Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PBL SKENARIO 3

BERCAK KULIT YANG BAAL (LEPRA)


BELLA FRISCA AMALIA
1102008053

I.

MORBUS HENSEN / LEPRA / KUSTA

1.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan klinis yang diteliti dan lengkap selain dari anamnese, adalah sangat
penting dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa penyakit kusta. Adapun pemeriksaan
klinis yang sering dilakukan adalah pemeriksaan kulit, pemeriksaan rasa raba pada kelainan
kulit, pemeriksaan raba syaraf tepi dan fungsinya pada orang yang diduga sudah terpapar
dengan agent penyebab penyakit kusta.
A. Pemeriksaan kulit
1. Persiapan
a. Tempat.
Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh langsung
dibawah sinar matahari.
b. Waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar matahari).
c. Yang diperiksa.
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa. Anak-anak cukup memakai celana pendek,
sedangkan orang dewasa (laki-laki dan wanita memakai kain sarung tanpa baju.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan:
Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari: Pemeriksaan pandang, pemeriksaan rasa raba pada
kelainan kulit dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.
B. Pemeriksaan Pandang.
Tahap pemeriksaan :
a. Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa berhadapan dengan petugas dan dimulai
dari kepala (muka, cuping telinga kiri, cuping telinga kanan, pipi kanan, hidung, mulut,
bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi syaraf muka. Semua kelainan kulit diperhatikan.
b. Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita meluruskan
tangan, telapak tangan kebawah kemudian diputar keatas), telapak tangan lengan bagian
dalam, ketiak, dada dan perut kepundak kiri, lengan kiri dan seterusnya(putarlah penderita
pelan-pelan dari sisi yang satu kesisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu
pemeriksaan dan dan perut.
c. Tungkai kanan bagian luar dari atas kebawah, bagian dalam dari bawah keatas, tungkai kiri
dengan cara yang sama.
d. Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan dimulai lagi
dari bagian belakang telinga, bagian belakang leher, punggung, pantat, tungkai bagian
belakang dan telapak
Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus), jaringan parut, kulit yang keriput,
dan setiap penebalan kulit. Bila mana meragukan, putarlar penderita perlahan-lahan dan

periksa pada jarak kira-kira meter. Bilamana ditemukan tandatanda, catatlah jumlahnya,
besarnya dan temapatnya pada kartu pemerksaan.
C. Pemeriksaan Rasa Raba pada kelainan kulit
Pemeriksaan terhadap anestesi.
Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba. Periksalah dengan
ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai.
Yang diperiksa harus duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan
bahwa bila mana merasa tersentu bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit
yang tersinggu dengan telunjuknya. Ini dikerjakan dengan mata terbuka.
D. Pemeriksaan Raba Syaraf Tepi dan Fungsinya.
Raba dengan teliti urat syaraf tepi berikut nervus auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n.
medianus, n. tibiali posterior.
2.

PEMERIKSAAN SYARAF
Gejala gejala kerusakan syaraf :
1. N.Ulnaris :
-

anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis.

clawing kelingking dan jari manis.

atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial.

2. N.Medianus:
-

anestesi pada ujung jari bagian anterior ibu jari,telunjuk,dan jari tengah.

tidak mampu aduksi ibu jari.

clawing ibu jari,telunjuk,jari tengah.

ibu jari kontraktur

atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.

3. N.Radialis :
-

anestesi dorsum manus,serta ujung proksimal jari telunjuk.

wrist drop.

tak mampu ekstensi jari jari atau pergelangan tangan.

4. N.Poplitea lateralis.
-

anestesi tungkai bawah bagian lateral dan dorsum pedis.

foot drop

kelemahan otot peroneus.

5. N.Tibialis posterior
-

anestesi telapak kaki.\

claw toes.

paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis.

6. N.Fasialis.
-

cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus.

cabang bukal , mandibular, dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah


dan kegagalan mengatupkan bibir.

7. N.Trigeminus.
-

3.

anestesi kulit wajah,kornea dan konjungtiva mata.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Kriteria untuk tipe PB dan MB.


No Kelainan kulit dan hasil
.
Pemeriksaan bakteriologis
Bercak (Makula).
a. Jumlah
b. Ukuran
c. Distribusi
d. Konsistensi
e. Batas
f. Kehilangan
bercak.

2.

3.

rasa

Pausi Basiler

1-6
Kecil dan besar
Unilateral atau bilateral
asimetris
Kering dan kasar
Tegas
pada Selalu ada dan jelas

g. Kehilangan kemampuan
berkeringat, bulu rontok pada
bercak.
Infittrat:
a. Kulit

Bercak tidak berkeringat,


ada bulu rontok pada
bercak.
Tidak ada

Multi Basiler

Banyak
Kecil-kecil
Bilateral atau simetris
Halus, berkilat.
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika
ada, terjadi pada yang sudah
lanjut.
Bercak masih
berkeringat, bulu tidak
rontok.
Ada, kadang-kadang tidak
ada.
Ada, kadang-kadang tidak
ada.

b.
Membrana
mukosa Tidak pernah ada.
(hidung
tersumbat
pendarahan di hidung)
Ciri-ciri khusus.
Central
Healing 1. Punched Out Lession**).
Penyembuhan ditengah.
2. Madarosis.

4.
5.

Nodulus
Penebalan syaraf tepi.

6.

Deformitas (cacat).

7.
Apusan
**) Lesi berbentuk seperti kue donat.
4.

3. Ginekomastia.
4. Hidung Pelana.
5. Suara sengau.
Tidak ada
Kadang-kadang ada.
Lebih sering terjadi dini, Terjadi pada yang lanjut
asimetris.
biasanya lebih dari satu dan
simetris.
Biasanya asimetris terjadi Terjadi pada stadium lanjut.
dini.
BTA Negatif.
BTA Positif.

PENATALAKSANAAN & PENCEGAHAN

Pengobatan penderita kusta dilakukan untuk menyembuhkan dan


mencegah timbulnya cacat. pada penderita tipe PB yang berobat dini dan
teratur akan cepat sembuh tanpa menimbulkan cacat. akan tetapi bagi
penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanent pengobatan hanya
dapat mencegah cacat lebih lanjut.
Memutuskan mata rantai penularan dari penderita kusta terutama tipe
yang menular kepada orang lain. pengobatan penderita kusta ditujukan
untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan
tubuh, dan tanda-tanda penyakit menjadi kurang aktif dan akhirnya
hilang. dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita
terutama tipe MB ke orang lain menjadi terputus.
a. Obat-obat yang digunakan.
1) DDS ( Dapsone ).
a) Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.
b) Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/ tab dan
100 mg/tab.
c) Sifat bakteriostatik yaitu menghalangi ,menghambat pertumbuhan
kuman kusta.
d) Dosis, untuk dewasa 100 mg/ hari dan anak-anak 1 2 mg/kg berat
badan / hari.
e) Efek samping, ini jarang terjadi berupa, anemia hemoltik dan
manifestasi kulit ( alergi ) seperti halnya obat lain, manifestasi saluran
pencernaan makanan misalnya Anorexia, muntah dan manifestasi urat
syaraf, vertigo, penglihatan kabur dan sulit tidur.
2) Lamprene (B663) juga disebut clofazimine.
a) Bentuk, kapsul warna coklat, ada takaran 50 mg / kapsul dan 100 mg /
kaps.
b) Sifat, bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta dan
anti reaksi ( menekan reaksi ).
c) Dosis, untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi ,lihat pada
rigimen pengobatan MDT.
d) Efek sampingan, warna kulit terutama pada infiltrate berwarna ungu
sampai kehitam-hitaman yang dapat hilang bila pemberian obat lamprene

distop dan gangguan pencernaan berupa diare, nyeri lambung.


3) Rifampicin .
a) Bentuk, kapsul atau kaplet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600
mg.
b) Sifat, mematikan kuman kusta (Bakteriosid).
c) Dosis , untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi, untuk anakanak 10-15 mg/kg berat badan.
d) Efek sampingan, yaitu dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan
ginjal.
b. Regimen pengobatan MDT
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang
direkomendasikan oleh WHO, Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tipe PB 1 : Lesi 1
Diberikan dosis tunggal ROM :
Tabel 2.2, dosis tunggal ROM
Rifampicin Ofloxacin Minocylin
Dewasa 50 70 Kg 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5 14 Tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Obat ditelan didepan petugas, pemberian pengobatan sekali saja dan
langsung RFT.
2) Tipe PB 2-5 : Lesi 2 5
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa ; rifampicin 600mg / bulan
diminum didepan petugas dan DDS tablet 100 mg/ hari diminum di
rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan .
setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release from Treatemen
= berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif.
3) Tipe MB : Lesi lebih dari 5
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa, rifampicin 600 mg / bulan
diminum di depan petugas, laprene 300 mg / bulan diminum di depan
petugas dan lamprene 50 mg / hari diminum dirumah.
DDS 100 mg / hari diminum dirumah , pengobatan 12 dosis diselesaikan
dalam waktu maksimal 18 bulan. Sesudah selesai minum 12 dosis
dinyatakan RFT (Release from Treatemen = berhenti minum obat kusta)
meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif.
Adapun dosis Lamprene untuk anak, umur di bawah 10 tahun bulanan 100
mg/bulan, harian 50 mg/2kali/minggu dan umur 11 14 tahun bulanan
200 mg/bulanan, harian 50 mg/3 kali/ minggu.
Dosis DDs untuk anak-anak 1 -2mg/ kg berat badan, dosis rifampicin
untuk anak 10 15mg/kg berat badan.
5.

KOMPLIKASI

Sering menyerang daerah mukokutan (terutama hidung) ,mata,saraf


perifer.

Dapat melibatkan organ dalam tetapi jarang.


Lepra borderline : bentuk peralihan dengan dominasi yang berbeda
antara lepra
tuberkuloid / lepromatosa.
-

Reaksi lepra : hiperergik alergik.

Gambaran eritema nodosum , eritema exudativum, exaserbasi akut


lesi lepra dari
setiap jenis lepra

II.

AGAMA
Stigma masyarakat tentang lepra

memberantas penyakit kusta atau lepra bukanlah persoalan mengenai obat-obatan dan
kesehatan, namun juga memerlukan pendekatan-pendekatan sosial yang dapat memberikan publik
pengetahuan atau pemahaman mengenai penyakit tersebut. Terlebih, penderita kusta masih kerap
menghadapi diskriminasi sosial dan diisolasi dari masyarakat yang masih awam tehadap penyakit ini.

Berwudhu dan menjaga kebersihan

Setiap perintah Allah SWT tentu memiliki hikmah kebaikan dibaliknya. Bayangkan bahwa
wudhu adalah ritual pengkondisian seluruh aspek hidup, mulai dari psikologis dan fisiologis. Lima
panca indera yang terkena semua tanpa terkecuali disapu oleh air wudhu. Mata, hidung, telinga dan
seluruh kulit tubuh.

SUMBER
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN , FKUI
BUKU AJAR PENYAKIT KULIT , EGC JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai