Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TEKNOLOGI FERMENTASI

STERILISASI FERMENTOR

OLEH :
Kelompok 4

Ni Putu Riska Deyana Aprilia 1411105022


Rut Elisabet Sianturi 1411105023
Komang Ayu Melinda Savitri 1411105024
I Kadek Ariyasa 1411105025
Dewa Ayu Tri Ulandari 1411105026
Sari Risnauli Sijabat 1411105027
Kadek Wiantini 1411105028

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
STERILISASI FERMENTOR

A. PENGERTIAN FERMENTOR
Fermentor atau bioreaktor adalah suatu wadah atau tangki (skala industri)
dimana didalamnya terdapat sel (mikrobia) yang mengubah bahan dasar menjadi
produk biokimia dengan atau tanpa produk sampingan. Fermentor merupakan
suatu wahana atau tempat untuk keberlangsungan proses fermentasi atau
transformasi bahan dasar menjadi produk yang dinginkan yang dilakukan oleh
sistem enzim dalam mikroba atau enzim yang diisolasi. Bioreaktor merupakan
sistem tertutup untuk reaksi biologis dari suatu proses bioteknologi. Bioreaktor
dirancang untuk proses fermentasi secara anaerob maupun aerob.

B. FUNGSI FERMENTOR
Fungsi utama fermentor adalah memberikan lingkungan terkontrol bagi
pertumbuhan mikroorganisme atau campuran tertentu mikroorganisme untuk
menghasilkan produk fermentasi, anatara lain :
a) biomassa
b) enzim
c) metabolit
d) Produk proses transformasi
Fermentor bertugas untuk menjaga sistem kerja kultur dan mencegah
pelepasan kultur ke lingkungan. Fermentor sebaiknya memiliki instrumentasi
untuk pemeriksaan agar terjadi pengawasan proses optimum.

C. DESAIN FERMENTOR
Gambar 1. Bagian-bagian fermentor

Fermentor atau bioreaktor biasanya dibuat dari bahan stainless steel karena
bahan tersebut tidak bereaksi dengan bahan-bahan yang ada dalam fermentor
sehingga tidak akan mengganggu proses-proses biokimia yang berlangsung di
dalamnya. Selain itu, stainless steel juga merupakan bahan yang bersifat antikarat
dan tahan panas sehingga memungkinkan bila dilakukan sterilisasi dengan
perlakuan panas. Fermentor sebaiknya dapat menciptakan situasi yang optimim
bagi pertumbuhan mikroba maupun reaksi yang dilakukan sehingga diperlukan
pengontrolan terhadap beberapa parameter yang mempengaruhi keberhasilan
fermentasi, yaitu suhu, pH, substrat (sumber karbohidrat dan nitogen), serta aerasi
dan agitasi.
Sebagian besar, proses fermentasi yang terjadi di dalam fermentor
merupakan proses aerobic yang memerlukan ketersediaan oksigen di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam industri fermentasi, kebutuhan akan oksigen dipenuhi
dengan aerasi dan agitasi dari cairan fermentasi. Aerasi merupakan proses
penambahan oksigen ke dalam fermentor sedangkan agitasi merupakan proses
pengadukan terhadap cairan fermentasi yang ada di dalam fermentor agar suspensi
dari mikroba dapat tersebar merata. Pada bagian dalam fermentor, dipasang suatu
sekat yang disebut buffle untuk mencegah terjadinya kehilagan energi dan
meningkatkan efisiensi aerasi. Buffle merupakan metal yang menempel secara
radial pada dinding fermentor. Selain itu, fermentor juga terdiri atas kondensor
dan filter. Kondensor berfungsi untuk mengeluarkan hasil kondensasi saat terjadi
sterilisasi dan filter untuk menyaring udara yang masuk dan keluar dari tangki.
Rancangan dan konstruksi fermentor harus diperhatikan karena pada
umumnya dioperasikan dalam waktu yang lama, serasi, serta pengadukan yang
cukup sehingga proses metabolisme mikroba dapat berlangsung. Bejana
seharusnya dapat dicuci serta disterilisasi. Pengambilan sample dari fermentor
harus dapat dilakukan tanpa mengkontaminasi isi fermentor secara keseluruhan.
Kemudian fermentor juga harus menghabiskan tenaga sekecil mungkin dan juga
terbuat dari bahan konstruksi yang murah.

D. JENIS-JENIS FERMENTOR

1. Berdasarkan bentuk pasokan energi untuk proses pengadukan dalam tangki:

a) Fermentor Teragitasi Secara Mekanis

Terjadi pengaduka cairan kultur dalam fermentor yang dipengaruhi jenis


pengaduk dengan buffle yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
kehilagan energi.

b) Pneumatik (Air-Lift)

Laju transfer oksigen lebih rendah dibandingkan pengadukan mekanis.

c) Hidrodinamik (Deep-Jet)
Terbagi atas 2 jenis, yaitu fermentor deep jet dan fermentor dengan loop.

2. Berdasarkan Ukuran:

a) Fermentor Laboratorium (500 ml - 50 lt)

Biasanya digunakan untuk penelitian mengenai proses-proses


mikrobiologi, sehingga dapat memudahkan memecahkan masalah yang
berhubungan dengan pengembangan biologi.

b) Fermentor Pilot Plant (50 lt - 5000 lt)

Fermentor yang mendekati skala industri, dimana fermentor ini


memungkinkan dilakukannya pengujian data yang diperoleh dari skala
laboratorium serta dapat dilakukan pengujian terhadapa kesesuaian
konstruksi, alat pengatur dan pemantau.

c) Fermentor Skala Industri (5000 lt - 10.000 lt)

Dapat berupa fermentor yang menggunakan cara pengadukan mekanik,


pneumatik dan hidrodinamik. Proses fermentasi pada fementor ini dapat
terjadi secara tertutup (batch process), kontinyu maupun campuran
keduanya.

E. KRITERIA DASAR DALAM DESAIN FERMENTOR

Karakteristik mikrobiologi dan biokimia dari sistem sel (mikrobia,


mamalia, tumbuhan).

Karakteristik hidrodinamik fermentor.

Karakteristik massa dan panas fermentor.

Kinetika pertumbuhan sel dan pembentukan produk.


Karakteristik stabilitas genetis dari sistem sel.

Desain peralatan yang aseptis.

Pengawasan lingkungan fermentor (makro dan mikro).

Implikasi desain fermentor pada pemisahan produk menghilir.

Modal dan biaya operasi fermentor.

Potensi pengembangan desain fermentor.

F. STERILISASI FERMENTOR

Sterilisasi fermentor adalah suatu proses pensterilan yang dilakukan pada


alat fermentasi yaitu fermentor. Rancangan fermentor yang baik semestinya dapat
disterilisasi dengan menggunakan uap air bertekanan. Sterilisasi pada fermentor
dapat dilakukan dalam keadaan kosong maupun yang sudah diisi dengan media.
Jika media disterilisasi di dalam fermentor secara langsung, maka kelebihan
kondensat harus dicegah dengan cara mengalirkan uap air ke dalam koil atau jaket
fermentor. Setiap titik pemasukan dan pengeluaran sangat berpotensi
menimbulkan kontaminasi karenanya uap air semestinya harus dapat menjangkau
titik-titik yang rawan menjadi sumber kontaminasi tersebut.

Sterilisasi fermentor dilakukan dengan cara pemberian panas pada


pelindung atau jacket dengan menggunakan uap panas yang disemburkan kedalam
fermentor. Suhu yang digunakan adalah 121oC-141oC dengan tekanan yang
digunakan adalah 15 psi dalam waktu 20 menit. Dengan menggunakan sistem
pindah panas (double jacket atau alat penukar panas lainnya). Fermentor yang
telah digunakan sebaiknya dialirkan udara steril kedalamya dan diberi tekanan
atau dengan divakumkan yaitu mengeluarkan udara yang tidak steril.
Sterilisasi skala laboratorium dapat menggunakan autoklaf sebagai alat
untuk sterilisasi fermentor, dikarenakan alat-alat yang digunakan berskala kecil
dan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Sterilisasi skala industri menggunakan CIP (Cleaning in Place) dimana


dirancang dan dioperasikan untuk dapat melakukan pembersihan terhadap
peralatan dan pipa-pipa sehingga sesuai dengan standar yang dikehendaki tanpa
harus melakukan pembongkaran dan perakitan kembali pada pipa maupun
peralatan tersebut.
Proses cleaning yang efektif tergantung pada empat faktor utama yaitu
waktu, temperatur, konsentrasi dan daya mekanis.
Waktu
Umumnya lebih dari satu jam tergantung dari kuantitas dan konsentrasi
dari larutan pembersih yang digunakan.
Temperatur
Keefektifan dari proses cleaning sangat tergantung pada pemilihan
temperatur. Temperatur yang ekstrim akan membakar kotoran sehingga
akan sulit untuk dibersihkan. Temperatur yang rendah akan mengurangi
efektifitas pembersihan sehingga kotoran tersebut tidak dapat dibersihkan
dengan sempurna.
Konsentrasi (bahan pembersih kimia dan sanitizer)
Konsentrasi dari bahan pembersih/sanitizer harus dipertahankan dalam
kisaran tertentu. Sistem harus mencegah proses produksi jika konsentrasi
tidak dapat dipertahankan dalam kisaran yang telah ditentukan.
Konsentrasi bahan pembersih/sanitizer yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi tidak akan membersihkan pabrik dengan efisien.
Daya mekanis
Untuk mencapai kebersihan yang memenuhi syarat , permukaan pipa
maupun peralatan harus kontak dengan cairan pembersih dengan daya
mekanis yang cukup. Hal ini dicapai dengan mensuplai cairan pembersih
dengan kecepatan fluida rata-rata 1,5 m/s 3 m/s dan memastikan waktu
kontak yang sesuai dengan cairan pembersih. Kecepatan aliran cairan yang
dibutuhkan akan sangat bervariasi berdasarkan ukuran dari pipa yang
digunakan dalam pipework, atau ukuran dari peralatan.
Gambar 2. Proses Cleaning in Place

Proses CIP
Pre-bilas dengan WFI (air untuk injeksi) atau PW (air murni) yang
dilakukan untuk membasahi permukaan interior tangki dan menghilangkan
residu. Hal ini juga menyediakan tes tekanan non-kimia dari jalur aliran
CIP.
Solusi kaustik single pass siram melalui kapal untuk menguras. Kaustik
merupakan pembersih utama.
Kaustik solusi re-sirkulasi melalui kapal.
Bilas dengan WFI atau PW bilas
Pencucian dengan asam digunakan untuk menghilangkan endapan mineral
dan residu protein.
Bilasan terakhir dengan WFI atau PW, bilasan tersebut untuk flush bahan
pembersih sisa.
Terakhir, dihembuskan udara, dimana bergunakan untuk menghilangkan
uap air yang tersisa setelah siklus CIP.
DAFTAR PUSTAKA

Anomyous. 2009. Cleaning in Place & Out of Place. Avaliable at


http://www.studymode.com/essays/Cleaning-In-Place-Out-Of-
226078.html diakses tanggal 14 maret 2017.

Satiawihardja, Budiatman. 1983. Mengenal Fermentor..


http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/25897. diakses pada tanggal 11
maret 2017.

Sudjata, Wayan., Antara, Semadi. 1997. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bali :


Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai