FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5
1.1 LatarBelakang.....................................................................................5
1.2 IdentifikasiMasalah............................................................................6
1.3 TujuanPenelitian.................................................................................6
1.4 ManfaatPenelitian...............................................................................6
1.5 MetodePenelitian................................................................................7
2.6 KepuasanPasien................................................................................13
2.7 FormulariumNasional.......................................................................14
2.9 LoyalitasPasien.................................................................................14
3.1 DesainPenelitian...............................................................................16
3.6 InstrumenPenelitian..........................................................................22
5.1. Simpulan................................................................................................68
5.2 Saran.......................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................70
LAMPIRAN.......................................................................................................82
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
5
1.2 IdentifikasiMasalah
1.3 TujuanPenelitian
1.4 ManfaatPenelitian
6
1.5 MetodePenelitian
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
tentang Rumah Sakit, dijelaskan bahwa rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurnayang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RepublikIndonesiaNomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 bahwa tugas rumah sakit
umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, diantaranya:
9
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai kebutuhan pelayanan rumahsakit
b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai secara efekti, efisien, danoptimal
c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan
yangberlaku
d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumahsakit
e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yangberlaku
f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan spesifikasi dan persyaratankefarmasian
g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai ke unit-unit pelayanan di rumahsakit
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satupintu
i. Melaksanakan pelayanan obat unit dose/ dosissehari
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan)
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habispakai
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehtan, dan
bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapatdigunakan
m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habispakai
n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habispakai
B. Pelayanan FarmasiKlinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaanobat
10
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaanobat
c. Melaksanakan rekonsiliasiobat
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan
resep maupun obat non resep kepada pasien/keluargapasien
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habispakai
11
kompeten secara professional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang
terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan
resep bagi penderita rawat jalan dan rawat tinggal, pengendalian mutu,
pengendalian distribusi, dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan
langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah
sakit secara keseluruhan (Siregar,2004).
12
2. Tidak adanya 2. 100%
kejadian kesalahan
pemberianobat
3. Kepuasan pelanggan 3. 80%
4. Penulisan resep 4. 100%
sesuai
denganformularium
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang SPM RS
Prosedur pelayanan kefarmasian dibagi menjadi dua sub komponen dan
waktu pelayanan nya dihitung menggunakan stopwatch untuk menentukan waktu
yang telah dihabiskan pada setiap komponen. Perhitungan waktu tunggu dimulai
pada saat resep diserahkan, skrining ketepatan obat dan dosisnya, pemberian
harga item dalam resep, pembayaran ke kasir, peracikan dan konseling kepada
pasien. Perhitungan waktu pada berbagai tahapan prosedur kemudian
dibagimenjadi dua kelompok yaitu action dan delay. Komponen action
yaitu melibatkan petugas yang bekerja secara aktif dalam mengerjakan resep
tersebut, sedangkan komponen delay yaitu keadaan dimana resep tersebut
tidak dikerjakan dan menunggu petugas untuk mengerjakan resep tersebut
(Afolabi dan Erhun, 2003).
2.6 KepuasanPasien
Kepuasan pasien menjadi salah satu tujuan yang paling penting pada
setiap jasa pelayanan untuk mencarihubungan jangka panjang dengan pelanggan,
sehingga pelanggan menjadikan jasa pelayanan tersebut sebagai prioritas
utama.Menurut Howard dan Sheth (1998), kepuasan pelanggan adalah situasi
kognitif pembeli yang berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan
antara hasil yang didapatkan dengan pengorbanan yang dilakukan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, bahwa pelayanan farmasi
harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggimelalui
cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik, pelayanan farmasi dilibatkan
dalam program pengendalian mutu pelayanan rumah sakit, mutu pelayanan
13
farmasi harus dievaluasi secara periodic terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan
hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan. Apoteker
dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu.
2.7 FormulariumNasional
Formularium adalah daftar obat yang disusun oleh Panitia Farmasi dan
Terapi dan telah disepakati untuk digunakan di rumah sakit beserta informasi
yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan, dan informasi lainnya
mengenai produk obat dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang
ditentukan. Komposisi Formularium :
a. Halamanjudul
b. Daftar nama anggota Panitia Farmasi danTerapi
c. Daftarisi
d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidangobat/
e. Na obat yang di terima untuk digunakan
f. Lampiran (indikasi, aturan pakai, cara pemakaian)
Medication error dapat terjadi kapan dan dimana saja dalam proses atau
rantai pelayanan obat pada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan,
pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien. Didalam setiap
proses atau mata rantai pengobatan ada beberapa tindakan, setiap tindakan
mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. setiap tenagan kesehatan dalam
mata rantai ini memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cochen, 1991)
14
2.9 LoyalitasPasien
15
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Studiliteratur
b. Penentuan desain penelitian dengan metode crosssectional
c. Pembuatankuesioner
d. Uji validitas dan reliabilitaskuesioner
e. Penyebarankuesioner
f. Penyebarandata
g. Analisis dan interpretasidata
3.1 DesainPenelitian
Populasi pada penelitian adalah seluruh pasien JKN rawat jalan di RSUD
Kota Bandung.Sampel merupakan bagian dari populasi yang memenuhi kriteria
16
inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dan eklusi dari penelitian ini yaitu:
Kriteria Inklusi :
Kriteria Eksklusi :
17
3.3 HipotesisPenelitian
18
Definisi Cara Ukur Skala
N Variabel Alat Ukur
o Operasional Ukur
instalasi
farmasi
yang
diterimanya,
meliputi
kehandalan
(reliable), jaminan
(assurance),
tampilan
fisik
(tangible),
2. Kepuasan Tingkat Skala Likert 1-7 Kuesioner Ordinal
Pasien perasaan
pasien
setelah
membandingkan
jasa
pelayanan
yang diterima Waktu Tunggu Formulir
3. Waktu Waktu yang Rasio
Pelayanan :
Tungg diperlukan sejak Pencatata
a.Obat Jadi : 30
u resep diterima menit n Waktu
sampai Obat Racikan : Tunggu
60 menit Pelayanan
obat diserahkan
IFRS
kepada pasien
19
Definisi Cara Ukur Skala
N Variabel Alat Ukur
o Operasional Ukur
4. Medication Kejadianyang Total resep SK Nominal
Error yang tidak menkes
mengakibatkan lengkap : No.280
kesalahanterapi jumlah resep tahun 1981
sampel x 100 dan
akibat 1. lengkap = literatur
ketidaklengkapan 100%
unsur-unsur 2. Tidak
lengkap
dari resep
100%
5. Kesesuaian Resep obat yang % kepatuhan Formular Nomin al
Formulariu ditulis oleh dokter Jumlah i um
m sesuai Rumah
resep obat yang
sakit
dengan daftar sesuai dengan
formularium obat formularium/
jumlah
yang
digunakan resep
obat
di rumahsakit
yang dituliskan
3. patuh
= 100%
20
Definisi Cara Ukur Skala
N Variabel Alat Ukur
o Operasional Ukur
6. Loyalita Komitmen Skala Likert 1-7 Kuesioner Ordinal
s Pasien
pasien untuk
setia
melakukan
permintaan
jasa
pelayanan
di
Instalasi
Farmasi
meliputi,
kepercayaan
(trust),
komitmen
psikologi
(psychological
commitment),
perubahan
21
2013).Penelitian ini menggunakan skala Likert tujuh poin dari sangat tidak
setuju ke sangatsetuju.
Perhitungan waktu tunggu pelayanan kefarmasian di IFRS yaitu
dilakukan dengan pengamatan langsung pada tiap resep pasien rawat jalan
yang diterima IFRS yang masuk pada hari Senin Jumat jam 09.00 13.00,
dimana IFRS tersebut melakukan kegiatan kefarmasian di rumah sakit secara
terpusat. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data berupa resep, formulir
pencatatan waktu tunggu, dan stopwatch.Waktu pelayanan resep dihitung pada
tiap tahapan pelayanan yaitu penerimaan resep, pengkajian resep, peracikan
dan pemberian etiket, serta penyerahan obat dan pemberian informasi obat
(PIO). Penghitungan waktu dilakukan dengan menggunakan stopwatch pada
tiap tahapan yang dibagi menjadi komponen delay dimana tidak ada tindakan
yang dilakukan pada proses pelayanan dan komponen action dimana ada
tindakan produktif yang dilakukan dalam proses pelayanan. Hasil pengukuran
waktu tersebut dicatat kedalam formulir pencatatan waktu tunggu.
Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas terhadap kuesioner menggunakan software R V.3.3.1.Uji validitas
menggunakan metode korelasi Pearson Product Moment dan uji reliabilitas
menggunakan metode Cronbach alpha.Uji coba kuesioner dilaksanakan pada
pasien JKN rawat jalan di Instalasi Farmasi.Jumlah responden yang digunakan
untuk uji coba adalah 30 responden.
3.6 InstrumenPenelitian
22
Kuesioner ini berasal dari Parasuraman et al (1988) yang telah
dimodifikasi.Bagian kedua merupakan kuesioner untuk mengetahui kepuasan
pasien yang berasal dari Taylor dan Baker (1994) yang telah dimodifikasi.
Bagian ketiga merupakan kuesioner untuk mengetahui loyalitas pasien yang
berasal dari Gremler dan Brown (1996) yang telah dimodifikasi. Item dalam
kuesioner disesuaikan dalam kata-kata sesuai dengan penelitian ini, seperti
yang diusulkan oleh Carman (1990).
Validitas adalah sejauh mana serangkaian indikator secara konsisten dan stabil
mencerminkan suatu konstruksi (Min dan Huan, 2016). Uji validitas item dilakukan
untuk mengetahui tingkat kesahihan/kevalidan dari suatu pertanyaan terhadap apa
yang ditanyakan. Suatu indikator dikatakan valid, jika terbukti cukup akurat
menggunakan konsep yang hendak diteliti. Pertanyaan dikatakan valid jika nilei
koefisien validitasnya sama dengan/lebih dari 0,300 (Kaplan dan Dennis, 1993).Uji
validitas item pada penelitian ini menggunakan Software R V.3.3.1 dengan
menggunakan metode koefisien korelasi Pearson Product Moment (r).
23
pelayanan instalasi farmasi rumah sakit terkait. Metode analasis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Chi Square. Chi Square merupakan salah
satu metode statistic nonparametrik yang setara dengan ragam satu arah.Uji ini
digunakan karena data yang digunakan berada dalam skala nominal dan ordinal,
salah satu alat analisis yang banyak digunakan dalam pengujian hipotesis. Chi
square terutama digunakan untuk Uji Homogenitas, Uji Independensi, dan Uji
Keselarasan (Goodness of Fit Test). Rumus untuk uji Chi Square yaitu sebagai
berikut :
X2 = ( ( obk ebk) 2) / ebk
Keterangan :
Hipotesis:
Probabilitas:
BAB IV
24
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Persentase
Umur
1-19 tahun 6.29 %
20-29 tahun 9.93 %
30-39 tahun 15.89 %
40-49 tahun 21.85 %
50-59 tahun 23.51 %
60-69 tahun 19.21 %
70-79 tahun 3.31 %
Jenis Kelamin
Laki-laki 22.52 %
Perempuan 77.48 %
Pendidikan Terakhir
SD 28.15 %
SMP 25.83 %
SMA 32.45 %
Perguruan Tinggi 13.25 %
Lain-lain (Tidak tamat SD, tidak 0.33 %
sekolah, dll.)
Pekerjaan Saat Ini
PNS/TNI-Polri 2.98 %
Karyawan Swasta 7.28 %
Wiraswasta 11.92 %
Pensiunan 5.63 %
Lain-lain (Pelajar, ibu rumah tangga, 72.19 %
dsb)
Status Kepesertaan JKN
PBI (Penerima Bantuan Iuran) 46.69 %
(Jamkesmas, Jamkesda)
Non PBI (PNS< TNI, Polri, BPJS 53.31 %
Mandiri)
Kunjungan ke Instalasi Farmasi
2-5 kali 21.19 %
Lebih dari 5 kali 78.81 %
25
rentang 1-19 tahun terdapat 6,29 %; 20-29 tahun terdapat 15,89 %; 30-39 tahun
terdapat 21,85%; 50-59 tahun 23,51%; 60-69 tahun 19,21%; dan 70-79 tahun
3,31%. Dari hasil penelitian seperti terlihat pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa
kisaran umur responden adalah antara 1 s/d 79 tahun. Kisaran umur responden
terbanyak berada pada umur 50-59 tahun yaitu 71 orang (23,51%). Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kondisi ini menunjukkan bahwa secara
umum responden berada pada kelompok usia pertengahan (middle age) dimana
pada usia ini banyak pasien yang berobat ke rumah sakit dikarenakan telah
terjadinya penurunan fungsi tubuh. Responden dalam kuesioner ini adalah laki-
laki yaitu sebanyak 22,52.% dan perempuan sebanyak 77,48%. Dari tabel 4.1,
responden perempuan terbanyak yaitu sebanyak 234 (77,48%). Hal ini
berhubungan dengan kelompok usia, dimana perempuan yang sudah berusia lanjut
kehilangan hormon esterogen yang berfungsi untuk menjaga kekebalan tubuh,
sehingga jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Pendidikan terakhir SD sebesar 28,15%; SMP 25,83%; SMA 32,45%;
Perguruan Tinggi 13,25%; dan lain-lain (tidak tamat SD, tidak sekolah, dll)
0,33%. Dari tabel 4.1, tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu
sebanyak 98 orang (32,45%). Pekerjaan saat ini PNS/TNI-Polri 2,98%; Karyawan
swasta 7,28%; Wiraswasta 11,92%; Pensiunan 5,63%; dan Lain-lain (Pelajar, ibu
rumah tangga, dsb) 72,19% (218 orang). Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan dan pekerjaan mempunyai peran yang penting sebagai suatu syarat
untuk mengetahui mutu pelayanan di instalasi farmasi yang ditinjau pengaruhnya
terhadap loyalitas pasien dengan mediasi kepuasan pasien.
Status kepesertaan JKN pada responden penelitian terdiri dari PBI
(Penerima Bantuan Iuran) (Jamkesmas, Jamkesda) 46,69% dan Non PBI (PNS,
TNI, Polri, BPJS Mandiri) 53,31%. Status kepesertaan pada responden penelitian
cukup seimbang yaitu PBI sebanyak 141 orang (46,69%) dan Non PBI 161 orang
(53,31%). Hal ini menunjukkan bahwa dapat dilihat interpretasi responden
terhadap mutu pelayanan dengan JKN yang menggunakan bantuan iuran dari
pemerintah dan JKN yang berasal dari pekerjaan atau mandiri. Kunjungan ke
Instalasi Farmasi 2-5 kali 21,19%; lebih dari 5 kali 78,81%. Responden yang telah
mengunjungi instalasi farmasi sebanyak 238 orang (78,81%). Hal ini
26
menunjukkan bahwa responden cukup loyal untuk kembali ke Instalasi Farmasi
RSUD Kota Bandung.
27
MP 17 0.6372 0.361 Kuat Valid
MP 18 0.7578 0.361 Kuat Valid
MP 19 0.3796 0.361 Rendah Valid
MP 20 0.7844 0.361 Kuat Valid
KP 1 0.6636 0.361 Kuat Valid
KP 2 0.8735 0.361 Sangat kuat Valid
KP 3 0.8735 0.361 Sangat kuat Valid
LP 1 0.4397 0.361 Cukup kuat Valid
LP 2 0.6622 0.361 Kuat Valid
LP 3 0.6759 0.361 Kuat Valid
LP 4 0.5512 0.361 Cukup kuat Valid
LP 5 0.5600 0.361 Cukup kuat Valid
LP 6 0.6427 0.361 Kuat Valid
LP 7 0.6826 0.361 Kuat Valid
LP 8 0.6756 0.361 Kuat Valid
LP 9 0.2114 0.361 Rendah Tidak Valid
LP 10 0.5137 0.361 Cukup kuat Valid
28
4.4. Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini, uji reliabilitas menggunakan Software R V.3.3.1
dengan melihat Cronbachs Alpha(Ghozali, 2008). Berikut ini adalah hasil uji
reliabilitas untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
Nilai koefisien reliabilitas yang dikatakan reliable sama dengan atau lebih
dari 0,6 (Kaplan and Dennis, 1993). Berdasarkan hasil uji reliabilitas di atas, nilai
Cronbach Alpha pada semua variabel lebih besar dari 0.6 maka dapat dikatakan
semua variabel reliabel.
Jika nilai alpha > 0.6 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability)
sementara jika alpha > 0.8 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes
secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Ada pula
yang memaknakannya sebagai berikut:
a. Jika alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna
b. Jika alpha antara 0.70 0.90 maka reliabilitas tinggi
c. Jika alpha antara 0.50 0.70 maka reliabilitas moderat
d. Jika alpha < 0.50 maka reliabilitas rendah (Siswanto, 2016).
Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel.Segera
identifikasi dengan prosedur analisis per item.
29
pasien didapatkan sebesar 76.95%.Nilai ini mendekati dengan indikator kepuasan
pasien berdasarkan Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit lebih besar dari 80%.
Tabel 4.4 distribusi hasil analisi potensi kesalahan pengobatan tahap peresepan di
instalasi fasrmasi RSUD Kota Bandung
No Jenis Penilaian Jumlah Kejadian Persentase
1 Tidak ada nama dokter 2 0.66 %
2 Tidak ada tanggal 2 0.66 %
3 Salah nama obat 0 0%
4 Tidak ada aturan pakai 0 0%
5 Tidak ada nama pasien 0 0%
6 Tidak ada umur pasien 101 33.4 %
7 Tidak ada berat badan pasien 11 3.64 %
8 Tidak ada alamat pasien 21 6.95 %
Sumber: Data diolah, 2017
30
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa pada tahap Peresepan yang
paling banyak berpotensi menimbulkan Kesalahan pengobatan terjadi karena tidak
ada umur pasien yakni 33.4 %, kemudian tidak ada alamat pasien 6.95 %, tidak
ada berat badan pasien 3.64 %, tidak ada nama dokter serta tanggal pembuatan
resep sebesar 0.66 %. Pada tahap Peresepan terdapat 8 komponen yang dinilai.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa kesalahan yang berpotensi
meninmbulkan error terutama pada tahap Peresepan terjadi pada beberapa
komponen antara lain : tidak ada nama dokter, tidak ada tanggal resep, tidak ada
umur pasien, tidak ada berat badan serta tidak ada alamat pasien.
Dalam penelitian ini, ditemukan 2 lembar resep yang tidak mencantumkan
tanggal pembuatan resep atau sekitar 0.66 %.Tanggal pembuatan resep merupakan
salah satu komponen kelengkapan resep yang sangat penting, karena dengan
adanya tanggal pembuatan resep maka resep dapat disimpan berdasarkan urutan
tanggal dan apabila resep telah disimpan selama lebih dari 3 tahun maka resep
dapat dimusnahkan.Selain itu dengan adanya tanggal pihak instalsi farmasi dapat
memeriksa keaslian resep apakah resep tersebut benar-benar asli atau tidak karena
ada kemungkinan pemalsuan resep.Contohnya obat-obat golongan narkotika.
Obat ini ketika diresepkan oleh dokter, berarti obat tersebut diperlukan pada saat
itu juga, sehingga apabila pada saat pengambilan obat terdapat perbedaan atau
selisih tanggal dengan tanggal yang tercantum diresep, pihak farmasi bisa
melakukan penolakan dengan tidak melayani resep atau menghubungi kembali
dokter yang menuliskan resep tersebut karena ada kemungkinan pemalsuan resep.
Dalam penelitian ini, ditemukan 2 lembar resep atau sekitar 0.66 % tidak
mencantumkan nama dokter. Nama dokter merupakan komponen penting dalam
penulisan resep , karena apabila saat resep tersebut diskrinning oleh pihak farmasi
dan kemudian terdapat kesalahan mengenai kesesuaian farmasetik meliputi bentuk
sediaan dosis, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian, dokter penulis
resep tersebut dapat langsung dihubungi untuk melakukan pemeriksaan kembali.
Dalam penelitian ini, ditemukan 21 lembar resep dari 302 lembar resep
yang tidak mencantumkan alamat pasien atau sekitar 6.95 %.Alamat dalam resep
perlu dicantumkan guna untuk pelacakan jika terjadi kesalahan dalam pelayanan
31
resep.Alamat merupakan hal yang sederhana dan seringkali terabaikan, tetapi
alamat memiliki peran yang sangat penting dalam pencegahan terjadinya
kesalahan dalam penggunaan obat. Alamat juga bisa dijadikan pembeda antara
pasien yang memiliki nama sama.
Dalam penulisan kelengkapan resep umur dan berat badan pasien juga
merupakan hal cukup penting. Dari 302 resep ditemukan 11 lembar resep atau
sekitar 3.64 % tidak mencantumkan berat badan dan 101 lembar resep atau
sekitar 33.4 % tidak mencantumkan umur pasien. Sebagai contoh, untuk berat
badan pasein anak atau pediatri merupakan hal dasar yang penting guna untuk
perhitungan dosis obat.Jika informasi berat badan tidak tercantumkan dalam resep
maka perhitungan dosis obat sulit ditentukan dan juga tidak dapat dijamin
ketepatan nya. Perhitungan dosis bisa dilakukan dengan cara menggunakan umur
pasien kemudian dikonversikan ke dalam berat badan, namun kembali pada
kenyataan bahwa setiap anak memiliki berat badan yang berbeda meski umurnya
sama. Selain itu itu umur juga cukup penting bagi pasien lanjut usia, karena untuk
pasien lanjut usia yang fungsi fisiologi tubuhnya mulai menurun, maka pemberian
dosis juga harus lebih kecil dari dosis maksimum (Syamsuni, 2006). Sehingga
apabila umur tidak tercantumkan dalam resep maka tidak menutup kemungkinan
menyebabkan terjadinya Medicaion Error, akan tetapi hal itu dapat dicegah
dengan adanya keterlibatan farmasis, dengan bantuan Farmasis atau Apoteker
dalam melakukan skrinning resep maka saat dalam resep tidak tercantum umur
atau berat badan padahal kedua hal tersebut sangat diperlukan maka Farmasis
dapat dengan segera meminta kepada dokter untuk mencantumkan umur dan berat
badan dari pasien yang bersangkutan.
Komponen lain seperti nama pasien, aturan pakai, dan nama obat,
termasuk hal terpenting dalam peresepan. Apabila ketiga komponen tersebut tidak
tercantum atau untuk nama obat penulisannya salah atau tidak jelas maka
akibatnya akan sangat fatal dan merugikan pasien. Untuk nama sudah jelas akibat
yang akan terjadi apabila tidak tercantum dalam resep. dari resep yang diteliti
sebanyak 302 lembar resep atau sekitar 100 % memiliki nama pasien dan nama
obat yang jelas. Dalam resep juga harus dicantumkan cara penggunaan atau
32
aturan pakai dengan lengkap dan jelas agar tidak memicu terjadinya
administration error. Dengan adanya informasi cara atau aturan pakai pada resep
diharapkan pasien akan dapat menggunakan obat dengan benar. Pada penelitian
ini ditemukan 302 resep atau 100 % memiliki atau tercantumkan aturan pakai di
dalamnya.Akan tetapi aturan pakai yang dicantumkan tidak spesifik.Pada resep
hanya tercantumkan aturan pakai seperti obat diminum 2 kali sehari dan obat
diminum sebelum atau sesudah makan.Cara pakai obat tergantung dari sediaan,
jenis obat dan indikasinya.Misalnya untuk obat kolestrol seperti simvastatin
diminum pada malam hari.Obat kaptropil diminum saat lambung kosong (1-2 jam
setelah atau sebelum makan) agar absorbsi obat tersebut maksimal.Namun dalam
resep biasanya tidak terdapat aturan spesifik seperti itu.maka dari itu tugas
farmasis (instalasi farmasi) yang harus memberikan pelayanan lebih baik dengan
cara memberitahu aturan pakai obat secara spesifik. Sehingga petugas instalasi
farmasi sudah seharusnya mengetahui aturan pakai obat-obat tersebut tanpa harus
dokter menuliskan aturan pakai tersebut.
Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya potensi Kesalahan
pengobatan terutama pada fase Peresepan atau tahap penulisan resep salah
satunya adalah kurang telitinya pelayanan yang diberikan petugas farmasi saat
melakukan skrinning resep, adanya kegagalan komunikasi anatara pihak farmasi
dengan Prescriber (penulis resep) (Rahmawati dan Oetari, 2002).
Potensi terjadinya Kesalahan pengobatan tahap Peresepan dapat dicegah
salah satunya dengan melakukan skrinning resep dengan teliti, petugas farmasi
juga harus memberikan pelayanan yang lebih baik dan cekatan kepada pasien.
Contoh saat petugas farmasi sedang melakukan skrinning resep, di dalam resep
tersebut tidak ditemukan umur atau berat badan, sedangkan kedua komponen
tersebut sangat diperlukan untuk penentuan dosis.Maka petugas farmasis yang
harus segera menghubungi dokter penulis resep dan meminta dokter tersebut
untuk mencantumkan umur atau berat badan pasien. Kemudian informasi
mengenai penggunaan atau cara pakai obat juga harus disampaikan lebih jelas
oleh petugas farmasi, karena tidak semua pasien dapat mengerti dengan mudah.
Maka dari itu tugas farmasis yang harus memberikan informasi cara pakai obat
33
dengan jelas.
Sebagian besar kesalahan peresepan terjadi akibat dari resep yang tidak
lengkap, dengan adanya pelayanan yang diberikan oleh instalasi farmasi maka
resep yang tidak lengkap tersebut bisa dilengkapi dengan cara melakukan
komunikasi yang baik anatara pihak instalasi dengan dokter, kemudian meminta
dokter untuk kembali melengkapi komponen atau kelengkapan resep terutama
komponen yang penting. Oleh karena itu sesuai dengan misi apoteker yaitu
membantu memastikan bahwa pasien mendapatkan penggunaan obat yang terbaik
dan rasional. Maka apoteker harus mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam
mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang
dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Selain itu apoteker atau pihak
instalasi farmasi juga harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk
memastikan bahwa obat yang diberikan kepada pasien benar dan aman. Hal
tersebut dilakukan agar dapat meminimalisir dampak dari Kesalahan pengobatan
seperti pemborosan dari segi ekonomi dan dapat meningkatkan mutu pealayanan
pengobatan.
34
sampel resep racikan, hal tersebut dikarenakan hanya sedikit dokter yang
meresepkan obat racikan, salah satunya adalah dokter spesialis kulit dan dokter
spesialis anak.
lembar resep nonracikan yang terdiri atas resep yang berisi 1 hingga 7 jenis item
dalam 1 lembar resep, resep dengan kode A dengan jumlah item resepnya 1-3, dan
kode B dengan jumlah item resepnya 4-7. Distribusi jumlah sampel resep
b. Resep Racikan
lembar resep racikan yang terdiri atas resep yang berisi 1 hingga 6 jenis item
dalam 1 lembar resep, resep dengan kode A dengan jumlah item resepnya 1-3,
35
dan kode B dengan jumlah item resepnya 4-7. Distribusi jumlah sampel resep
Penelitian yang dilakukan pada resep pasien JKN rawat jalan di RSUD
Kota Bandung yang terdiri dari 9 poli diantaranya yaitu poli dalam, jantung, anak,
kandungan, syaraf, psikiatri, ortopedi, urologi, poli kulit dan kelamin. Hasil
analisis menunjukan bahwa dari 302 resep terdapat 915 obat yang diresepkan dan
terdapat 850 item obat yang sesuai dengan fornas serta 65 obat yang tidak sesuai
sebanyak 92,9% dan 7,1% tidak sesuai dengan formularium nasional, terlihat
bahwa penggunaan obat pada pasien rawat jalan peserta JKN belum 100%
36
pasien JKN. Tingginya angka peresepan obat yang sesuai dengan
yang dibutuhkan tidak terdapat dalam e-catalogue, maka pengadaan obat dapat
dilakukan secara manual (Depkes RI, 2012). Dalam pelayanan terhadap resep,
obat oleh Instalasi Farmasi maupun Apoteker untuk mengganti obat dengan
kandungan yang sama demi menekan biaya obat. Obat yang tidak sesuai dengan
formularium nasional tidak akan dilayani oleh Instalasi Farmasi kecuali dengan
persetujuan pihak Rumah Sakit, karena peresepan dan pemberian obat yang tidak
dengan kondisi klinis dari pasien, faktor non medis dan faktor individual yang
dikarenakan pasien dalam keadaan darurat atau kondisi pasien yang tidak dapat
menerima obat yang sesuai dengan formularium nasional juga adanya permintaan
dari pasien untuk meresepkan obat-obat tertentu. Hal ini serupa dengan penelitian
37
protokol pengobatan dikarenakan adanya tekanan dari luar yaitu bisa jadi dari
4.10. Hasil Analisis Mutu Pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Kota Bandung
38
pasien terhadap mutu pelayanan sudah tinggi, perbaikan dan evaluasi harus tetap
dilakukan guna untuk terus meningkatkan mutu pelayanan, karena kepuasan
bersifat subyektif sehingga setiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda
untuk satu mutu pelayanan yang sama. Selain itu, sering pula ditemukan
pelayanan kesehatan yang sekalipun telah dinilai memuaskan, tetapi ketika
ditinjau dari kode etik standar pelayanan minimal, kinerjanya tetap tidak
terpenuhi.
4.11. Analisis Data Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Loyalitas Pasien
a. Loading Factor
Uji validitas konvergen dengan program smartPLS dapat dilihat dari nilai
loading faktor untuk tiap indikator konstruk converge pada satu titik. Rule of
thumb yang biasanya digunakan untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai
loading factor 0.7 akan tetapi nilai faktor loading 0.5-0.6 masih dapat diterima
(Hair et al, 2010).
39
Model pengukuran first order dapat diartikan sebagai model pengukuran
antara variabel laten endogen dengan masing-masing indikatornya. Hasil dari nilai
loading factor pada model pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini:
40
Pada tabel 4.4 menunjukkan loading factor masing-masing indikator
valid.Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu satu variabel independen,
satu variabel dependen, dan satu variabel mediasi. Variabel independen yaitu mutu
pelayanan dengan lima dimensi, yaitu kehandalan, jaminan, tampilan fisik,
empati, dan daya tanggap dengan dua puluh satu indikator (MP 1.1-MP 5.4),
namun ada tiga indikator yang memiliki nilai loading factor dibawah 0.5 yaitu MP
1.1, MP 1.2, dan MP 3.2 maka indikator ini tidak dimasukkan karena tidak
signifikan. Variabel dependen yaitu loyalitas pasien dengan empat dimensi, yaitu
kepercayaan, komitmen psikologi, perilaku publisitas, dan kerjasama dengan
tujuh indikator (LP 1.1-LP 4.2), nilai loading factor pada indikator loyalitas
pasien semua diatas 0.5 dan signifikan. Variabel mediasi yaitu kepuasan pasien
dengan tiga indikator (KP 1, KP 2, KP 3), nilai loading factor pada variabel
kepuasan pasien semua diatas 0.5 dan signifikan.
b. Nilai AVE
Tabel 4.5 Nilai AVE untuk First Order
Tabel 4.5 adalah hasil penelitian menunjukkan nilai AVE untuk masing-
masing konstruksi first order.Mutu Pelayanan dengan dimensi kehandalan
mempunyai nilai AVE sebesar 0.6581.Jaminan mempunyai nilai AVE sebesasr
0.5031.Tampilan fisik mempunyai nilai AVE sebesar 0.5536.Empati mempunyai
nilai AVE sebesar 0.5551.Daya Tanggap mempunyai nilai AVE sebesar
41
0.5241.Kepuasan Pasien mempunyai nilai AVE sebesar 0.7582.Loyalitas Pasien
dengan dimensi kepecayaan mempunyai nilai AVE sebesar 0.6991.Komitmen
psikologi mempunyai nilai AVE sebesar 1.000 karena dimensi ini hanya memiliki
satu indikator.Perilaku publisitas mempunyai nilai AVE sebesar 1.000 karena
dimensi ini hanya memiliki satu indikator. Simpulan yang didapatkan adalah
masing-masing konstruksi valid karena semua memiliki nilai AVE diatas 0,5.
Permasalahan dengan SmartPLS adalah ketika menghitung AVE untuk
higher order karena orde yang lebih tinggi menggunakan loading dari repeated
indikator bukan loading dari second order ke first order (loading ini dilaporkan
sebagai path coefficients) (Fornell dan Larcker, 1981; Hair et al., 2010; Tenenhaus
et al., 2005; Bido, 2012; Latan dan Imam, 2012). Berdasarkan rumus AVE,
didapatkan AVE untuk second order adalah sebagai berikut:
Variabel AVE
MP 0.5790
LP 0.4326
Berdasarkan tabel 4.6, untuk variabel laten second order Mutu pelayanan
memiliki nilai AVE > 0.5 yaitu 0.5790 tetapi pada variabel laten Loyalitas Pasien
nilai AVE < 0.5 yaitu 0.4326. Hal ini berarti variabel laten second order Mutu
Pelayanan dapat menjelaskan rata-rata lebih dari 50 persen varians dari indikator
masing-masing atau memiliki convergent validity yang tinggi dibandingkan
dengan variabel laten Loyalitas Pasien (Fornell dan Larcker, 1981).
2. Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-
pengukur (manifest variabel) konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi
tinggi.Discriminat validity berfungsi untuk memastikan setiap indikator sudah
menjadi pembanding yang baik untuk variabel latennya.Nilai validitas
42
diskriminan yang tinggi menunjukkan bahwa suatu konstruk memiliki suatu
hubungan (Latan, 2012).
Validitas diskriminan dapat dinilai berdasarkan cross-loading.validitas
diskriminan yang baik adalah nilai loading faktor suatu indikator lebih tinggi pada
indikator konstruknya dibandingkan dengan indikator konstruk yang lain.
43
0 0
KP 3 0.1377 0.4038 0.5386 0.4410 0.5719 0.8928 0.5258 0.405 0.247 0.1022
9 0
LP 1.1 0.1692 0.3157 0.3400 0.3626 0.4351 0.6090 0.8165 0.508 0.260 0.0975
8 9
LP 1.2 0.2044 0.3635 0.3964 0.5030 0.5070 0.4807 0.8325 0.359 0.039 0.2148
7 8
LP 1.3 0.1091 0.3810 0.3913 0.3718 0.4903 0.4703 0.8588 0.413 0.106 0.1508
8 4
LP 2.1 0.1257 0.2129 0.3745 0.2590 0.4066 0.5168 0.5136 1.000 0.304 0.2245
0
LP 3.1 0.0237 0.0864 0.1544 0.1214 0.1898 0.2886 0.1656 0.304 1.000 0.1610
0
LP 4.1 0.0867 0.0969 0.1374 0.1942 0.1411 0.1226 0.1131 0.229 0.187 0.8040
0 0
LP 4.2 0.1462 0.1017 0.1323 0.1347 0.1619 0.0714 0.1758 0.116 0.058 0.7569
7 5
44
konstruk yaitu nilai Composite Reliability 0.7 akan tetapi nilai faktor loading
0.5-0.6 masih dapat diterima (Hair et al, 2010).
Permasalahan dengan SmartPLS adalah ketika menghitung Composite
Reliability untuk higher order karena orde yang lebih tinggi menggunakan
loadingdari repeated indikator bukan loading dari second order ke first order
(loading ini dilaporkan sebagai path coefficients) (Fornell dan Larcker, 1981; Hair
et al., 2010; Tenenhaus et al., 2005; Bido, 2012; Latan dan Imam, 2012; Henseler
et al., 2009; Wetzels et al., 2009). Berdasarkan rumus CR, Composite Reliability
untuk second order dapat diketahui. Untuk uji reliabilitas didapatkan hasil sebagai
berikut:
45
dilakukan adalah menyusun diagram jalur yang menghubungkan antara model
pengukuran dan model struktural di dalam satu diagram. Dalam PLS model
struktural dievaluasi dari signifikansi dari jalur struktural (structural
path).Pengujian model struktural pada penelitian ini menggunakan perangkat
lunak smartPLS v 2.0. Berikut adalah model struktural dari penelitian ini:
46
Gambar 4.2 Hasil Keluaran t-statistik
47
Model variabel laten Higher Order (Higher Order Construct Modelsi) atau
Hierarchical Models dengan second order, sehingga dalam pendekatan repeated
indicator, ukuran indikator digunakan dua kali, (1) mengukur first order
component tiap dimensi; dan (2) mengukur second order konstruk laten yang
sekaligus diukur juga oleh first order component(Latan dan Imam, 2012).
1. R-Square
48
pasien. Seperti gambar berikut ini:
2. Communality
Variabel Communality
MP 0.3308
KP 0.3796
LP 0.7582
Rata-rata 0.48953
49
Sumber: Data olahan, 2017
Keterangan:MP: Mutu Pelayanan; KP: Kepuasan Pasien; LP: Loyalitas Pasien
GoF = Communality
x R 2
= 0.48953 x 0.62585
= 0.30637
= 0.4378
Kriteria untuk nilai GoF berdasarkan Tenenhaus (2005) yaitu kecil= 0,1;
sedang = 0,25; dan besar = 0,38. Dari hasil yang didapatkan, GOF bernilai 0.4378
artinya model memiliki kecocokan yang besar.
50
struktural yaitu dengan melihat t-hitung (t-value) antar kontruksi dengan t-tabel.
Berikut tabel 4.12 menunjukkan t-hitung dan t-tabel untuk seluruh konstruksi.
Tabel 4.12 Tabel Signifikansi
H 1 : i 0 (signifikan)
51
positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien.
Nilai koefisien jalur antara mutu pelayanan dan loyalitas pasien bertanda
positif dengan nilai t-statistik sebesar 3.5698 karena t-statistik > 1.968 (derajat
kepercayaan 95% pada tabel), maka secara statistik mutu pelayanan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien.
Besarnya pengaruh hubungan antarkonstrak yang dihipotesiskan ditunjukkan
oleh nilai koefisien jalurnya. Dari ketiga hipotesis yang diajukan, pengaruh mutu
pelayanan terhadap kepuasan pasien memiliki koefisien jalur yang tertinggi
(0,618), diikuti oleh pengaruh kepuasan pasien terhadap loyalitas pasien (0,4788),
dan terakhir mutu pelayanan terhadap loyalitas pasien (0,2923).
52
berkualitas dan kemudian berkembang menjadi kepuasan terhadap penyedia jasa
dalam hal ini IFRS. Sebaliknya, apabila pasien merasa pelayanan yang diberikan
tidak sesuai dengan harapan maka pasien akan mengatakan pelayanan tersebut
tidak berkualitas, sehingga nantinya akan mempengaruhi kepuasan pasien.
Pada penelitian ini, faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai dimensi
pembentuk variabel laten mutu pelayanan Instalasi Farmasi adalah kehandalan,
jamninan, tampilan fisik, empati, dan daya tanggap. Hal ini menunjukkan bahwa
pasien JKN rawat jalan RSUD Kota Bandung mengharapkan pelayanan instalasi
farmasi memberikan informasi yang cukup mengenai obat yang digunakan,
petugas bersikap ramah, tanggap terhadap kebutuhan pasien, kemasan obat baik,
ruangannya nyaman, bersih, dan rapi, lokasinya mudah dijangkau, pasien
menerima obat dalam waktu yang wajar, dan lama waktu tunggu sesuai dengan
jumlah obat yang diresepkan.
53
Kelana (2010) juga mendukung hasil penelitian ini dimana penelitian tersebut
menggambarkan bahwa ada hubungan antara kepuasan secara umum dengan
loyalitas responden di poliklinik ortodonsi RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Pasien yang sangat puas atau bahkan senang lebih memungkinkan untuk
menjadi pelanggan setia dari suatu jasa pelayanan dan menyebarkan berita positif
dari mulut ke mulut (Lovelock et al., 2007).Loyalitas pasien merupakan
manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan pasien dalam menggunakan jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Griffin,
2003).
Menurut Oliver (1999), kepuasan tetap memiliki peranan penting untuk
membentuk loyalitas pelanggan tetapi hanya sampai pada tahap afektif. Kepuasan
saja tidak menjamin pelanggan untuk tetap loyal karena terdapat costumer
idiosyncrasies.Ada aspek pelanggan yang kontra dengan keloyalan, seperti
keinginan mencari variasi dan mencoba sesuatu yang baru. Menurut Hasan
(2009), terjadinya pembelian ulang dan kesetiaan atau loyalitas pada pelanggan
jika tercapainya kepuasan dari mutu barang atau jasa yang dirasakan dengan
keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan.
54
Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa mutu pelayanan merupakan
jaminan terbaik untuk menciptakan dan mempertahankan loyalitas pasien. Pasien
yang mendapatkan pelayanan melampaui harapan akan membentuk sikap positif
yang akan mempengaruhi keputusan pasien melakukan kunjungan ulang.
Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Parasuraman et
al. (1994), Caruana (2002), dan Rifai (2005) menunjukkan bahwa kualitas
layanan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen. Hal ini juga sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Sundring (2011). Penelitian
lain yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang
signifikan pada loyalitas pasien dapat dilihat dari Bolton and Drew (1991);
Caruana (2002); dan Qin and Prybutok (2009). Hipotesis ini perlu dibuktikan di
Instalasi Farmasi RSUD Kota Bandung. Caruana (2002), Qin dan Prybutok,
(2009) yang menunjukkan bahwa mutu pelayanan di berbagai bidang memiliki
pengaruh yang signifikan pada loyalitas pelanggan. Amin dan Nasharudding
(2013) membuktikan bahwa mutu pelayanan rumah sakit berpengaruh positif dan
signifikan terhadap loyalitas pasien.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifmaily (2006) dan
Purwastuti (2005) mengenai pengaruh pelayanan farmasi terhadap keputusan
membeli obat ulang di IFRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampilan
IFRS, kemudahan pelayanan, ketersediaan obat, kecepatan layanan petugas,
kompetensi petugas, pemberian informasi obat, dan keramahan petugas memiliki
hubungan bermakna dengan keputusan beli obat ulang, sedangkan harga obat
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keputusan beli obat ulang.
Hasil penelitian ini didukung oleh Bakti dan Sumaedi (2013) menunjukkan
bahwa mutu pelayanan tidak memilikiefek langsung yang signifikan terhadap
loyalitas pelanggan karena adanya mediasi dari kepuasan pelanggan.Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2009), mutu pelayanan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan diantarai oleh kepuasan
pelanggan.Peningkatan mutu pelayanan mampu meningkatkan kepuasan
pelanggan, namun belum tentu secara otomatis membuat pelanggan menjadi loyal.
Hasil penelitian yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan metode
analisis yang digunakan.Penelitian terdahulu masih banyak yang menggunakan
55
regresi logistik, sehingga tidak dapat menguji pengaruh langsung dan tidak
langsung. Adapula penelitian yang telah menggunakan metode analisis jalur
seperti yang dilakukan oleh Amin dan Nasharudding (2013) yang menggunakan
metode SEM memiliki hasil yang sama. Hasil berbeda kemungkinan disebabkan
faktor karakteristik responden yang berbeda dan fasilitas pelayanan farmasi yang
berbeda.Perbedaan hasil dapat pula disebabkan oleh standar deviasi jawaban
responden yang besar.
Penelitian Djufri dan Susanto (2015) mengungkapkan bahwa mutu pelayanan
berpengaruh terhadap kepuasan pasien dan kepuasan pasien berpengaruh terhadap
loyalitas pasien dimana kepuasan pasien menjadi mediator pengaruh antara mutu
pelayanan terhadap loyalitas pasien.Hasil penelitian Minh dan Huan (2016) juga
menunjukkan bahwa mutu pelayanan dankepuasan pelanggan adalah anteseden
penting dari loyalitas pelanggan dan kepuasan pelangganmemediasi efek mutu
pelayanan terhadap loyalitas pelanggan.Hasil penelitian Abu (2015) di bidang
kesehatan menyatakan bahwa kepuasan pasien menjadi variabel mediasi pengaruh
antara kualitas layanan terhadap loyalitas pasien di Rumah Sakit Nur Hidayah
Bantul.Temuan ini menunjukkan bahwa adaadalah hubungan non-linear antara
tiga variabel tersebut meliputi faktor-faktor yang berinteraksi satu sama lain.
Pelayanan
56
Kesalahan pengobatan tahap Peresepan terhadap mutu pelayanan adalah uji
Spearman Correlation dengan menggunakan aplikasi Rstudio. Uji Spearman
korelasi digunakan selain karena merupakan salah satu dari uji non parametric
juga karena data penelitian yang didapat berbentuk ordinal dan tidak terdistribusi
normal ( Rowe, 2015).
Hasil analisis statistik uji Rank Spearman padakesalahan pengobatan
faseperesepan terhadap mutu pelayanan pada pasien jaminan kesehatan nasional
di instalasi farmasi RSUD Kota Bandung menunjukan nilai probabilitas Siq.(2-
tiled) dimana p-value < 0.05 yaitu 0.008 yang artinya H0 gagal diterima. Hasil
tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan antara potensi Medicaton Error
fase Peresepan terhadap mutu pelayanan pada pasien JKN di instalasi farmasi
RSUD Kota Bandung. Dengan nilai rho : 0.15 (positif)
Nilai rho menunjukan kekuatan hubungan dari kedua varibel yang diteliti.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa hubungan antara Kesalahan
pengobatan fase Peresepan terhadap mutu pelayanan pada pasien JKN di instalasi
farmasi RSUD kota bandung merupakan hubungan yang sangat rendah, nilai
koefisien rho yang positif menunjukan hubungan yang seralas antara kedua
variabel tersebut, artinya jika komponen kelengkapan resep tinggi atau potensi
Kesalahan pengobatan nya rendah maka mutu pelayanan juga tinggi.
Keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam setiap tindakan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.Keselamatan pasien juga menjadi acuan bagi
tenaga kesehatan dalam mencegah setiap kesalahan yang mungkin muncul akibat
tindakan kelalaian atau pelayanan yang diberikan kurang baik.Hal ini sesuai
57
dengan tujuan keselmatan pasien menurut Depkes 2006 yang menyebutkan bahwa
manjemen keselamatan pasien sangat penting dilaksanakan disetiap rumah sakit
dimana keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyrakat luas. Selain itu
masyarakat sudah sangat jeli dalam melihat atau memilih rumah sakit mana yang
pantas dijadikan sebagai tempat mencari pertolongan pelayanan kesehatan,
tentunya masyarakat akan memilih rumah sakit dimana setiap instalasi di
dalamnya termasuk instalasi farmasi memberikan tingkat pelayanan yang baik,
dikarenakan mutu pelayanan yang kurang baik berisiko meningkatkan kesalahan-
kesalahan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan seperti meningkatkan
terjadinya potensi kesalahan pengobatan , sehingga mengakibatkan pemborosan
waktu dan sumber daya (Kusumapraja, 1996).
4.16. Analisis Data Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
Uji validitas ini terdiri dari validitas konvergen dan validitas diskrimanan.
Validitas konvergen di nilai berdasarkan loading factor, dan nilai AVE, validitas
1. Validitas Konvergen
a. Nilai Loading factor
58
MP 2.4 0.709
TPF MP 3.1 0.847
MP 3.3 0.628
MP 3.4 0.768
MP 3.5 0.716
EMP MP 4.1 0.740
MP 4.2 0.745
MP 4.3 0.687
MP 4.4 0.803
DTG MP 5.1 0.666
MP 5.2 0.806
MP 5.3 0.625
MP 5.4 0.782
KP KP 1 0.801
KP 2 0.919
KP 3 0.885
WT WT 1 1.000
Sumber: Data diolah, 2017.
Keterangan: MP: Mutu Pelayanan, KHD: Kehandalan, JMN: Jaminan, TPF:
Tampilan Fisik, EMP: Empati, DTG: Daya Tanggap; KP: Kepuasan Pasien;
WT: Waktu Tunggu.
b. Nilai AVE
59
Variabel Dimensi AVE
MP KHD 0.6518
JMN 0.5030
TPF 0.5536
EMP 0.5551
DTG 0.5242
KP 0.7558
WT 1.0000
Sumber: Data diolah, 2017
Keterangan: MP: Mutu Pelayanan, KP: Kepuasan Pasien, WT: Waktu Tunggu.
2. Validitas Diskriminan
a. Nilai Cross loading
60
4.18. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini untuk pengujian reliabilitas dengan menggunakan
Cronbachs alpha dan Composite Realibility dimana keduanya akan memenuhi
kriteria reliabel jika nilainya 0.7.
a. Nilai Cronbachs alpha dan Composite Realibility
Cronbachs Composite
alpha Realibilit
y
MP 0.8773 0.8966
KP 0.8408 0.9025
WT 1.0000 1.0000
Sumber: Data diolah, 2017
Keterangan: MP: Mutu Pelayanan, KP: Kepuasan Pasien, WT: Waktu Tunggu.
Pada tabel 4.4 menunjukan hasil penelitian dari nilai cronbachs alpha dan
composite reliability untuk masing-masing konstruksi.Mutu pelayanan memiliki
nilai cronbachs alpha sebesar 0.8773 dan nilai composite reliability sebesar
0.8966. Kepuasan pasien mempunyai nilai cronbachs alpha sebesar 0.8408 dan
nilai composite reliability sebesar 0.9025. Waktu tunggu memiliki nilai
cronbachs alpha sebesar 1.0000 dan nilai composite reliability sebesar
1.0000.Tabel diatas menunjukan untuk nilai cronbachs alpha dan nilai composite
reliability dari masing-masing konstruksi diatas 0.7, sehingga semua variabel
dapat dinyatakan reliabel karena memenuhi kriteria.Composite reliability
digunakan karena lebih baik mengestimasi konsistensi internal suatu konstruksi.
61
Gambar 4.1 Signifikansi Jalur Model Struktural
Sumber: Data diolah, 2017.
Keterangan: MP: Mutu Pelayanan, KHD: Kehandalan, JMN: Jaminan, TPF:
Tampilan Fisik, EMP: Empati, DTG: Daya Tanggap; KP: Kepuasan Pasien; WT:
Waktu Tunggu.
1. R-Square
R-Square
MP 0.0000
KP 0.8604
WT 0.3397
Rata-rataR-square 0.60005
2. Communality
Communality
62
MP 0.3308
KP 0.7558
WT 1.0000
Rata-
0.69553
rataCommunality
3. GOF
GoF = Communality
x R 2
GoF = 0.41735
GoF = 0.50043
Uji Hipotesis
Standard Standard
Original Sample T Statistic (|
Deviation Error
Sample (O) Mean (M) O/STERR|)
(STDEV) (STERR)
MP DTG 0.8499 0.8534 0.0335 0.0335 25.3447
MP EMP 0.8542 0.8546 0.0375 0.0375 22.7922
63
MP JMN 0.7609 0.7729 0.0551 0.0551 13.7970
MP KHD 0.5048 0.5019 0.0977 0.0977 5.1650
MP KP 0.1265 0.1326 0.0624 0.0624 2.0296
MP TPF 0.7818 0.7862 0.0530 0.0530 14.7440
MP WT 0.5828 0.5835 0.0777 0.0777 7.4971
WT KP 0.8481 0.8450 0.0475 0.0475 17.8473
Hipotesis Penelitian
H1 = Mutu pelayanan Instalasi Farmasi berpengaruh positif dan Signifikan
terhadap waktu tunggu resep pasien rawat jalan di RSUD Kota Bandung
64
dengan formularium) dengan Y (mutu pelayanan).
Setelah kuesioner di uji validitas dan reliabilitasnya, selanjutnya dilakukan
pengumpulan data kemudian dilakukan pengajuan hipotesis untuk dapat
mengetahui kesesuaian antara hipotesis yang dirumuskan dengan data yang
didapat dari penelitian.Uji hipotesis dengan Rank Spearman menggunakan
aplikasi Rstudio.
Uji signifikansi dapat diperoleh apabila
jika p-value < maka H0 ditolak dan H1 diterima
jika p-value > maka H0 di terima dan H1 ditolak
Dari hasil perhitungan pada tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,002 < (0,05) maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan
yang positif antara kesesuaian penulisan resep dengan formularium terhadap mutu
pelayanan pada pasien jaminan kesehatan nasional di RSUD kota Bandung yang
berarti adanya hubungan yang berbanding lurus antara kedua variabel tersebut,
jika penulisan resep sesuai dengan formularium tinggi maka mutu pelayanan juga
meningkat. Hubungan ini ditujukan dengan nilai korelasi 0,174 atau dapat
65
pelayanan resep pada pasien JKN selain harus dilakukan telaah resep juga
dilakukan penyesuaian resep dengan plafon INA CBGs penyesuaian dilakukan
terutama untuk obat-obat yang tidak sesuai dengan formularium nasional sehingga
akan mempengaruhi waktu tunggu pasien dalam mendapatkan obat. Lamanya
waktu tunggu obat akan mempengaruhi kualitas atau mutu pelayanan (Megawati
dkk,2015).
Dari beberapa literatur tersebut kesesuaian penulisan resep sangat penting
karena dengan adanya formularium nasional akan memudahkan akses obat dan
kebutuhan klinis pasien juga akan terpenuhi (Bogadenta, 2012). Pasien akan
merasa puas jika mendapatkan obat yang sesuai tanpa harus membayar kembali
karena sudah ditanggung BPJS. Selain itu, kesesuaian penulisan resep dengan
formularium juga dapat melihat sejauh mana pelayanan Instalasi Farmasi
diberikan. Jika pelayanan resep banyak yang tidak sesuai dengan formularium
nasional maka pelayanan yang diberikan oleh Instalasi Farmasi tidak optimal dan
akan mempengaruhi mutu pelayanan farmasi.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
resep 0.66 %, umur pasien 33.4 %, berat badan pasien 3.64%, alamat
pasien JKN rawat jalan RSUD Kota Bandung dengan nilai t-statistik
pasien JKN rawat jalan RSUD Kota Bandung dengan nilai t-statistik
67
sebesar 3.5698 dan koefisien korelasi sebesar 0.6622 dengan tingkat
terhadap loyalitas pasien JKN rawat jalan RSUD Kota Bandung dengan
Dilihat dari entri pasien BPJS rawat jalan bahwa data resep racikan yang
5.2 Saran
68
kesalahan pengobatan fase persepan di Instalasi Farmasi RSUD Kota
DAFTAR PUSTAKA
69
Penyelenggara Jaminan Sosial
Bakti, I Gede Mahatma Yuda dan Sik Sumaedi. 2013. An Analysis of Library
Customer Loyalty. The Role of Service Quality and Customer Satisfaction,
A Case Study In Indonesia. Library Management 34(6/7): 397-414.
Baloglu, Seyhmus. 2002. Dimensions of Customer Loyalty. European Journal of
Marketing: 1372-1388.
Bennett, R. and Bove, L. 2002. Identifying the key issues for measuring loyalty,
Australasian.Journal of Market Research 9(2): 27-44.
Bennett, R. dan Bove, L. 2002.Identifying the key issues for measuring loyalty,
Australasian.Journal of Market Research9(2): 27
Bido, Diogenes. 2011. Compute AVE and CR by Hand for Second Order
Construct.Tersedia online di http://forum.smartpls.com/viewtopic.php?
t=288 [Diakses pada 11 Maret 2017].
Bolton, R.N., and Drew, J.H. 1991. A Multi-stage Model of Customers
Assessments of Service Quality and Value.Journal of Consumer Research
17(4): 375384.
BPJS. 2014. Fasilitas Kesehatan. Tersedia online di
http://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/14/Fasilitas-Kesehatan
[Diakses pada 25 September2016].
Brady, M. K., Cronin, J. J., & Brand, R. R. 2002. Performance-only measurement
of service quality: A replication and extension. Journal of Business
Research55(1):17-31.
Budiman, Dini. 2016. Kepersetaan BPJS Kesehatan Kota Bandung Capai
80%.Tersedia online di http://sindojabar.com/kepesertaan-bpjs-kesehatan-
kota-bandung-capai-80/ [Diakses pada 27 Desember 2016].
Byrne, Barbara M. 2010. Structural Equation Modeling with AMOS: Basic
Concepts, Applications, and Programming 2 nd edition. New York:
Routledge Taylor & Francis Group.
Campbell, D.T dan Fiske, D.W. 1959. Convergent and Discriminant Validation By
The Multitrait-Multimethod Matrix. Psychological Bulletin 56: 81-105.
Carman, JM. 1990. Consumer Perceptions of Service Quality: An Assessment of
The SERVQUAL dimensions. Journal of Retailing 1: 33-55.
70
Caruana, Albert. 2002. Service Loyalty: The Effects of Service Quality and the
Mediating Role of Customer Satisfaction. European Journal of Marketing
36 (7/8): 811-828.
Chin, W.W. 1998. The Partial Least Squares Approach to Structural Equation
Modeling. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Choi, K.-S., Cho, W.-H., Lee, S., Lee, H. and Kim, C. 2004. The Relationships
Among Quality, Value, Satisfaction And Behavioral Intention In Health
Care Provider Choice: A South Korean Study. Journal of Business Research
57(8): 913-921.
Clemes, M.D., Gan, C., Kao, T.H. and Choong, M. 2008. An empirical analysis of
customer satisfaction in international air travel.Innovative Marketing 4: 50-
62.
Cochen, Michael R. 1991.Medication Error.American Pharmacist
Acociation.Chu,P.,Lee,G.danChao,Y.2012.ServiceQuality,CustomerSatisfact
ion,
Colgate, M and Lang B. 2001. Switching Barriers in Consumer Markets: An
Investigation of The Financial Service Industry. Journal of Consumer
Marketing 18(4).
Costabile, M., Raimondo, M.A. and Miceli, G. 2002.A Dynamic Model of
Customer Loyalty.Proceedings of The 31st Annual Conference of The
European Marketing Academy.
Customer Trust, And Loyalty In An E-Banking Context. Social Behavior and
Personality 40(8): 1271-1284.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004.Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027 MenKes/SK/IX/2004.Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 28
Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Depatemen Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
71
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. 2007. Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung. Bandung:
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.
Djufri, Sutarni dan Susanto. 2015. Kualitas Pelayanan Pengaruhnya Terhadap
Kepuasan Pasien Dalam Meningkatkan Loyalitas Pasien Rawat Jalan Di
Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul. [Naskah Publikasi Thesis]. Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Flint, D. J., Blocker, C. P., and Boutin, P. J. 2011. Customer Value Anticipation,
Customer Satisfaction And Loyalty: An Empirical Examination. Industrial
Marketing Management 40(2): 219-230.
Fornerll, C., Larcker, D.F. 1981. Evaluating Structural Equation Models With
Unobservable Variables and Measurement Error. Journal of Marketing
Research 18: 39-50.
Fowler, S.B., Sohler, Patricia, Zarillo, D.F, 2009. Bar Code Technology for
Medication Administration: Medication Errors and Nurse
Satisfaction.Volume 18. USA.
Ghozali, I. 2008. Structure Equation Modeing Metode Alternatif Dengan Partial
Least Square (PLS). Semarang: Universitas Diponegoro.
Gremler, D.D., & Brown, S.W. 1996. Service Loyalty: Its Nature, Importance,
And Implications Advancing Service Quality: A Global Perspective, Eds. B
Edvardsson.International Service Quality Association: 17180.
Griffin, Jill. 2003. Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan
Pelanggan. Jakarta: Airlangga.
Gronroos, C. 1982. An applied service marketing theory.European Journal of
Marketing 16(7): 30-41.
Gunawan, Ketut dan Sundring Pantja Djati.2011. Kualitas Layanan dan Loyalitas
Pasien (Studi Pada Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja-
Bali).Jurnal Manajemen Dan Kewitausahaan 13(1): 32-39.
Hair JR, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., and Anderson, R.E. 2010. Multivariate
Data Analysis 7 th Ed Upper Side River. New Jersey: Prentice Hall.
Hair, J.F. JR.,Anderson, R.E, Tatham, R.L. dan Black, W.C. 1998. Multivariate
72
Data Analysis 6 th. Ed. New Jersey: Pearson.
Hasan, Ali. 2009. Edisi Baru Marketing. Jakarta: Buku Kita.
Henseler, Ringle, C.M., dan Sinkovics, R.R. 2009. The Use of Partial Least
Squares Path Modeling in International Marketing. Advances in
International Marketing 20: 277-319.
Herington, C., and Weaven, S. 2009. E-retailing by banks: E-service quality and
its importance to customer satisfaction. European Journal of Marketing
43(9): 1220-1231.
Hidayat, R. 2009. Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Nilai Nasabah
Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Mandiri. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahawan 11(1): 59-72.
Howard, John A., dan Jagdish N. Sheth. 1998. Consumer Behavior and
MarketingStrategy. Boston: Irwin/ Mc Graw Hill..
Husaini, Usman. 2003. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ifmaily.2006. Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat
Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang Di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina-
Yasri Padang Tahun 2006.[Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kaplan, Robert M and Dennis P. Saccuzzo. 1993. Phsycological Testing
Principles Application and Isuues. California: Brooks/Cole Publishing
Company.
Kaplan, Robert M dan Dennis P. Saccuzzo. 1993. Phsycological Testing Principles
Application and Isuues. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Kelana, Sukma. 2010. Analisis Loyalitas pasien dan Kualitas Layanan di
Poliklinik Ortodonsi RSP Dr. Hasan Sadikin Bandung 2010.Tesis. Depok:
FKM UI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar
Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2008. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
73
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku FAQ (Frequently Ask Questions)
BPJS Kesehatan.Jakarta: KEMENKES RI.
Kessler, D.P., and Mylod, D. 2011. Does Patient Satisfaction Affect Patient
Loyalty.International Journal of Health Care Quality Assurance 24(4):
266273.
Khudair, I.F., and Raza, S.A. 2013. Measuring Patients Satisfaction With
Pharmaceutical Services at a Public Hospital in Qatar. International Journal
of Health Care Quality Assurance 26(5): 398419.
Kotler, Philip and Gary Armstrong. 2012. Prinsip-prinsipPemasaran. Edisi13,
Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip and K L Keller. 2007. Manajemen Pemasaran.Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Prenhalindo.
Kotler, Philip. 2002. Marketing Management, 10th edition. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Kuo, N.T., Chang, K.C., Cheng, Y.S. dan Lai, C.H. 2011. The Impact Of Service
Quality, CustomerSatisfaction And Loyality In The Restaurant Industry:
Moderating Effect Of Perceived Value. Proceedings of the Quality and
Reliability ICQR IEEE International Conference. Hlm: 551-555.
Kusumapradja R, Ni Putu, dan Ali Germas. 2013. Analisis Hubungan Antara
Kualitas Pelayanan, Karakteristik Pasien, dan Hambatan Pindah Loyalitas
Pasien Rawat Jalan RSUD Cibinong. [Forum Ilmiah 10(1)]. Jakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Kusumapradja, Rokiah. 1996. Menjaga Kepuasaan Pelanggan. Jurnal Manajemen
dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia, Volume : 1, September 1999 :
128-134
Landrum, H., Prybutok, V., Zang, X. dan Peak, D. 2009. Measuring IS system
service quality with SERVQUAL: users perceptions of relative importance
of the five SERVPERF dimensions Informing Science. The International
Journal of an Emerging Transdiscipline 12: 17-35.
74
Larson, L.N., Rovers, J.P., dan MacKeigan, L.D. 2002. Patient Satisfaction With
Pharmaceutical Care: Update of a Validated Instrument. J Am Pharm Assoc
(42)1: 4450.
Latan, Hengky dan Imam Ghozali. 2012. Partial Least Squares: Konsep, Teknik
dan Aplikasi SmartPLS 2.0. Semarang: BP Undip.
Lee, H., Delene, L.M., Bunda, M.A. and Kim, C. 2000. Methods Of Measuring
Health-Care Service Quality. Journal of Business Research 1(48): 233-246.
Lei, P., and Jolibert, A. 2012. A Three-Model Comparison Of The Relationship
Between Quality, Satisfaction And Loyalty: An Empirical Study Of The
Chinese Healthcare System. BMC Health Services Research 12: 436-446.
Leingpibul, T., Thomas, S., Broyles, S.A., and Ross, R.H. 2009. Loyaltys
influence on The Consumer Satisfaction and (RE) Purchase Behavior
Relationship.Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfactionand
Complaining Behavior 22: 3653.
Lim, P.C. and Tang, N.K.H. 2000.A study of patients expectations and
satisfaction in Singapore hospitals.International Journal of Health Care
Quality Assurance 13(7): 290-299.
Lin, C.N., Tsai, L.F., Wang, P.W., Su, W.J. and Shaw, J.C. 2011.Using the Kano
two-dimensional quality model to evaluate service quality of resort
hotels.International Journal of Computer Science and Network Security
11(5): 84-87.
Lovelock, C.H., J. Wirtz., and Jayanta Chatterjee. 2007. Service Marketing:
People, Technology, Strategy. Sixth Edition. USA: Prentice Hall.
Ma, Z., and Zhu, Y. 2012.A Tentative Study on the Evaluation of Community
Health Service Quality.Physics Procedia 24: 1628-1634.
Markovic, S. and Raspor, S. 2010. Measuring perceived service quality using
servqual: a case study of the Croatian hotel industry. Management 5(3): 195-
209.
Mascarenhas, O. A., R Kesavan., and M Bernacchi. 2006. Lasting customer
loyalty: A total customer experience approach. Journal of Consumer
Marketing 23(7): 397-405.
McDaniel,C. & Gates,R. 2013. Marketing Research Essentials. 8th Ed. United
Kingdom: John Wiley and Sons Ltd. Hlm: 307, 315.
Megawati, Hakim L, dan Irbantoro D. 2015.Penurunan Waktu Tunggu Pelayanan
75
Obat Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Baptis Batu. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. Vol 28, No.2: 163-168
Minh, Ngo Vu and Huan Huu Nguyen. 2016. The Realitionship between Service
Quality, Customer Satisfaction and Customer Loyalty: An Investigation in
Vietnamese Retail Banking Sector. Journal of Competitiveness 8(2): 103-
116.
Mishra, U.S., Sahoo, K.K., Mishra, S. and Patra, S.K. 2010. Service quality
assessment in banking industry of India: a comparative study between
public and private sectors. European Journal of Social Sciences 16(4): 652-
669.
Mittal, V., and Kamakura, W. A. 2001.Satisfaction, repurchase intent, and
repurchase behavior: Investigating the moderating effect of customer
characteristics. Journal of Marketing Research 38(1): 131-142.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur, Susila L dan Hidayati, N. 2012.Pengaruh Pelayanan dan Biaya Terhadap
kepuasan dan Loyalitas Pasien Puskesmas Wonogiri 2 Kabupaten
Wonogiri.Probank 20(23).
Oliver, R.L. 1999. Whence Consumer Loyalty.Journal of Marketing 63: 33-44.
Panvelkar, P.N., Saini, B., and Armour, C. 2009. Measurement of Patient
Satisfaction with Community Pharmacy Services: A Review. Pharmacy
World & Science 31(5): 525537.
Parasuraman, A., Zeithaml, V., and Berry, L. 1985.A conceptual model of service
quality and its implications for future research.Journal of Marketing 49(1):
41-50.
Parasuraman, A., Zeithaml, V., and Berry, L. 1988. SERVQUAL: a multiple item
scale for measuring customer perceptions of service quality. Journal of
Retailing 64(1): 12-37.
Parasuraman, A., Zeithaml, V., and Berry, L. 1991. Refinement and reassessment
of the SERVQUAL scale. Journal of Retailing 67(4): 420-450.
Parasuraman, A., Zeithaml, V., and Berry, L. 1994. SERVQUAL: Review,
Critique Research Agenda. Journal of Marketing: 111-124.
Parasuraman, A., Zeithaml, V., dan Berry, L. 1985. A conceptual model of service
quality and its implications for future research. Journal of Marketing 49(1):
41-50.
76
Punch, K. F. 1998. Introduction To Social Research, Quantitative, And Qualitative
Approaches. British: SAGE Publication.
Purcarea, V.L., Gheorghe, I.R., and Petrescu, C.M. 2013. The Assessment of
Perceived Service Quality of Public Health Care Services in Romania Using
the SERVQUAL Scale.Procedia Economics and Finance 6(13): 573-585.
Purwastuti, C.R. 2005. Analisis Faktor-Faktor Pelayanan Farmasi yang
Memprediksi Keputusan Beli Obat Ulang Dengan Pendekaran Persepsi
Pasien Klinik Umum Di Unit Rawat Jalan RS Telogorejo Semarang.[Tesis].
Semarang: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Qin, H., and Prybutok, V.R. 2009.Service Quality, Customer Satisfaction, and
Behavioral Intentions in Fast-food Restaurants.International Journal of
Quality and Service Sciences 1(1): 7895.
Rahmawati, F., dan Oetari, R.A, 2002. Kajian penulisan resep: Tinjauan Aspek
Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya
Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia. 13:86-94. Yogyakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Presiden No. 70. Pengadaan barang atau jasa
pemerintah. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2013. Jaminan Kesehatan: Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2013. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Riduwan. 2007. Metode Penelitian untuk Tesis. Bandung: Alfabeta.
Rifai, Achmad. 2005. Pengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan
Pelayanan Pengobat-an di Puskesmas Binjai Kota Tahun 2004. [Tesis].
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Rowe, Philip. 2015. Essential Statistics for the Pharmaceutical Sciences, 2nd
Edition. UK: Liverpool John Moores University.
Rust, R.T. and Oliver, R.L. 1994.Service Quality; New Directions in Theory and
Practice. California: Sage Publication.
Saadah, Evi., Tatong Hariyanto., dan Fatchur Rohman. 2015. Pengaruh Mutu
Pelayanan Farmasi Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien Rawat Jalan
Dengan Cara Bayar Tunai.Jurnal Aplikasi Manajemen 13(1): 65-76.
Sanchez, Gaston. 2013. PLS Path Modeling with R. Tersedia online di
77
www.gastonsanchez.com [Diakses pada 13 Maret 2017].
Santoso, Singgih. 2011. Statistik Non Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan
SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Siregar, CJP. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Siswanto, Dwi Joko. 2016. Pengaruh Tingkat Keamanan Nasional Terhadap Iklim
Investasi Dengan Mediasi Tingkat Indeks Keyakinan Konsumen (Studi
Kasus pada Provinsi Sulawesi Selatan). Thesis. Jatinangor: FISIP
Universitas Padjadjaran.
Sondari, Aer. 2015. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Jalan Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Kabupaten Brebes Tahun 2015.[Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Stan, V., B Caemmerer, and R Cattan-Jallet. 2013. Customer loyalty development:
The role of switching costs. Journal of Applied Business Research 29(5):
1541-1554.
Sudjana.2005. Metode Statistika Edisi ke-6. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi, A. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sumaedi, S. and Bakti, I.G.M.Y. 2011.The Exploratory Study of Industrial
Engineering Students Perceived Quality Dimension.International Journal
of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS 11(1): 74-80.
Sumaedi, S., Bakti, I.G.M.Y. and Metasari, N. 2012. An Empirical Study Of State
UniversityStudents Perceived Service Quality.Quality Assurance in
Education 20(2).
Sumarwan, U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam
Pemasaran. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Swarjana, I Ketut 2012.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Penerbit Andi.
Swarjana, I Ketut 2012.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Penerbit Andi.
Tanenhaus, M., Vinci, Chatelin, Y.M., dan Carlo, L. 2005.PLS Path
Modeling.Computational Statistic and Data Analysis 48: 159-205.
Tannerl, A., A, Rantil, L., Lolol, W.A. 2015.Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan
78
Resep Obat Generik Pada Pasien Bpjs Rawat Jalan Di Rsup.Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014.Pharmacon, Vol. 4, No. 4.
Taylor, A. Stevend and Baker, L. Thomas. 1994. An Assessment Of The
Relationship Between Service Quality And Customer Satisfaction In The
Formation Of Consumers Purchase Intentions. Journal Of Retailing 70(2):
163-178.
Taylor, S.A., & Baker, T.L. 1994. An Assesment of The Relationship
BetweenService Quality and Customer Satisfaction in The Formation of
Consumers Purchase Intentions.Journal of Retailing 70(2): 16378.
Tenenhaus, Michel., Esposito Vinci, Chatelin, Y.M., and Carlo, L. 2005. PLS Path
Modeling.Elsevier Journal Computational Statistic and Data Analysis 48:
159-205.
Thabrany, Hasbulah. 2014. Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Tsai, M., Tsai, C., and Chang, H. 2010. The Effect Of Customer Value, Customer
Satisfaction, And Switching Costs On Customer Loyalty: An Empirical
Study Of Hypermarkets In Taiwan. Social Behavior and Personality 38(6):
729-740.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Urbach, N and A Freederik. 2010. Structural Equation Modeling in Information
Systems Research Using Partial Least Squares. Journal of Association for
Information Systems 11(2).
Walpole, R.E. and Myers, R.H. 1978. Probability and Statistics for Engineers and
Scientists.New York: Macmillan Publishing Co,.Inc.
Wetzels, M., Odekerken-Schroder, G., and Van Oppen, C. 2009.Using PLS Path
Modeling for Assesing Hierarchical Construct Model: Guidelines and
Empirical Illustration.MIS Quarterlu 33(1): 177-195.
Yamin, Sofyan dan Heri Kurniawan. 2011. Generasi Baru Mengolah Data
Penelitian Dengan Partial Least Square Path Modeling: Aplikasi Dengan
Software XLSTAT, SmartPLS, dan Visual PLS. Jakarta: Salemba Infotek.
Yang, Z. and R.T. Peterson. 2004. Customer Perceived Value, Satisfaction, And
Loyalty: The Role Of Switching Costs. Psychology & Marketing 21(10):
799-822.
79
Yee, R. W. Y., Yeung, A. C. L., and Cheng, T. C. E. 2011. The Service-Profit
Chain: An Empirical Analysis In High-Contact Service Industries.
International Journal of Production Economics 130(2): 236-245.
Zeithaml, V.A. 2000. Service Quality, Profitability, And The Economic Worth Of
Customers: What We Know And What We Need To Learn. Journal of the
Academy of Marketing Science 28(1): 67-85.
LAMPIRAN
Eperison
Citicolin
Meloxicam
Flunarizin
L-bio
Kurkuma syr
Pirasetam
80
81