pada tanggal 15
Ramadhan tahun 544 H/1149 M,1 kemudian beliau wafat pada bulan syawal, 606
H/1209 M. Tentang perawakannya ia berbadan tegak, berjanggut lebat, memiliki
suara yang keras dan juga bersikap sopan santun, beliau mempunyai beberapa
nama panggilan seperti Abu Abdillah, Abu Maali, Abul Fadil, dan Ibnu Khatib
al-Ray. Beberapa gelar itu diberikan disebabkan karna pengetahuaannya yang
luas, maka beliau mendapat berbagai gelar seperti: Khatib ar-Ray, Imam,
Syaikhul Islam dan Fakhruddin. Dia mendapat julukan Khatib al-Rayy karena
dia adalah ulama terkemuka dikota Ray. Dia dijuluki Imam karena menguasai
ilmu fiqih dan ushul fiqih. Dia dipanggil sebagai Syaikhul Islam karena
penguasaan keilmuannya yang tinggi. Dan di dalam bidang tafsir beliau lebih di
kenal dengan nama Fakhruddin al-Razi.
Sejak kecil Imam Fakhruddn al-Razi sudah di didik oleh ayahnya
sendiri, syikh Dhiyauddin, ulama terkemuka pada masanya yang berjuluk khatib
al-Ray2, disitulah al-Razi berkembang menjadi manusia shaleh dan pencinta
ilmu, setelah beliau menyelesaikan pada ayahnya barulah beliau melakukan
perjalanan keberbagai kota seperti Khurasan, dimana disana banyak ulama besar
yang berasal dari negri itu seperti Abdullah bin mubarak, Imam Bukhari, Imam
Tirmii dan ulama besar lainnya. Dari Khurasan atau lebih dikenal lagi dengan
Bukhara, beliau melanjutkan perjalanannya ke irak, terus ke syam, namun lebih
banyak waktunya digunakan di khawarzimi untuk belajar memperbanyak
ilmunya, kemudia teakhir beliau berangkat ke negri kota Herat di daerah
afganistan untuk belajar mengajar.3
Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid 1, (Kairo: Darul Hadits, 2005)
hal. 248
2
Ibid, . . .249
3
Manna Khalil al Qattan, Mabahist fi Ulum al-Quran, Terj, Mudzakir, (Jakarta: Pustaka Litera
Antar Nusa) hlm, 529
lain, terutama dengan seorang pendeta besar yang dikagumi pengetahuannya oleh
masyarakat Kristen pada waktu itu. Rekaman dialog itu dituangkan dalam
tulisannya yang berjudul al-Munazarat bayn al-Nasara.
Benturan pemikiran tidak hanya terjadi dengan kaum mutazilah dan
penganut agama non-Islam. Kelompok pengagum pemikiran filsafat Ibnu Sina
dikritik habis oleh Fakhruddin al-Razi. Sementara itu, ketika di Transaksonia, ia
harus berhadapan dengan kelompok yang menamakan dirinya sebagai aliran
Karamiyah, yang menyebabkan ia harus eksodus ke Ghazna-Afganistan.7
b) Kondisi Sosial Politik
Secara sosio-politik, sebagai akibat jatuhnya dinasti Abbasiyah ke tangan
bangsa Tartar, terjadi kemunduran semangat intelektualitas Islam, baik dalam
aspek politik, agama maupun peradaban secara umum, terutama di daerah yang
dikuasai kaum Sunni. Kajian pemikiran filsafat di dunia Islam mengalami
keterpurukan sebagai akibat penjajahan.
Keadaan semacam inilah yang mendorong Fakhruddin al-Razi untuk
mencoba menghubungkan kembali tradisi pemikiran filsafat dalam dunia Islam.
Karena perjuangan itu, Fakhruddin ar-Razi dapat dinyatakan sebagai tokoh
reformasi dunia Islam abad ke-6 H, sebagaimana Abu Hamid al-Ghazali pada
abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh pembangun sistem teologi melalui
pendekatan filsafat.
Peranan Fakhruddin al-Razi dalam pengembangan keilmuan Islam tidak
dapat dilepaskan dari perhatian yang diberikan penguasa paada saat itu, ketika
Fakhruddin al-Razi meninggalkan Khawarizmi menuju Transoksania (Asia
tengah), ia disambut hangat penguasa dinasti Guri, Giyatuddin, dan saudaranya,
Syihabuddin. Hanya saja, keadaan semacam ini tidak berjalan lama, karena ia
mendapat serangan tajam dari golongan Karamiyah.
seluruh
tafsirnya.
Ajalnya
menjemputnya
sebelum
ia
Hajar
al-Asqalani
menyatakan
pada
kitabnya,
Yang
menyempurnakan tafsir al-Razi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi Al Hazm
Makky Najamuddin al-Makhzumi Al Qammuli, wafat pada tahun 727 H, beliau
orang mesir.9 Dan penulis Kasyfu al-Zunuun juga menuturkan, Yang
merampungkan tafsir al-Razi adalah Najamuddin Ahmad bin Muhammad Al
Qamuli, dan beliau wafat tahun 727 H. Qadi Al Qudat Syahabuddin bin Khalil
Al Khuway Ad Dimasyqy, juga menyempurnakan apa yang belum terselesaikan,
beliau wafat tahun 639 H.10
Adapun maksud tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain:
a. Menjaga dan membersihkan al-Quran beserta segala isinya dari
kecenderungan-kecenderungan rasional yang dengan itu diupayakan bisa
memperkuat keyakinan terhadap al-Quran.
tempat
turunnya,
bilangan
ayatnya,
perkataan-perkataan
yang
terdapat
ia
menjelaska
suatu
ayat,
al-Razi
terlebih
dahulu
sumber ijtihat dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan
kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini Fakhruddin
al-Razi banyak mengemukakan ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Quran disertai dengan penukilan dari pendapat-pendapat ulama dan
fuqaha. Dalam menafsirkan ayat demi ayat Fakhruddin al-Razi memberikan
porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia memaparkan pendapat para
fuqaha terkait perdebatan seputar fiqih beliau memaparkannya dan mendebatnya
tanpa menjadikan hadis sebagai dasar pijakan. Ini adalah salah satu kitab tafsir
yang komperhensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Quran, sang pengarang
berusaha menangkap substansi ruh yang terkandung dalan setia ayat al-Quran.11
b) Cara Penjelasan
Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir
muqarin.
Karena
Fakhruddin
al-Razi
dalam
penafsirannya
sering
menjelaskan,
bahwa
al-Razi
sangat
mementingkan
munasabah antar ayat dengan ayat lain, dan surah dengan surah yang lain,
bahkan al-Razi tidak hanya menyebutkan satu munasabah saja, tapi menyebutkan
banyak munasabah.
b) Perhatian Ar Razi pada ilmu riyadhiyah, dan fisafat.
Al-Razi dalam tafsirnya sangat memperhatikan terhadap ilmu riyadhiyah
(ilmu pasti), filsafat dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan argumenargumen filsafat kemudian membantahnya dengan argumen yang lebih kuat.
Walaupun beliau membantah dengan menggunakan dalil akal, namun tetap
sejalan dengan keyakinan ahlusunnah. Penulis Kasyfu al-Zunuun mengatakan,
didalam
tafsir
al-Razi
terdapat
begitu
banyak
perkataan-perkataan
17. dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, 18. yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, 19. Padahal
tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya,
Ijmak Ulama mufassir bahwa orang dimaksud dalam ayat di atas adalah
Abu Bakar ra walaupun Syiah menolak pendapat ini yang mengatakan ayat ini
berkenaan dengan Ali Ibn Abi Thalib as, dengan dalil , kata alRazi, saya mendatangkan argumentasi rasionil, kalau yang dimaksud adalah
sebaik-baik makhluk tentu yang dimaksud adalah Abu Bakr ra, sesuai dengan
ayat lanjut al-Razi dalam argumentasi rasionilnya tidak mungkin
yang dimaksud ayat ini Ali Ibn Abi Thalib karena alasan yang telah dikemukakan
ketika menafsirkan surat al-Fatihah dan berbagai macam dalil lainnya.16
13
16
Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, Juz 23, (Bairut: Makatabah Dar al-Fikr, 1977) hal. 189191
a) Kelebihan Tafsir
Dari sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya al-Razi, maka
ditemukanlah beberapa kelebihan yang terdapat dalam tafsirnya antara lain:
1) Dia sangat mengutamakan munasabah (korelasi) surat dan ayat dengan
keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang beliau menyebutkan lebih
dari satu munasabah untuk satu ayat tertentu atau surat tertentu.
2) Beliau
bisa
menghubungkan
tafsir
itu
dengan
ilmu
riadhiyah
masalah dan
C. Kesimpulan
Al-Razi merupakan sosok intelektual islam yang hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar
bin Husain bin al-Hasan bin Ali al-Quraisyi At-taini al-Bakri ath-Tabrasani alRazi dan ia mendapat gelar Fakgruddin, tapi dia juga masyhur dengan nama al-
10
11