Anda di halaman 1dari 6

Penilaian kinerja merupakan aspek yang tidak bisa terlepas dari sebuah organisasi.

Mengapa demikian? Suatu perusahaan tidak bisa terlepas dari manusia. Anggapan
bahwa tenaga manusia dapat digantikan dengan tenaga mesin juga sudah dipatahkan.
Manusia dan mesin memiliki perbedaan diantaranya manusia tidak memiliki
keterbatasan dalam memanfaatkan apa yang dimiliki olehnya sedangkan mesin memiliki
keterbatasan untuk melakukan suatu pekerjaan. Manusia memiliki akal dan ide yang
dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan jika manusia tersebut dilatih dan dilakukan
pekerjaan secara berkelanjutan. Berbeda dengan manusia, mesin tidak bisa
dilakukan improvement jika tidak dilakukan manusia itu sendiri. Mengingat pentingnya
manfaat dari manusia tersebut, maka setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan
oleh manusia dalam perusahaan ini perlu pengontrolan untuk menilai pekerjaannya
tersebut. Hasil dari buah pikir, tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia
dalam perusahaan ini merupakan kinerja.

Kinerja yang dihasilkan perlu proses kontrol secara berkelanjutan supaya segala
sesuatu yang dikerjakan individu dapat selaras dengan tujuan dari perusahaan,
memberikan improvementdan inovasi bagi perusahaan, serta menciptakan nilai bagi
perusahaan tersebut. Dengan demikian, penting bagi perusahaan untuk melakukan
pengelolaan terhadap kinerja perusahaan. Tindakan pengelolaan sistem kinerja perlu
didukung dengan adanya kejelasan dari struktur organisasi dan job description tiap
individu. Hal tersebut dikarenakan, struktur organisasi dan job description yang tidak
jelas, akan membingungkan bagi setiap individu untuk melakukan tugas dan tanggung
jawabnya. Padahal tugas dan tanggung jawab individu tersebut, akhirnya akan
berpengaruh terhadap kinerja individu tersebut.

Kinerja individu merupakan hasil dari turunan (cascading) dari kinerja perusahaan.
Turunan ini bertujuan untuk menerjemahkan dari tujuan perusahaan yang tergambar
didalam strategy map perusahaan. Dengan demikian, proses cascading membantu
individu menyadari tugas dan tanggung jawabnya untuk memberikan konstribusi dan
perannya bagi masa depan perusahaan.

Sebelum melakukan cascading, penting perusahaan untuk menentukan kinerja


perusahaan secara keseluruhan. Tujuannya untuk menerjemahkan visi,misi, strategi,
dan target perusahaan di masa yang akan datang dan menentukan aspek-aspek yang
krusial bagi perusahaan di masa yang akan datang. Penentuan kinerja tersebut harus
melibatkan nilai yang dapat terukur secara kuantitatif. Penilaian secara kuantitatif
bertujuan untuk mengetahui pencapaian yang telah diperoleh oleh perusahaan sehingga
akan memudahkan perusahaan untuk membandingkan dari waktu ke waktu setiap
pencapaian yang diperoleh. Untuk memperoleh nilai secara kuantitatif, kinerja perlu
tertinjau secara nyata, jelas, tepat. Kinerja harus tertinjau secara nyata supaya bisa
kinerja tersebut dapat terpantau dan diketahui oleh setiap orang. Kinerja harus tertinjau
secara jelas, bahwa data kinerja tersebut memang dapat dijelaskan dengan bukti-bukti
yang akurat. Kinerja yang tertinjau secara tepat bahwa data yang digunakan tersebut
benar-benar bisa meninjau kinerja secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan data.
Ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja inilah yang disebut dengankey
performance indicator atau dikenal dengan KPI.

Penentuan nilai KPI harus meliputi SMARTA yakni Specific,


Measureable, Achievable, Relevant,Time Based,
dan Agreeable. Spesific maksudnya adalah KPI tersebut harus secara spesifik
menjelaskan mengenai kebutuhan dari suatu perusahaan terhadap kinerja individu dan
perusahaan. Measureable menjelaskan bahwa KPI tersebut harus dapat mengukur
secara kuantitatif dari kinerja yang diharapkan. Achievable bahwa KPI tersebut harus
memberikan tantangan kepada perusahaan dan individu dalam pencapaian tujuan
perusahaan, tidak boleh terlalu mudah untuk dicapai, tetapi tidak terlalu sulit untuk
diraih. Relevant dimaksudkan bahwa KPI tersebut harus relevan dengan kebutuhan
perusahaan. Time-based menujukkan bahwa setiap KPI harus memiliki jangka waktu
penilaian dan batas waktu pencapaian kinerja tersebut. Agreeable menunjukkan bahwa
KPI harus melalui kesepakatan pihak perusahaan dengan didasarkan kemampuan
individu dalam perusahaan tersebut tetapi targetnya tidak memberikan kemudahan atau
kesulitan bagi individu tersebut.

Setelah KPI perusahaan telah ditentukan, maka tahap berikutnya ada


melakukan cascadingkepada departemen dan individu dalam perusahaan. Hal utama
yang diperlukan dalam prosescascading adalah KPI yang diturunkan tersebut harus
disesuaikan dengan fungsi dan tanggungjawab per departemen dan individu tersebut.
Pentingnya penyesuaian bertujuan untuk mengetahui departemen atau jabatan yang
diberikan KPI tersebut sebagai departemen atau jabatan yang paling bertanggung jawab
atau tidak, paling berpengaruh atau tidak KPI tersebut kepada jabatan atau departemen
yang bersangkutan. Terdapat 2 hal krusial yang perlu diperhatikan
dalam cascading yakni Pertama, KPI yang terpilih harus berdasarkan job
description dan sasaran kinerja dalam jabatan yang bersangkutan. Kedua, jumlah KPI
yang dikenai per individu atau departemen tidak boleh terlalu banyak, maksimal 1 (satu)
sasaran strategis memiliki 3 (tiga) KPI dan/ atau jumlah KPI maksimal 20 (dua puluh)
aitem. Selain itu, harus ada kesediaan dari setiap individu untuk menyadari akan
keberadaan sumber data sebagai dasar perhitungan KPI yang akan dilakukan. Tidak
menutup kemungkinan dalam melakukan penurunan KPI Corporate kepada KPI
departemen dan individu memunculkan berbagai KPI tambahan yang mengikutinya. Hal
tersebut bisa saja terjadi, yang tetap harus diingat bahwa KPI tambahan perlu diketahui
pengaruhnya terhadap perusahaan dan pengaruhnya terhadap jabatan dan departemen
lainnya. Mengapa demikian? Karena KPI tambahan tersebut harus tetap selaras dengan
tujuan perusahaan.

Pertimbangan yang telah dikemukakan sebelumnya penting untuk ditinjau kembali,


karena perusahaan seringkali melakukan beberapa kesalahan dalam penerapannya.
Kesalahan pertama, yang seringkali dilakukan oleh perusahaan adalah memberikan KPI
tambahan kepada individu atau departemen yang bersangkutan, tetapi tidak sadar
bahwa KPI tambahan tersebut seharusnya akan berpengaruh terhadap departemen
atau individu lainnya. Akibatnya, individu atau departemen tersebut menjadi tidak sadar
akan tanggung jawab yang menjadikan KPI tambahan tersebut ada. Kesalahan kedua
adalah KPI yang dikenai kepada individu atau departemen terlalu banyak sehingga
individu atau departemen yang bersangkutan tidak tahu KPI terpenting yang harus
dijalankan untuk menunjang pekerjaannya.

Oleh karena itu,penerapan cascading KPI dalam perusahaan perlu melibatkan


berbagai pihak dan konstribusi setiap individu untuk bersama-sama mencapai tujuan
perusahaan. Keterlibatan tersebut juga, perlu didukung dengan pemahaman akan job
description dan sasaran kinerja yang akan dikenai tiap jabatan dan departemen
sehingga KPI yang dikenai dapat sesuai dengan kebutuhan jabatan.

Cascading adalah proses penyusunan scorecard di setiap jenjang organisasi oleh manajer
jenjang organisasi yang bersangkutan. Atau cascading merupakan alat untuk pengomunikasian
sasaran dan inisiatif stategik jenjang organisasi tertinggi ke setiap jenjang organisasi yang lebih
rendah sampai dengan tingkat paling bawah yaitu karyawan.

a. Proses cascading
Proses cascading dapat dilakukan dalam 10 langkah yang berurutan, dengan tetap
dimungkinkan untuk melakukan verifikasi ulang secara dinamis. Langkah-langkah ini sifatnya
tidak kaku, tetapi cukup fleksibel sehingga dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi
setiap organisasi. Sepuluh langkah proses cascading, yaitu:
1. Tujuan Divisi (Analisis visi dan misi divisi)
Pada langkah awal proses cascading BSC perusahaan ke divisi, perlu dilakukan studi atas divisi
tersebut, yang meliputi analisis visi dan misi divisi. Tentu saja visi dan misi divisi harus sejalan
dengan perusahaan dan umumnya lebih spesifik daripada visi dan misi perusahaan.

2. Relevansi Divisi (Mengidentifikasi Kontribusi dan pengaruh divisi terhadap peta strategi
perusahaan)
Pada langkah kedua ini manajemen harus mempelajadi peta strategi perusahaan dengan
seksama. Kemudian mereka mempelajari hubungan atau keterkaitan antara Sasaran Strategis
(SS) yang ada dipeta strategi perusahaan dengan tugas pokok dan proses-proses inti (core
proceSasaran Strategis (SS) ) dari fungsi divisi. Lalu mereka memilah sasaran strategis (SS)
mana yang berkaitan dengan divisi tersebut dan sasaran strategis (SS) mana yang kurang atau
tidak relevan dengan divisi tersebut. Keterkaitan disini sifatnya langsung. Artinya, akan dicari
sasaran strategis (SS) di tingkat perusahaan yang dapat didukung pencapaiannya secara
langsung atas dasar kontribusi dan hasil kerja divisi itu.

3. Palanggan divisi (mengidentifikasi pelanggan divisi)


Pada langkah ketiga, pelanggan yang dilayani oleh divisi diidentifikasi dengan cermat. masih ada
yang beranggapan bahwa yang dimaksud pelanggan hanya terbatas pada klien yang membeli
jasa atau produk mereka saja. Pelanggan di sini diberi tanda kutip karena mencakup
pelanggan secara keseluruhan, yaitu pelanggan eksternal dan pelanggan internal dari divisi
yang bersangkutan. Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang ada di luar perusahaan.
Pelangan internal adalah pelanggan yang ada di dalam lingkup perusahaan, tetapi di luar divisi
yang bersangkutan. Proses identifikasi pelanggan ini untuk memahami siapa pelanggan utama
divisi tersebut.

4. Aktivitas Divisi (Mengidentifikasi Tugas Pokok dari Divisi)


Pada langkah keempat ini, tugas pokok atau proses-proses inti yang dijalankan oleh divisi
tersebut diientifikasi secara seksama. Proses inti di sini merupakan aktivitas atau tugas utama
yang dijalankan oleh divisi tersebut, dan hasilnya memberi pengaruh secara langsung terhadap
pemenuhan kebutuhan para pelanggannya. Setelah tugas pokok atau proses inti ini
teridentifikasi, dilakukan identifikasi atasoutput utama yang dihasilkan oleh setiap tugas pokok
tersebut.

5. Identifikasi Harapan Pelanggan (Mentabulasi Output, Pelanggan dan Harapan Pelanggan)


Setelah langkah pertama sampai keempat selesai dilakukan, dilakukan sinergi antara langkah
kedua dan ketiga. Di langkah kelima ini, setiap output dari langkah ketiga dihubungkan degan
pelanggan yang relevan dari daftar pelanggan yang ada di langkah kedua, lalu ditambahkan
ekspektasi dari pelanggan tersebut atas outputyang dihasilkan. Ketiga hal tersebut kemudian
ditabulasi agar kaitan yang satu dengan yang lain dapat terlihat dengan jelas.

6. Cascading sasaran strategis (SS) Perusahaan ke Divisi


Mulai langkah keenam, kita memasuki tahapan di mana peta strategi divisi akan disusun. Sama
seperti peta strategi perusahaan, bagan peta strategi di tingkat divisi juga dibagi atas 4
perspektif, tetapi karena fungsinya sebagai divisi pendukung. Perspektif finansial tidak diletakkan
di bagian teratas tetapi sejajar dengan perspektif pelanggan. Proses cascading sasaran strategis
(SS) ke dalam peta strategi divisi perlu dicermati. Umumnya sasaran strategis (SS) yang ada di
perspektif tertentu di peta strategi perusahaan ketika diturunkan ke peta strategi divisi, akan
masuk ke perspektif yang sama. Tetapi sasaran strategis (SS) tersebut mungkin juga masuk ke
perspektif yang berbeda. Yang penting dari perpindahan ini adalah bagian dari proses kerja dari
divisi yang bersangkutan atau cenderung merupakan output dari divisi yang
bersangkutan.

7. Memperhatikan Isu-Isu Lokal


secara garis besar berupa serangkaian proses untuk melengkapi peta strategi. Langkah ketujuh
ini diawali dengan melihat kembali hasil analisis dari langkah ke-2, 3, 4, dan 5 yang telah dilalui.
Dengan menggunakan hasil analisis tersebut, kita kembali ke peta strategi divisi yang
bersangkutan yang sebagian kecil mulai dibangun di langkah keenam. Dalam tahapan ini peta
strategi divisi yang bersangkutan itu dilengkapi dengan menambahkan Sasaran Strategis (SS)
yang relevan dengan divisi tersebut.
Pengembangan Sasaran Strategis (SS) dimulai dengan merumuskan Sasaran Strategis (SS)
diperspektif pelanggan dan perspektif keuangan terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan
merumuskan Sasaran Strategis (SS) di perspektif proses bisnis internal dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Dianjurkan untuk menyusun Sasaran Strategis (SS) dari
perspektif yang ada di atas ke perspektif yang ada dibawah untuk memastikan penentuan
outcome (perspektif finansial dan perspektif pelanggan) yang ingin dicapai sebelum kita
menentukan cara mencapainya (perspektif bisnis internal dan prespektif pembelajaran dan
pertumbuhan). Dalam penentuan outcome, kita harus selalu mengacu kepada visi dan misi
divisi.

8. Konsolidasi dan Tes Logika (Menyusun Peta Strategi Divisi)


Setelah semua Sasaran Strategis (SS) baik Sasaran Strategis (SS) yang langsung diturunkan
dari peta strategi perusahaan ke peta strategi divisi yang bersangkutan, maupun Sasaran
Strategis (SS) yang telah ditentukan di langkah ketujuh ada pada tempatnya (pada pespektif
yang sesuai), maka pada langkah kedelapan ini kita akan melengkapi peta strategi divisi. Pada
langkah ini dilakukan proses identifikasi garis hubungan sebab-akibat di antara Sasaran
Strategis (SS) yang telah disusun untuk membentuk peta strategi divisi itu. Penyusunan garis
hubungan sebab-akibat sebaiknya berfokus pada hubungan yang bersifat langsung, selain harus
berhubungan langsung, garis hubungan sebab-akibat juga berpedoman pada prinsip
kesederhanaan.

9. Memilih (Key Perpormance Indicator) KPI (Mengidentifikasikan dan mendefinisikan KPI untuk
setiap Sasaran Strategis (SS) )
Sama seperti konsep membangun balanced scorecard untuk tingkat perusahaan, setelah selesai
membangun peta strategi beserta Sasaran Strategis (SS) untuk tingkat divisi, kini kita perlu
mengidentifikasi dan menentukan KPI untuk setaip Sasaran Strategis (SS) yang diajukan. BSC
secara lengkap terdiri atas peta strategi (yang didalamnya terdapat sejumlah Sasaran Strategis
(SS) ), KPI, Target dan Inisiatif Strategis. Setelah selesai menyusun peta strategi, kita perlu
menentukan KPI atau juga disebut dengan measures atau ukuran. KPI adalah indikator-indikator
yang digunakan untuk mengukur kinerja. Ini penting sekali, karena Sasaran Strategis (SS) yang
telah tersusun dengan indah di peta strategi perlu dipantau dan diukur pencapainnya.

Secara best practice, dianjurkan agar setiap Sasaran Strategis (SS) memiliki 1 sampai 2 KPI,
dan secara total sebuah peta strategi perusahaan hendaknya tidak melebihi 30 KPI.
Pembatasan ini dilakukan karena jumlah KPI yang terlalu banyak malah akan membuat mereka
tidak fpkus dalam pencapaian Sasaran Strategis (SS) .

Menentukan KPI bagi sebagian orang bukanlah hal mudah. Terlebih lagi bila dikerjakan oleh
sebuah tim yang terdiri atas beberapa orang yang masing-masing mempunyai persepsi sendiri-
sendiri. Untuk menghindari kerancuan, setidaknya ada beberapa hal yang dapat dicermati dalam
menentukan KPI, misalnya, bahwa KPI itu memiliki 4 tingkatan yaitu KPI Eksak, Proksi, Aktivitas
dan Proyek.

10. Menentukan Target dan Insiatif Strategi (Menentukan target KPI dan Insiatif Strategis untuk
setiap Sasaran Strategis (SS) )
Berkaitan dengan target, setiap KPI yang telah dibangun di langkah sebelumnya di langkah
kesepuluh ini diberi target agar dapat dipantau proses pencapainnya. Setelah itu KPI juga
dilengkapi dengan Inisiaif Strategi (IS) dalam pencapaian target. Berkaitan dengan penerapan
balanced scorecard, target dibuat untuk jangka waktu satu tahun, atau disebut dengan
perencanaan tahunan. Sementara pemantauan target dapat dilakukan dalam periode bulanan,
triwulan, semesteran atau tahunan. Berkaitan dengan besarnya target, ada beberapa hal yang
dapat dipakai untuk menentukannya, antara lain: pencapaian di masa lalu; keinginan stakeholder
(angka target ditentukan langsung oleh stakeholder) atau; rujukan pada kondisi internal maupun
eksternal organisasi.

b. Manfaat cascading
Proses cascading menghasilkan manfaat sebagai berikut :
1. Terbangunnya komitmen personel
2. Terciptanya peran dan kompetensi inti personel yang sejalan dengan misi
3. Terciptanya resonansi
4. Terciptanya demokratisasi organisasi perusahaan

Anda mungkin juga menyukai