Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN FUNGSIONAL

TELAAH PRODUK PANGAN FUNGSIONAL DENGAN INGREDIEN


FUNGSIONAL ANTIOKSIDAN
ISOFLAVON BUBUR KACANG HIJAU

disusun oleh:

Jefrinka Nelza Emania


141710101109
THP A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

2016
BUBUR KACANG HIJAU
A. Pendahuluan
Radikal bebas merupakan molekul yang tidak stabil (sangat reaktif) karena
mengandung satu atau beberapa elektron tidak berpasangan pada orbit terluar dan
untuk mencapai kestabilannya, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul
disekitarnya untuk mendapatkan pasangan elektron. Radikal bebas muncul di dalam
tubuh manusia melalui metabolisme dan akibat paparan polusi kendaraan, asap rokok,
dan sinar UV. Bahan radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh berasal dari Reactive
Oxygen Species (ROS). Ketika makromolekul yang teroksidasi merupakan bagian sel
atau organ maka dapat merusak sel atau organ tersebut. Apabila tidak dihentikan maka
akan menimbulkan beberapa penyakit seperti kanker, arteriosklerosis, jantung, katarak,
penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Antioksidan satu satunya cara untuk
menangkap radikal bebas sehingga tidak dapat menginduksi penyakit degeneratif
tersebut.
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat kerja radikal bebas
dengan cara memberikan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga
dapat terbentuk molekul yang normal kembali untuk menghentikan berbagai
kerusakan. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh manusia tidak cukup untuk
melawan radikal bebas yang ada di lingkungan, oleh sebab itu tubuh membutuhkan
tambahan antioksidan dari luar. Antioksidan yang berasal dari luar tubuh dibedakan
menjadi 2 macam yaitu: antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan alami biasanya
banyak terdapat pada tumbuh tumbuhan, sayur sayuran, dan buah buahan.
Sedangkan antioksidan sintetik antara lain: butyl hidroksilanisol (BHA), butyl
hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan etoksiquin. Antioksidan alami memiliki
aktivitas penangkapan radikal bebas lebih baik dibandingkan dengan antioksidan
sintetik.
Isoflavon merupakan salah satu antioksidan sintetik. Isoflavon termasuk dalam
subkelas flavonoid yang merupakan kelompok besar polifenol dan banyak dijumpai
secara alami dalam buah, sayur, kacang kacangan maupun minuman seperti teh.
Isoflavon yang terdapat di dalam kacang kacangan berbentuk glikosida yang terdiri
dari genisitin, daidzin dan glistin. Mekanisme isoflavon dalam mencegah kerusakan
akibat radikal bebas melalui 2 cara yaitu mendonorkan ion hydrogen dan bertindak
sebagai scavenger radikal bebas secara langsung. Isoflavon banyak terdapat pada
kacang kacangan salah satunya terdapat pada kacang hijau. Isoflavon tersebut bersifat
sebagai fitoestrogen karena kemampuan isoflavon yang dapat berinteraksi dengan
reseptor estrogen pada sel.
Isoflavon merupakan senyawa bioaktif alamiah yang tergolong sebagai pangan
fungsional. Isoflavon merupakan bagian dari kelompok fenolik. Komponen fenolik
terbukti mampu menangkal radikal bebas. Isoflavon berpotensi sebagai pelindung dan
pencegah penyakit penyakit kardiovaskular, kanker, dan osteoporosis sehingga
isoflavon dapat dimanfaatkan sebagai komponen pangan agar menjadi pangan
fungsional salah satunya adalah bubur kacang hijau.
Bubur kacang hijau merupakan makanan tradisonal yang berasal dari kacang hijau
dengan campuran gula merah dan santan. Kacang hijau yang merupakan bahan dasar dalam
pembuatan bubur kacang hijau mengandung senyawa aktif isoflavon yang merupakan salah
satu antioksidan alami. Kandungan isoflavon di dalam kacang hijau mampu menghambat
radikal bebas yang membahayakan bagi tubuh.

B. Kacang Hijau
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L atau Vigna radiata L) termasuk famili
leguminosae dan sub famili phapilonaceae, genus phaseolus, dan spesies radiates
merupakan tanaman yang berumur pendek (+ 60 hari) dan mudah tumbuh di dataran
rendah maupun ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Biji kacang hijau secara
umum terdiri dari 3 bagin yaitu kulit, endosperma, dan lembaga (Iswandari, 2006).
Kacang hijau cocok ditanam pada musim kering (kemarau) dengan rata rata curah
hujan rendah. Kacang hijau yang dipanen pada musim hujan umumnya memiliki
tingkat produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada musim
kemarau (Khairani, 2008).
Menurut Purwono (2012), Klasifikasi kacang hijau dalam dunia tumbuhan sebagai
berikut:

Gambar 1. Biji dan Tanaman Kacang Hijau


Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Rosales
Family : Leguminosae (Fabaceae)
Genus : Vigna
Spesies : Vigna radiate atau Phaseolus radiates
Menurut data BPS (2008), produksi kacang hijau di Indonesia mencapai 297.189
ton/tahun. Pemanfaatan kacang hijau di Indonesia masih terbatas yaitu sebagian besar
digunakan sebagai sayuran, dan sebagian kecil digunakan sebagai bahan baku makanan
dan minuman pada bayi. Penjualan kacang hijau dalam negeri dibedakan menjadi 2
mutunya yaitu kacang hijau berbiji besar dan kacang hijau berbiji kecil. Kacang hijau
berbiji besar biasanya digunakan untuk bubur dan tepung kacang hijau. Sedangkan
kacang hijau berbiji kecil biasanya digunakan untuk tauge. Proses pengolahan kacang
hijau yang dinilai relative sederhana merupakan bahan makanan yang mengandung gizi
tinggi sehingga konsumsi kacang hijau mudah untuk ditingkatkan (Iswandari, 2006).

C. Kandungan Gizi
Kandungan protein kacang hijau cukup tinggi yaitu sebanyak 24%. Kacang hijau
di dalamnya terdapat sumber mineral penting antara lain kalsium dan fosfor yang
bermanfaat untuk memperkuat tulang. Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009)
dan Thompson, et. al (2006), kacang hijau yang merupakan salah satu jenis kacang
kacangan dan biasanya dijadikan sebagai makanan selingan atau sebagai minuman
mengandung serat sebesar 7,6 gram dan isoflavon sebanyak 4,3 gram/100 gram.
Kacang hijau mengandung lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan kacang
kedelai sehingga tidak mudah tengik. Berdasarkan kandungan lemak kacang hijau
tersebut, sebanyak 73% diantaranya merupakan asam lemak tak jenuh dan 26%
tersusun atas lemak jenuh sehingga akan dikonsumsi oleh orang yang kelebihan berat
badan dan penderita jantung (Taku, et. al., 2007).
Tabel 1. Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr bahan.
Kandungan Gizi Jumlah
Kalori (kal) 323
Protein (g) 22
Lemak (g) 1,5
Karbohidrat (g) 56,8
Kalsium (mg) 223
Zat besi (mg) 7,5
Fosfor (mg) 31
Vitamin A (SI) 157
Vitamin B1 (mg) 0,46
Vitamin C (mg) 10
Air (g) 15,5
Sumber: Retnaningsih, et.al (2008)
Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 22% dan
merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan
kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh. Kandungan kalsium dan fosfor
pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Kacang hijau juga
mengandung rendah lemak yang sangat baik bagi mereka yang ingin menghindari
konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan
bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah berbau.
Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berguna untuk pertumbuhan. Jumlah
isoflavon pada kacang hijau segar adalah 70.74 mg/100 g (bk) terdiri dari daidzein
35.88 mg genistein 21.81 mg dan glisitein 13.05 mg (Iswandari, 2006). Sedangkan
bubur kacang hijau mengandung isoflavon 14.44 mg/100 g (bk) (daidzein 6.01 mg,
genistein 5.91 mg, dan glisitein 2.52 mg (Iswandari, 2006).
Tabel 2. Kandungan isoflavon pada kacang hijau segar
Hasil
No. Jenis Isoflavon
mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)
1 Daidzein 31,54 12,10 35,88
2 Genistein 19,17 12,10 21,81
3 Glistein 11,48 12,10 13,05
TOTAL 62,18 70,74

Tabel 3. Kandungan isoflavon bubur kacang hijau


Hasil
No. Jenis Isoflavon
mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)
1 Daidzein 1,09 81,92 6,01
2 Genistein 1,07 81,92 5,91
3 Glistein 0,46 81,92 5,52
TOTAL 2,61 14,44

D. Senyawa Bioaktif (Isoflavon)


Isoflavon merupakan golongan flavonoid (1,2 diarilpropan). Senyawa isoflavon
merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman namun
berbeda dengan senyawa metabolit sekunder lainnya, isoflavon tidak disintesis oleh
mikroorganisme. Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6 C3 C6 yang secara alami
disintesa oleh tumbuh tumbuhan dan senyawa asam amino aromatic fenil alanine atau
tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa
antara, yaitu asam sinnamat, asam kumarat, calkon, dan flavon serta isoflavon
(Pawiroharsono, 2001).
Antioksidan yang terdapat pada isoflavon sangat diperlukan oleh tubuh untuk
menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas, oleh sebab itu dapat menghambat
proses penuaan dini, mencegah penyakit degenerative seperti arteriosclerosis, jantung
koroner, diabetes mellitus, dan kanker (Istiani, 2010). Senyawa isoflavon pada
umumnya berupa senyawa kompleks yang berkonjugasi dengan senyawa gula melalui
ikatan glikosida. Jenis senyawa isoflavon antara lain genisitin, daidzin, dan glisitin.
Aktivitas estrogenik isoflavon terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan
stilbestrol yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan, senyawa isoflavon
mempunyai aktivitas yang lebih baik dari stilbestrol. Daedzin merupakan senyawa
isoflavon yang memiliki aktivitas estrogenik lebih tinggi dibandingkan dengan
senyawa isoflavon lainnya (Prawiroharsono, 2001).
Tabel 4. Struktur Daedzin, Genistin dan Glistin
Nama Senyawa Struktur
Genisitin

Glisitin
Daidzin

Sumber: Ariani dan Hastuti (2009)


Menurut Yulianto (2003) isoflavon mempunyai fungsi sebagai osteoprotektif yaitu
dapat mencegah terjadinya osteoporosis atau pengeroposan tulang. Isoflavon
menstimulasi aktivitas osteoblastik (pembentukan sel-sel tulang) melalui aktivitas
reseptor-reseptor estrogen dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan: insulin-
like growth factor -1 (IGF-1) (Herman, 2001). Menurut Afriansyah (2000) jenis
isoflavon genistein dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker prostat dan
menghambat potensi penyebaran sel-sel kanker prostat. Yulianto (2003) menunjukkan
bahwa konsumsi isoflavon pada wanita pascamenopause sebesar 90 mg/hari selama
enam bulan dapat meningkatkan densitas mineral tulang. Isoflavon harus dikonsumsi
manusia sebesar 1,5 2 mg/kg berat badan per hari untuk dapat bertindak sebagai
antikanker (Iswandari, 2006).

E. Mekanisme Isoflavon Sebagai Antioksidan


Mekanisme Isoflavon Terhadap Stres Oksidatif
Stres Oksidatif merupakan suatu keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan
antara radikal bebas dengan antioksidan yang ditunjukkan dengan jumlah radikal bebas
lebih banyak dibandingkan dengan antioksidan (Halliwel, 2006). Apabila produksi
radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya
maka kelabihan radikal bebas sangat potensial dapat mneyebabkan kerusakan pada sel.
Kerusakan ini sering disebut dengan kerusakan oksidatif yaitu kerusakan biomolekul
penyusun sel yang dapat disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas. Peningkatan
stress oksidatif dapat berdampak negative pada beberapa komponen penyusun
membrane sel yaitu kerusakan pada lipid membrane yang membentuk malonaldehida
(MDA), kerusakan protein, karbohidrat, dan DNA (Kevin et.al., 2006).
Radikal bebas bisa dihasilkan secara endogen atau diperoleh secara eksogen.
Secara endogen radikal bebas dihasilkan melalui reaksi-reaksi metabolsime normal di
dalam tubuh yang melibatkan reaksi oksidasi-reduksi. Radikal bebas yang dihasilkan
selama proses metabolisme normal merupakan sumber radikal bebas endogen yang
secara proses seluler dapat melatarbelakangi kerusakan sel (Cook et al. 2003). Menurut
Kevin et al. (2006) bentuk-bentuk radikal bebas yang dihasilkan secara endogen
diantaranya superoksida anion (O2-), radikal hidroksil (OH), hidroperoksil (HO2)
dan oksigen singlet (1O2). Radikal bebas bereaksi dengan komponen penyusun
membran sel sehingga dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan sel (Nyoman,
2013).
Pemberian isoflavon telah mampu mempertahankan aktivitas SOD lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok stres. Manurut Valko et al. (2007), superoksida
dismutase merupakan enzim yang berada dalam cairan intraseluler, yang berpartisipasi
pada proses degradasi senyawa-senyawa radikal bebas intraseluler. Enzim ini
mengkatalisis dismutasi O2 menjadi H2O2. Enzim ini menghambat kehadiran simultan
dari O2 dan H2O2 yang berasal dari pembentukan radikal hidroksi (OH). Isoflavon
mampu mempertahankan aktivitas enzim SOD diduga karena peran isoflavon genistein
menginduksi gen yang bertanggung jawab pada sintesis enzim SOD. Genistein
meningkatkan regulasi ekspresi gen antioksidan dengan melibatkan reseptor estrogen,
ERK1/2 (extracellular-signal regulated kinase), dan NFB (nuclear factor B).
Genistein berikatan dengan reseptor estrogen mengakibatkan terjadinya fosforilasi
secara cepat pada ERK1/2 dan IB mengakibatkan translokasi subunit P50 dari NFB
menuju inti dan mengakibatkan transaktivasi ekspresi MnSOD (BorraS et al., 2006).
Selain itu, isoflavon membantu kerja superoksida dismutase dalam memusahkan
radikal bebas. Isoflavon bekerja dengan cara menyumbangkan satu elektronnya kepada
senyawa radikal sehingga senyawa radikal berubah menjadi senyawa tidak radikal atau
senyawa yang tidak berbahaya bagi sel. Oleh karena itu, isoflavon membantu kerja
superoksida dismutase sehingga kadar ensim superoksida dismutase di dalam sel dapat
dipertahankan (Nyoman, 2013).
Pemberian isoflavon mampu mencegah peroksidasi lipid oleh radikal bebas
sehingga menurunkan pembentukan MDA hati. Hal tersebut juga terkait dengan
aktivitas enzim SOD dalam hati. Senyawa bioaktif isofavon memiliki potensi sebagai
antioksidan (Nakajima et al. 2005). Sebagai antioksidan, senyawa isoflavon dapat
mengeliminasi radikal bebas dan mencegah reaksi berantai lebih lanjut terhadap
komponen membran sel sehingga mengurangi pembentukan MDA sebagai produk
akhir (Lee et al., 2004).
Mekanisme Isoflavon Terhadap Hiperkolesterolemia
Peningkatan kadar kolesterol total diduga berhubungan dengan terjadinya
aterosklerosis yang menjadi salah satu faktor risiko penyakit jantung dan
kardiovaskuler. Isoflavon merupakan jenis flavonoid dan serat larut air yang terdapat
di kacang hijau dapat mengatur lipogenesis di hati dengan cara meningkatkan
katabolisme sel lemak dalam pembentukan energi dan seratnya mengikat lemak di
dalam usus serta mengakibatkan turunnya kadar kolesterol total. Pemberian ekstrak
kacang hijau berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol total secara bermakna
pada wanita hiperkolesterolemia (Sulistyaningsih, 2015).
Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan yang menunjukkan peningkatan kadar
kolesterol total > 200 mg/dl dan mempunyai hubungan erat dengan aterosklerosis atau
munculnya lemak di saluran pembuluh darah yang menjadi salah satu factor terjadinya
penyakit jantung kardiovaskuler (Phoebe, et. al., 2010). Menurut Martiem (2011) dan
Margareth (2004) menyatakan bahwa, faktor yang menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar kolesterol salah satunya adalah peningkatan LDL (Low Density
Lipoprotein). Sedangkan factor yang dapat menurunkan kadar kolesterol adalah
dengan mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan kolesterol salah satunya bahan
makanan yang mengandung isoflavon (Lichtenstein et.al., 2006 dan Aurora, 2012).
Penurunan kolesterol dapat disebabkan kandungan isoflavon yang ada di dalam
kacang hijau (Hapsari dkk, 2009). Isoflavon merupakan sterol yang berasal dari
tumbuhan (fitosterol) yang bertindak sebagai antioksidan serta dapat menghambat
absorbs kolesterol dari makanan yang dikonsumsi maupun kolesterol yang diproduksi
oleh hati (Kukubo et.al., 2007). Isoflavon memiliki struktur kimia yang sama dengan
estrogen pada wanita yang dapat memengaruhi adiposit dan sel jenis lainnya pada
jaringan adipose (Zhan et.al., 2005). Pengaruh tersebut melalui mekanisme modulasi
energy expenditure yang menghambat aktivitas lipoprotein lipase (LPL) yang
merupakan enzin yang mengatur pengambilan lemak (lipogenesis) oleh adiposit serta
memengaruhi metabolisme lemak yang dapat menurunkan kadar kolesterol (Alrasyid,
2007).
Genistein dapat menghambat produksi hydrogen peroksida serta meningkatkan
enzim antioksidan (katalase, peroksida dismutase, glutation peroksidase dan glutation
reduktase) (Gultekin et.al., 2006). LDL akan beriteraksi dengan isoflavon dan akan
terjadi penurunan oksidasi lipoprotein yang akan menekan pembentukan lipid
peroksida dan zat zat reaktif asam tiobarbiturat (Chao, et.al., 2014). Penurunan kadar
kolesterol oleh isoflavon dengan cara meningkatkan katabolisme lemak dalam
pembentukan energy yang mengakibatkan turunnya kadar kolesterol total (Mittal et.al.,
2004).
Genistein yang merupakan salah satu jenis isoflavon mempengaruhi liposis dengan
memacu lipolytic enzyme hormone-sensitive lipase atau dengan meningkatkan efek
lipolitik dari epinefrin. Mekanisme lainnya juga dapat berlangsung melalui
peningkatan -Oksidasi asam lemak yang berperan dalam pengurangan deposisi
jaringan adipose (Alrasyid, 2007). Isoflavon sebagai antioksidan dengan
mempengaruhi peningkatan katabolisme sel lemak pada pembentukan energi sehingga
terjadi penurunan kadar kolesterol (Middleton et.al., 2000). Isoflavon dapat
mengaktifkan enzim sitokrom P-450 yang mampu mengikat kolesterol menuju asam
empedu, sehingga meningkatkan ekskresi asam empedu dan menurunkan kadar
kolesterol darah (Tripathi et.al., 2005).
F. Proses Pembuatan Bubur Kacang Hijau
Pengolahan kacang hijau yang biasa dilakukan masyarakat adalah dalam bentuk
bubur kacang hijau. Prinsip pembuatan bubur kacang hijau adalah pemasakan
menggunakan panas.

Gambar 2. Bubur Kacang Hijau


Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur kacang hijau antara lain: 600 ml
santan kental, 400 gram kacang hijau, 600 gram gula jawa/gula merah, 3 lembar daun
pandan, 1,5 sendok the garam, 3,5 liter air matang. Bahan yang digunakan untuk
pembuatan bubur kacang hijau ini merupakan bahan alami mulai dari santan, gula
merah/gula jawa sampai kacang hijau yang digunakan. Sedangkan peralatan yang
dibutuhkan antara lain: parutan kelapa, baskom, sendok, timbangan dan kompor.
Proses pembuatan bubur kacang hijau dimulai dengan melakukan perendaman
kacang hijau selama 1 menit. Setelah 1 menit, pisahkan kacang hijau yang mengapung
dan tidak. Kacang hijau yang mengapung berarti memiliki kualitas kacang hijau yang
tidak baik. Kemudian bersihkan kacang hijau yang memiliki kualitas baik. Tahap
selanjutnya adalah melakukan perebusan kacang hijau dengan air 2,5 liter yang bersih
dan biarkan hingga kacang hijau matang, mengembang dan empuk.
Selama menunggu kacang hijau direbus, langkah yang perlu dilakukan adalah
membuat santan kental dengan cara kelapa dilakukan pemarutan kemudian dilakukan
pemerasan sehingga dihasilkan santan sebanyak 600ml. Langkah selanjutnya adalah
pencampuran. Pada tahap ini masukkan gula merah tersebut ke dalam rebusan kacang
hijau yang diikuti dengan penambahan daun pandan, garam secukupnya, dan vanili
bubuk. Santan yang tadi telah dihasilkan dituangkan pada akhir proses pembuatan dan
dilakukan pengadukkan secara perlahan agar santan tidak pecah. Santan juga bisa
dicampurkan ketika akan dikonsumsi. Kemudian, kacang hijau siap disajikan.
Kelapa Kacang Hijau

Pemarutan Perendaman

Air matang Ekstraksi


1L Sortasi Kotoran

Santan Kental Air matang 2,5 Perebusan


L

Gula merah 600 gram, 3


lembar daun pandan dan Pencampuran
1,5 sendok teh garam

Pengadukkan

Bubur Kacang
Hijau

Gambar 1. Skema Proses Pembuatan Bubur Kacang Hijau


DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, Harun. Peranan Isoflavon Tempe Kedelai, Fokus pada Obesitas dan
Komorbid. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40. No.3. Sept 2007. 203-
210.

Arfiansyah, N. 2000. Tempe Dapat Hambat Kanker Prostat. Jakarta: Harian Kompas.

Ariani, S. R. D. dan Hastuti, W. 2009. Analisis Isoflavon dan Uji Aktivitas


Antioksidan Pada Tempe dengan Variasi Lama Waktu Fermentasi dan
Metode Ekstraksi. Prosiding Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia.
FKIP UNS Surakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman
Kacang Hijau Seluruh Provinsi. Jakarta: BPS.

BorraS. C., Gambini, J., GoMez-Cabrera, M. C., Sastr, E. J., Pallardo, F. V., Mann,
G. E. 2006. Genistein, A Soy Isoflavone, Up-Regulates Expression Of
Antioxidant Genes: Involvement Of Estrogen Receptors, ERK1/2, And Nfb.
FASEB J. 20:1476-1481.

Chao, W. X., Wood, C. M., Weder, D., Aziz, A. S., Mehta, R., Griffin, P. 2014. Dietary
Supplementation with Soy Isoflavones or Replacement with Soy Proteins
Prevents Hepatic Lipid Droplet Accumulation and Alters Expression of Genes
Involved in Lipid Metabolism in Rats. Genes Nutr.2014:9:373.

Cooke, M. S., Evans, M. D., Dizdaroglu, M., Lunec, J. 2003. Oxidative DNA Damage:
Mechanisms, Mutation, And Disease. FASEB J. 17:1195-1214.

Gultekin E, Yildiz Fatih. Introduction to Phytoestrogen. In: Yildiz F. 2006.


Phytoestrogen in Functional Foods 1th Edition. Turkey: Taylor and Francis
Group.
Halliwell, B. 2006. Reactive Spesies And Antioxidants: Redox Biology Is A Fudamental
Theme Of Aerobic Life. Plant Physiol. 141:312-322.

Hapsari AI, Poernomo B, Dhamayanti Y. Perbandingan efek pemberian sari kedelai


kuning dan hitam terhadap rasio kolesterol LDL/HDL darah tikus putih
(Rattus norvegicus) dengan diet tinggi lemak. Artikel Ilmiah. Surabaya: FKH
Universitas Airlangga; 2009.

Herman S. 2001. Hypocholesterolemic and Atherosklerosis Effect of Legumes


Versus Animal Protein : Review of Animal and Human Studies. Jakarta :
Center for Research and Development of Nutrition and Food, NIHRD.

Istiani, Yurina. 2010. Karakteristik Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Tempe Berbahan Baku Koro Pedang
(Canavalia ensiformis). Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Program
Pasca Sarjana. Program Studi Biosains.

Iswandari, Rochani. 2006. Studi Kandungan Isoflavon pada Kacang Hijau (Vigna
radiate L.), Tempe Kacang Hijau, dan Bubur Kacang Hijau. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga.

Kevin C, Kregel, Hannah J, Zhang. 2006. An Integrated View Of Oxidative Stress In


Aging: Basic Mechanisms, Functional Effects, And Pathological
Considerations. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 292:R18-R36.

Khairani, Liza. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Pheseolus Radiatus
L.) Pada Beberapa Komposisi Lumpur Kering Limbah Domestik Sebagai
Media Tanam. Kripsi Universitas Sumatra Utara.
Kukobo Y, Iso H, Junko I, Okada K, Inoue M, Tsugane S. Association Of Dietary
Intake Osy, Beans, Isoflavones With Risk of Celebral and Myucardial
Infarctions in Japanese Populations. 2007;116:2553-62.

Lee J, Renita M, Fioritto RJ, ST.Martin SK, Schwartz SJ, Vodovotz Y. 2004.
Isoflavone Characterization And Antioxidant Activity Of Ohio Soybeans. J
Agric Food Chem. 52:2647-1651

Margareth, R. Hubungan Merokok dengan Risiko Terjadinya Hiperkolesterolemia


pada Pasien Kardiovaskuler di RS Panti Wilasa Citarum. Karya Tulis Ilmiah.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Martiem, M. Indeks Massa Tubuh Sebagai Determinan Penyakit Jantung Koroner


pada Orang Dewasa Berusia Di atas 35 Tahun. Jurnal Kedokteran Trisakti.
Vol. 23 No. 3.

Middleton, E., Kandaswami, C., Theoharides, T. C. 2000. The Effects of Plant


Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart
Disease, and Cancer Pharmacol. Rev; 2000; 52: 673751.

Mittal R, Mittal N, Hota D, Suri V, Aggarwal N, Chakrabarti A. Antioxidant Effect of


Isofavones: A Randomized, Double-Blind, Placebo Controlles Study in
Oophorectomized Women. International Journal of Applied adn Basic Medical
Research. 2004: vol 4.28-33.

Nakajima N, Nozki N, Ishihara K. 2005. Analysis Isoflavone Content In Tempeh, A


Fermented Soybean And Preparation Of A New Isoflavone-Enriched Tempeh.
J Biosci Bioeng. 100:685-687.

Nyoman, I. S., Wresdiyati, T., Suprayogi, A. 2013. Respon Stres Oksidatif dan
Pemberian Isoflavon terhadap Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase dan
Peroksidasi Lipid pada Hati Tikus. Bali: Universitas Udayana. Fakultas
Kedokteran Hewan.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta.

Pawiroharsono, S. 2001. Prospek dan Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan. Direktorat


Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Phoebe, S. A., Goodwill, A. G., James M. E., Robert. 2010. Dysfunction: International
Strategies. Jurnal of Inflammation.

Purwono, M. S. 2012. Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.

Retnaningsih, C. H., Setiawan, A., dan Sumardi. 2011. Potensi Antiplatelet Kacang
Koro (Mucuna pruriens L.) dari Fraksi Heksan Dibandingkan dengan Aspirin
pada Tikus Hiperkolesterolemia. Seri Kajian Ilmiah. 14 (1). 80 88.

Sulistyaningsih, I. W. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kacang Hijau Terhadao


Kadar Kolesterol Total Pada Wanita Hiperkolesterolemia. Semarang:
Universitas Diponegoro. Fakultas Kedokteran. Program Studi Ilmu Gizi.

Taku K, Umegaki K, Sato Y, Taki Y, Endoh K, Watanabe S. Soy Isoflavones Lower


Serum Total and LDL Cholesterol in humans: a meta-analysis of 11
Ranzomized controllerd trials. Am J Clin Nutr 2007;85:1148-56.

Thampson LU, Boucher BA., Zhen L, Cotterchio M, Kreiger N. Phytoestrogen Content


of Foods Consumed in Canada, Including Isofavone, Lignans and Coumestan.
Nutrition and Cancer, 2006;54(2):184-201.

Tripathi MK, Kumar V, Yadav MK, Yadav D, Pandey S. 2005. Benefitial Role of
Soybean Phytoestrogens. Octa Journal of Biosciences. Vol 1(2): 170-76.

Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MTD, Mazur M, Telser J. 2007. Review: Free
Radicals And Antioxidants In Normal Physiological Functions And Human
Disease. Inter J Biochem Cell Biol. 39:44-84.

Yulianto, W. A. 2003. Kedelai, Bahan Pangan Penyayang. SInar Harapan.


Zhan D, Ho SC. Meta-analysis of The Effects of Soy Protein Containing Isoflavones
on The Lipid Profile. AM J Clin Nutr 2005;81:397-408.

Anda mungkin juga menyukai