Anda di halaman 1dari 11

A.

Biografi Imam Fakhruddin al-Razi


1. Biografi
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Umar bin Husain bin
Hasan bin Ali Attamimi Al-Bakhri al-Razi, yang dalam literatur keilmuan klasik
kita kenal dengan nama Fakhruddin al-Razi, beliau dilahirkan di Ray, yaitu
sebua kota yang terletak disebelah tenggara Teheran Iran

pada tanggal 15

Ramadhan tahun 544 H/1149 M,1 kemudian beliau wafat pada bulan syawal, 606
H/1209 M. Tentang perawakannya ia berbadan tegak, berjanggut lebat, memiliki
suara yang keras dan juga bersikap sopan santun, beliau mempunyai beberapa
nama panggilan seperti Abu Abdillah, Abu Maali, Abul Fadil, dan Ibnu Khatib
al-Ray. Beberapa gelar itu diberikan disebabkan karna pengetahuaannya yang
luas, maka beliau mendapat berbagai gelar seperti: Khatib ar-Ray, Imam,
Syaikhul Islam dan Fakhruddin. Dia mendapat julukan Khatib al-Rayy karena
dia adalah ulama terkemuka dikota Ray. Dia dijuluki Imam karena menguasai
ilmu fiqih dan ushul fiqih. Dia dipanggil sebagai Syaikhul Islam karena
penguasaan keilmuannya yang tinggi. Dan di dalam bidang tafsir beliau lebih di
kenal dengan nama Fakhruddin al-Razi.
Sejak kecil Imam Fakhruddn al-Razi sudah di didik oleh ayahnya
sendiri, syikh Dhiyauddin, ulama terkemuka pada masanya yang berjuluk khatib
al-Ray2, disitulah al-Razi berkembang menjadi manusia shaleh dan pencinta
ilmu, setelah beliau menyelesaikan pada ayahnya barulah beliau melakukan
perjalanan keberbagai kota seperti Khurasan, dimana disana banyak ulama besar
yang berasal dari negri itu seperti Abdullah bin mubarak, Imam Bukhari, Imam
Tirmii dan ulama besar lainnya. Dari Khurasan atau lebih dikenal lagi dengan
Bukhara, beliau melanjutkan perjalanannya ke irak, terus ke syam, namun lebih
banyak waktunya digunakan di khawarzimi untuk belajar memperbanyak
ilmunya, kemudia teakhir beliau berangkat ke negri kota Herat di daerah
afganistan untuk belajar mengajar.3

Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Jilid 1, (Kairo: Darul Hadits, 2005)
hal. 248
2
Ibid, . . .249
3
Manna Khalil al Qattan, Mabahist fi Ulum al-Quran, Terj, Mudzakir, (Jakarta: Pustaka Litera
Antar Nusa) hlm, 529

Imam Fakhruddin Ar Razi wafat pada tahun 606 H. Dikatakan beliau


meninggal, ketika beliau berselisih pendapat dengan kelompok Al karamiah
tentang urusan aqidah, mereka sampai mengkafirkan Fakhruddin Ar Razi,
kemudian dengan kelicikan dan tipu muslihat, mereka meracuni Ar Razi,
sehingga beliau meninggal dan menghadap pada Rabbi Nya.4
2. Karya Karya Imam Fakhruddin al-Razi
Sungguh Imam al-Razi telah mewariskan Imam Fakhruddin Ar Razi
menguasai berbagai bidang keilmuan seperti al-Quran, al-Hadith, tafsir, fiqh,
usul fiqh, sastra arab, perbandingan agama, filsafat, logika, matematika, fisika,
dan kedokteran. Selain telah menghafal al-Quran dan banyak al-Hadits,
Fakhruddin al-Razi telah menghafal beberapa buku seperti al-Shamil fi Usul alDin, karya Imam al-Haramain, al-Mutamad karya Abu al-Husain al-Basri dan
al-Mustasfa karya al-Ghazali.5
Di antara karya-karya Imam al-Razi yang terkenal adalah :
1. Mafatih al-Ghaib
2. Lawami al-Baiyinat
3. Maalim Ushuluddin
4. Muhashshil al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhirin min al-Ulama wa alHukama wa al-Mutakallimin
5. Al-Sirr al-Maktum fi Mukhatabah al-Nujum6
3. Latar Belakang Kehidupan
a) Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Fakhruddin al-Razi hidup di tengah kondisi masyarakat yang komplek.
Kompletifitas masyarakat tersebut terlihat dari keragaman agama dan aliran
agama yang dianut masyarakat. Sebagai seorang ilmuan, kematangan ilmunya
terbangun dari sebuah dinamika dan dialektika dengan kondisi yang
mengitarinya. Misalnya, terjadi dialog pertama dengan kaum mutazilah di
Khawarizmi. Di samping itu, pernah pula terjdi dialog dengan para ahli agama
4

Muhammad Husai al-Zahabi, Ibid . . . .hal. 249


Manna Khalil al-Qattan, ibid, . . .hlm, 529
6
Mani Abdul halim, Metodologi Tafsir (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2006) hal. 321
5

lain, terutama dengan seorang pendeta besar yang dikagumi pengetahuannya oleh
masyarakat Kristen pada waktu itu. Rekaman dialog itu dituangkan dalam
tulisannya yang berjudul al-Munazarat bayn al-Nasara.
Benturan pemikiran tidak hanya terjadi dengan kaum mutazilah dan
penganut agama non-Islam. Kelompok pengagum pemikiran filsafat Ibnu Sina
dikritik habis oleh Fakhruddin al-Razi. Sementara itu, ketika di Transaksonia, ia
harus berhadapan dengan kelompok yang menamakan dirinya sebagai aliran
Karamiyah, yang menyebabkan ia harus eksodus ke Ghazna-Afganistan.7
b) Kondisi Sosial Politik
Secara sosio-politik, sebagai akibat jatuhnya dinasti Abbasiyah ke tangan
bangsa Tartar, terjadi kemunduran semangat intelektualitas Islam, baik dalam
aspek politik, agama maupun peradaban secara umum, terutama di daerah yang
dikuasai kaum Sunni. Kajian pemikiran filsafat di dunia Islam mengalami
keterpurukan sebagai akibat penjajahan.
Keadaan semacam inilah yang mendorong Fakhruddin al-Razi untuk
mencoba menghubungkan kembali tradisi pemikiran filsafat dalam dunia Islam.
Karena perjuangan itu, Fakhruddin ar-Razi dapat dinyatakan sebagai tokoh
reformasi dunia Islam abad ke-6 H, sebagaimana Abu Hamid al-Ghazali pada
abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh pembangun sistem teologi melalui
pendekatan filsafat.
Peranan Fakhruddin al-Razi dalam pengembangan keilmuan Islam tidak
dapat dilepaskan dari perhatian yang diberikan penguasa paada saat itu, ketika
Fakhruddin al-Razi meninggalkan Khawarizmi menuju Transoksania (Asia
tengah), ia disambut hangat penguasa dinasti Guri, Giyatuddin, dan saudaranya,
Syihabuddin. Hanya saja, keadaan semacam ini tidak berjalan lama, karena ia
mendapat serangan tajam dari golongan Karamiyah.

B. Kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib


7

Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Darul al-Fikr, 1994)

1. Karakteristik Tafsir Mafatih al-Ghaib


Tafsir Mafatih al-Ghaib atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir
dikategorikan sebagai tafsir bi al-Rayi (tafsir yang menggunakan pendekatan
aqli), dengan pendekatan Mazhab Syafiiyyah dan Asyariyah. Tafsir ini merujuk
pada kitab Al-Zujaj fi Maanil Quran, al-Farra wa al-Barrad dan Gharib alQuran.
Riwayat-riwayat tafsir bi al-Matsur yang jadi rujukan adalah riwayat dari
Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir alThabari dan tafsir al-Tsalabi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw, keluarga, para
sahabatnya serta tabiin. Sedangkan tafsir bi al-Rayi yang jadi rujukan adalah
tafsir Abu Ali al-Jubai, Abu Muslim al-Asfahani, Qadhi Abdul Jabbar, Abu
Bakar al-Ashmam, Ali bin Isa al-Rumaini, Az-Zamakhsyari.
Ada riwayat yang menjelaskan bahwa al-Razi tidak menyelesaikan tafsir
ini secara utuh. Ibnu Qadi Syuhbah mengatakan, Imam al-Razi belum
menyelesaikan

seluruh

tafsirnya.

Ajalnya

menjemputnya

sebelum

ia

menyelesaikan tafsir Mafatih al-Ghaib. Ibnu Khulakan dalam kitabnya Wafiyatul


Ayan juga berkata demikian.8
Ibnu

Hajar

al-Asqalani

menyatakan

pada

kitabnya,

Yang

menyempurnakan tafsir al-Razi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi Al Hazm
Makky Najamuddin al-Makhzumi Al Qammuli, wafat pada tahun 727 H, beliau
orang mesir.9 Dan penulis Kasyfu al-Zunuun juga menuturkan, Yang
merampungkan tafsir al-Razi adalah Najamuddin Ahmad bin Muhammad Al
Qamuli, dan beliau wafat tahun 727 H. Qadi Al Qudat Syahabuddin bin Khalil
Al Khuway Ad Dimasyqy, juga menyempurnakan apa yang belum terselesaikan,
beliau wafat tahun 639 H.10
Adapun maksud tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain:
a. Menjaga dan membersihkan al-Quran beserta segala isinya dari
kecenderungan-kecenderungan rasional yang dengan itu diupayakan bisa
memperkuat keyakinan terhadap al-Quran.

Muhammad Husain al-Zahabi, Ibid,. . . ., hal 249


Ibnu Hajar al-Asqalani, Al-Durar al-Maminah. Jilid 2, hal 304
10
Muhammad Husain al-Zahabi, Ibid,. . . ., hal 293
9

b. Pada sisi lain, al-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah SWT.


dengan dua hal, yaitu bukti terlihat, dalam bentuk wujud kebendaan
dan kehidupan, serta bukti terbaca, dalam bentuk al-Quran. Apabila
merenungi hal yang pertama secara mendalam, kita akan semakin
memahami hal yang kedua. Karena itu al-Razi merelevansikan keyakinan
ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya.
c. Al-Razi ingin menegaskan sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran
bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil ayatayat al-Quran, selama berdasarkan kepada kaidah-kaidah yang jelas, yaitu
kaidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
2.

Sistematika Penulisan Tafsir


Adapun sistematika penulisan Tafsir al-Razi, yaitu menyebut nama surat,

tempat

turunnya,

bilangan

ayatnya,

perkataan-perkataan

yang

terdapat

didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas


munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat
terfokus pada satu topik tertentu pada sekumpulan ayat. Namun al-Razi tidak
hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu al-Razi mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah
tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Quran terdapat
beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan
masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qiraat
dan lain sebagainya.
Sebelum

ia

menjelaska

suatu

ayat,

al-Razi

terlebih

dahulu

mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, Tabiin ataupun


memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan Jarh wa al-Tadil
barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiahnya dibidang ilmu
pengetahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.
3. Metode Penafsiran
a) Sumber penafsiran
Kitab tafsir Mafatih al-Ghaib tergolong tafsir bi al-Rayi atau dengan
ijtihad, al-Dirayah atau bi al-Maqul, karena penafsirannya didasarkana ats
5

sumber ijtihat dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan
kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini Fakhruddin
al-Razi banyak mengemukakan ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Quran disertai dengan penukilan dari pendapat-pendapat ulama dan
fuqaha. Dalam menafsirkan ayat demi ayat Fakhruddin al-Razi memberikan
porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia memaparkan pendapat para
fuqaha terkait perdebatan seputar fiqih beliau memaparkannya dan mendebatnya
tanpa menjadikan hadis sebagai dasar pijakan. Ini adalah salah satu kitab tafsir
yang komperhensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Quran, sang pengarang
berusaha menangkap substansi ruh yang terkandung dalan setia ayat al-Quran.11
b) Cara Penjelasan
Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir
muqarin.

Karena

Fakhruddin

al-Razi

dalam

penafsirannya

sering

mengkoperasikan pendapatnya atau pendapat seorang ulama lainnya. Nama


beberapa ulama selain sahabat dan tabiin dalam berbagai disiplin ilmu yang
sering kali disebutkan pendapatnya dan dikomperasikan antara lain adalah: alSyafii, Abu Hanifah, Ahmad ibn Hambal, al-Ashary, al-Ghazali, kelompok
Mutazilah dan Ashariyah, Hasan al-Bisri, al-Zamahsary, al-Farrah, ibn Katsir
dan masih banyak lagi.
c) Keluasan penjelasan
Di tinjau dari segi keluasan penjelasan, kitab tafsir Mafatih al-Ghaib bisa
dikategorikan sebagai kitab tafsir yang sangat luas penjelasannya dan mendetail
(rinci) atau tafsili, bahkan mungkin bisa dikatan terlalu luas untuk ukuran kitab
tafsir. Karena dalam kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan, mulai dari
kebahasaan sastra, fiqih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain
sebagainya.
Dalam kitab tersebut terdapat penafsiran yang begitu luas, satu ayat
dengan 3-7 masail dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasal, tentulah ini cukup
menggambarkan keluasan pembahaan dalam penafsiran kitab Mafatihul ghaib.
d) Sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan
11

Manna Khalil al Qattan, Ibid, . . . . hlm, 506-507

Tafsir Mafatihul al-Ghaib disusun oleh Fakhruddin al-Razi secara


berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat. Semuanya sesuai dengan urutan
yang ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran terhadap surat al-Fatihah, alBaqarah dan seterusnya sampai. Karena disusun secara berurutan ayat demi ayat
maka kitab tersebut dikategorikan tahlily. Dan karena disusun berurutan surat
demi surat maka kitab tersebut bisa dikategorikan Mushafy.12
4. Corak Tafsir
a) Perhatiannya dengan menjelaskan munasabah antar surah
Al-Dzahabi

menjelaskan,

bahwa

al-Razi

sangat

mementingkan

munasabah antar ayat dengan ayat lain, dan surah dengan surah yang lain,
bahkan al-Razi tidak hanya menyebutkan satu munasabah saja, tapi menyebutkan
banyak munasabah.
b) Perhatian Ar Razi pada ilmu riyadhiyah, dan fisafat.
Al-Razi dalam tafsirnya sangat memperhatikan terhadap ilmu riyadhiyah
(ilmu pasti), filsafat dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan argumenargumen filsafat kemudian membantahnya dengan argumen yang lebih kuat.
Walaupun beliau membantah dengan menggunakan dalil akal, namun tetap
sejalan dengan keyakinan ahlusunnah. Penulis Kasyfu al-Zunuun mengatakan,
didalam

tafsir

al-Razi

terdapat

begitu

banyak

perkataan-perkataan

mutakallimiin dan filosof. Ia keluar dari permasalahan kepermasalahan yang lain,


sehinggga membuat pembaca mengagumi tafsir beliau.
c) Sikap beliau terhadap Muktazilah
Al-Razi, beliau sangat serius dalam menghadapi muktazilah, dalam
tafsirnya, terlebih dahulu beliau memaparkan pendapat-pendapat muktazilah dan
kemudian beliau membantah dengan argumen yang kuat. Ibnu Hajar pernah
mengatakan bahwa al-Razi dicela karena banyak meriwayatkan syubhat secara
tunai dan mengatasinya secara kredit. Namun hal ini tidak mengurangi
kehebatan beliau sebagai seorang ulama yang memperjuangkan agama islam.
12

http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2012/04/10/metodologi-tafsir-imam-fakhruddin-ar-razidalam-kitab-tafsir-al-kabir/#more-2030, diakses pada tanggal 27 April 2016

d) Pandangannya terhadap Ilmu Fiqih, Usul, Nahwu dan Balaghah.


Fakhruddin al-Razi hampir-hampir tidak melewatkan ayat-ayat hukum
kecuali beliau sebutkan semua mazhab-mazhab fiqih.13 Begitu juga ketika beliau
memaparkan masalah-masalah fiqih, nahwu dan balaghah, namun beliau tidak
berbicara panjang lebar pada masalah tersebut lebih dari pembahasan beliau yang
berkaitan dengan alam ini, dan riyadhiah.14
Dengan keluasan dan pemahaman beliau terhadap ilmu fiqih, sampaisampai beliau pernah mengutarakan, Ketahuilah suatu waktu, terlintas pada
lisanku, bahwa surat yang mulia ini yaitu al-Fatihah bisa ditarik hikmah-hikmah
dan permasalahan sebanyak sepuluh ribu.15
5. Contoh Penafsiran Fakhruddin al-Razi


17. dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, 18. yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, 19. Padahal
tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya,

Ijmak Ulama mufassir bahwa orang dimaksud dalam ayat di atas adalah
Abu Bakar ra walaupun Syiah menolak pendapat ini yang mengatakan ayat ini
berkenaan dengan Ali Ibn Abi Thalib as, dengan dalil , kata alRazi, saya mendatangkan argumentasi rasionil, kalau yang dimaksud adalah
sebaik-baik makhluk tentu yang dimaksud adalah Abu Bakr ra, sesuai dengan
ayat lanjut al-Razi dalam argumentasi rasionilnya tidak mungkin
yang dimaksud ayat ini Ali Ibn Abi Thalib karena alasan yang telah dikemukakan
ketika menafsirkan surat al-Fatihah dan berbagai macam dalil lainnya.16
13

Muhammad Husain al-Zahabi, Ibid,. . . ., hal . 253


Ibid, . . . .
15
Ibid, . . . .
14

16

Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, Juz 23, (Bairut: Makatabah Dar al-Fikr, 1977) hal. 189191

Untuk mengklarifikasi persoalan di atas perlu dicermati gagasan kalam


al-Razi yang menyangkut point-point penting yang sering dijadikan kriterium
antara Sunni dan Syii. Seperti persoalan ini, perdebatan ini sangat penting dalam
sejarah islam. Persoalan Imamah pada kenyataannya menjadi agenda
permasalahan kalam yang bermula dari wafatnya Rasulullah saw siapa figur yang
dapat menggantikan posisi kepemimpinan beliau dalam kapasitas sebagai
pemimpin politis, dalam kaitan ini muncul juga pesoalan bagaimana cara
mengangkat pengganti Nabi tersebut, belakangan setelah umat Islam berpetakpetak menjadi berbagai kelompok, muncul klaim dari masing-masing kelompok
keagamaan tersebut siapa figur yang paling berhak dan bagaimana cara
pengangkatan yang paling absah, menurut rekaman Abu al-Hasan al-Asyari
tokoh utama aliran kalam yang diikuti al-Razi paling tidak ada tiga konsepsi
yang berkembang ketika itu siapa yang paling berhak memimpin Islam
1. Mereka yang mengklaim bahwa pengganti Nabi secara tekstual (Mansus)
telah menunjuk Ali ibn Abi Thalib sebagai penggantinya yang
teridentifkasi sebagai kelompok Syiah al-Rafidah (syiah ekstrim),
2. Mereka yang merekomendasikan figur al-Abbas yang menurut mereka
juga al-Abbas telah ditunjuk secara tektual oleh Nabi yang diidentifikasi
oleh al-Asyari sebagai al-Rawandiyah.
3. Mereka yang didukung al-Asyari sendiri yang berpandangn Abu Bakar
al-Siddiq yang paling tepat menjadi pengganti Nabi.
Dalam sajian ulasan tafsir beberapa ayat di atas al-Razi dalam membela
dan mengagungkan Abu Bakar selalu mersandarkan Ijmak kaum muslimin, tetapi
pembuktian tentang adanya Ijmak tersebut tidak intelektualis dan terkesan
sebagai dalil tambahan, walau menurut al-Asyari bukti dari ijmak tersebut
adalah kenyataan bahwa seluruh anggota masyarakat muslim sepeninggal
Rasulullah saw mengakui kepemimpinan Abu Bakar ra termasuk dalam
masyarakat ini al-Abbas dan Ali ibn Abi Thalib ra, lantas apa motifasi tertinggi
dan apa yang mendasari al-Razi memunculkan pembelaan hanya untuk Abu
Bakar? Nampaknya subjektifitas penafsir nampak sekali dalam penafsiran alRazi.
6. Timbangan Terhadap Kitab
9

a) Kelebihan Tafsir
Dari sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya al-Razi, maka
ditemukanlah beberapa kelebihan yang terdapat dalam tafsirnya antara lain:
1) Dia sangat mengutamakan munasabah (korelasi) surat dan ayat dengan
keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang beliau menyebutkan lebih
dari satu munasabah untuk satu ayat tertentu atau surat tertentu.
2) Beliau

bisa

menghubungkan

tafsir

itu

dengan

ilmu

riadhiyah

(matematika) dan falsafah, serta ilmu lainnya yang di anggap baru di


kalangan agama pada masanya.
3) Beliau bisa menjelaskan tentang akidah yang berbeda dan bisa
mencocokkan di mana perbedaan itu.
4) Beliau mengemukakan tentang balaghoh al quran dan menjelaskan
beberapa kaidah usul.
b) Keterbatasan Tafsir
Ada beberapa ulama yang telah mengkritik kitab tafsir mafatih al-Ghaib
karya Fahruddin al-Razi di antaranya adalah :
1) Fakhrudin al-Razi terlalu banyak mengumpulkan

masalah dan

pembahasan dalam tafsirnya. Sampai pembahasan yang tidak bersangkut


paut dengan ayat atau yang ditafsirkan pun ia sebutkan. Bahkan lebih
tegas lagi, beberapa ulama mengatakan bahwa di dalam nya terdapat
segala sesuatu kecuali tafsir.
2) Dalam tafsir tersebut, ia terlalu banyak mencantumkan hal-hal yang tidak
berhubungan tafsir, secara berlebihan.
3) At-Tufi mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan dalam
kitab tafsir Mafatih al-Ghaib.

C. Kesimpulan
Al-Razi merupakan sosok intelektual islam yang hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar
bin Husain bin al-Hasan bin Ali al-Quraisyi At-taini al-Bakri ath-Tabrasani alRazi dan ia mendapat gelar Fakgruddin, tapi dia juga masyhur dengan nama al-

10

Khattab al-Razi dilahirkan pada pada tanggal 15 Ramadlan 543 H/1149 M di


Ray.
Penulis tafsir Mafatihul ghaib ialah menggunakan metode tahlily, tafsir
ar-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau ilmu kalam, ilmu kalam dan
kosmografi dan keilmuan lain dan sebagainya. Al-Razi merelefansikan antara
keyakinan ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya tersebut.
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, dan kami menyadari
masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, karenanya saran dan kritik
yang konstruktif sangat kami harapkan, baik dari kalangan pembaca maupun
dosen untuk menyempurnakan makalah ini.

11

Anda mungkin juga menyukai