentukan akan dilakukan atau
tidak, serta akhirnya mendorong terlaksananya atau menolak pelaksanaannya.
Kemampuan tersebut apabila sudah mendarah daging akan menjadi watak yang
disebut watak penghati-hati atau kebijaksanaan.
Kedua, bawaan hakikat manusia yang juga merupakan keharusan mutlak
adalh untuk memenuhi kebutuhan, baik yang kebutuhan maupun kejiwaan, baik
diri sendiri maupun orang lain. Manusia harus selalu mempunyai kemampuan
untuk memberikan kepada diri-sendiri dan orang lain apa semestinya yang telah
menjadi haknya. Kemampuan tersebut setelah menjadi watak disebut watak
keadilan yang selalu terjelma sebagai tingkah laku dan perbuatan adil.
Ketiga, karena hasrat-hasrat yang kebutuhan, kejiwaan, perseorangan dan
makhluk sosial tersebut saling membatasi, maka akan dapat dihindari adanya
pelampauan batas. Pelampauan batas tersebut ada dua macam, yaitu pelampauan
batas dalam hal yang berupa suka atau enak dan sebaliknya menhindarkan diri
dari hal yang yang berupa duka atau tidak enak. Manusia harus selalu mempunyai

kemampuan untuk membatasi diri agar tidak melampaui batas dalam hal-hal yang
suka atau enak, karena apabila tidak ada pembatasan diri akan berakibat buruk.
Kemampuan yang selalu ada tersebut akan menjadi watak yang disebut watak
kesederhanaan yang selalu menjelma sebagai tingkah laku dan perbuatan
kesederhanaan.
Keempat, manusia juga harus selalu mempunyai kemampuan untuk
membatasi diri agar tidak melampaui batas dalam hal menghindarkan diri dari hal
yang berupa duka atau tidak enak, karena jika tidak ada pembatasan diri juga akan
berakibat buruk. Kemampuan yang selalu ada tersebut akan menjadi watak yang
disebut watak keteguhan yang selalu menjelma sebagai tingkah laku dan
perbuatan keteguahan.

BAB IV
PEMBAHASAN
Banyak masalah yang terjadi pada sektor kehutanan dan lahan gambut di
Indonesia. Negara Indonesia memiliki banyak kekayaan dari sektor kehutanan,
kekayaan tersebut yaitu hutan adalah sumber karbon, ladang sumber daya alam
dan sumber lapangan pekerjaaan di Indonesia. Sebenarnya kekayaan hutan yang
ada di Indonesia hanya perlu dijaga dan dilestarikan tetapi yang terjadi akhir-akhir
ini adalah kebakaran banyak terjadi di wilayah Indonesia khususnya Pulau
Kalimantan di lahan gambut. Meskipun penyebab kebakaran bukan hanya karena
ulah manusia tetapi melihat realita dan apa yang sudah terjadi saat ini tidak salah
apabila manusia dijadikan pokok permasalahan.
Manusia memiliki hakikat sebagai makhluk monopluralis yaitu manusia
memilki unsur-unsur majemuk tunggal. Hakikat manusia dilihat dari susunan
kodratnya manusia terdiri dari badan dan jiwa. Manusia meiliki badan yang
sempurna, selain itu manusia juga dilengkapi dengan akal dan pikiran. Hal
tersebut membuat manusia seharusnya memahami masalah yang terjadi pada
sektor kehutanan pada saat ini, tetapi pada kenyataannya manusia justru
memperburuk keadaan yang terjadi, salah satu contohnya adalah adanya
kebakaran hutan yang disebabkan karena kecerobohan orang yang berkemah yang
lupa mematikan api unggun, kemudian adanya penduduk yang mencari nafkah di
hutan (mencari madu) dengan menggunakan api. Kemudian, manusia juga
dilengkapi jiwa sehingga manusia dapat merasakan bagaimana kekacauan yang
sedang terjadi saat ini. Manusia memiliki jiwa sehingga manusia dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh para korban akibat kebakaran hutan yang terjadi saat ini.
Manusia bukan hanya harus memikirkan kebahagiaan sesaat tetapi juga dampak
yang akan ditimbulkan dari apa yang akan dilakukan, seperti dampak yang
ditimbulkan setelah kebakaran hutan manusia akan merasakan, dampak tersebut
adalah manusia akan kehilangan sumber daya yang begitu besar, makhluk hidup

lain juga akan mati akibat dari kebakaran hutan. Sebagai manusia yang memiliki
hakikat monodualis yang memilki badan dan jiwa, maka manusia dapat
memanfaatkannya dengan menemukan cara bagaimana menyelesaikan masalah
kebakaran hutan yang terjadi saat ini. Manusia dapat memanfaatkan akal yang
dimiliki untuk memikirkan solusi yang terbaik dan merealisasikan pemikiran
tersebut dengan menggunakan badan, serta menggunakan jiwa untuk merasakan
apa yang dirasakan oleh masyarakat lainnya.
Kemudian hakikat manusia sebagai makhluk monodualis dilihat dari sifat
kodrat adalah, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia
sebagia makhluk sosial memiliki kodrat memiliki keinginan yang tinggi, manusia
sebagai makhluk individu pasti memiliki kebutuhan yang ingin dipenuhi. Manusia
akan melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dengan cara apapun
tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Tetapi manusia sebagai makhluk
sosial, manusia memiliki kodrat untuk hidup bersama karena manusia tidak dapat
hidut dan memenuhi kebutuhannya tanpa ada bantuan dari orang lain. Sehingga
selain manusia harus memenuhi kebutuhan yang ada pada dirinya manusia juga
harus memperhatikan keadaan manusia lain karena manusia adalah makhluk
sosial jadi manusia harus mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan
dirinya sendiri. Dalam merealisasikannya manusia dapat mencari cara bagaimana
mengelola hutan tersebut untuk kepentingan bersama bukan mengambil kekayaan
hutan untuk dirinya sendiri.
Hakikat manusia sebagai makhluk monodualis adalah manusia sebagai
makhluk bebas dan makhluk tuhan. Manusia memilki kodrat makhluk bebas tetapi
tidak seharusnya manusia menyalah artikan dari kedudukan kodrat tersebut
dengan melakukan tindakan secara bebas, contohnya melakukan pembalakan liar,
pengalihan fungsi lahan dan pengundulan hutan ataupun hal-hal yang dapat
menyebabakan kebakaran hutan sesuka kehendak manusia tersebut. Karena
manusia hidup didunia ini juga sebagai makhluk tuhan yang memilki tugas untuk
menjaga dan memanfaatkan sumber daya yang ada di dunia ini salah satunya
adalah dari sektor kehutanan bukan merusak hutran tersebut dengan melakukan

tindakan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Hal tersebut akan


bertentangan pada kodrat manusia sebagai makhluk tuhan.
Dari ketiga hakikat manusia tersebut dapat diketahui bahwa manusia
sebagai makhluk monopluralis memilki tugas untuk menjaga bukan merusak
hutan yang ada di negar Indonesia ini. Selanjutnya, hakikat manusia yang
monopluralis memilki empat watak saleh yaitu kebijaksanaan, keadilan,
kesederhanaa dan keteguhan.
Manusia harus memilki watak kebijaksanaan, dalam hal ini manusia mampu
melakukan tindakan secara bijaksana yang didasarkan pada akal, pikiran rasa serta
kehendak yang ingin dicapai. Dalam sektor kehutanan, manusia dapat
menggunakan akalnya untuk menemukan solusi dalm menanggapi masalah
kebakaran hutan secara bijak. Sehingga apbila masalah kwebakarn hutan
diselesaikan dengan akal dan pemikiran secara bijak tdak hanya didasarkan pada
terpenuhinya kebutuhan semata maka akan tercipta kondisi yang lebih baik
daripada sekarang. Pada waktu sekarang ini manusia sudah menggunakan akal
dan pemikrannya dalam mengatasi masalah kebakaran hutan tetapio belum
sepenuhnya menggunakan rasa kepedulian terhadap sesama.
Manusia harus memiliki watak keadilan,

keadilan bukan hanya untuk

dirinya sendiri tetapi juga untuk keadilan terhadap orang lain. Dalam masalah
kebakaran hutan manusia memberikan keadilannya kepada dirinya sendiri yaitu
dengan tidak melakukan tindakan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan
seperti tidak menggunakan sumber api di hutan saat keadaan kering seperti saat
sekarang ini dan juga tidak melakukan merokok di dalam hutan serta hal-hal
lainnya. Kemudian keadilan kepada orang lain diwujudkan dengan adanya
tindakan menjaga hutan karena semua orang memilki hak untuk menikmati
keindahan dan merasakan kekayaan alam dari sektor kehutanan. Bukan membuat
hal-hal yang dapat merusak danm membakar hutan karena apabila hutan terbakar
maka orang lain tidak dapat merasakan keindahan alam hutan negeri ini.

Manusia

harus

berwatak

sederhana,

manusia

dalam

memenuhi

kebutuhannya harus didasarkan pada sifat kesederhanaan bukan berlebihan.


Dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia harus ada pembatasanpembatasan diri dari hal-hal yang bersifat suka maupun tidak suka. Karena
apabila tidak ada pembatasan diri maka akan berakibat buruk. Dalam hal
pemgambilan kekayaan hutan apabila tidak ada pembatasan diri maka akan terjadi
seperti sekarang ini. Manusia suka mengambil kekayaan hutan tanpa adanya
pembatasan diri dan penyadaran diri. Manusia seharusnya memikirkan dampak
yang akan terjadi kemudian dengan didasari akal dan pemikiran manusia dituntut
untuk membatasi diri dengan cara melakukan perbaikan-perbaikan di sektor
kehutanan terutama membenahi untuk tidak terjadi kebakarn hutan yang lebih
besar lagi.
Watak yang terakhir yang harus dimiliki manusia adalah keteguhan, dalam
hal ini manusia harus memilki jiwa yang kuat dalam menghadapi suatu masalah.
Untuk masalah yang terjadi saat ini (kebakaran hutan) manusia dituntut untuk
sabar dan melakukan perbaikan bukan terpuruk dan tidak mau melakukan
sesuatau untuk membenahi baik dari segi pengelola maupun hal yang dikelola.
Manusia satu harus saling mengingatkan dan memotivasi untuk melakukan
perubahan dan perbaikan, sedangkan dari hal yang dikelola manusia dapat
meningkatkan hasil produksi kadar air di dalam hutan untuk meminimalisasikan
terjadinya kebakaran hutan.

BAB V
PEENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk monopluralis yaitu manusia yang memiliki
unsur-unsur majemuk tunggal. Manusia meliki kodrat sebagai makhluk
yang memilki badan dan jiwa, sehingga manusia dapat menggunakannya
untuk

memikirkan

solusi

untuk

masalah

kebakaran

hutan

dan

merealisasikannya. Manusia memilki kodrat sebagai makhluk individu dan


sosial maka manusia harus mementingkan kepentingan bdersama diatas
kepentingan in dividu dalam menyelesaikan masalah kebakaran hutan.
Manusia juga memilkii kodrat sebagai makhluk bebas dan makhluk tuhan,
bebas disini ada pembatasan karena manusia memilkii tugas dari tuhan
untuk memanfaatkan kekayaan alam serta menjaga.
Manusia juga harus memilki empat watak saleh yaitu kebijaksanaan,
keadilan, kesederhanaan dan keteguhan dalam mengatasi masalah kebakaran
hutan dengan adanya pembatasan-pembtasan diri, sehingga didapatkan hasil
yang maksimal.
B. Saran
Dalam

menyelesaikan

masalah

kebakaran

hutan

tidak

perlu

menyalahkan siapa orang yang bersalah tetapi lebih baik introspeksi dirisendiri terhadap apa yang telah kita lakukan untuk menjaga hutan kiata.
Karena hutan kita, hutan Indonesuia adalah milik bersama dan menjadi
tanggung jawab kita sebagai makhluk tuhan yang berkewajiban menjaga
kekayaan hutan kita.

DAFTAR PUSTAKA
Soeprapto, Sri. 2014. Konsep Inventif Etika Pancasila Berdasarkan Filsafat
Pancasila Notonagoro. Yogyakarta.UNY Press.
Nofitra, R. 2015. Mengapa Kabut Asap Tak Segera Ditetapkan Jadi Bencana
Nasional. http://nasional.tempo.co/ (diakses tanggal 23 Oktober 2015
pukul 22.45)
Artharini, I. 2015. Siapa Aktor Dibalik Pembakaran Hutan dan Lahan.
http://www.bbc.com/ (diakses tanggal 24 Oktober 2015 pukul 05.01)

Anda mungkin juga menyukai