Anda di halaman 1dari 37

KELAINAN PADA LIDAH

Oleh: Ayu Mashartini, drg, Sp.PM

Seorang laki-laki berusia 20 tahun dating ke RSGM FKG Universitas Jember


dengan keluhan rasa pedih pada lidah. Berdasarkan anamnesis, keluhan tersebut
diperparah saat pasien makan makanan berbumbu tajam dan minum minuman bersoda,
belum pernah diobati oleh pasien sejak keluhan tersebut muncul. Sebelumnya pasien
pernah mengalami keluhan serupa dan membiarkan saja hingga sembuh dengan
sendirinya. Pemeriksaan klinis pada lidah dijumpai depapilasi multiple berbentuk
sirkuler dengan peninggian pada tepinya berwarna putih kekuningan. Pada bagian
anterior lidah dijumpai fisura, multiple, panjang 3cm, kedalaman 6mm disertai
eritema (gambar 2).

Berdasarkan riwayat kesehatan, pasien 2 bulan sebelumnya pernah ke dokter


gigi untuk memeriksakan lidahnya karena keluhan tidak nyaman pada bagian belakang
lidah karena adanya kemerahan dan beberapa benjolan. Menurut dokter gigi benjolan
tersebut tidak dapat hilang dan sudah ada sejak kecil, hanya pasien tidak menyadari
sebelumnya. Pemeriksaan klinis pada saat itu dijumpai eritema pada bagian sentral
disertai permukaan yang berlobus di daerah posterior lidah (gambar 1).

1
Gambar 1 Gambar 2

STEP 1

IDENTIFIKASI KATA SULIT

1. Depapilasi multiple :
Kerusakan pada papilla lidah dalam jumlah banyak sehingga adanya penurunan
jumlah papilla lidah yang menyeluruh.
2. Sirkuler :
Bentuk lingkaran pada lokasi yang mengalami kelainan.
3. Berlobus :
Berbentuk bulat bergerombol atau bulat.

2
4. Eritema :
Lesi berupa kemerahan yang diakibatkan oleh pelebaran pembuluh darah.

STEP 2

RUMUSAN MASALAH

1. Apa kaitannya pasien makan makanan tajam dan minum minuman bersoda
dengan bentuka depapilasi multiple pada lidah?
2. Apakah benjolan yang tidak dapat hilang dan sudah ada sejak kecil itu bawaan
atau ada faktor penyebab lain? Bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi
adanya kelainan pada lidah?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan fisure pada lidah?
4. Bagian apa pada lidah yang mengalami gangguan sehingga apabila makan
makanan tajam dan minum minuman bersoda sakitnya semakin parah?

3
5. Apa ada hubungannya tonjolan pada lidah yang ada sejak kecil dengan keluhan
yang dialami pasien?
6. Bagaimana bisa bentukan tonjolan pada lidah yang ada sejak kecil bisa menjadi
bentukan lobus?
7. Bagaimana fungsi fisiologis lidah pada kelainan yang diderita pasien?
8. Bagaimana gambaran struktur yang terlihat pada kelainan pasien yang awalnya
tonjolan jadi berlobus?

STEP 3

ANALISIS MASALAH

1. Makanan yang berbumbu tajam dan minuman bersoda yang memiliki bahan
karsinogenik memengaruhi pasien yang tidak mempunyai ketahanan yang cukup
kuat yang mungkin didukung oleh pola makan yang tidak sehat sehingga
memicu lidah lebih cepat terasa pedih. Sebenarnya, lidah dalam keadaan normal
saja sudah sakit bila terkena Makanan yang berbumbu tajam dan minuman
bersoda, apalagi keadaan pasien yang memiliki gambaran depapilasi multiple
pada papilla lidahnya.

4
2. Belum diketahui apakah pasien memiliki faktor keturunan atau kongenital
sehingga dia tidak menyadari adanya benjolan. Bila herediter, pasti sudah
diturunkan dari orangtuanya. Faktor predisposisi bisa dari makanan dan
minuman yang dikonsumsi pasien.

3. Faktor penyebab terjadinya fissure bisa karena respon akibat kebiasaan buruk
sehingga terbentuk celah dan semakin parah karena makanan berbumbu tajam
dan minuman bersoda. Faktor lain juga bisa disebabkan oleh bakteri atau jamur
sehingga membentuk lesi yang diperparah karena kebiasaan dan lesi dalam dan
memanjang menjadi menjadi fissure

4. Yang mengalami gangguan adalah papilla lidah pasien.

5. Ada hubungannya, bila di sircumvallatae terdapat benjolan, saraf yang ada


disana menjadi lebih sensitive terhadap rangsangan seperti kebiasaan pasien.
Benjolan tersebut merupakan lesi primer, dan fissure yang terbentuk merupakan
lesi sekunder.

6. Benjolan dan lobus terbentuk sendiri-sendiri. Benjolan pada pasien tidak dapat
hilang, dan bentukan lobus berpindah-pindah.

7. Fungsi perasa terganggu karena papilla yang merupakan indera perasa


mengalami kerusakan atau gangguan. Fungsi berbicara dan menelan mungkin
tidak berpengaruh.

8. Strukturnya berbeda, belum bisa menyimpulkan apakah benjolan dengan lobus


itu sendiri-sendiri atau menjadi satu.

5
STEP 4

MAPPING

FAKTOR ETIOLOGI DAN


PREDISPOSISI

LIDAH

PATOGENESIS

KELAINAN PADA LIDAH

6
GAMBARAN
GAMBARAN HPA
KLINIS
STEP 5

LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor etiologi dan predisposisi kelainan pada


lidah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kelainan pada lidah
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pathogenesis terjadinya fisura, depapilasi
multiple, dan eritema pada lidah
4. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran klinis dan HPA dari kelainan pada
lidah

7
STEP 7

GENERAL ACTION

LO 1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor etiologi dan predisposisi kelainan pada


lidah.

1. Genetik
Separuh dari kasus Geographic tongue yang terjadi dapat dikaitkan dengan faktor
keturunan atau herediter yang mempunyai latar belakang Geographic tongue, yang
kemudian akan diturunkan pada generasi-generasi berikutnya dengan faktor pencetus
( Price dan Baum,2006 ).

2. Defisiensi Nutrisi
Faktor defisiensi nutrisi juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab dari kondisi
ini.Defisiensi zat besi, asam folat dan vitamin B12 dapat mengakibatkan depapilasi
lingua dan kondisi ulseratif (Langlais,2002)

8
3. Ibu hamil dan menyusui
Sebuah hasil studi di skotlandia menemukan bahwa pada ibu hamil maupun ibu
yang sedang menyusui akan meningkatkan resiko terjadinya Geographic tongue. Hal ini
diyakini berkaitan dengankebutuhan nutrisi dan zat besi yang ekstra pada ibu hamil
maupun menyusui. Saat ibu hamil kebutuhan nutrisi akan menjadi 2 kali lipat lebih
banyak, dan sama halnya pada ibu yang menyusui

4. Alergi
Kata alergi dapat digunakan untuk mendefinisikan reaksi imun spesifik terhadap
satu atau lebih zat atau bahan penyebab alergi. Alergi tipe IV, . merupakan jenis alergi
yang paling sering mucul diwilayah orofasial.Geographic tonguediyakini juga bisa
muncul sebagai efek alergi terhadap bahan mercuri dan emas. Seperti yang kita ketahui
kedua jenis bahan ini lazim dijumpai di dunia kedokteran gigi pada masa lampau
maupun sekarang (Gawkroder,2005).

5. Psikosomatik
Banyak peneliti yang mencoba menghubungkan Geographic tongue dengan keadaan
psikosomatik penderita, dimana lesi ini sering ditemukan pada penderita yang dalam
keadaan stress,gugup dan temperamen emosional. Keadaan psikis yang seperti ini dapat
menimbulkan perubahan pada tubuh dan organ-organ visceral sehingga fungsi normal
sel-sel tubuh mudah terganggu sebagai akibat dari kecemasan ataupun stress emosional
yang berlangsung lama. Salah satu literatur menyatakan bahwa pelajar yang menderita
Geographic tongue memiliki kecenderungan untuk mengalami lesi yang lebih parah
apabila mereka sedang dalam kondisi stress emosional daripada bila mereka dalam
keadaan tenang. Diantara penderita psikiatri terdapat prevalensi Geographic tongue 6
kali lebih tinggi pada mereka yang menderita gangguan jiwa daripada diantara pelajar.
Banyak peneliti yang mencoba menghubungkan geographic tongue dengan keadaan
psikosomatik penderita. Menurut Redman et al., (1972) mengungkapkan lesi ini sering
ditemukan pada penderita yang dalam keadaan stres, gugup dan temperamen emosional.

9
Pelajar yang menderita geographic tongue memiliki kecenderungan untuk mengalami
lesi yang lebih parah apabila mereka sedang dalam kondisi stres emosional daripada
mereka dalam keadaan tenang. Diantara penderita psikiatri terdapat prevalensi
geographic tongue enam kali lebih tinggi pada mereka yang menderita gangguan jiwa
daripada diantara pelajar (Pindborg, 1994).

6. Atopi
Geographic tongue merupakan suatu kondisi inflamasi rekuren yang dikarakteristikkan
cenderung mudah teriritasi oleh kontak dengan iritan dari lingkungan luar seperti panas,
makanan, asam dan lain - lain. Menurut Regezzi et al (1999) terjadi peningkatan
prevalensi geographic tongue pada pasien atopy yang mempunyai asma dan rhinitis
dimana ada pengaruh dari faktor antigen HLA-15.

LO 2. Mahasiswa mampu menjelaskan kelainan pada lidah.

A. GLOSITIS
Peradangan pada lidah , yang ditandai dengan deskuamasi papila filiformis
sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang mengkilat
Penyebab :
Defesiensi Fe ,vitamin B.Komplek, Crohn disease
Tanda-tanda :
1) Dorsum lidah tampak merah menyala
2).Pasien merasakan sensasi terbakar, perih, sakit,
panas

(Kristiani, 2010)

B. GEOGRAFIC TONGUE (LIDAH


GEOGRAFIK)
Gambaran pola seperti peta pada permukaan
dorsum lidah yang tidak diketahui penyebabnya,
sering terjadi pada wanita

10
Tanda- tanda :
1) dorsum lidah terlihat bercak merah tidak teratur, dikelilingi daerah memutih yang
sedikit meninggi
2) terlihat seperti peta , polanya berubah dari waktu kewaktu

(Kristiani, 2010)

C. MEDIAN RHOMBOID GLOSITIS


Berupa persistensi tonjolan di median posterior lidah akibat kegagalan fungsi
tuberkulum impar pada masa embrio.

Tanda-tanda :
Tonjolan berbentuk belah ketupat, pada permukaan
dorsum lidah di median posterior berwarna
kemerahan karena tidak ada papila atau berwarna
keputihan bila terinfeksi Candida albicans.

(Kristiani, 2010)

D. HIPERTROPI PAPILA LIDAH


Disebabkan karena peradangan akibat iritasi kronis atau infeksi
Etiologi :
Perokok berat, alkohol, makanan panas, friksi mekanis
Tanda- tanda :
Lidah tampak kemerahan, papila memanjang, pasien merasa tidak nyaman , rasa
terbakar

(Kristiani, 2010)

E. LIDAH BERSELAPUT / HAIRY TONGUE


Permukaan dorsum lidah ditutupi oleh selaput atau
pseudo membran karena terjadinya infeksi.( Scarlet
fever). Lidah terlihat ditutupi selaput putih, bila

11
disebabkan oleh (Candida albicans) lidah ditutupi selaput putih kekuningan, penyakit
lain yang menyebabkan terjadinya dehedrasi dan melemahkan serta pada pasien yang
sudah parah

Tanda- tanda :
1) pasien merasakan sensasi terbakar pada lidahnya ,
2) merupakan tempat terjadinya food impaksi

(Kristiani, 2010)

F. ATROFI PAPILA LIDAH


Menghilangnya papila yang terdapat pada lidah , keadaan ini disebabkan oleh
kebiasaan membersihkan lidah atau sebab mekanis lainnya , seperti trauma tepi
tambalan, gigi tiruan, alat ortho, gigi tajam atau karena hipersensitif obat-obat gigi
seperti Chkm, Tkf, deffisiensi besi , B.Komplek, hal ini menyebabkan atrisi pada papila
filiformis
Tanda- tanda :
Lidah merah , mengkilat ,ada keluhan rasa tidak nyaman

G. FISSURE TONGUE ( LIDAH BERFISUR)


Lidah tampak seperti retak- retak disebut Plicated tongue
Penyebab :
Tidak diketahui , cenderung terjadi pada usia tua
Tanda tanda :
Dorsum lidah tampak retak- retak dengan kedalaman lebih
dari 2 mm , tampak bergaris- garis , berfisur, berparit
secara transversal, horizontal atau oblik ,tidak ada keluhan
tetapi dapat menyebabkan halitosis

(Kristiani, 2010)

H. GLOSODINIA
1) Glosodinia : pasien merasa panas / terbakar
pada lidah (Burning mouth sindrome )

12
2) Glosopirosis: pasien merasa terbakar pada lidah, sering terjadi pada pasien diatas 50
tahun
Penyebab :
Kandidosis, defisiensi Fe, anaemia permisiosa , Geografic tongue, Lichen planus,
Xerostomia, Diabetes Melitus, Hipertensi, reaksi allergi
Tandanya :
Secara klinis lidah normal, sedikit kemerahan , lidah terasa terbakar, gatal terutama tepi
lateral atau ujung lidah.

(Kristiani, 2010)

I. ANKILOGLOSIA
Lidah melekat pada dasar mulut secara
keseluruhan atau ujungnya saja. Penyebabnya
adalah fusi lidah dengan dasar mulut pada
pertumbuhan janin. Pasien tidak dapat
mengangkat dan menjulurkan lidah.

(Kristiani, 2010)

J. MAKROGLOSIA

Lidah berukuran besar dibandingkan dengan normal. Mulut terlihat penuh oleh lidah.
(Kristiani, 2010)

K. MIKROGLOSIA

Ukuran lidah lebih kecil dari normal. (Kristiani, 2010)

13
LO 3. Mahasiswa mampu menjelaskan pathogenesis terjadinya fisura, depapilasi
multiple, dan eritema pada lidah.

Sebelum memasuki pathogenesis ada baiknya bila memahami proses


pembentukan lidah. Lidah mulai tampak pada mudigah berumur sekitar 4 minggu dalam
bentuk dua tonjolan lidah lateral dan satu tonjolan medial, yaitu tuberculum impar.
Ketiga tonjolan ini berasal dari lengkung faring pertama. Sebuah tonjolan medial
kedua , yaitu copula atau eminentia hypobranchialis, dibentuk oleh mesoderm lengkung
ke-2, ke-3, dan sebagian ke-4. Akhirnya, sebuah tonjolan medial ketiga, yang dibentuk
oleh bagian posterior lengkung ke-4, menandakan perkembangan epiglottis. Tepat di
belakang tonjolan ini adalah aditus laryngis, yang diapit oleh tonjolan-tonjolan
aritenoid. Karena ukuran tonjol-tonjol lidah lateral membesar, tonjol-tonjol ini tumbuh
melampaui tuberculum impar dan keduanya saling menyatu, sehingga membentuk dua
pertiga bagian depan lidah atau corpus linguae. (Sadler, 2000)

14
Patogenesis Fissured Tongue
Kelainan fissured tongue memiliki ciri - ciri pada dorsum lidah terdapat fissure
simetris memanjang. Menurut Robinson hal ini disebabkan kekurangan vitamin B
kompleks. Keadaan ini menyebabkan banyaknya sisa makanan, sehingga dapat
menyebabkan inflamasi.

Keterkaitan Terjadinya Fissured Tongue dengan Defisiensi Vitamin B Kompleks


Fissured Tongue merupakan kelainan yang terjadi pada lidah. Dimana, lidah
memiliki mukosa khusus dengan struktur yang sedikit berbeda dengan mukosa oral
lainnya.

Mukosa Oral
Mukosa oral adalah mukosa yang melapisi vestibulum oris dan rima oris.
Terdapat tiga macam mukosa oral, yaitu:
a. mukosa mastikatori
b. lining mucosa
c. sensory/specialized mucosa
Fungsi mukosa oral adalah: 1) proteksi, 2) sensasi, 3) regutasi thermal, dan 4) sekresi.
Menurut (Elisa, 2016) mukosa oral tersusun atas epithet dan jaringan ikat. Antara
epitel dan jaringan ikat dibatasi oleh lapisan basal. Epithet pada rongga mulut
merupakan epitel skuamus kompteks. Lapisan epitel dalam rongga mulut teridiri atas
dua macam set yaitu set-sel yang mengalami keratinasi dan set-set yang tak mengalami
keratinasi. Dibawah jaringan ikat terdapat lapisan yang disebut dengan lamina
propria. lamina propria terdiri atas:
a. Jaringan ikat longgar
Terdapat serabut elastik yang terletak pada bagian superfisial
b. pembuluh darah,
c. glandula saliva minor,
d. elemen-etemen lymphoid
e. kelenjar sebasea (kadang-kadang)

15
Submukosa
Submukosa tidak selalu ada pada semua jenis mukosa. Jaringan ini terdapat dalam
lining mucosa : pada jaringan lemak, glandula, syaraf dan pembuluh darah. Kedudukan
submukosa memisahkan lamina propria dengan tulang atau otot di bawahnya. Epithel
merupakan jaringan penutup permukaan luar tubuh, permukaan dalam aiat tubuh
yang berongga, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Epithet rongga mulut
mempunyai variasi dalam ketebatan dan keratinisasi. Sel-sel dalam lapisan epitel oral
sating berhubungan dan mempunyai fungsi sebagai barter atau proteksi. Selalu ada
proses pembaruan pada lapisan epitel, yaitu dengan adanya mitosis pada sel-sel basal.
Lapisan yang menyusun epitel rongga mulut adalah
1. lapisan sel basal (stratum basale)

2. lapisan sel pride (stratum spinosum)

Kontak antar sel disebut desmosom


3. lapisan granuler (stratum granuiosum)
Terdapat grananula keratohialin
4. lapisan kornifikasi (stratum korneum)
Sel-sel hanya mengandung hialin
Jumlah lapisan set tergantung pada lokasi mukosanya. Ada bagian yang tidak
mempunyai stratum granulosum.
1. Stratum basale
Pada mukosa oral, stratum basale merupakan iapisan sel yang terdiri dari 1-3
lapis (tergantung regionya), terletak diatas membrana basalis, sel-sel berbentuk kuboid
atau kolumner pendek dengan warna gelap. Lapisan ini mempunyai kapasitas untuk
pembelahan sel, sehingga disebut stratum germinativum.

16
Turn over sel bervariasi antara 20 hingga 60 hari, dipengaruhi oleh :
- derajat keratinisasi
- hormon (epinephrin, glucocorticosteroid)
- inflamasi
- substansi faktor pertumbuhan

2. Stratum spinosum
Stratum spinosum terletak diatas lapisan sel basal. Sel-sel pada lapisan ini
berbentuk elips dengan processus lancip, menandakan adanya pengkerutan
pada proses histologik. Fungsi lapisan ini adalah sebagai jembatan seluler untuk
kontak antar sel, yaitu dengan desmosom.

3. Stratum granulosum
Lapisan ini merupakan lapisan sel-sel pipih yang mengandung granula basofitik
yang menghasilkan granula keratohiatin. Fungsi sel-sel pada stratum granulosum
adalah dalam proses keratinisasi.

4. Stratum corneum
Stratum corneum terdiri dari lapisan set pipih bersifat eosinofil. Sel- sel berinti
dengan sitoptasma yang mengandung tonofibril. Pada lapisan ini sel-sel epitel dapat
mengalami pengelupasan.

17
Hal-hal yang perlu diamati pada epitel rongga mulut adalah :
ratio sel keratinisasi : non keratinisasi
changing cells
"halo" di sekeliling inti
ratio inti : sitoplasma (1 : 6)
degenerasi vakuola
karioreksis
kerusakan membran set -> moth eaten
set terlalu kecil
pemulasan jelek

Indeks yang dapat digunakan :


KI: kariopiknotik index
El: eosiniphilik index

18
MI: Maturation index

Sebagai contoh, MI pada anak kurang kalori protein (KKP) memberikan


gambaran set-set parabasal yang lebih banyak dari pada sel-sel lapisan intermedium dan
superfisiale. Demikian juga KI set-set parabasal pada penderita KKP lebih tinggi. Jenis-
jenis mukosa oral adalah sebagai berikut:

1. Lining mucosa
Disebut juga mukosa pelapis. Pada rongga mulct, mukosa pelapis terdapat pada
mukosa bukal, labial dan sublingual. Epitel yang menyusun mukosa pelapis adalah
epitelium skuamosa bertapis. Pada mukosa pelapis didapat bangunan yang disebut "rete
pegs" yang bentuknya pendek dan lebar. Epitelium ini tidak mengalami keratinisasi,
dapat digerakkan dan mempunyai sub mukosa.

2. Masticatory mucosa
Mukosa mastikatorik terdapat pada gingiva cekat dan palatum keras. Epitel pada
mukosa ini mengalami keratinisasi, mempunyai rete pegs panjang. Mukosa inii tidak
dapat digerakkan dan bersifat tahan terhadap pengunyahan.

19
3. Mukosa khusus
Mukosa khusus terdapat pada lidah. Hal ketebalan dan keratinisasi pada
mukosa lidah bervariasi. Pada permukaan mukosa terdapat papilla, tidak mempunyai
submukosa, tetapi mempunyai rete pegs.

Mukosa oral mempunyai vaskularisasi yang sangat balk. Pleksus kapiler yang
memberikan vaskularisasi pada epitel menyebabkan warns mukosa oral lebih terang
dari pada kulit. Nervus yang menunjang fungsi sensoris mukosa dekat epitel kehilangan
myelin. Pada epitel ini terdapat akhiran syaraf bebas dan reseptor-reseptor: Meissner's
corpules (sentuhan), Ruffini's corpules dan Krauss' end bulbs untuk rangsang dingin.

Perbandingan mukosa oral

a. Masticatory mucosa
Terdapat pada gingiva dan palatum durum
Menutup bagian yang terkena kekuatan abrasif dari pengunyahan
Merupakan epitel tebal, orthokeratin

20
Mempunyai epitel ridges dalam jumlah banyak
Melekat pada tulang (oleh bundle kolagen pada lamina propria:
mucoperiosteum)
Tidak dapat digerakkan

b. Lining mucosa
Dapat digerakkan atau direnggangkan
Mempunyai epitel yang lebih tebal
Merupakan epitel nonkeratin, tetapi beberapa merupakan parakeratin
Epitel ridges lebih banyak
Lamina propria lebih tebal, dengan kolagen sedikit dan bersifat irregular.
Pada lamina propria terdapat serabut elastik, sehigga bersifat stretch
Terdapat submukosa yang mengandung jaringan lemak, serabut otot, glandula
salivarius, serabut elastik , sehingga dapat digerakkan

c. Specialized mucosa
-Jenis mukosa ini terdapat pada dorsum lidah, berguna untuk menunjang fungsi
mekanis dan sensoris papilla.
-Ada empat macampapilla, yaitu:
Papilla circumvallata, papilla fungiform, papilla foliata, dan papilla filiform
yang merupakan taste buds

Umur berpengaruh terhadap sifat-sifat jaringan mukosa. Perubahan-perubahan


yang terjadi karena pertambahan umur adalah:
1. Masticatory mucosa lebih tipis
2. Epithelial ridges lebih sedikit
3. Mitosis sel basal berkurang
4. Metabolisme menurun
5. Sel jaringan ikat berkurang
6. Serabut kolagen berkurang
7. Serabut elastik berkurang

21
Pada kasus fissured tongue terjadi gangguan dari aktivitas sel akibat adanya defisiensi
nutrisi. Adapun unsur tertentu \khususnya vitamin B kompleks yang memiliki fungsi penting
terhadap sel yaitu:
Vitamin A,C, E, B, Choline, Vitamin A,C,E :
B12, Asam folat sebagai antioksidan, yang
dapat menetralisir radikal
bebas
Vitamin B &
Choline: membantu
metabolisme asam amino
Vitamin B12: untuk
memproduksi sel darah
merah
Asam folat untuk
perkembangan sel darah

Nutrisi nutrisi tersebut juga ditujukan pada epitel rongga mulut yang bergantung
pada difusi metabolit melalui lamina basal dan bagian bagian lamina propria. Proses
difusi ini dipermudah dengan adanya papil papil yang memperluas daerah kontak
antara epitel dan lamina propria.

22
Ulserasi mukosa mulut
Ulser mukosa mulut dapat ditandai dengan terbentuknya fisur fisur, eritema,
berwarna kemerahan, disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa kering pada lidah. Ada 2
jenis ulserasi, yaitu ulserasi akut reaktif dan ulserasi kronik reaktif. Gambaran klini
ulserasi akut reaktif menunjukkan gejala inflamasi akut termasuk rasa sakit, kemerahan
dan pembengkakan. Area ulserasi ditutupi eksudat fibrin berwarna putih kekuningan
dan dikelilingi kemerahan. Sedangkan pada ulserasi kronik, terjadi sedikit atau tanpa
rasa sakit. Area ulserasi ditutupi membran kuning dan dengan tepi sedikit menonjol
yang menandakan adanya hyperkeratosis. Gambaran histopatologik ulserasi akut
menunjukkan hilangnya permukaan epitel yang diganti oleh jaringan fibrin yang
sebagian besar mengandung neutrofil. Bagian dasar menunjukkan dilatasi kapiler dan
pembentukan jaringan granulasi. Sedangkan pada ulserasi kronik tampak jaringan
granulasi dengan jaringan parut yang lebih dalam. (Elisa, 2016)
Pada skenario, pasien merasa sakit yang kadang kadang timbul karena mediator
inflamatori yang dikeluarkan akibat adanya inflamasi dan inflamasi telah menyentuh
saraf nyeri sekitar jaringan. Teradapat eritema sentral pada lesi, diakibatkan adanya
vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah kapiler dimana hal ini dikarenakan sebagai

23
respon pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi. Selain itu juga didukung adanya
penipisan epitel sampai ke stratum basalis, sehingga secara klinis sel pembuluh darah
yang ada pada lapisan tersebut akan nampak erytematous. Lobus lobus yang
dikelilingi oleh peninggian tepi putih dikarenakan adanya hyperkeratosis sebagai respon
adaptasi sel terhadap injury, hal ini menandakan bahwa lesi pada lidah merupakan
ulserasi kronis.

Tahap Penyembuhan Ulserasi


Tubuh memiliki respon dan upaya untuk melakukan penyembuhan terhadap
adanya injury. Tahap tahap penyembuhan dapay dibagi menjadi 3, yaitu tahap
inflamasi, tahap fibroplastik dan tahap remodelling.

24
Tahap Inflamasi
Ada 2 fase pada tahap inflamasi, yaitu fase vaskuler dan fase seluler. Fase
vaskuler, dimulai dengan vasokonstriksi awal pembuluh darah yang terganggu akibat
dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injury
dengan terjadinya koagulasi darah. Dalam beberapa menit, histamin dan prostaglandin
E1 dan E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebabkan vasodilatasi dan membuka
ruangan kecil antara sel endotel, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasu ke
dalam jaringan interstitial. Fibrin dari transudat plasma yang disebabkan obstruksi
limfatik dan transudat plasma dapat berakumulasi pada jaringan dan membentuk edema.
Rasa panas dan eritema disebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Sedangkan rasa sakit
disebabkan oleh pelepasan histamin, kinin dan prostaglandin yang dibebaskan oleh
leukosit (Elisa, 2016).

Kedua yaitu fase seluler, fase ini dipicu oleh aktivitas serum komplemen akibat
trauma jaringan. Produk complemen-split, terutama C3a dan C5a bertindak sebagai
faktor kemotaksis dan menyebabkan PMN mengalami marginasi dan diapedesis. Saat
berkontak dengan material asing, neutrofil melepaskan kandungan lisosomnya
(degranulasi). Enzim lisosom (terutama terdiri dari protease) bekerja menghancurkan
bakteri dan benda asing serta membersihkan jaringan nekrotik. Pembersihan debris juga
dilakukan oleh makrofag, yang memfagosit material asing dan jaringan nekrotik. Pada
saat yang sama, limfosit T dan B berakumulasi pada area injury. Limfosit B dapat
mengenali antigen, dengan memproduksi antibodi yang membantu memori sistem imun
dalam melisiskan benda asing. Sedangkan, limfosit T yang terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu Sel T helper yang menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel B, Sel T supressor
yang mengatur kerja sel T helper, dan Sel T sitotoksik (killer) yang melisiskan sel yang
membawa antigen asing (Elisa, 2016).

25
Pada kasus skenario, daerah fisure tongue terjadi mengalami inflamasi yang
bersifat kronis. Sehingga, di area tersebut, banyak sel sel fibroblas yang berproliferasi
besar besaran untuk tahap penyembuhan luka. Akan tetapi karena faktor defisiensi
nutrisi yaitu vitamin B kompleks, mengakibatkan diferensiasi dan proliferasi sel
terhambat. Hal ini dikarenakan, vitamin B kompleks berperan dalam metabolisme sel

26
dan sintesis DNA serta RNA sel. Bila hal ini didukung dengan faktor predisposisi
seperti trauma, infeksi jamur dll maka dapat bersifat fatal.

Tahap Fibroplastik
Serabut serabut fibrin yang berasal dari koagulasi darah, akan menutup luka
dengan membentuk anyaman dimana fibroblas dapat mulai meletakkan substansi dasar
dan tropokolagen. Substansi dasar terdiri dari beberapa mukopolisakarida yang
bertindak menguatkan serat kolagen. Fibroblas menyebabkan perubahan bentuk dan
sirkulasi sel mesenkim pluropotensial sehingga dimulai produksi tropokolagen pada hari
ke 3atau ke -4 setelah injury. Fibroblas juga mensekresi fibronectin, suatu protein
yang memiliki banyak fungsi. Fibronectin membantu menstabilkan fibrin, mengenali
benda asing yang diangkat oleh sistem imun, yang bertindak sebagai faktor kemotaksis
bagi fibroblas, serta membantu makrofag di sepanjang serabut fibrin untuk memfagosit
fibrin oleh makrofag. Anyaman fibrin juga digunakan oleh kapiler baru yang terbentuk
dari pembuluh darah di sepanjang tepi luka untuk menyatukan luka. Seiring dengan
pertumbuhan sel baru, terjadi fibroplasia dan fibrinolisis yang disebabkan oleh plasmin
dibawa ke dalam oleh kapiller baru untuk mengangkat anyaman fibrin yang tak
diperlukan lagi. Tropokolagen yang dideposit oleh fibroblas akan mengalami Cross-
linking dan memproduksi kolagen. Awalnya kolage diproduksi dalam jumlah besar dan
susunannya tidak teratur. Sehingga menghasilkan wound strength yang buruk, dan luka
pada tahap akhir fibroplastik akan kaku, karena banyaknya kolagen disertai eritema
karena tingginya vaskularisasi. (Elisa, 2016)

27
Pada depapilasi multipel terjadi penurunan papila secara keseluruhan akibat
kerusakan sel yang berkelanjutan. Depaplasi pada lidah diakibatkan atrofi pada papila.
Atrofi papila terjadi, karena terhambatnya diferensiasi dan fungsi sel. Dimana vitamin
B12 yang dberfungsi merangsang asam folat dalam pembentukan sel darah merah. Bila
sel darah immature, maka sintesis DNA terhambat, sehingga regenerasi dan repair
jaringan tidak terpenuhi.

Tahap Remodelling
Tahap akhir penyembuhan luka, yang dimana serat kolagen secara acak akan
dihancurkan da digantikan serat kolagen baru dengan orientasi baik dalam menahan
tensile force luka. Nantinya, kelebihan kolagen pada tahap fibroplastik akan dihilangkan
dan hal ini yang memungkinkan terbentuknya jaringan parut. Saat metabolisme luka
menurun, vaskularisasi menurun dan eritema hilang (Elisa, 2016). Pada kasus fissure
tongue, terjadi gangguan terutama pada tahap remodelling, sehingga epitel lidah yang
menjadi tidak normal dan membentuk celah yang dalam disertai ketidakmampuan sel-
sel sekitar untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi keaadan yang normal.

28
Keterkaitan Depapilasi Lidah dengan Faktor Stres

Menurut Tarigan (2003) depresi berhubungan erat dengan penurunan kadar


serotonin. Serotonin (5-hidroksitriptamin) adalah suatu neurotransmitter yang hanya
ditemukan di otak dan berperan penting dalam menimbulkan gangguan kecemasan dan
mood. Neurotransmitter ini diketahui berperan terhadap perilaku dan halusinasi serta
terlibat dalam pengendalian asupan makanan, pengaturan emosi, pengaturan suhu
tubuh, pengontrolan nyeri serta sistem imun (Videbeck, 2008). Apabila terjadi
penurunan serotonin diduga akan menekan respon imun dalam tubuh, akan tetapi
mekanismenya sampai saat ini masih belum jelas.
Dari hasil penelitian, individu yang memiliki tingkat depresi pada skor mild
depression biasanya disertai dengan tingkat kecemasan yang juga tinggi. Kecemasan
akan meningkatkan kadar kortisol darah melalui sumbu HPA (Tarigan, 2003). Hantaran
sinyal stres ini menyebabkan pengeluaran Corticotropin Releasing Factor (CRF) dari
hipotalamus. CRF melalui HPA akan memicu sekresi dan pelepasan hormon lain, yaitu
adrenocorticotropin (ACTH) dari kelenjar pituitary. Hormon ini akan mengikuti aliran
darah dan mencapai kelenjar adrenal serta memicu sekresi hormon stres, yaitu
glukokortikoid (Hokardi, 2013). Glukokortikoid mempunyai peranan terhadap
kompensasi tubuh terhadap stres dengan mempengaruhi kerja sistem imun
(Tarigan, 2003).
Efek glukokortikoid dalam sistem imun lebih dahulu dikenal sebagai

29
imunosupresi dan anti inflamasi. Akan tetapi pada praktek pengobatan dengan
kortikosteroid sebagai imunosupresi dan antiinflamasi sering mengalami kegagalan.
Terdapat sebuah paradigma tentang sel Th1 dan sel Th 2 serta peran besar sel Th
terhadap respon imun secara keseluruhan. Paradigma tersebut telah membuktikan
bahwa efek glukokortikoid dapat merubah perilaku sel Th 1 lebih mengarah ke sel
Th 2 (Sulistyani, 2003)

Terbentuknya sel Th 2 ini dapat memproduksi peningkatan glikoprotein IL-4.


Peran IL-4 dalam sistem imun mampu memicu aktivitas dari basofil/mast cell serta
memicu produksi IgE oleh sel plasma yang bertanggung jawab terhadap respon yang
sama. Adanya peningkatan IgE bersama - sama dengan peningkatan aktivitas dari
basofil/mast cell akan menimbulkan gangguan respon imun berupa reaksi
hipersensitivitas tipe anafilaksis. Jaringan yang mengalami hipersensitivitas anafilaksis
akan rentan terhadap berbagai macam jejas serta sel-sel dalam jaringan bisa lisis
dengan sendirinya (Sulistyani, 2003).
Marks dan Simons (dalam Sigal et al,. 1992) menemukan peningkatan yang
signifikan antara frekuensi atopi terhadap pasien geographic tongue. Dalam
penelitian tersebut prevalensi geographic tongue sebanyak 50% pada pasien atopi
dengan riwayat asma atau rhinitis. Mereka juga mengamati frekuensi geographic
tongue meningkat secara signifikan dalam kelompok kontrol yang tidak memiliki
riwayat klinis atopi, tetapi memiliki hasil tes skin prick positif untuk alergen inhalan
yang umum. Marks dan Czarny (dalam Honarmand et al,. 2013) menyebutkan
bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara geographic tongue dengan alergi
dimana geographic tongue dapat bertindak sebagai indikator untuk kecenderungan
tubuh dalam memberikan respon alergi terhadap paparan iritan lingkungan. Dari sini
dapat disimpulkan ada keterkaitan antara geographic tongue dengan atopi.
Atopi merupakan salah satu kelainan respon imun yang diperantarai oleh IgE.
Kelainan respon imun ini berupa aktivasi yang berlebihan dari IgE sehingga terjadi
suatu reaksi hipersensitivitas tipe anafilaksis (Tambayong, 2000). Seperti yang telah

30
dijelaskan diatas dimana reaksi hipersensitivitas tipe anafilaksis ini merupakan salah
satu respon stres akibat adanya gangguan emosional yang dapat berupa kecemasan
maupun depresi. Mekanisme inilah yang menyebabkan geographic tongue timbul
seiring dengan meningkatnya tingkat kecemasan dan depresi.

LO 4. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran klinis dan HPA dari kelainan pada
lidah

Gambaran HPA Eritema

Sumber gambar : Greenberg. 2008. Burket's Oral Medicine Eleventh Edition. Departement of Oral and
Maxillofacial Pathology, Radiology, and Medicine.

Tampilan putih pada oral mukosa disebabkan oleh banyak faktor, oral epithelium
distimulasi untuk meningkatkan produksi dari kerartin (hiperkeratinisasi) atau suatu
keabnormalan tapi masih bersifat jinak yaitu penebalan pada lapisan spinosum

31
(acanthosis). Mikroba dan beberapa fungi dapat memproduksi pseudomembran yang
keputihan mengandung sel epithel yang mengelupas, miselium jamur, neutrofil, yang
bebas melekat pada oral mukosa (Greenberg,2008).

Lesi kemerahan disebabkan hasil dari sel epithelium yang mengalami atropi,
dikarakteristikkan dengan pengurangan jumlah dari sel epithel atau penambahan
vaskularisasi (Greenberg,2008).

Gambaran HPA Geographic Tongue

32
Pada area putih menunjukkan neutrofil yang menginfiltrasi bagian subepithelial dan
exocitosis dari sel membentuk mikroabses (pustula). Pada bagian erithema
menunjukkan mononuklear yang menginfiltasi subepithelial, terjadi hipertrofi pada
surapapillary dan terjadi vaskularisasi berlebih. Adanya gangguan pada saat proliferasi
dan diferensiasi dari keratosis ditandani dengan inflamasi dan perubahan vaskuler.
(Picciani, 2014)

Skema

33
Gambaran klinis Geographic Tongue

Lesi pada geographic tongue pada awalnya sering dijumpai pada dorsal,
ujung atau tepi lateral lidah dan biasanya bermigrasi kearah depan. Kondisi ini
dapat dimulai dengan pembentukan satu bitnik merah yang secara bertahap dapat
meningkat ukurannya. Bitnik-bintik merah ini selanjutnya secara perlahan-lahan
akan meluas dan menyebar pada daerah yang berdekatan dimana kadang-kadang
dua lingkaran akan bertemu dan saling memotong. (Borrie, 2007)

Lesi ini biasanya terdiri dari beberapa daerah yang mengalami deskuamasi
papilla filiformis dan berbentuk lingkaran tidak beraturan. Bagian tengah lesi
tersebut kadang-kadang terlihat mengalami inflamasi dan dibatasi oleh suatu garis
tipis berwarna putih kekuning-kuningan. Papilla fungiformis tetap berada dalam
daerah deskuamasi merupakan daerah kecil yang mengalami titik-titik meninggi
berwarna merah. Daerah yang mengalami inflamasi menjadi merah dan sedikit
perih. (Borrie, 2007)

Sifat khas geographic tongue bermanifestasi secara klinis sebagai area


terlokalisir, melingkar dengan batas yang tidak teratur berupa bercak merah yang
dikelilingi oleh batas putih yang sedikit menonjol. Bercak merah menunjukkan
atrofi papilla filiformis dan batas putih terdiri dari papilla filiformis yang
beregenerasi dan campuran antara keratin dan neutrophil. Geographic tongue
dikarakterisasi oleh periode remisi dan eksaserbasi. Lesi ini biasanya menetap
pada satu area untuk satu atau beberapa minggu maupun bulan dan kemudian
menghilang dan muncul kembali di tempat lain pada lidah. Lesi ini biasanya
asimptomatik meskipun sering menimbulkan sensasi terbaar dan
ketidaknyamanan saat makan makanan pedas atau asam atau minum minuman
berkarbonat atau alcohol. (Borrie, 2007)

Gambaran klinis Fissure Tongue

Fissure tongue merupakan celah pada permukaan dorsum dari 2/3 anterior lidah.
Fissure tongue juga dikenal sebagai plicated tongue atau scrotal tongue atau

34
lingua dissecta atau ligua fissurata atau lingua plicata atau furrowed tongue atau
grooved tongue. Fissure tongue berasal akibat perkembangan. Pada beberapa
literature, fissure tongue dikatakan merupakan anomaly kongenital, herediter atau
variasi normal. Kondisi ini juga merupakan karakteristik dari downs syndrome,
melkersson-rosenthal syndrome, akromegali dan sindrom sjogren. Fissure tongue
juga dapat disebabkan karena difisiensi riboflavin. (Syafitri. 2002)

Fissure tongue bermanifestasi secara klinis sebagai sejumlah alur atau celah yang
bercabang dari central groove disepanjang garis tengah permukaan dorsum. Ada
beberapa pola klinis fissure tongue , tetapi mereka saling tumpeng tindih satu
sama lain. Variasi yang paling sederhana berupa median sulkus yang menonjol.
Variasi kedua merupakan median sulkus dengan lipatan transversal seperti vena
dari daun. Variasi lainnya dikenal sebagai cerebriform. (Syafitri, 2002)

Umumnya kondisi ini tidak menunjukkan gejala, meskipun terkadang makanan


dan bakteri terjebak dalam celah dan memicu terjadinya inflamasi. Kondisi
inflamasi ini bermanifestasi sebagai sensitifitas terhadap makanan pedas tertentu.
Makanan dan bakteri yang terjebak juga dapat menghasilkan bau tidak sedap.
(Syafitri, 2002)

Gambaran klinis Eritema

Berwarna kemerahan pada mukosa lidah disebabkan karena adanya


vasodilatasi pembuluh darah sebagai akibat adanya proses inflamasi akibat
proliferasi sel sel radang karena adanya fisure tongue dan geographic tongue.
(Syarifri, 2002)

35
KESIMPULAN

Lidah merupakan struktur anatomi yang ada di rongga mulut yang terdapat
papilla sebagai taste buds atau indera perasa. Lidah dapat mengalami kelainan bila
terdapat faktor etiologi dan faktor predisposisi yang memengaruhinya seperti
defisiensi nutrisi, psikologis, genetik, dan lain lain. Kelainan pada lidah tersebut
antara lain geographic tongue, fissure tongue, median rhomboid glossitis, dan
sebagainya. Dari berbagai faktor predisposisi sebagai pencetus dapat
menyebabkan berbagai macam kelainan dan gambaran klinis serta HPA yang
berbeda pula.

36
DAFTAR PUSTAKA

Kristiani, anie, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Gigi Dan Mulut. Tasikmalaya.

Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Edisi ke-7. Jakarta: EGC

Picciani, Bruna Lavinas Sayed. 2014. Geographic Tongue and Psoriasis :


Clinical, Histopathological, Immunohistochemical and Genetic
Correlation. Study performed at dermatology clinic of Hospital
Universitario Pedro Ernesto _ Universidade do Estado do Rio de
Janeiro. Brazil

Greenberg. 2008. Burket's Oral Medicine Eleventh Edition. Departement of Oral


and Maxillofacial Pathology, Radiology, and Medicine.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Alih bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2002: 46
Gawkrodger D, Ardern-Jones MR. 2005. Dermatology: An Illustrated Colour
Text. 5th ed. London: Churchill Livingstone.
Elisa. 2016.Pertumbuhan Dan Perkembangan, Anatomi, Fungsi Fisiologik Dan
Biologik Mukosa Mulut, Bibir, Lidah,Palatum. FKG UNIVERSITAS
GAJAH MADA: Yogyakarta

Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Borrie F, Musthyala R, Macintyre D; Ectopic geographic tongue a case report.


Dental Update 2007 ; 34 (2) : 121-2

Sixtine. 2015. Tingkat Kecemasan Dan Depresi Pada Penderita Geographic


Tongue (Studi Epidemiologi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember. Bagian Patologi FKG: Universitas Jember

37

Anda mungkin juga menyukai