komplit atau inkomplit. Gangguan ini dapat berupa akibat dari cedera/trauma, infeksi lokal,
ataupun penyakit sistemik. Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama
disabilitas neurologis akibat trauma. Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The
National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplit
akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraplegia 200.000
per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula
spinalis.1
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplit dan inkomplit berdasarkan ada/tidaknya
fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.2 Pembagian ini penting untuk meramalkan
prognosis dan penanganan selanjutnya. Teknik yang paling sering digunakan adalah
pemeriksaan sacral sparing.2,3 Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi
disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sebagai berikut: (1)
tetraplegia inkomplit (29.5%), (2) paraplegi komplit (27.3%), (3) paraplegi inkomplit
(21.3%), dan (4) tetraplegia komplit (18.5%).4
Cedera medula spinalis akut merupakan kondisi yang kompleks, terutama mengenai
kelompok usia muda. Central cord syndrome merupakan bentuk cedera inkomplit yang
paling sering dijumpai. Tujuan utama terapi adalah meningkatkan fungsi motorik dan
sensorik pasien. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian steroid dosis tinggi
meminimalkan efek sekunder cedera medula spinalis. Pasien dengan cedera medula spinalis
komplit hanya memiliki kemungkinan 5% untuk membaik. Pada cedera komplet yang
menetap lebih dari 72 jam, maka hamper tidak ada kemungkinan untuk kembali pulih.
Sindroma cedera inkomplit memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Penyebab kematian
utama pada pasien dengan cedera medula spinalis adalah pneumonia, emboli paru, dan
septikemia.5
I. DEFINISI
Mielopati merupakan gangguan fungsional atau struktur atau perubahan patologis dari
medula spinalis. Mielopati servikal berarti terdapatnya gangguan tersebut medula spinalis
bagian servikal (C1-C8). Keadaan ini umumnya terjadi akibat penyempitan kanalis spinalis
yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal sehingga menyebabkan terjadinya
penekanan pada medula spinalis yang berakibat terganggunya fungsi medula spinalis.
Lesinya dapat komplit atau inkomplit, sehingga gejala klinis yang ditimbulkan dapat
bermacam-macam.6
II. PATOGENESIS
Penyakit degeneratif merupakan indikasi untuk dilakukannya pembedahan oleh bedah saraf.
Mielopati servikal akibat proses degenerasi sering disebut juga sebagai spondilosis mielopati
servikal (cervical spondylotic myelopathy / CSM) yang menunjukkan bahwa penyebab utama
terseringnya merupakan spondilosis.10
Kanalis spinalis merupakan tabung tertutup yang berjalan di tengah medula spinalis dan
berisi cairan serebrospinal yang berfungsi sebagai proteksi terhadap trauma serta memberikan
fleksibilitas pada leher. Namun pada beberapa orang terlahir dengan kanalis 6
spinalis yang berukuran lebih kecil dari normal, ini disebut sebagai stenosis kanalis spinalis
kongenital. Stenosis menyebabkan penyempitan kanalis spinalis yang memudahkan
terjadinya kompresi medula spinalis.10
Kanalis spinalis servikal dapat menjadi sempit akibat perubahan dari proses degenerasi tulang
belakang pada orang tua. Terbentuknya osteofit, penonjolan diskus, dan penebalan ligamen
dapat menyebabkan penekanan pada medula spinalis.10
Faktor dinamik biomekanika gerak vertebra servikal normal dapat memperburuk cedera
medula spinalis yang dicetuskan oleh kompresi statis secara langsung. Ketika fleksi, medula
spinalis memanjang sehingga teregang melewati daerah osteofit ventral. Ketika ekstensi,
ligamentum flavum melengkung ke arah medula spinalis menyebabkan berkurangnya ruang
medula spinalis.10
III. KLASIFIKASI
Umumnya gejala yang timbul adalah akibat dari kompresi yang terjadi pada medula spinalis,
tergantung letak segmen yang terkena. Kompresi ini dapat menimbulkan gejala sensorik
(nyeri atau parestesi), gejala motorik (kelumpuhan), atau gejala otonom (gangguan respirasi,
sirkulasi, miksi, dan defekasi).
Gejala klasik dari mielopati adalah kehilangan keseimbangan dengan koordinasi yang
kurang, keterampilan fungsi sehari-hari menurun, kelemahan, rasa baal, dan pada kasus yang
parah dapat menimbulkan paralisis. Nyeri banyak dikeluhkan pasien, namun pada beberapa
kasus tidak didapatkan adanya keluhan nyeri sehingga menimbulkan keterlambatan dalam
diagnosis.8
Lesi pada vertebra C3-C6 menyebabkan kesulitan dalam menulis dan perubahan tidak
spesifik berupa sensasi dan kelemahan lengan. Lesi pada C6-C8 sering menimbulkan
sindroma spastisitas dan hilangnya propriosepsi tungkai. Pasien dapat mengalami gangguan
gaya jalan dan sering terjatuh.8
Gejala subyektif yang sering dikeluhkan pasien antara lain:
Tungkai terasa berat
Radikulopati
Kemampuan motorik halus yang menurun
Fenomena LHermittes, yaitu sensasi seperti tersengat listrik yang hilang timbul pada
anggota gerak yang dicetuskan oleh fleksi leher
Baal dan kesemutan anggota gerak
Keluhan-keluhan ini dapat timbul secara akut, subakut, atau kronik progresif. Terkadang
tidak diketahui penyebabnya serta tidak ditemuinya tanda-tanda radang.
V. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda yang sering ditemukan adalah tanda lesi UMN (upper
motor neuron), seperti8,10:
Kelemahan, terutama lebih dirasakan pada ekstremitas atas
Gaya jalan ataxic gait
Hipertonus
Hiperrefleks
Klonus ankle (+)
Babinski (+)
Hoffman (+)
Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status neurologi lokal merupakan hal yang sangat
penting. Pemeriksaan status neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu
pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association (AISA). Klasifikasi dibuat
berdasar rekomendasi AISA, A: untuk lesi komplit sampai dengan E: untuk keadaan normal.
Motorik Asal Inervasi Otot Fungsi
C5 M. deltoideus dan biceps Abduksi bahu dan fleksi
brachii siku
C6 M. extensor carpi radialis Ekstensi pergelangan
longus dan brevis tangan
C7 M. flexor carpi radialis Fleksi pergelangan tangan
C8 M. flexor digitorum Fleksi jari-jari tangan
superfisialis dan profunda
T1 M. interosseus palmaris Abduksi jari-jari tangan
L2 M. iliopsoas Fleksi panggul
L3 M. quadricep femoris Ekstensi lutut
L4 M. tibialis anterior Dorsofleksi kaki
L5 M. extensor halluces Ekstensi ibu jari kaki
longus
S1 M. gastrocnemius-soleus Plantarfleksi kaki
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi ataupun penyakit sistemik yang
menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan ini lebih bermakna bila dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarah ke proses infeksi, namun dapat juga sebagai penyingkir
diagnosis kausa infeksi apabila hasil tidak menunjang.5
Rontgen vertebra
Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan pada tulang belakang seperti
spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit. Dianjurkan melakukan pemeriksaan tiga posisi
standar (AP, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk
vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, dapat
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan atau MRI.
CT-scan / MRI
Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga dapat diketahui
lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk mengetahui kausa apakah terdapat trauma
pada vertebra atau tumor yang menyebabkan kompresi pada medula spinalis. MRI
merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat
cedera/trauma ataupun adanya penyempitan kanalis spinalis.
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplit
hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplit yang tidak
menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
Cedera medula spinalis inkomplit cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila
fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah
lebih dari 50%.5
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula
spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika.
Sebuah studi menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya
terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk
digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera
medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan
seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of
Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien
13
dengan Central Cord Syndrome biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas
bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi
ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari. Pembentukan
kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan
profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun meunjukkan bahwa suatu program rehabilitasi yang
terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan kandung kemih
dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional pada penderita
cedera medula spinalis.5
Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati ringan, umumnya
dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi. Pemberian analgetik dapat
dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat gejala radikular. Penggunaan collar neck
dapat digunakan apabila diketahui terdapat instabilitas vertebra.8
Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada medula spinalis,
apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang mendesak medula spinalis.8
X. PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup
pasien cedera medula spinalis lebih rendah disbanding populasi normal. Penurunan rata-rata
lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah
komplikasi disabilitas neurologi yaitu: pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal
ginjal.5
DAFTAR PUSTAKA
1. York JE. Approach to the patient with acute nervous system trauma. Best Practice of
Medicine. September 2000.
2. Young W. Spinal cord injury levels and classification. Care Cure Community. Keek Centre
for Collaborative Neuroscience. 2002.
3. Hoppenfield S. Orthopaedic neurology: a diagnosis guide to neurologic levels. JB
Lippincott Williams. 1977.
4. FSIP. Spinal cord injury facts: statistics. Foundation for Spinal Cord Injury Prevention,
Care and Cure. 2001.
5. Pinzon R. Mielopati servikal trauma: telaah pustaka terkini. Cermin Dunia Kedokteran
154; 2007: 39-42.
6. Hansen JT. Netters clinical anatomy. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders Elsevier: 2010. p.60-
3.
7. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. 7th Ed. California; Brooks/Cole:
2010. p.172-7.
8. Klezl Z, Coughlin TA. Cervical myelopathy. 2013. Available at:
http://www.boneandjoint.org.uk/content/focus/cervical-myelopathy. Accessed on February
19, 2014.
9. Department of Neurosurgery Columbia University. Cervical myelopathy. 2014. Available
at: http://www.columbianeurosurgery.org/conditions/cervical-myelopathy/. Accessed on
February 20, 2014.
10. Young W. Cervical spondylotic myelopathy: a common cause of spinal cord dysfunction
in older persons. Am Fam Physician. 2000;62(5):1064-70.
RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur
radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola
gangguan bersifat dermatomal.
Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :
- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- belakang kepala, servikal ke-2
- leher, servikal ke-3
- area diatas pundak, servikal ke-4
- area deltoid, servikal ke-5
- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan torakik ke-1
- puting, torakik ke-5
- umbilicus, torakik ke-10
- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif, proses
inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses
patologis.
1. Proses Kompresif
2. Proses Inflamasi
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar sering juga disebut
siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering
didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan kompresi pada
satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal seringnya
disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada
spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes
zoster.
Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara menurunkan
sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800 mg IV setiap 6 jam
jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin oleh membran
saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai
analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Indikasi :
skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat, menetap, dan progresif
defisit neurologis memburuk
sindroma kauda
stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis dan radiologi
Clinical/Community Science Session Radiculopathy 25
Prognosis