Ca Serviks
Ca Serviks
Fakultas Kedokteran
Referat
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Rina Rahayu
04.45380.00170.09
Pembimbing:
dr. Andriansyah, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan
tubuh yang tidak normal dan dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh,
termasuk organ reproduksi wanita yang terdiri dari payudara, rahim, indung telur, dan
vagina. Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun jumlah penderita
kanker bertambah 6,25 juta orang atau setiap 11 menit ada satu penduduk meninggal
dunia karena kanker dan setiap 3 menit terdapat satu penderita kanker baru.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit kanker
merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler,
infeksi, pernafasan dan pencernaan. Menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2007, prevelensi tumor di masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk.1
Salah satu kanker yang menyebabkan kematian pada wanita adalah kanker leher
rahim. Angka kejadian dan angka kematian akibat kanker leher rahim di dunia
menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara di negara berkembang
termasuk Indonesia masih menempati urutan teratas sebagai akibat kematian.
Berdasarkan hasil penelitian WHO (2010), pada tahun 2008 kejadian kanker leher
rahim menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektum pada
wanita, dimana terjadi 529.828 kasus baru dan 275.128 wanita meninggal karena
kanker leher rahim.2
Di Indonesia diperkirakan sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim
diantara 100.000 penduduk pertahunnya, dan saat ini masih menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) Indonesia tahun 2006, menunjukkan bahwa kanker leher rahim
menempati urutan kedua (11,07%) setelah kanker payudara (19,64%). Mortalitas
kanker leher rahim di Indonesia masih tinggi karena 90% terdiagnosa pada stadium
invasif, lanjut bahkan terminal.3
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
ekstrinsik mempunyai hubungan erat dengan kejadiannya, diantaranya adalah jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insiden tinggi pada wanita yang telah menikah,
terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda
(kurang dari 16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi apabila
jarak persalinan amat dekat, sosioekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek,
aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang ditemukan
pada pasangan suami yang disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang
mengalami infeksi HPV (human papilloma virus) tipe 16 dan 18 dan kebiasaan
merokok.4
Beberapa gejala yang ditimbulkan pada kanker leher rahim antara lain adalah
perdarahan melalui vagina, misalnya setelah melakukan koitus (pasca senggama), atau
perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan lebih sering, ataupun timbul perdarahan
diantara siklus menstruasi. Selain itu terdapat pula gejala keputihan, terjadi perdarahan
pervaginam meskipun telah memasuki masa menopause dan timbul nyeri panggul
(pelvis). Gejala kanker leher rahim yang banyak terjadi menurut Aziz (2001) adalah
perdarahan pervaginam abnormal (56%), selanjutnya diikuti dengan nyeri pelvis (9%)
dan keputihan (4%).3
I.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk membahas dan mengetahui penyebab,
manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan kanker leher rahim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang terjadi pada daerah
leher rahim uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina),
dan merupakan kanker primer yang berasal dari leher rahim (kanalis servikalis dan atau
porsio).5
Zona
transformasi antara kedua jenis epitel tersebut disebut dengan zona squamocolumnar
junction (SCJ) dan merupakan daerah terbanyak kanker leher rahim dan lesi
prekursornya berasal.6
Sebagian besar kanker leher rahim (80-90%) adalah kanker sel skuamosa,
sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma. Selain itu, terdapat jenis histologi sel
kanker leher rahim yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell. Gambaran
histologi small cell jarang ditemukan, namun sifatnya lebih progresif dan potensial
untuk menimbulkan metastase meski dalam stadium awal bila dibandingkan dengan
jenis hsitologi sel kanker leher rahim yang lain. Prognosisnya pun sangat buruk dengan
angka harapan hidup selama 5 tahun pada stadium awal sebesar 31,6% - 36,4%,
sedangkan untuk stadium lanjut sebesar 0% - 14%.6
2.2 Etiologi Kanker Leher Rahim
Penyebab terjadinya kanker leher rahim belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai berikut :
2.2.1
Usia
Kanker leher rahim terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan. Setengah
dari perempuan didiagnosis dengan penyakit ini adalah antara 35 - 55 tahun dan
jarang mempengaruhi perempuan di bawah usia 20 tahun.6
Menurut Diananda (2007), usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko
tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin
meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan
bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin
2.2.2
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zatzat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan karsinogenik.4
Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di bawah
pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan
suatu zona transformasi yang tidak patologik. Perubahan ini menginisiasi suatu
proses neoplasia intraepitel leher rahim (Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN)
2.2.3
2.2.4
alat
kontrasepsi
dalam
rahim/intrauterine
device
2.2.6
leher rahim meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih.5
Penyakit menular seksual (PMS)
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus,
diantaranya adalah HPV (human papilloma virus), HSV (herpes simplek virus),
HIV
(human
immunodeficiency
virus)
dan
Klamidia.
Pada
proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen DNA sel
pejamu sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.8
1. HPV (human papilloma virus)
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena
virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker
leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin
berisiko terkena kanker leher rahim.9
Menurut Rasjidi (2007), saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat
teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual.
Beberapa tipe HPV merupakan virus risiko rendah yang jarang menimbulkan
kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko
tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu
kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan
mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe
16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50%
kanker leher rahim.15 Sedangkan menurut Sjamsuddin (2001), dari berbagai
penelitian terdapat tiga golongan HPV yang berhubungan dengan kanker leher
rahim, yaitu : HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11 dan jarang tipe 46 pada
kanker invasif), HPV risiko sedang (HPV tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58)
dan HPV risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, dan 31).8
Menurut Dellas (1997) dan Cotrans dkk( 1999), HPV merupakan faktor
inisiator kanker leher rahim. Secara seluler, mekanisme terjadinya kanker leher
rahim berkaitan dengan siklus sel yang diekspresikan oleh HPV. Genom virus
ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein dan berperan pada
replikasi genom, sedangkan the late region (L) berisi gen-L yang mengkode
protein kapsid.10
Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7. Protein
E6 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan
dengan keberadaan tumor suppressor gene p53. Protein E7 (oncoprotein)
mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan
tumor suppressor gene pRb. Protein E7 akan mengikat gen Rb. Gen p53 adalah
gen yang mengkode phosphoprotein inti sel dan bertindak sebagai negatif
regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan
tumor. Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor
retina mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen penekan
tumor.10
Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan
terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dan DNA
manusia menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak berfungsi akan
merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan pRb. Protein E6 dari
HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme
pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP),
sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7
(oncoprotein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti
pada protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak terikatnya
gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F menjadi aktif
dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli
proliferasi sel.36 Siklus sel yang tidak terkontrol menyebabkan proliferasi sel
melebihi batas normal sehingga berubah menjadi sel karsinoma.11
Prevalensi puncak infeksi HPV dimulai pada usia sekitar 20 tahun, yaitu
setelah wanita memulai aktivitas seksualnya. Kemudian menjadi kondisi prekanker setelah 10 tahun kemudian dan mencapai fase invasif pada usia 40-50
tahun.12
2. HSV (herpes simplek virus)
Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus ini berperan besar
dalam mengakibatkan kanker leher rahim. Oleh karena itu diduga hanya
sebagai ko-faktor atau dapat dianggap sama dengan karsinogen kimia atau
fisik.8
3. HIV (human immunodeficiency virus)
HIV merupakan virus penyebab AIDS (acquired immue odeficiency
syndrome) yang merusak system kekebalan tubuh dan pada wanita
meningkatkan risiko terjadinya infeksi HPV. Dengan kata lain, wanita yang
terkena AIDS akan meningkatkan risiko kanker leher rahim. Sistem imun
berfungsi penting dalam menghancurkan sel kanker dan memperlambat
pertumbuhan dan penyebarannya. Pada wanita dengan HIV, pre kanker leher
rahim lebih cepat berkembang menjadi kanker invasif dibanding wanita non
HIV.13
4. Klamidia
Klamidia merupakan bakteri yang dapat menginfeksi sistem reproduksi.
Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak seksual. Infeksi Klamidia dapat
menyebabkan terjadinya infeksi pelvis yang mengakibatkan infertil. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita yang pernah dan baru terinfeksi
Klamidia berdasarkan pemeriksaan tes darah memiliki risiko yang tinggi
terhadap kanker leher rahim. Infeksi Klamidia sering tidak menyebabkan gejala
apapun, sehingga wanita tidak tahu jika telah terinfeksi bakteri tersebut.13
2.2.7
10
bukan perokok.8
2.3 Patologi Kanker Leher Rahim
Epitel leher rahim terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel kolumnar,
kedua epitel tersebut dibatasi oleh squamocolumnar junction (SCJ). Yang letaknya
tergantung pada umur, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita dengan aktivitas
seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.8
Selama perkembangannya, epitel silindris penghasil mucus di endoserviks
bertemu dengan epitel gepeng yang melapisi eksoserviks, keseluruhan serviks yang
terpajan dilapisi oleh sel gepeng. Epitel silindris tidak tampak dengan mata telanjang
atau secara kolposkopi. Seiring dengan waktu pada sebagian besar perempuan muda,
terjadi pertumbuhan ke bawah epitel silindris dibawah eksoserviks (ektropion),
sehingga SCJ terletak di bawah eksoserviks dan epitel silindris menjadi terpajan.
Remodelling terus berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng dan silindris pada zona
11
transformasi, sehingga SCJ kembali pada tempatnya dan epitel silindris tidak terpajan
lagi.15
12
Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungannya dengan proses
metaplasia. Masuknya bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara genetik atau
mutagen pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi
ganas. Perubahan biasanya terjadi pada daerah SCJ atau daerah transformasi. Sel-sel
yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, kanker in situ dan kemudian
berkembang menjadi kanker invasif.8
2.4 Klasifikasi Kanker Leher Rahim
Terdapat dua klasifikasi kanker leher rahim, yaitu : 16
1. Berasal dari portio (leher rahim pars vaginalis) yang disebut skuamos sel atau
epidermoid kanker (ektoserviks rahim). Menurut gambaran klinisnya, epidermoid
kanker dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
a) Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronika biasa.
b) Stadium permulaan (early stage)
Sering tampak sebagai lesi disekitar ostium uteri externum, pada batas kedua
jenis epitel. Tampak sebagai daerah yang granuler, keras, lebih tinggi dari
sekitarnya dan mudah berdarah. Kadang-kadang permukaannya tertutup oleh
pertumbuhan yang papiler.
c) Stadium setengah lanjut (moderately advanced stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir portio. Bentuknya seperti
bloemkool (=cauliflower growth). Bentuk ini disebut everting atau exophytic.
Bila tumbuhnya ke dalam jaringan leher rahim disebut inverting atau
endophytic. Teraba sebagai indurasi yang keras.
d) Stadium lanjut (advanced stage)
Terjadi pengrusakan oleh jaringan leher rahim, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah. Vagina disekitarnya
menjadi keras, juga ligamentum latum sebagai akibat infiltrasi jaringan kanker
dan juga karena infeksi. Selanjutnya jaringan kanker dapat mengenai rectum,
kandung kemih dan dapat menyembuhkan fistula.
2. Berasal dari kanalis servikalis yang disebut adenokarsinoma (endoserviks rahim)
13
14
Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang
menyebabkan obstruksi total.14
2.6 Penyebaran Kanker Leher Rahim
Penyebaran kanker leher rahim terdiri atas 3 cara, yaitu : 1) melalui pembuluh
darah, 2) pembuluh limfe, 3) langsung menyebar ke parametrium, korpus uterus,
vagina, kandung kemih dan rektum.1
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor
dapat menyebar ke kelenjar iliaka dalam (hipogastrika). Kanker leher rahim umumnya
terbatas pada daerah panggul saja tetapi tergantung dari kondisi imunologi tubuh
penderita. Kanker in situ (KIS) akan berkembang menjadi mikro invasive dengan
menembus membran basalis. Jika sel tumor sudah berada dalam pembuluh darah atau
limfa maka prosesnya sudah invasif penyebaran secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju fornises vagina, korpus uterus, rectum dan kandung kemih dimana pada tingkat
akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.9
Penyebaran secara limfogen kearah parametrium akan menuju ke kelenjar limfe
regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliaka interna, eksterna dan
komunis, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, melalui trunkus limfatikus di
kanan dan vena subklavia kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang dan otak.18
2.7 Stadium Klinik Kanker Leher Rahim
Gambar 4:
Stadium
Klinis
Kanker
Leher
Rahim19
15
Kriteria
Lesi belum menembus membrane basalis
Lesi tumor masih terbatas di leher rahim
Lesi telah menembus membrane basalis kurang dari 3
IA2
IB1
IB2
4 mm
Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer >
II
4 mm
Lesi telah keluar leher rahim (meluas ke parametrium
IIA
IIB
III
dinding panggul
Lesi telah keluar dari leher rahim (menyebar ke
2.8
Diagnosis
Kanker
Leher
Rahim
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
organ jauh
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
1.
Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan ini dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap). Pap smear
dapat mendeteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai 90% pada kasus
kanker leher rahim, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun
menurun sampai lebih dari 50%. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa
sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan
16
traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel leher
rahim merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam
keadaan sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel leher rahim yang
tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat
didiagnosis secara histologik.8
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear
secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut
menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa
dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah
sebagai berikut: 12
a. Normal.
b. CIN I
c. CIN II
d. CIN III
17
2.
Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan
atau luka pada leher rahim, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan
suatu abnormalitas atau kanker. 20
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika squamocolumnar junction (SCJ)
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SCJ tidak terlihat seluruhnya atau
hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di kanalis servikalis tidak dapat dinilai,
maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan
tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin
10%.8
3.
4.
leukoplakia.11
2.9 Penatalaksanaan Kanker Leher Rahim
2.9.1 Pencegahan
Kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari
faktor-faktor penyebab kanker. Pencegahan kanker didefinisikan sebagai
pengidentifikasian faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada
19
manusia dan membuat sebab-sebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun
yang mungkin.8
Pencegahan kanker leher rahim dapat berupa pencegahan primer sekunder
maupun tersier. Pencegahan primer merujuk pada kegiatan/langkah yang dapat
dilakukan oleh setiap orang untuk menghindarkan diri dari faktor-faktor yang
dapat menyebabkan tumbuhnya kanker. Pencegahan primer ini dapat berupa 1,8
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
2. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat
kelamin dan tidak merokok.
3. Memperbanyak makan sayur dan buah segar serta berolahraga
Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian kelompok
populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining populasi tertentu, deteksi dini
kanker pada individu yang tidak bergejala (asimtomatik) dan pengubahan
perilaku manusia sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. 8
Skrining ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas
usia 25 tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak.1
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan
program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki
prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat
kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya
perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan
biaya karena pengobatan yang relatif murah. Di beberapa negara maju yang telah
melakukan program skrining penyakit kanker leher rahim dalam upaya
menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian
sampai lebih dari 50%.23
Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif menderita
kanker leher rahim dan menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena
pengobatan. Sehingga perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk
dan atau fungsi organ yang cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan
20
22
KESIMPULAN
Kanker leher rahim adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang terjadi pada daerah
leher rahim uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina), dan
merupakan kanker primer yang berasal dari leher rahim (kanalis servikalis dan atau porsio).
Gejala kanker leher rahim yang banyak terjadi adalah perdarahan pervaginam
abnormal (56%), selanjutnya diikuti dengan nyeri pelvis (9%) dan keputihan (4%). Kanker
leher rahim dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi atau kemoterapi. Penentuan
terapi yang digunakan berdasarkan stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi
kesehatan pasien. Terapi kanker leher rahim dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik.
Prognosa kanker leher rahim tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik
tumor. Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut, maka angka harapan
hidupnya tidak seberapa baik. Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien kanker leher
rahim yaitu 100% pada stadium prainvasif, 90% pada stadium I, 82% pada stadium II, 35%
pada stadium III dan 10% pada stadium IV.
DAFTAR PUSTAKA
23
1.
Yellia M. Mengenal Kanker. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Depok :
PT Agromedia Pustaka; 2009. h. 1,9.
2.
Bustan, MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Penerbit Rinneka; 1997.
h. 71
3.
Depkes. Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30% Kanker. 2009.
(Online)
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?
option=com_content&task=view&id=9398&Itemid=698, diakses 15 Mei 2011).
4.
Aziz, M. F. Skrining dan deteksi dini kanker serviks. Dalam H. M. Ramli, R. Umbas,
& S. S. Panigoro, editor. Deteksi dini kanker. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. h. 97-110
5.
6.
Crum CP. The Female Genital Tract. Dalam : Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins
and Cotran, editor. Pathologic Basis of Disease. Edisi 7. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005. h. 1072-1073
7.
Wiyono S, Iskandar TM, Supriyono. Inspeksi Visual Asam Asetat untuk Deteksi Dini
Lesi Prakanker Serviks. Medika Media Indonesia; 2008. 43(3).
8.
9.
10. Prayitno A, Darmawan R, Yuliadi I, Mudigdo A. Ekspresi Protein p53, Rb, dan c-myc
pada Kanker Serviks Uteri dengan Pengecatan Imunohistokimia. Biodiversitas.
Surakarta: Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD dr. Muwardi Surakarta;
2005. 6: 157-159.
11. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Uji Sitologi
dan DNA HPV. Cermin Dunia Kedokteran; 2010. 37: 91-92.
12. Schiffman M, Castle PE. The Promise of Global Cervical Cancer Prevention. The New
England Journal of Medicine; 2005. 353: 2102-2103.
24
13. American
Cancer
Society.
Cervical
Cancer.
2009.
(Online).
(http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003094-pdf.pdf,
diakses 15 Mei 2011)
14. Gray RH, Kigozi G, Serwadda D, et al. The effects of male circumcision on female
partners genital tract symptoms and vaginal infections in a randomized trial in Rakai,
Uganda. Am J Obstet Gynecol; 2009. 200(1): 42.e1-42.e7.
15. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam : Hartanto H.,Darmaniah N., Wulandari N.,
editor. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC; 2007. h. 765-766.
16. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Ginekologi. Bandung: FK UNPAD; 1981. h. 129-132.
17. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Karsinoma Serviks Uteri. Pedoman
Diagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Kallimantan Timur. Edisi
VI. Samarinda; 2006. h. 93-94.
18. Jonathan SB, Neville F, Hacker. Practical Gynecologic Oncologic. Edisi 3.
Philadelphia: Lippincott William; 2000. h.349.
19. Funlifebeauty. Mari Cegah kanker Serviks Sedini Mungkin. 2009. (Online).
(http://www.beritaterkinionline.com/2009/12/mari-cegah-kanker-serviks-sedinimungkin.html, diakses tanggal 15 Mei 2011).
20. Andrijono, Dr. Sp.OG(K). Sinopsis Kanker Ginekologik. Jakarta: Divisi Onkologi
Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI; 2004. h. 56,66.
21. Epocrates
online.
Abnormal
Pap
Smear.
2009.
(Online).
(https://online.epocrates.com/data_dx/reg/1123/img/1123-3-iline.gif, diakses 15 Mei
2011).
22. Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia
Kedokteran; 2001. 133: 23.
23. Sukarja IDG. Onkologi Klinik. Airlangga. Edisi II. Surabaya: University Press; 2000.
24. National Cancer Institute. What You Need To Know About Cervical Cancer. 2008.
(Online). (http://www.cancer.gov/cancertopics/wyntk/cervix.pdf, diakses tanggal 15
Mei 2011).
25