Anda di halaman 1dari 16

Borobudur

Candi Borobudur*
Situs Warisan Dunia UNESCO

Negara Peserta Indonesia


Tipe Budaya
Kriteria i, ii, vi
Referensi 592
Wilayah Asia Pasifik
Sejarah prasasti
Prasasti resmi 1991 (sesi ke-15)

* Nama resmi dalam Daftar Warisan Dunia.


Menurut klasifikasi resmi UNESCO.

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86
km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk
stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi
pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk
bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan
2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang
yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna
dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[2]
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari
bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga
tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kmadhtu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan
tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[3] Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik
Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan
Dunia.[4]

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha
yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal
di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan

Nama Borobudur

Stupa Borobudur dengan jajaran perbukitan Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci ini
sempat terlupakan.

Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga
digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari
masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran
pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas,[8] meskipun memang nama asli dari
kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui.[8] Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam
buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.[9] Raffles menulis mengenai monumen
bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama
yang sama persis.[8] Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya
bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.[10]

Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata
bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro);
kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles
juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa
yang berarti "purba" maka bermakna, "Boro purba".[8]Akan tetapi arkeolog lain beranggapan
bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.[11]

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama
ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di
mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat
lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran
bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan
"beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana
bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya
ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah
sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950
berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan
Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa
Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti
Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh
r Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamln yang disebut Bhmisambhra.
[12]
Istilah Kamln sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci
untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis
memperkirakan bahwa Bhmi Sambhra Bhudhra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit
himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Hidup Tenang dengan Husnudzon (Berbaik Sangka)

Sudah lama aku ingin mempraktikan pola berbaik sangka, yang selain sudah menjadi tuntunan
umat Islam, juga menurut para pakar bisnis, manajemen, SDM dan pakar apapun itu namanya,
merupakan kunci dari hubungan yang harmonis, dus kunci dari kesuksesan..

Nah, kebetulan, pas banget baru baca sebuah artikel, agak lama sih, tapi cukup menyentuh
apabila dibaca dan menginspiratif, berjudul husnudzon. Pas pula, ketika ada perasaan tak enak,
disebuah kesempatan ada yang nge-flame dengan tujuan menyindir dan berburuksangka.
Hmm.. ada ya orang yang seperti itu. Baiklah, daripada panjang lebar, silakan pembaca simak
artikelnya mbak Puput Nurul Hayati.

Walaupun tulisan lama, dan saya nggak tau apakah beliau masih ngeblog ditempat lain, akan
tetapi tulisan ini mudah2an selalu menjadi pintu doa dan pahala bagi penulisnya. Saya copas
dengan sedikit perubahan :

Begitu indahnya bila kita memiliki hati yang bersih, pikiran yang selalu positif, dan tindakan
yang lurus. Kita akan memandang diri kita penuh dengan rasa syukur. Apapun yang kita miliki
dan terima, semua dikembalikan lagi kepada Allah. Karena Allah akan memberikan nikmat yang
lebih banyak lagi bila hamba-Nya bersyukur pada-Nya. Itulah janji Allah, yang tak akan pernah
diingkari oleh-Nya. La in syakartum La aziidannakum (Jika kalian bersyukur, niscaya Aku
(ALLAH) akan menambah rizkimu)QS.14 : 7

Dengan pikiran yang jernih, kita pun tidak terlalu banyak menuntut orang lain untuk berbuat
begini dan begitu sesuai dengan yang kita inginkan. Pikiran kita tidak melulu menuntut tapi
selalu memberi perhatian dan toleransi pada orang lain dan berusaha mengerti keadaannya walau
bagaimanapun.

Husnudzon atau berbaik sangka pada siapapun adalah kunci kita bisa membangun hubungan baik
dengan orang lain. Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling
rendah adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan
orang lain dibanding kepentingan sendiri)

Artinya, bahwa sebuah ukhuwah (ikatan persaudaraan) akan terjalin indah bila satu sama lain
saling mengerti dan memahami. Tidak pernah terpikir dan terbersit perasaaan dendam, iri atau
kesal dengan perilaku orang lain. Jangankan dengki, iri saja pun tidak diperkenankan oleh Allah.
Bila kita sudah ada rasa suudzon, berarti kita sudah melewati syarat sebuah ukhuwah dapat
terwujud.

Bagaimana kita bisa itsar kalau husnudzon saja terasa begitu sulit?

Bagaimana kita bisa mengalah demi orang lain jika berbaik sangka saja rasanya begitu susah?

Husnudzon terlihat seperti perkara yang mudah, namun ternyata faktanya sangat sulit
diaplikasikan. Lebih mudah bersuudzon (berburuk sangka) dibanding berbaik sangka. Karena
memang syetan terus menghembuskan nafsu dan egoisme kita untuk melihat kesalahan orang
lain seperti melihat gajah di pelupuk mata, dan mencari kebaikan orang lain seperti mencari
semut hitam di atas batu hitam (pas malem-malem, mati lampu pula)

Contoh kecil saja seringkali kita alami. Misalnya ketika kita melihat ada orang lain yang
perilakunya tidak kita sukai, maka kita seakan-akan langsung berpikiran negatif bahwa orang itu
memang mengada-ada, suka cari perhatian, atau piktor piktor lainnya (piktor = pikiran kotor).
Padahal, bisa jadi dia melakukan itu karena terpaksa atau tidak sengaja. Kita sebaiknya
memikirkan 40 alasan yang mendasari ia bisa berbuat seperti itu dan mencoba memahaminya.

Yang terjadi seringnya kita malah ghibah alias gosssip(membicarakan keburukannya pada orang
lain) dan tidak mau berusaha memberi kesadaran pada orang itu. Kalo kita hanya sekadar
bisanya cuma bergosip gosip show (yang semakin digosok semakin siiip), maka orang itu tidak
akan pernah tau dan menyadari bahwa dirinya mungkin pernah berbuat salah. Dalam Al Quran
surat Al Hujurat ayat 12 dijelaskan :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian
dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.

Masya Allah, begitu buruknya analogi orang yang suka menggunjingkan orang lain, seperti
memakan bangkai saudaranya sendiri. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa kalau kita
ngomongin orang, maka dosa orang itu akan diambil sama kita. Jadi dosanya bisa-bisa double,
malah triple.

Terlepas dari seberapa besar dosa yang akan kita dapatkan dengan kita selalu berburuk sangka
dan mencari-cari kesalahan orang lain, kemudian mempergunjingkannya kepada orang lain.
Tetap saja perbuatan tersebut merupakan perbuatan sia-sia yang akan membunuh diri kita
sendiri. Otomatis orang yang selalu berpikiran negatif, tidak akan pernah puas dan tidak suka
melihat orang lain bahagia. Walhasil, hatinya selalu dipenuhi noda kebusukan untuk menghasut
bahkan memfitnah. Hidupnya tidak akan tenang dan tidak akan pernah merasa aman dan
nyaman. Hidupnya selalu sengsara dan menderita tekanan batin tingkat tinggi.Oleh karena itu,
marilah kita mulai menata hati kita. Untuk selalu berpikir positif, untuk selalu berbaik sangka
pada saudara-saudara kita. Dengan membiasakan berhusnudzon, maka aktivitas kita akan terasa
lebih mudah untuk dijalani. Karena Allah akan selalu memberi jalan kemudahan bagi hamba-
hamba-Nya yang berusaha terus memperbaiki dirinya dan memperbaiki sesama saudaranya
dalam bangunan ukhuwah yang kuat dan kokoh.Untuk membentuk sebuah bangunan ukhuwah
yang kokoh memang perlu tadhiyah (pengorbanan) yang tinggi. Untuk menjalin persaudaraan
memang butuh tahap yang sedikit demi sedikit. Dari tahap taaruf (pengenalan), tafahum (saling
memahami), takliful qulub (ikatan hati) dan takaful, tadhiyah, serta taawun (toleransi, saling
berkorban dan tolong menolong).Semuanya butuh proses dan kesabaran yang tinggi. Semuanya
butuh tahap dan komitmen yang teguh. Hanya pada Allah kita berusaha dan bertawakkal.
Hasbiyallaahu laa ilaahailallaahu Allahu Akbar ..hmm.. damai sekali hati ini..
Candi Prambanan.

Candi Prambanan*
Situs Warisan Dunia UNESCO

Negara Peserta Indonesia


Tipe Budaya
Kriteria i, iv
Referensi 642
Wilayah Asia Pasifik
Sejarah prasasti
Prasasti resmi 1991 (sesi ke-15)

Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga
dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan
Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini
adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha
(ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan
bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta,
40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara
provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Candi Rara Jonggrang terletak di desa
Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi
dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi
utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-
candi yang lebih kecil.[2] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan
menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[3]

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan
Medang Mataram.

Sejarah

Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi
Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa
sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan
yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra penganut
Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Saiwa
kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung
lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih
fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.

Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu.
Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk
memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha
(Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang
berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[4] Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat
pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan
tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah
sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan.
Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan
dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi
candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.
Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa
sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan
anumerta beliau.[5] Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga
merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari "Para Brahman", yang mungkin merujuk
kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana.

Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan candi-
candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara penting kerajaan.
Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan
murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab
Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau
keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Berprasangka Baik (Husnudzon)

Nabi NUH blm tahu banjir akan dtg ketika ia membuat kapal & ditertawai kaumnya.

Nabi IBRAHIM blm tahu akan tersedia domba ketika pisau nyaris memenggal buah hatinya.

Nabi MUSA belum tahu laut


terbelah saat dia diperintah
memukulkan tongkatnya.

Nabi MUHAMMAD -shallallahu alaihi wasallam- pun


belum Tahu kalau Madinah adalah Kota Tersebarnya Ajaran
yang dibawanya saat beliau
diperintahkan berhijrah..

Yang Mereka Tahu adalah


bahwa Mereka harus Patuh
pada perintah Allah dan
tanpa berhenti Berharap yg
Terbaik

Ternyata dibalik keTIDAKTAHUan kita, Allah telah menyiapkan SURPRISE


saat kita menunaikan
perintahNYA.

BIASANYA Tangan2 Allah


Bekerja didetik2 Terakhir
Usaha Hamba-Nya..

So, Never Give Up, Make Better


For the Best..

Kalaupun Hasil Yang kita


Usahakan Jauh dari Harapan bahkan Menyakitkan, Usah kita
berkecil hatiKarena Sering Allah
mencintai kita dengan cara2
yang kita benciTetap HUZNUDZON kpd Allah
apapun yg terjadi.

Allah berfirman :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik


bagimu, dan boleh jadi pula
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu
Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.
Candi Dieng

Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo,
Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas
permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.

Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8
sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum
ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan
bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan
Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua
bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang
ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan
Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara
akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi
Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan
dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.

Candi Dieng pertama kali diketemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara
Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam
genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga
tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van
Kinsbergen.

Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1.8 x 0.8 km2. Candi-candi di
kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri yang
dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata.
Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok
Dwarawati dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.
Husnudzon, Akhlak Mendasar Dalam Pergaulan

Diantara akhlak mendasar di dalam pergaulan adalah husnudzon atau berprasangka baik kepada
orang lain. Akhlak dan pandangan seorang mukmin tidak boleh didasarkan pada prinsip memuji
diri sendiri dan menyalahkan orang lain.

Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih
janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui
tentang orang yang bertakwa. (QS An Najm: 32).

"Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi
dan Nasrani). Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak
dizalimi sedikitpun. (QS An Nisa: 49).

Seorang mukmin harus selalu merasa dihantui rasa kurang melaksanakan perintah-perintah Allah
dan menunaikan hak-hak hamba Allah. Ia mengamalkan kebaikan dan bersungguh-sungguh
dalam ketaatan. Adakah kita termasuk salah seorang diantara mereka, yang selalu melihat
kekurangan diri sendiri dan bukan melihat kekurangan orang lain?

Dan diantara cabang iman yang terbesar ialah berprasangka baik kepada Allah dan manusia.
Kebalikannya adalah, berprasangka buruk kepada Allah dan hamba Allah. Prasangka buruk atau
suudzon merupakan perangai jahat yang dikecam oleh Alquran dan As Sunnah.

Seharusnya kita sebagai seorang muslim tidak boleh berprasangka kepada orang lain kecuali
dengan kebaikan. Kita harus selalu menanggapi semua yang dilakukannya dengan tanggapan
yang baik, sekalipun nampak kelemahan dan keburukannya, demi untuk memenangkan sisi
kebaikan atas keburukan.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa." (QS A1 Hujurat: 12). Makna prasangka dalam ayat ini adalah
prasangka jelek yang tidak didasarkan pada bukti yang nyata. Nabi SAW bersabda: Jauhilah
prasangka (jelek), karena sesungguhnya prasangka (jelek) itu merupakan omongan yang paling
dusta. (HR Bukhari Muslim)

Seorang muslim apabila mendengar tentang kejelekan saudaranya seharusnya mengusir


gambaran buruk dari benaknya tentang saudaranya tersebut dan tidak berprasangka kecuali
kebaikan. Allah SWT berfirman: Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik
sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata,
Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata." (QS An Nur: 12).
Prasangka buruk itu termasuk perbuatan yang hampir tidak dapat dihindari oleh seseorang.
Namun demikian, seorang mukmin tidak boleh menurutkan bisikan syetan dalam menimbulkan
prasangka buruk kepada sesama muslim apalagi sesama aktivis dakwah. Ia harus mencarikan
berbagai alasan dan jalan keluar dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, daripada
membesar-besarkannya.

Sesungguhnya orang yang paling dimurkai Rasulullah saw dan orang yang paling jauh tempat
duduknya dari Nabi saw pada Hari Kiamat ialah orang-orang yang menjual kesalahan-kesalahan
kepada orang-orang yang tidak bersalah. Apabila ada seorang Muslim melakukan suatu amalan
yang mengandung satu sisi kebenaran dan duapuluh sisi keburukan maka amalan tersebut harus
ditafsirkan dengan sisi kebaikan tersebut.

Jika tidak ditemukan sisi kebaikannya, sebaiknya ia tidak bertindak gegabah dan terburu-buru
melontarkan tuduhan apalagi apalagi menyebarkan berita dusta dan kebohongan. Mungkin tidak
lama lagi sisi kebaikan itu akan nampak baginya.

Diantara hal yang harus dihindari ialah tuduhan terhadap niat dan vonis. Atas sesuatu yang
terdapat di dalam hati, yang kebenarannya hanya diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Sesungguhnya lapangan siyasah syariyah itu sangat luas, sehingga mengakibatkan terjadinya
perbedaan pendapat dan pandangan, antara yang berwawasan sempit dan yang berwawasan luas.
Bahkan dalam menentukan maslahat tidaknya satu hal saja kadang-kadang timbul perbedaan
yang luas.

Kita harus mengutamakan husnuszon atau prasangka baik dan tidak mengikuti prasangka yang
buruk, karena prasangka buruk itu tidak berguna sama sekali. Ada yang memandang perlu
memasuki pemilihan umum dan parlemen sedangkan yang lainnya menolak tindakan tersebut.
Semua itu merupakan lapangan ijtihad yang tidak boleh dijadikan alat untuk menodai keimanan
seseorang.
Sesungguhnya ikhlas karena Allah SWT itu akan menghimpun dan menyatukan hati-hati
mukmin dan mukminah, sedangkan mengikuti hawa nafsu akan memecah belah dan mencabik-
cabik kesatuan Islam. Karena, kebenaran itu satu, sedangkan hawa nafsu itu banyak, sebanyak
jumlah kepala manusia.

Permasalahan yang banyak menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam dari dahulu hingga
sekarang, adalah karena mengedepankan hawa nafsu. Seringkali perselisihan yang timbul tidak
bersifat esensial atau tidak hakiki, akan tetapi yang membesar-besarkannya adalah hawa nafsu.
Semoga Allah memberikan kepada kita semua kebaikan dan terbebas dari apa yang sangat
dimurkai oleh Allah SWT. Karena itu, marilah kita selalu berprasangka baik kepada orang lain.
Wallahu'alam
Candi Muara Takus

Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Buddha yang terletak di di desa Muara Takus,
Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Situs ini berjarak kurang lebih 135
kilometer dari Kota Pekanbaru.

Situs Candi Muara Takus dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, yang terbuat dari
batu putih dengan tinggi tembok 80 cm, di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran
1,5 x 1,5 kilometer, mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di
dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi sulung /tua,
Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.

Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada
yang mengatakan abad keempat, ada yang mengatakan abad ketujuh, abad kesembilan bahkan
pada abad kesebelas. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya,
sehingga beberapa sejarahwan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat
pemerintahan dari kerajaan Sriwijaya.[1][2]

Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia
UNESCO.

Deskripsi situs

Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di Sumatera, merupakan satu-satunya situs
peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan
bukti bahwa agama Buddha pernah berkembang di kawasan ini.
Candi ini dibuat dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Berbeda dengan candi yang ada di
Jawa, yang dibuat dari batu andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat Candi Muara
Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa yang bernama Pongkai, terletak kurang
lebih 6 km di sebelah hilir situs Candi Muara Takus. Nama Pongkai kemungkinan berasal dari
Bahasa Cina, Pong berati lubang dan Kai berarti tanah, sehingga dapat bermaksud lubang tanah,
yang diakibatkan oleh penggalian dalam pembuatan Candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang
galian itu sekarang sudah tenggelam oleh genangan waduk PLTA Koto Panjang. Namun dalam
Bahasa Siam, kata Pongkai ini mirip dengan Pangkali yang dapat berarti sungai, dan situs candi
ini memang terletak pada tepian sungai.

Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar, berbentuk menara yang
sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Di dalam situs Candi
Muara Takus ini terdapat bangunan candi yang disebut dengan Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa
Mahligai serta Palangka. Selain bangunan tersebut di dalam komplek candi ini ditemukan pula
gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Sementara di luar situs
ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat
dipastikan jenis bangunannya.
Husnu dzon: sejauh mana hati membenarkan di kalangan jemaah

Husnu dzon: sejauh mana hati membenarkan di kalangan jemaah

Kisah ni mungkin berlaku dikalangan orang yang terlibat dengan mana-mana aktivis dakwah
ataupun jemaah. Tapi mungkin juga pernah berlaku dikalangan sahabat-sahabat kita yang lain.
Persoalan yang timbul disini ialah masing-masing sudah faham akan erti husnu dzon tapi sejauh
mana praktikalnya di dalam kehidupan seharian mereka. Istillah tu seakan-akan mencurah air ke
daun keladi. Mana taknya. Belajar...tapi tak tau untuk apa. Dan akibatnya tidak meninggalkan
sebarang kesan dihati untuk melaksanakannya.

Kenapa perkara ini masih lagi berlaku walaupun masing-masing boleh dikatakan kuat dalam
amal fardunya,faham dalam ilmu-ilmu agama , hebat dalam aktivis dakwah mereka dan hal-hal
yang sewaktu dengannya. Dimanakah puncanya?orang lain atau diri sendiri. Yakinilah, jika satu
jari telunjuk mengarah kearah lain, maka jari yang selebihnya tertunjuk kepada diri
sendiri.Jawapannya mudah sangat.."HATI" jawapannya. Dari jawapan ni timbulpulak persoalan
yang kedua iaitu dimanakah kedudukan amalan-amalan kita yang "hebat" ni?Diterima atau
tidak? jawapnnya..Allahualam ..Ingatlah sahabat, Janganlah kita mengungkit apa yang sudah kita
lakukan kepada orang lain, barangkali ianya menyusahkan tapi adulah apa yang kita sudah
lakukan kepada Ilahi, barangkali ia akan menjadikan kita lebih

baik apa yang kita sangkakan.


Akhir kalam, "HATI-HATI" dengan "HATI".

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-
ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai" (Al-A'raf:179)

Anda mungkin juga menyukai