Anda di halaman 1dari 19

Solusio plasenta lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu hamil dan

janinnya. Pada perdarahan tersembunyi yang luas dimana perdarahan

retroplasenta yang banyakdapat mengurangi sirkulasi uteroplasenta dan

menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu, pembentukan hematoma

retroplasenta yang luas bisa menyebabkan koagulopati konsumtif yang fatal bagi

ibu.

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal

plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua

endometrium sebelum waktunya yakni seblum anak lahir.

Klasifikasi

Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus marginalis),

dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta luas), atau bisa seluruh permukaan

maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam

banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk

seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan

ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina (revealed hemorrhage). Akan

tetapi, ada kalanya walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui

vagina (concealed hemorrhage) jika:

a. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim.

b. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim.

c. Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban

pecah karenanya.

d. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen

bawah rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam beran ringannya gambaran klinik

sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta

ringan, solusio plasenta sedang dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya

baru diketahui setelah lahir dengan adanya hematoma yang tidak luas pada

permukaan maternal atau ada ruptura sinus marginalis. Pembagian secara klinik

ini baru definitif bila ditinjau rertospektif karena solusio plasenta sifatnya

berlangsung secara progresif yang berarti solusio plasenta ringan bisa berkembang

menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi

buruk apabila perdarahan cukup banyak pada kategori concealed hemorrhage.

Solusio plasenta ringan

Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25 % atau ada yang menyebutlan kurang

dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.

tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit

sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan

dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap

ibu dan janin belum ada

Solusio plasenta sedang

Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai

separuhnya. Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belu

mencapai 1.000 ml. umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam

bersama-sama. Gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang

terus-menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.


Solusio plasenta berat

Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50% dan jumlahd arah yang keluar

telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi ke luar dan ke

dalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum

penderita buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal.

Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya

telah ada.

Insiden

Melihat latar belakang yang sering dianggap sebagai faktor resiko diyakini bahwa

insidensi solusio plasenta semakin menurun dengan semakin baiknya perawatan

antenatal sejalan dengan semkin menurunnya jumlah ibu hamil usia dan paritas

tinggi dan membaiknya kesadaran masyarakat berperilaku lebih higienis.

Transportasi yang lebih mudah memberi peluang pasien cepat sampai ke tujuan

sehingga keterlambatan dapat dihindari dan solusio plasenta tidak sampai menjadi

berat dan mematikan bagi janin. Dalam kepustakaan dilaporkan insidensi solusio

plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dalam 235 persalinan (yang berarti <0,5%) di

negara-negara Eropa untuk solusio plasenta yang tidak sampai mematikan janin.

Untuk solusio yang lebih berat sampai mematikan janin insidensinya lebih rendah

1 dalam 830 persalinan (1974-1989) dan turun menjadi 1 dalam 1.550 persalnin

(1988-1999). Namun, insidensi solusio palasenta diyakini lebih tinggi di tanah air

dibanding dengan negara maju.


Etiologi

Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diktehui, tetapi terdapat beberapa

keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai

solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor resiko. (lihat di tabel xxx). Usia ibu

dan paritas yang tinggi beresiko lebih tinggi. Perbedaan suku kelihatan

berpengaruh pada resiko.

Faktor resiko Resiko relatif


Pernah solusio plasenta 10 - 25
Ketuban pecah preterm/korioamnionitis 2,4 3,0
Sindroma preeklampsia 2,1 4,0
Hipertensi kronik 1,8 3,0
Merokok/nikotin 1,4 1,9
Merokok +hipertensi kronik 58
Pecandu kokain 13%
Mioma di belakang plasenta 8 dari 14
Gangguan sistem pembekuan darah berupa Meningkat s/d 7x
single gen mutation/ trombofilia
Acquireed antphospholipid antibodies Jarang
Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang
Plasenta sirkumvalata jarang

Dalam kepustakaan dterdapat 5 kategori populasi perempuan yang bersiko tinggi

untuk solusio plasenta. Dalam kategori sosioekonomi termasuk keadaan yang

tidak kondusif seperti usia muda, primiparitas, single-parent, pendidikan yang

rendah dan solusio plasenta rekurens. Dalam Kategori fisik termasuk trauma

tumpul pada perut, umumnya karena kekerasan dalam rumah tangga atau

kecelakaan dalam berkendaraan. Kategori kelainan pada rahim seperti mioma

terutama mioma submukosum di belakang plasenta atau uterus berseptum.


Kategori penyakit ibu sendiri memegang peran penting seperti penyakit darah

tinggi dan kelainan sistem pembekuan darah seperti trombofilia. Yang terakhir

adalah yang termasuk kategori sebab iatrogenik seperti merokok dan kokain.

Patofisiologi

Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akgir dari suatu proses yang

bersmula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta

dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh

karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen

etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.

Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang

disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat

menyebabkan pembentukan trombosis di dalam pembuluh darah desidua atau

dalam vaskular vili berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang

menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil

akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan

tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat

permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa

menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada plasenta

sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali

hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa

kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteri

spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian

nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma


yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/ banyak

sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput

ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui kanalis serviks ke

vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang

lagi mengandung tidak dapat berkontraksi untuk menjepit arteria spiralis yang

terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam

uterus (concealed hemorrhage).

Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel

karena iskemia dan hipoksia pada desidua, diantaranya :

1. Pada pasien dengan koriomnionitis, misalnya pada ketuban pecah dini,

terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari

agensia yang infeksius dan menginduksi pembentukan dan penumpukan

sitokin, eisikanoid dan bahan-bahan osidan lain seperti superoksida.

Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang menyebabkan iskemia

dan hipoksia yang berujung dengan kematian sel. Salah satu kerja

sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknya NOS (Nitric Oxide

Synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO (Nitric Oxide) yaitu

suatu vasodilator kuat`dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme

NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan lama

yang mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel endotelium

pembuluh darah. Oleh karena itu fungsi NO terlampaui oleh peradangan

yang kuat, maka sebagai hasil akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang

menyebabkan kematian sel dan perdarahan. Ke dalam kelompok penyakit


ini termasuk autoimun antibodi, antikardiolipin antibodi dan lupus

antikoagulan melatarbelakangi terjadinya solusio plasenta.

2. Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya

meningkatkan pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam

etiologi preeklampsia dan solusio plasenta

3. Pada pasien dengan trombofilia dimana ada kecenderungan pembekuan

berakhir dengan pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang

mengakibatkan iskemia dan hipoksia.

4. Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada

endotelium vaskular yang berakhir dengan pembentukan trombosis pada

vena atau menyebabkan kerusakan pada arteria spiralis yang memasok

darah ke plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin akan

mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua vitamin ini berperan

sebagai kofaktor dalammetabolismemetionin menjadi homosistein.

Metionin mengalami remetilasi oleh enzim metilenhidrofolat eduktase

(MTFHR) menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTFHR mencegah

proses remetilasi dan menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam

darah.

5. Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang

bisa menyebabkan iskemia dan plasenta sering dijumpai bermacam lesi

seperti infark, oksidatif stress, apoptosis dan nekrosis yang kesemuanya

berpotensi merusak hubungan uterus dan plasenta yang berujung kepada

solusio plasenta.
Gambaran klinik

Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat

ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum ada uji

coba yang khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinis yang

klasik dari solusioplasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar

melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus

mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak menunjukkan tanda

atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan prematur saja. Oleh

sebab itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang tinggi diperlukan dari pihak

pemeriksa.

a. Solusio plasenta ringan

Kurang lebih 30 % penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit

sekali melahirkan gejala. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala

kecuali hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapatt pada

permukaan maternal plasenta. Ini dapat diketahui secara retrospektif pada

inspeksi plasent setelah partus. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan

darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina.

Nyeri yang belum terasa menyulitkan membedakannya dengan plasenta

previa kecuali darah yang keluar berwarna merah segar pada plasenta

previa. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih

baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada

palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada tempoat terbentuk hematom dan

perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar

fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350 mg%. walaupun


belum memerlukan intervensi segera, keadaan yang ringan ini perlu

dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat.

Pemeriksaan USG berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan

mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama pada solusio sedang

atau berat.

b. Solusio plasenta sedang

Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut

yang terus-menerus, DJJ biasanya telah menunjukkan gawat janin,

perdarah yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit

dingin, dan keringatan, oligouia mulai ada, kadar fibrinogen berkurang

antara 150 sampai 250 mg/100ml dan mungkin kelainan pembekuan darah

dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.

Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak

sukar. Rasa nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang

timbul seperti pada his yang normal. Perdarahan pervaginam jelas dan

berwarna kehitaman, penderita pucat karena mulai ada syok sehingga

keringat dingin. Keadaan janin biasanya sudah gawat. Pada stadium ini

bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah dimulai. Pada pemantauan

keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah terjadi

deselerasilambat. Perlu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila

terminasi persalinan terlambat atau perawatan intensif neonatus tidak

memadai, kematian perinatal dipastikan terjadi.


c. Solusio plasenta berat

Perut sangat nyeri dan tegang sangat keras seperti papan (defance

muesculare) disertai perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karena itu

palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri

lebih tinggi daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan

darah dalam rahim pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa

observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih

berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit atasnya

kencang dan berkilat. Pada auskultasi DJJ tidak terdengar lagi akibat

gangguan anatomik dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi

buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih buruk

dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina.

Hipofibrinogenemia dan oligouria boleh jadi telah ada sebagai akibat

komplikasi pembekuan darah intravaskular yang luas dan gangguan fungsi

ginjal. Kadar fibrinogend arah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan

telah ada trombositopenia.

Diagnosis

Dalam banyakhak diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tandaklinik

yaitu perdarah melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik uterus, dan

padda solusio plasenta terdapat kelainan DJJ ada pemeriksaan dengan CTG.

Namun, adakalanya paseien datang dengan gejala mirip dengan persalinan

prematur ataupun dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi
janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara

retrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya hematoma retroplasenta.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya dengan

plsenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak

memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta yang

normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta.

Kompleksitas gamaran normal retroplasenta, kompleksitas vskular rahim sendiri,

desidua dan mioma semuanya bisa mirip dengan solusio plasenta dan memberikan

hasil pemeriksaan positif palsu. Di samping itu, solusio plasenta sulit dibedakan

dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa

membantu karena gambaran USG dari darah yang telah membeku akan berubah

menurut waktu menjadi lebah eksogenik pada 48 jam kemidian menjadi hipogenik

dalam waktu 1 sampai 2 minggu.

Penggunaan color doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta dimana tidak

terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada kompleksitas lain,

baik kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti

mioma dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya. Pada

kontraksi uterus terdapat sirkulasi aktif di dalamnya, pada mioma sirkulasi aktif

terdapat lebih banyak pada bagian perifer daripada tengahnya. Pulsed wave

Doppler dinyatrakan tidak menjadi alat yang berguna untuk menegakkan

diagnosis solusio plasenta berhubung hasil pemeriksaan yang tidak konsisten.


MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi

darurat seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat

diagnosis yang tepat.

Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu ditengarai bisa

melewati plasenta dalam keadaan dimana terdapat gangguan fisiologik dan

keutuhan anatomik dari plasenta. Peninggian kadar MSAFP tanpa sebab lain yang

meninggikan kadarnya terdapat pada solusio plasenta. Adapun sebab-sebab lain

yang dapat meningginkan MSAFP adalah kehamilan dengan kelainan kromosom,

neural tube defect, juga pada perempuan yang beresiko rendah terhadap kematian

janin, hipertensi dalam kehamilan, plasenta previa, ancaman persalinan prematur

dan PJT.

Uji cuba Kleihauer-Betke untukmendeteksi darah atau hemoglobin janin dalam

darah ibu tidak merupakan uji coba yang berguna pada diagnosis solusio plasenta

karena perdarahan pada solusio plasenta kebanyakan berasal dari belakang

plasenta, bukan dari ruang intervillus dimana darah janin berdekatan sekali

dengan darah ibu.

Komplikasi

Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus

berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibart pada ibu seperti anemia,

syok hipovolemik insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal

ginjal akut, dan uterus Couvelaire di samping komplikasi sindrom insufisiensi

plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma

Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari kematian setelah
mendeira syok yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis

adenohipofisis akibat solusio plasenta.

Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi

yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta berulang

dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio

plasena sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga terjadi dimana

proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa dijelang persalinan.

Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut. Hematoma retroplasenta yang

terbentuk menyebabkan pelepasan tromboplastin ke dalam peredaran darah.

Tromboplastin bekerja mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin.

Trombin yang ribentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk

membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat.

Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat

menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated

intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan

faktor-faktor pembekuan darah yang lain.

Akibat lain dari pembekuan intravaskular ialah terbentuknya plasmin dari

plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan

fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk akan dihancurkannya.

Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin

berfungsi menghancurkan bekuan-bekuan darah dalam sirkulasi mikro. Namun, di

lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih banyak

fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini pada solusio
plaenta berat dimana telah terjadi perdarahan melebih 2.000 ml dapat dimengerti

kalau akhirnya akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga

persedian fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis (<150 mg/100 ml darah)

dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembekuan

darah (consumptive coagulopathy) yang secara laboratoris terlihat pada

memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah

terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau

membekusama sekali apabila kadar fibrinogen < 100 mg%.

Pada keadaan yang berat ini telah terjadi kematian janin dan pada pemeriksaan

laboratorium dijumpai kaadar hancuran faktor-fakor pembekuan darah dari

hancuran fibrinogen meningkat dalam serum mencapai kadar yang berbahaya

yaitu diatas 100 g. Untuk menaikkan kembali kadar fibrinogen ke tingkat di atas

nilai kritis lebih disukai memberikan transfusi darah segar sebanyak 2.000 ml

sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar mengandung 2 gram

fibrinogen.

Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok hipovolemik yang

berlama-lama terlambat atau tidak memperoleh penenganan yang sempurna.

Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio plasenta belum jelas, tetapi

beberapa faktor dikemukakan sebagai pemegang peran utama kejadian itu.

Curahan jantung yang menurun dan kekekjangan pembuluh darah ginjal akibat

tekanan intrauterina yang meninggi keduanya menyebabkan perfusi ginjal

menjadi sangat menurun dan menyebabkan anoksia. Pembekuan darah


intravaskular dalam ginjal memberikan kontribusi tambahan kepada pengurangan

perfusi ginjal selanjutnya.

Penyakit hipertensi akut atau kronik yang sering bersama atau bahkan sebagai

penyebab solusio plasenta berperan memperburuk fungsi ginjal pada waktu yang

sama. Keadaan yang umum terjadi adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara

akut yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute tubular renal failure).

Apabila korteks ginjal ikut menderita anoksia karena iskemia dan nekrosis yang

menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute cortical renal failure) maka

prognosisinya sangat buruk. Transfusi darah ytang cepat dan banyak serta

pemberian infus elektrolit seperti larutan ringer laktat dapat mengatasi komplikasi

ini dengan baik. Pemantauan fungsi ginjal melalui pengamatan diuresis dalam

rangka mengatasi oligouria dan ucji coba gungsi ginjal lain sangat berperan

dalam menilai kemajuan penyembuhan. Pengeluaran urin 30 ml atau lebih dalam

satu jam menunujukkan perbaikan fungsi ginjal.

Couvelaire dalam permulaan tahun 1900 mengemukakan komplikasi iini

apoplexie uteroplacentaire. Pada keadaan ini perdarahan retroplasenta

menyebabkan darah menerobos melalui ke sela-sela serabut miometrium dan

bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat

ligamentum latum, ke bawah perisalping dan ke dalam ovarium bahkan bisa

mengalir sampai rongga peritoneum. Keadaan miometrium yang telah mengalami

infiltrasi darah ini dilaporkan jarang mengganggu kontraksinya sampai menjadi

atonia yang bisa menyebabkan perdarahan berat pascapersalinan. Kedadaan uterus

yang demikian kemudian disebut uterus Couvelaire. Uterus Couvelaire yang tidak
sangat berat masih dapat berkontraksi dengan baik jika isinya telah keluar, dan

akan berkontraksi jika diberi oksitosin. Dengan perkataan lain, uterus Couvelaire

umumnya tidak akan menyebabkan perdarahan dalam kala tiga dan kala empat

dan oleh karena itu bukan semua uterus Couvelaire merupakan indikasi

histerektomi.

Fungsi plasenta akan terganggu bila peredaran darah ke plasenta mengalami

penurunan yang berari. Sirkualsi darah ke plasenta menurun manakala ibu

mengalami perdarahan banyak dan akut seperti padea syok. Peredaran darah ke

plaenta juga menurun apabila telah terbentuk hematoma retroplasenta yang luas.

Pada keadaan yang begini darah dari arteriola spiralis tidak lagi bisa mengalir ke

dalam ruang intervillus. Kedua keadaan tersebut menyebabkan penerimaan

oksigen oleh darah janin yang berda dalam kapiler vili berkurang yang pada

akhirnya menyebabkan hipoksia janin.

Sirkulasi darah plasenta menurun disertai penurunan tekanan perfusi pada

penderita hipertensi kronik atau sindroma preeklampsia. Semua perubahan

tersebut sangat menurunkan permeabilitas plasenta yang punya kontibusi besar

dalam proses terjadinya sindroma insufisiensi plasenta yang mengakibatkan gawat

janin dan kematian janin tanpa terduga. Gawat janin oleh hipoksia disebabkan

oleh insufisiensi fungsi plasenta yang umumnya sudah terjadi pada solusio

plasenta sedang dan pada solusio plasenta berat umumnya telah terjadi kematian

janin.
Fetal-to-Maternal Hemorrhage

Pada solusio plasenta perdarahan yang terjadi umumnya berasal dari peredaran

darah ibu. Namun, pada sekitar 20% solusio plasenta terutama bila solusio

plasenta terjadi akibat trauma tumpul pada abdomen menyebabkan kerusakan

demikian rupa sampai sejumlah kapiler vili ikut rusak dan terjadi perdarahan yang

berasal dari sirkulasi janin masuk ke dalam ruang intervillus dari plasenta untuk

seterusnya masuk ke sirkulasi maternal.

Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan tromboplastin

dari desidua dan plasenta masuk ke dalam sirkulasi maternal dan mendorong

pembentukan koagulasi intravaskular beserta gambaran klinik lain sindroma

emboli cairan ketuban termasuk hipotensi.

Penanganan

Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat inap di

rumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan

darah lengkap termauk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan

darah dengan memeriksa waktru pembekuan, PT, aPTT, kadar fibrinogen, kadar

hancuran fibrin, dan hancuran fibrinogen dalam plasma. Pemeriksaan dengan

ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa

dan memastikan janin masih hidup.

Manakala diagnosis belum jelas dan janin hidup tanpa tanda-tanda gawat janin,

maka observasi ketat dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan

untuk intevensi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan.


Persalinan mungkin pervaginam atau mungkin juga harus perabdominam

bergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan

atau belum, dan tanda-tanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta

bisa bervariasi sesuai keadaan kasus masing-masing tergantung berat ringannya

penyakit, usia kehamilan, serta keadaan ibu dan janinnya. Bilamana janin masih

hidup hidup dan cukup bulan, dan bilamana persalinan pervaginam belum ada

tanda-tandanya, umumnya dipilih persalinan melalui bedah sesar darurat. Pada

perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan pemberian

transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti persalinan yang dipercepat untuk

mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu sambil mengharapkan semoga

janin bisa terselamatkan. Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau

stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin telah mati atau langsung

dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.

Penanganan ekspektatif pada kehamilan belum genap bulan berfaedah bagi

janin, tetapi pada umumnya persalinan preterm tidak terhindarkan baik spontan

sebagi komplikasi solusio plasenta maupun atas indikasi obstetrik yang timbul

setelah beberapa hari dalam rawatan. Terhadap pemberian tkolisis masih terdapat

silang pendapat di samping keberhasilan yang belum menjanjikan.

Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam

kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah yang

banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki persalinan dilakukan

perabdominam. Hemostasis pada tempat implantasi plasenta bergantung sekali

pada kekuatan kontraksi miometrium. Karenanya pada persalinan pervaginam


perlu diupayakan stimulasi miometrium secara farmakologik dan masase agar

kontraksimiometrium diperkuat dan mencegah terjadinya perdarahan yang hebat

pasca salin sekalipun pada keadaan masih ada gangguan koagulasi. Harus diingat

bahwa koagulopati berat merupakan faktor resiko tinggi bagi bedah sesar

berhubung kecenderungan perdarahan yang berlangsung terus pada tempat insisi

baik pada abdomen maupun uterus.

Pemberian oksitosin dan amniotomi adalah dua hal yang sering dilakukan pada

persalinan pervaginam. Kedua hal tersebut mempunyai rasionalitasnya masing-

masing baik yang menguntungkan maupun merugikan. Kiranya keuntungan dan

kerugian dari kedua metode ini belum ada bukti yang mendukung.

Prognosis

Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih

buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta

ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada

kematian kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang

mempunyai prognosis lebih buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas

dan morbiditas perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu yang lebih berat.

Solusio plasenta berat memppunyai prognosis paling buruk terhadap ibu lebih-

lebih pada janinnya. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga

bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien.

Trasnfusi darah yang banyak dengan segera danterminasi kehamilan tepat waktu

sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.

Anda mungkin juga menyukai