Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fashion berasal dari bahasa latin, Factio yang artinya melakukan. Lambat laun
kata-kata itu diserap menjadikata Fashion yang kemudian secara sederhana diartikan sebagai
gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya. Biasanya, orang-orang penikmat fashion
lebih terlihat aktif dalam memadu padankan warna yang sesuai dengan selera mereka agar
mereka lebih terlihat menarik dan elegan. Untuk menghasilkan warna pada pakaian, kita juga
butuh bahan yang disebut pewarna pakaian.

Pada zaman dahulu, pewarna pakaian hanya berasal dari tanaman saja, belum masuk
ke pewarna tekstil. Berdasarkan studi pustaka dan bukti sejarah, tanaman ini dipakai sebagai
pewarna sejak masa-masa sebelum masehi di negara-negara Eropa. Baru pada abad ke-16,
masyarakat India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, membudidayakan tanaman yang
bernama indigofera secara besar-besaran pada masa itu.

Pembudidayaan indigofera di Indonesia dilakukan melalui culture stelsel, atas perintah


pemerintah kolonial Belanda. Pewarna ini digunakan Belanda untuk menyaingi pewarna dari
bahan woad (Isatis tinctoria) yang dibudidayakan di Prancis, Jerman, dan Inggris.

Pewarna Alami kalah pamor setelah zat warna sintetis diperkenalkan pada tahun 1897,
setelah itu para pengusaha batik lebih tertarik menggunakannya sebagai pewarna produknya.
Apa yang terjadi seratus tahun kemudian, sejak tanggal 13 Juni 1996, zat warna sintetis gugus
azo, amino aromatis, naptol, direc, dan asam/basa telah dilarang peredarannya karena bersifat
karsinogenik.

Untuk itu, demi menjaga kelestarian lingkungan dan terhindar dari hal-hal yang tidak
kita inginkan, kita harus mengganti pewarna sintetis (kimia) menjadi pewarna alam yang sangat
ramah lingkungan.

Penulis tertarik dengan pewarna yang berasal dari alam, khususnya jamur yang
berukuran mikro dan bagaimana cara pengaplikasian jamur tersebut ke bahan tekstil dan bisa
dipergunakan dalam rana fashion dan bisnis.
Narasumber yang penulis dapatkan adalah Nidiya Kusmaya, beliau merupakan salah
satu Asisten dosen Kriya Tekstil dari Institut Teknologi Bandung. Beliau juga sudah
mendapatkan beasiswa penelitian ke Belanda untuk meneliti lebih lanjut bahan dasar pewarna
dari Makhluk Hidup yang bersifat Mikro ( Hanya dapat dilihat menggunakan miskroskop ).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk lebih mengetahui bahwa ternyata jamur tidak hanya bersifat merugikan kepada
kita, khususnya bahan-bahan tekstil karena jamur biasanya mengotori pakaian kita dan
sifatnya juga susah menghilang dari pakaian ketika dicuci. Jamur juga bisa bersifat
menguntungkan apabila kita olah dengan benar

2. Untuk mengurangi atau bahkan menggantikan pewarna kimia buatan dan


menghilangkan ketergantungan manusia terhadap produk-produk yang sifatnya
kimiawi. Mereka juga akan lebih aware terhadap lingkungan dan kesehatan
penggunannya apabila ia alergi terhadap bahan-bahan kimia yang ia gunakan.

3. Jamur juga bisa menjadikan lahan bisnis yang menguntungkan karena bahan yang
digunakan juga sederhana dan sangat mudah untuk dilakukan di rumah sendiri.
BAB II
LANDASAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1.1 Landasan Teori

a. Tentang Jamur

Di dalam dunia mikrobia, jamur termasuk divisio Mycota (fungi).


Mycota berasal dari kata mykes (bahasa Yunani), disebut juga fungi (bahasa
Latin). Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut jamur, (a)
mushroom yaitu jamur yang dapat menghasilkan badan buah besar, termasuk
jamur yang dapat dimakan, (b) mold yaitu jamur yang berbentuk seperti
benang-benang, dan (c) khamir yaitu jamur bersel satu. Jamur merupakan jasad
eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau
uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari khitin,
dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorganoheterotrof
karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan
oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur
terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh
sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia.

Jamur atau fungi termasuk ke dalam kelompok tumbuhan yang tidak


mempunyai klorofil (zat hijau daun) sehingga bersifat heterotrof. Berikut adalah
ciri-ciri dari jamur (fungi):
1. Bersel banyak (multiseluler), tetapi ada sebagian kecil yang bersel tunggal.
2. Inti sel sudah memiliki membran inti (eukariotik).

3. Tidak memiliki klorofil dan bersifat heterotrof baik secara parasit maupun
saprofit.
4. Dinding sel tersusun atas zat kitin, glukan dan manan.
5. Tubuh tersusun atas benang-benang halus yang disebut hifa.

6. Percabangan hifa membentuk jaringan miselium yang berfungsi untuk


menyimpan makanan.
7. Hidup di tempat yang kaya akan zat organik, lembap, dan kurang cahaya.

8. Perkembangbiakan secara tidak kawin melalui proses pembelahan dan


secara kawin melalui peleburan inti sel dari dua sel induk.
9. Tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati.
Jamur dari cara melihatnya dibagi dua jenis, yaitu :

- Jamur Makrosopis : yaitu jamur yang dapat dilihat dengan mata


telanjang

- Jamur Mikrosopis : yaitu jamur yang dapat dilihat dengan bantuan alat
yaitu mikroskop.

Dalam kasus pembuatan pewarnaan (dalam hal ini tekstil untuk pakaian), kita
akan menggunakan jamur mikroskopis karena jamur ini akan menghasilkan
pigmen.

1.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang penulis gunakan adalah bahwa mengapa jamur yang
kita temukan cenderung lebih ke arah yang bersifat merugikan? Bukan
menguntungkan? Sedangkan diluar sana Banyak produk-produk biologi berbahan dasar
jamur yang sebenarnya dapat diolah untuk mendapatkan hasil yang cenderung lebih
menguntungkan. Namun, research yang kita lakukan mungkin belum ke arah sana.

Penulis juga menemukan di beberapa artikel bahwa jamur juga bisa


menguntungkan dibidang tekstil. Yaitu sebagai pembersih / detergen pakaian yang
ditemukan atau dikembangkan oleh Sri Harjati Suhardi, seorang dosen dari Sekolah
Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB.

Namun, mengapa sebagai pembersih? Bukannya berkebalikan menjadi pewarna


tetap dari tekstil itu sendiri agar nilai estetika dan penjualannya meningkat? Berhubung
jamur juga banyak keuntungannya untuk manusia. Mungkin itu yang selalu membuat
penasaran penulis.

Dengan adanya penemuan baru tersebut, perlahan-lahan perwarna alam dari


jamur akan terus meningkat dan akan memainkan roda-roda ekonomi dari yang paling
kecil. Dan orang-orang juga akan cenderung lebih memilih pewarna dari alam (mudah
namun memerlukan waktu yang lama) karena sangat sustainable dan ramah lingkungan
walaupun akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyadarkan masyarakat
akan hal ini. Namun, untuk masa sekarang ini masyarakat mulai sadar akan lingkungan
dan relatif lebih cepat bergerak.
BAB III

METODE

1. Metode Penulisan

Metode yang saya gunakan dalam penulisan ini adalah metode wawancara. Untuk
narasumber yang saya dapatkan adalah Nidiya Kusmaya, Asisten Dosen dari kriya tekstil.
Beliau merupakan alumni dari Kriya ITB. Ia juga sudah mendapatkan beasiswa untuk
penelitian ke belanda untuk meneliti pewarna alami dai jamur. Berikut adalah hasil wawancara
dengan beliau :

1. Apakah pewarna alam dari jamur mikro itu benar-benar ada?

Ya, betul. Bahkan saya juga sedang melakukan penelitian tentang jamur mikro sebagai
pewarna tersebut.

2. Apakah sudah di post ke publik untuk dijadikan lahan bisnis dalam industri tekstil,
dalam artian untuk fashion?

Tidak, belum ke arah sana, saya masih melakukan penelitian. Tapi 3 jenis jamur mikro dari
penelitian saya sepertinya sudah siap diarahkan ke arah bisnis khususnya Fashion.

3. Apa sajakah itu kalau boleh saya tau?

Yaitu Aspergillus niger, Trichoderma sp, dan monascus. Ketiganya sudah siap. Ketiga jenis
jamur itu termasuk dalam jenis jamur mikroskopis.
4. Mengapa ketiga jenis jamur tersebut bisa dibilang siap untuk dijadikan pewarna
tekstil dalam industri Fashion?

Ketiga jenis jamur tersebut sudah bisa diambil pigmennya dan saya rasa sudah siap untuk
dijadikan lahan berbisnis, tinggal kita para pengusaha bagaimana mengolah hasil mentahnya.
Untuk menghasilkan kain bepewarna jamur, cara yang didapatkannya pun cukup mudah, yaitu
siapkan kain yang ingin diwarnai dan tunggu hingga keesokan harinya. Kita akan menaruh air
cucian beras untuk makanan jamur tersebut. Untuk menghasilkan warna atau pigmen yang
bagus, tunggu hingga beberapa minggu. Spora jamur juga mudah didapat karena berasal dari
udara yang kita hirup sehari-hari. Setelah menghasilkan pigmennya, jamur yang tumbuh harus
di sterilkan ( di Destro ) agar menghasilkan pigmennya saja.

5. Dimana sih kakak melakukan penelitian sampai sedetail itu?

Saya Alhamdulillah dapat beasiswa penelitian ke belanda. Disana banyak orang-orang yang
meneliti bukan hanya di bidang art saja, kebanyakan di rana biologi dan kedokteran. Saya juga
sebenarnya masuk ke rana biologi sih hehe. Oiya, Untuk menghasilkan pewarna alam juga gak
harus jamur, bakteri dan protista juga termasuk dalam penelitian saya. Untuk bakteri, kita
menggunakan jenis bakteri patogen ( menghasilkan penyakit ) karena warna yang dihasilkan
cukup bagus ( warna terang ). Akan tetapi, warna-warna tersebut justru menunjukan ke kita
bahwa semakin menarik warnanya, penyakit yang ditimbulkan akan semakin parah. Jadi kita
harus berhati-hati dalam memilih bakteri.

6. Bagaimana sih kak cara menggabungkan dua warna dari 2 jamur atau jamur dan
bakteri yang berbeda? Apakah ada?

Oh ada banget, dua jenis jamur atau bakteri plus jamur justru itu akan menghasilkan pattern-
pattern yang cukup bagus. Saya juga sudah melakukan percobaan ke kain batik. Jadi bahan
yang digunakan yaitu cairan anti-fungal, mirip-mirip kaya canting sih.. jadi motif yang kita
gambar di kain menggunakan anti-fungal tidak akan ditumbuhi jamur mikro.Tapi di daerah
yang tidak terkena cairan anti-fungal. Nanti saya kasih illustrasinya.
7. Siapa sih kak yang benar-benar tertarik oleh percobaan kakak untuk pakaian jamur
ini?

Wah banyak, desainer terkenal tertarik oleh percobaan saya. Dan bahkan mereka tidak tau
bahwa saya pake pewarna alam khususnya jamur. Pas saya jelasin, dia mengerti dan bahkan
mau memakai hasil kain rancangan saya untuk di apply ke fashion design. Karena sekarang
para fashion designer lagi tren banget menggunakan pewarna alam, bukan hanya jamur saja.

8. Kapan kakak akan merilis percobaan kakak ke publik dan akan diperkenalkan untuk
dijadikan bisnis?

Ya, kita lihat saja ya hehe.. kita juga masih melakukan penelitian dan belum 100% beres serta
untuk dijadikan bisnis juga nantinya.

9. Oke kak terima kasih banyak, semoga penelitiannya cepat rampung!

Iya sama-sama, sukses juga tugasnya.


BAB IV
HASIL

1. Hasil

Berikut adalah hasil dari Eksperimen dari Nidiya Kusmaya bahwa jamur juga
bisa digunakan sebagai pewarna tekstil, bukan hanya dari bahan kimia karena lambat
laun kita tidak tau apa bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia tersebut dan
bahannya juga bisa habis.

A. Penjelasan Tentang Jamur

Nidiya Kusmaya punya banyak penelitian tentang mikroorganisme bukan hanya


jamur, tapi seperti bakteri, dan protitsa. Namun disini penulis akan pengkhususkan
penelitian untuk jamur saja.

Seperti yang saya jelaskan di landasan teori tadi, jamur dari cara melihatnya dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :

- Jamur Makrosopis : yaitu jamur yang dapat dilihat dengan mata telanjang
- Jamur Mikrosopis : yaitu jamur yang dapat dilihat dengan bantuan alat yaitu mikroskop

Namun kata Nidiya, kita akan menggunakan jamur yang bersifat mikroskopis., kita
akan menghasilkan tiga jenis jamur yang sudah diteliti untuk diambil pigmennya, yaitu:

a. Aspergillus niger

adalah anggota dari genus Aspergillus yang


mencakup seperangkat jamur yang umumnya
dianggap aseksual. Aspergillus ada mana-mana di
alam. Mereka secara geografis tersebar luas, dan
telah diamati pada berbagai habitat karena mereka
dapat menjajah berbagai macam substrat. A. niger
umumnya ditemukan tumbuh sebagai saprofit pada
daun mati, gandum yang disimpan, tumpukan
kompos, dan vegetasi yang membusuk lainnya. Aspergillus memiliki spora yang
berwarna hitam, dan justru inilah yang akan penjadikan pigmen untuk dijadikan
pewarna tekstil.
b. Trichoderma sp

Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan /


fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Di alam,
Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan
maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu.
Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma
berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa
spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah
ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi,kisarannya sekitar 7 C 41 C.
Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30 C, namun pada
suhu 35 C cendawan ini tidak dapat tumbuh.[3] Perbedaan suhu memengaruhi
produksi beberapa enzim seperti karboksimetilselulase dan xilanase. Untuk
trichoderma sp sendiri, pigmen yang akan dihasilkan adalah coklat dan coklat
kehijauan.

c. Monascus

Monascus atau kapang adalah multiseluler yang bersifat


aktif karena merupakan organisme saprofit dan mampu
memecah bahan bahan organic kompleks menjadi
bahan yang lebih sederhana. Di bawah mikroskop dapat
dilihat bahwa kapang terdiri dari benang yang disebut
hifa, kumpulan hifa ini dikenal sebagai miselium.
Kapang Monascus purpureus sudah digunakan sebagai
bumbu masakan oriental sejak berabad silam. Kapang ini menjadi sumber berbagai
senyawa penting, seperti pigmen biotek, toksin dan penghambat enzim. Kapang
Monascus purpureus ini dapat berfungsi sebagai pewarna alami dan penghambat
aktivitas biologi. Untuk warna yang dihasilkan monascus adalah warna oranye dan
warna merah.
B. Cara Pewarnaan

Nidiya Kusmaya juga menjelaskan secara detail bagaimana cara mewarnai kain
dengan jamur mikroskopis. Biasanya, mereka akan menghasilkan pigmen atau zat
warna alami apabila kita tangani degan tepat. Jamur-jamur atau lebih tepatnya spora
jamur ini banyak kita temukan di tempat-tempat yang kita hirup sehari-hari.

Cara mendapatknya mudah, yaitu siapkan kain polos yang kita gunakan untuk
pewarnaan, lalu kita cipratkan air cucian beras untuk makanan jamur mikro tersebut
lalu kita diamkan selama sehari. Untuk hasil yang maksimal, kita bisa diamkan selama
seminggu, sepuluh hari, atau bahkan dua minggu.

Setelah menunggu hasil yang kita mau, akan terlihat hasil jamur yang tumbuh
di tempat yang kita beri makan. Warnanya atau pigmennya juga sudah mulai
terlihat.

Setelah warna atau pigmennya cukup banyak, kita akan melakukan sterilisasi
(di destro) agar menghilangkan jamur mikronya dan tinggal tersisa pigmennya saja.

Nidiya Kusmaya juga bereksperimen dengan kain batik yaitu dengan


menggunakan zat yang digunakan untuk menghilangkan jamur mikro di tempat itu
yaitu anti-fungal. Anti-fungal ini akan digunakan untuk mengoleskan motif batik, sama
seperti lilin malam didalam canting lalu jamur akan mencari tempat lain tumbuh. Untuk
ilustrasinya kita lihat di gambar berikut ini :

Bagian yang

dioles Anti-fungal

Bagian yang tidak

dioles Anti-fungal
Nindiya Kusmaya juga memeritahukan kita bahwa sebenarnya jamur dan
bakteri juga bisa mix atau dicampurkan dalam kondisi tertentu. Jamur dan bakteri akan
menghasilkan pattern-pattern tertentu di pewarnaan kainnya.

C. Keuntungan Menggunakan pewarna jamur

Untuk keutungan menggunakan pewarna berbahan dasar dari jamur mikro


sendiri adalah :

- Tidak membutukan banyak mordan (penguat warna).

- Membutukan air sedikit untuk pertumbuhan jamur penghasil pigmen (melembabkan),


karena untuk pewarna tekstil sendiri, warnanya hanya sedikit tapi membutukan 1 liter
air untuk melarutkan pewarnanya.

- Lebih mudah dikembangbiakkan dan didapatkan karena spora jamur mikro berasal
dari udara yang kita hirup sehari-hari.

- Lebih murah karena memproduksi sendiri dan bisa dijadikan untuk lahan bisnis.
Hasil eksperimen oleh Nidiya Kusmaya ( 2017 )
BAB V

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Penggantian pewarna tekstil buatan dengan pewarna alam untuk fashion sebenarnya
sudah lama dilakukan. Namun untuk penggantian pewarna tekstil dengan jamur, merupakan
hal yang baru dan orang-orang awam juga sebenarnya belum mengetahui akan hal ini. Nidiya
Kusmaya juga masih melalukan penelitian dan percobaan tentang makhluk mikroskopis yang
bisa digunakan sebagai pewarna tekstil. Namun dari hasil percobaan, ia juga membuahkan hasil
yaitu tiga jenis jamur bisa digunakan sebagai lahan bisnis yaitu dalam industri fashion. Mereka
adalah : Aspergillus niger, Trichoderma sp dan Monascus. Nidiya Kusmaya juga membawa
hasil percobaan kain yang diberi warna dengan jamur mikro ke desainer-desainer fashion papan
atas. Hasilnya juga sungguh mengejutkan, bahwa mereka ingin memakai bahan kain dengan
pewarna sama seperti yang Nidiya Kusmaya gunakan.

Hal tersebut akan menjadi start up awal bisnis karena, ketika para model memamerkan
koleksi busana yang dirancang menggunakan pewarna tekstil dari jamur, para pembeli kelas
atas akan dengan cepat membeli pakaian yang dipamerkan tersebut.

Untuk penjualan di Indonesia, pewarna alam mulai sekarang ini sudah mulai dilirik dan
mulai bisa dikembangkan ke pasaran karena tren yang terjadi sekarang adalah kembali ke alam
atau back to nature.

Untuk kelas menengah dan bawah, mereka kurang berminat akan baju berpewarna
tekstil alami dari jamur mikro karena mereka berpendapat bahwa yang dijual dari pakaian
tersebut adalah keunikan warnannya, tidak peduli pewarna tersebut alami atau buatan, dan
bukan bahan pembuatannya. Dan harga yang ditawarkan oleh pakaian dengan pewarna biasa
harganya juga relatif lebih murah ketimbang baju yang diberi warna dari ekstrak jamur karena
harganya cenderung lebih mahal.
LAPORAN MAKALAH
SOSIOLOGI KRIYA

PEMANFAATAN JAMUR MIKRO SEBAGAI


PEWARNA TEKSTIL ALAMI UNTUK INDUSTRI
FASHION

SURYA HARTA ADI

17214029

PROGRAM STUDI KRIYA

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Sumber :

http://nidiyakusmaya.wixsite.com/nidiyakusmaya/
alternatif-material-for-textile

https://www.wikipedia.org/

http://pengetahuantekstilbusana.blogspot.co.id/201
6/06/jenis-jenis-bahan-pewarna-tekstil.html

http://911mikrobiologi.blogspot.co.id/2012/12/

jamur-fungi.html

Anda mungkin juga menyukai