Hemoglobin Dan Mioglobin
Hemoglobin Dan Mioglobin
1. Struktur dan Fungsi Mioglobin Mioglobin (BM 16700, disingkat Mb) merupakan
protein pengikat oksigen yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang
besar pada tulang dan otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang
berfungsi sebagai penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan
laju transport oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan paus yang
menyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam konsentrasi tinggi dalam
ototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak ditemukan pada organisme sel
tunggal. Mioglobin merupakan polipeptida tunggal dengan 153 residu asam amino dan
satu molekul heme. Komponen protein dari mioglobin yang disebut globin, merupakan
rantai polipeptida tunggal yang berisi delapan -heliks (Gambar 1). Sekitar 78%
residu asam amino dari protein ditemukan dalam -heliks ini.
Lipatan rantai globin membentuk celah yang hampir terisi gugus heme. Heme bebas
[Fe2+] mempunyai afinitas tinggi terhadap O2 dan dioksidasi searah membentuk
hematin [Fe3+]. Hematin tidak dapat mengikat O2. Interaksi
nonkovalen antara sisi asam amino rantai dan cincin porfirin nonpolar yang
mengandung celah sisi ikat oksigen meningkatkan afinitas heme terhadap O2.
Peningkatan afinitas melindungi Fe2+ dari oksidasi dan memungkinkan pengikatan
oksigen yang reversibel. Semua asam amino yang berinteraksi dengan heme nonpolar
kecuali dua histidin, yang berikatan langsung dengan atom besi heme dan histidin
yang lain menstabilkan sisi ikat oksigen. Ketika oksigen terikat pada heme bebas,
aksis dari molekul oksigen posisinya pada sudut ikatan Fe-O (Gambar 2a), berlawanan
dengan hal ini, ketika CO2 berikatan dengan heme bebas Fe, C dan O berada pada
garis lurus (Gambar 2b). Kedua kasus tersebut mencerminkan geometri orbital
hibridisasi masingmasing ligan. Pada mioglobin, His64 (His E7), pada sisi ikat O2
heme, terlalu jauh untuk berkoordinasi dengan heme besi, tetapi berinteraksi dengan
ligan yang terikat pada heme. Residu ini disebut distal his, yang tidak berefek
pada pengikatan oksigen (Gambar 2c) tetapi dapat menghalangi pengikatan linier CO,
menjelaskan pengurangan pengikatan CO ke heme.
Gambar 2. Efek sterik pengikatan ligan ke heme pada mioglobin. (a) Oksigen terikat
pada heme dengan O2 (b) Karbon dioksida terikat pada heme bebas. (c) Ilustrasi yang
memperlihatkan susunan residu asam amino mengelilingi heme mioglobin. Pengikatan O2
merupakan ikatan hidrogen pada distal His, His E7 (His64), yang memfasilitasi
pengikatan O2 (Nelson dan Cox, 2005)
2. Struktur dan Fungsi Hemoglobin Hemoglobin (Mr 64500, disingkat Hb) merupakan
molekul bulat dengan diameter 5,5 nm yang ditemukan pada sel darah merah, dengan
fungsi utamanya untuk mentransport oksigen dari paru-paru ke setiap jaringan dalam
tubuh. Molekul HbA (hemoglobin manusia dewasa, A = adult) berisi dua rantai
(masing-masing 141 residu) dan dua rantai (masing-masing 146 residu) (Gambar 3).
Molekul HbA umumnya tersusun sebagai 22. Terdapat tipe lain hemoglobin orang
dewasa, sekitar 2% hemoglobin manusia merupakan HbA2 yang terdiri dari rantai
sebagai pengganti rantai. Meskipun konfigurasi tiga dimensi mioglobin dan rantai,
dari hemoglobin sangat mirip (Gambar 4a), urutan asam aminonya mempunyai beberapa
perbedaan dan identik pada posisi 27 (Gambar 4b). Perbandingan dari belasan spesies
menunjukkan ada sembilan variasi residu asam amino. Beberapa variasi residu
langsung berpengaruh pada sisi ikat oksigennya, yang distabilkan oleh peptida -
heliks.
Gambar 3. Struktur Hemoglobin, protein ini terdiri dari empat sub unit, dinyatakan
sebagai dan . Masing-masing unit berisi gugus heme yang mengikat oksigen secara
reversibel (McKee T dan McKee JR, 2004).
(a)
(b) Gambar 4. (a) Perbandingan struktur mioglobin dan sub unit dari hemoglobin.
(b)Urutan asam amino dari mioglobin dan rantai , hemoglobin manusia (Nelson dan
Cox, 2005).
pirol yang dihubungkan oleh jembatan metena membentuk cincin tetrapirol. Empat
gugus metil, dua gugus vinil dan dua sisi rantai propionat terpasang pada cincin
ini (Gambar 5).
Atom besi berada pada pusat protoporfirin, terikat dengan empat atom nitrogen
pirol. Pada kondisi normal, besi pada keadaan oksidasi Fe2+. Besi dapat membentuk
dua ikatan tambahan, masing-masing satu sisi pada bidang heme. Sisi ikatan ini
disebut sisi koordinasi kelima dan keenam. Pada hemoglobin, sisi koordinasi kelima
diisi cincin imidazol dari residu histidin protein. Pada deoksi hemoglobin, sisi
koordinasi keenam tidak terisi. Ion besi terletak sekitar 0,4 di luar bidang
porfirin, dalam bentuk ini terdapat lubang besar yang bisa ditempati dalam cincin
porfirin (Gambar 6).
Pengikatan oksigen pada sisi koordinasi keenam menyebabkan penataan ulang elektron
besi, sehingga lebih kecil dan dapat bergerak pada bidang porfirin (Gambar 7).
Perubahan struktur elektronik ini bersamaan dengan perubahan sifat magnetik
hemoglobin. Perubahan struktur karena pengikatan oksigen diamati Linus Pauling
berdasarkan pengukuran magnetik pada tahun 1936, hampir 25 tahun sebelum struktur
tiga dimensi hemoglobin ditemukan.
Struktur tiga dimensi hemoglobin digambarkan dengan pasangan dimer identik. Empat
rantai hemoglobin tersusun dalam dimer yang identik, dinyatakan sebagai 11 dan
22. Masing-masing polipeptida mempunyai unit pengikat heme yang mirip seperti
digambarkan dalam mioglobin. Meskipun mioglobin dan hemoglobin keduanya mengikat
oksigen secara reversibel, molekul hemoglobin mempunyai struktur kompleks dan sifat
ikatan yang lebih rumit. Beberapa interaksi nonkovalen (sebagian besar hidrofobik)
diantara sub unit pada masingmasing dimer- menyebabkan strukturnya tidak berubah
ketika hemoglobin mengalami oksigenasi atau deoksigenasi (Gambar 8).
(a)
(b)
Gambar 8. Struktur tiga dimensi dari (a) oksihemoglobin dan (b) deoksihemoglobin.
Rantai pada bagian atas. Pada transformasi oksi-deoksi, dimer 11 dan 22
bergerak secara relatif satu sama lain. Hal ini menyebabkan 2,3-bisfosfogliserat
terikat pada celah pusat yang lebih besar dalam konformasi deoksi (McKee T dan
McKee JR, 2004).
Kebalikannya sejumlah kecil interaksi antara dua dimer berubah banyak selama
transisi ini. Ketika mioglobin mengalami oksigenasi, jembatan garam dan ikatan
hidrogen putus sebagai dimer 11 dan 22 bergeser satu sama lain dan berputar 15o
(Gambar 9). Konformasi hemoglobin terdeoksigenasi (deoksiHb) sering disebut sebagai
keadaan T (tense) dan hemoglobin oksegenasi (oksiHb) dinyatakan sebagai keadaan R
(relaxed) (Gambar 10).
(a) Deoksihemoglobin
(b) Oksihemoglobin
Gambar 10. Transisi T R. Subunit berwarna biru dan subunit berwarna abu-abu.
Sisi muatan positif rantai dan terminal rantai yang terlibat dalam pasangan ion
berwarna biru. Transisi dari keadaan T ke keadaan R menggeser pasangan subunit.
Transisi T R menyempitkan celah antara subunit (Nelson dan Cox, 2005).
Jaringan
Paru-paru
Gambar 11. Kurva peningkatan kooperatif pengiriman oksigen oleh hemoglobin (Berg
et.al, 2002)
Kurva disosiasi oksigen dari hemoglobin berbentuk sigmoid karena adanya interaksi
subunit (Gambar 12). Pada awalnya O2 terikat ke hemoglobin, pengikatan tambahan O2
pada molekul yang sama ditingkatkan. Pola ikatan ini disebut ikatan kooperatif
(cooperative binding), menghasilkan perubahan struktur tiga dimensi hemoglobin yang
diawali ketika oksigen pertama terikat. Pengikatan Biochemistry, MIPA FST Unsoed
Amin Fatoni (c) 2007
11
pemecahan senyawa glukosa. Ketika tidak ada BPG, hemoglobin mempunyai afinitas
sangat tinggi terhadap oksigen (Gambar 14). Pengikatan BPG seperti H+ dan CO2,
menstabilkan deoksiHb (Gambar 15). Muatan negatif molekul BPG berikatan dengan
lubang pusat dalam hemoglobin yang berbatasan dengan muatan positif asam amino.
Gambar 14. Efek 2,3-Bisfosfogliserat (BPG) terhadap afinitas oksigen dan hemoglobin
(Berg et.al., 2002).
Gambar 15. Pengikatan 2,3-BPG pada hemoglobin manusia. 2,3-BPG terikat pada pusat
celah deoksihemoglobin. Dengan demikian berinteraksi dengan tiga muatan positif
gugus pada masing-masing rantai (berg et.al., 2002).
memungkinkan pengambilan oksigen oleh janin dari sel darah merah ibunya. 5. Efek
Bohr : Ion Hidrogen dan Karbon Dioksida Meningkatkan Pelepasan Oksigen Jaringan
yang melakukan metabolisme secara cepat seperti pada otot yang berkontraksi
membutuhkan oksigen tinggi serta menghasilkan sejumlah besar ion hidrogen dan
karbon dioksida. Dua senyawa tersebut merupakan efektor heterotropik yang
meningkatkan pelepasan oksigen (Gambar 16). Pengikatan ligan selain oksigen
mempengaruhi sifat ikatan oksigen hemoglobin. Sebagai contoh, disosiasi oksigen
dari mioglobin meningkat jika pH diturunkan. Mekanisme ini disebut Efek Bohr
(Gambar 17), oksigen dikirim ke sel sesuai kebutuhannya. CO2 tersebar dalam darah,
bereaksi dengan air membentuk HCO3dan H+. Pengikatan H+ pada beberapa gugus
terionisasi pada molekul hemoglobin meningkatkan disosiasi O2 dengan mengubah
hemoglobin menjadi bentuk T. Ion hidrogen berikatan secara khusus dengan deoksiHb.
Beberapa efektor alosterik mempengaruhi kesetimbangan bentuk T dan R, sehingga
meregulasi sifat pengikatannya terhadap oksigen. Efektor yang paling penting antara
lain CO2, H+, dan 2,3-bisfosfogliserat (Gambar 18). Peningkatan konsentrasi H+
menstabilkan konformasi deoksi dari protein dan mempercepat pembentukannya. Ketika
sejumlah kecil molekul CO2 terikat pada gugus asam amino terminal pada hemoglobin
(membentuk karbamat atau gugus NHCOO-) bentuk deoksi (T) dari protein lebih
stabil.
Jaringan
Paru-paru
Gambar 16. Efek pH dan konsentrasi CO2 pada afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Penurunan pH dari 7,4 (kurva merah) ke 7,2 (kurva biru) menghasilkan pelepasan O2
dari oksihemoglobin. Peningkatan tekanan parsial CO2 dari 0 ke 40 torr (kurva ungu)
juga meningkatkan pelepasan oksigen dari oksihemoglobin (Berg et.al, 2002).
Gambar 17. Kimiawi Efek Bohr, pada deoksi hemoglobin terlihat tiga residu asam
amino membentuk jembatan garam yang menstabilkan struktur kuartener T. Pembentukan
satu jembatan garam tergantung dari keberadaan penambahan proton pada histidin
146. Muatan negatif pada aspartat 94 menyebabkan protonasi histidin 146 pada
deoksihemoglobin (Berg et.al, 2002).
Pada
paru-paru
proses
ini
terbalik.
Konsentrasi
tinggi
oksigen
1. Metabolisme BPG
2. Kurva kejenuhan
7. Hemoglobin dan Transport CO2 Sejumlah 5% dari CO2 yang ada di jaringan terikat
secara kovalen pada terminal N dari hemoglobin dan ditransport sebagai
karbaminohemoglobin. Sekitar 90% dari CO2 awalnya diubah menjadi karbonat (HCO3-),
yang lebih larut. Pada paru-paru CO2 dibentuk lagi dari HCO3- dan dapat
dikeluarkan. Dua proses ini melibatkan oksigenasi dan deoksigenasi dari Hb.
DeoksiHb merupakan basa lebih kuat daripada oksiHb, sehingga mengikat proton lebih
banyak (sekitar 0,7 H+ tiap tetramer) yang menyebabkan pembentukan HCO3- dari CO2
dalam jaringan. HCO3- yang dihasilkan dilepaskan ke plasma melalui antiporter pada
membran eritrosit dengan pengganti Cl- dan mengalir ke paru-paru. Pada paru-
Gambar 20. Transport CO2 oleh hemoglobin (Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005)
8. Anemia Sel Sabit Merupakan Penyakit Molekuler Hemoglobin Hal penting pada
penentuan urutan asam amino struktur sekunder, tersier dan kuartener protein
globular dan fungsi biologisnya adalah pada penemuan penyakit keturunan anemia sel
sabit. Hampir 500 variasi genetik hemoglobin terdapat pada populasi manusia.
Kebanyakan variasi tersebut berbeda pada satu residu asam amino. Setiap variasi
hemoglobin dihasilkan oleh suatu ekspresi gen. Variasi gen ini disebut allele.
Manusia secara umum mempunyai dua salinan masing-masing gen, suatu individu dapat
mempunyai dua salinan allele atau satu salinan masing-masing berbeda allele. Anemia
sel sabit merupakan penyakit keturunan ketika seseorang diturunkan allele untuk
hemoglobin sel sabit dari kedua orang tuanya. Eritrosit dari individu ini lebih
sedikit dan tidak normal. Selain itu terdapat pula sejumlah besar sel belum matang,
darah terlalu panjang, tipis dan kenampakannya seperti sabit (Gambar 21a, b).
Ketika hemoglobin dari sel sabit (disebut hemoglobin S) mengalami deoksigenasi,
menjadi tidak larut dan membentuk polimer yang menempel pada serat tubular (Gambar
21c,d). Hemoglobin normal (HbA) tetap larut pada proses deoksigenasi. Serat tidak
larut dari hemoglobin S yang mengalami deoksigenasi menyebabkan bentuk seperti
sabit pada eritrosit, dan proporsi sel sabit meningkat tajam ketika darah mengalami
deoksigenasi. Perubahan sifat hemoglobin S hasil dari substitusi asam amino
tunggal, suatu valin mengganti residu glutamat pada posisi 6 dalam dua rantai .
Gugus R dari valin tidak mempunyai muatan listrik, sedangkan glutamat mempunyai
muatan negatif pada pH 7,4. Hemoglobin S mempunyai 2 muatan negatif lebih kecil
dibandingkan hemoglobin A, masing-masing satu pada tiap rantai . Penggantian
residu Glu dengan Val menyebabkan titik kontak hidrofobik yang lengket pada posisi
6 dari rantai , pada permukaan luar molekul. Titik lengket ini menyebabkan molekul
deoksihemoglobin berasosiasi tidak normal satu sama lain membentuk kumpulan panjang
dan berserat yang merupakan karakter dari penyakit ini. Orang dengan penyakit
anemia sel sabit tanpa perlakuan medis biasanya meninggal pada usia anak-anak.
Meskipun demikian secara mengejutkan allele sel sabit banyak terjadi di bagian
Afrika.
(C)
Pembentukan untai
Gambar 21. Perbandingan bentuk eritrosit (a) eritrosit normal (b) eritrosit anemia
sel sabit, dari normal sampai seperti duri atau sabit. (c) Perbedaan hemoglobin A
dan hemoglobin S asam amino tunggal yang berubah pada rantai . (d) Hasil perubahan
ini hemoglobin S menyebabkan pembentukan kumpulan yang membentuk untai serat tidak
larut (Nelson dan Cox, 2005)
Daftar Pustaka Berg, JM, Tymoczko, JL, dan Stryer L. 2002. Biochemistry. 5th
edition. W.H. Freeman and Company. 403 - 453 Koolman, J dan K.H. Roehm. 2005.Color
Atlas of Biochemistry. 2nd edition. Germany : Georg Thieme Verlag. 280 283 McKee
T dan McKee JR. 2004. Biochemistry: The Molecule Basic Of Life. Third edition. The
McGraw-Hill Company. 145 - 158 Murray, RK, Dk Granner, PA Mayes, VM Rodwell. 2003.
Harpers Illustrated Biochemistry. 26th edition. The McGraw-Hill Company . 40 48
Nelson, DL dan MM Cox. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry. 4th edition.
W.H. Freeman and Company. Smith C, AD Marks, M Lieberman. Basic Medical
Biochemistry. 2nd edition. 102 -106