Anda di halaman 1dari 10

BAHAN TEKNIK

HEAT TREATMENT METODE HARDENING

NAMA : MUHAMMAD IRFAN


NIM : 5201417014
PRODI : PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2017
HEAT TREATMENT

A. PENGERTIAN
Perlakuan panas atau heat treatment adalah kombinasi operasi pemanasan pada logam di
bawah temperatur lebur logam tersebut dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam
keadaan padat dengan waktu tertentu [Avner, 1974]. Hal ini untuk memperoleh sifat yang
diinginkan dengan merubah struktur mikronya. Struktur yang terjadi pada akhir suatu proses laku
panas, selain ditentukan oleh komposisi kimia dari material dan proses laku panas yang dialami
juga ditentukan oleh struktur awal material. Paduan dengan komposisi kimia yang sama, dan
mengalami proses laku panas yang sama, mungkin akan menghasilkan struktur mikro dan sifat
yang berbeda bila struktur awal materialnya berbeda. Langkah pertama dalam proses laku panas
baja adalah memanaskan material sampai temperatur tertentu atau di atas temperatur daerah
kritis untuk membentuk fasa austenit. Kemudian diberi waktu penahanan agar austenit dapat
lebih homogen baru setelah itu dilakukan proses pendinginan. Proses pendinginan dilakukan
dengan cermat agar benda kerja tidak mengalami cacat retak setelah mangalami proses ini.
Variasi tipe proses perlakuan panas di atas adalah sama karena seluruh proses perlakuan panas
hanya melibatkan proses pemanasan yang membedakannya adalah temperatur pemanasan dan
laju pendinginannya. Proses pemanasan dan kecepatan laju pendinginan ini sangat
mempengaruhi hasil akhir dari proses perlakuan panas. Di dalam proses perlakuan panas ada tiga
tahapan yang paling utama di antaranya tahap pemanasan, tahap penahanan, dan tahap
pendinginan.

HARDENING

A. PENGERTIAN
Suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang
keras, proses ini dilakukan pada temperatur tinggi yaitu pada temperatur austenisasi yang
digunakan untuk melarutkan sementit dalam austenit yang kemudian di quench.
Pada tahap ini akan menghasilkan terperangkapnya karbon yang akan menyebabkan
bergesernya atom-atom sehingga terbentuk struktur body center tetragonal atau struktur yang
tidak setimbang yang disebut martensit yang bersifat keras dan getas.
Menurut Kenneth Budinski (1999: 167), pengerasan baja membutuhkan perubahan struktur
kristal dari body-centered cubic (BCC) pada suhu ruangan ke struktur kristal face-centered cubic
(FCC). Dari diagram keseimbangan besi karbon dapat diketahui besarnya suhu pemanasan logam
yang mengandung karbon untuk mendapatkan struktur FCC. Logam tersebut harus dipanaskan
dengan sempurna sampai daerah austenit.
Perlakuan panas hardening adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan
jalan memanaskan benda kerja dalam furnace (tungku) pada temperatur yang ditentukan selama
periode waktu tertentu kemudian didinginkan secara cepat dengan media pendingin seperti air,
air garam, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-
beda. Perlakuan panas hardening adalah proses kombinasi antara proses pemanasan dan
pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-
sifat tertentu (Avner, 1987).
Pengerasan meliputi pekerjaan pendinginan yang menyebabkan karbon terbentuk dalam
struktur kristal. Pendinginan dilakukan dengan mengeluarkan dengan cepat logam dari dapur
pemanas (setelah direndam selama waktu yang cukup untuk mendapatkan temperatur yang
dibutuhkan) dan mencelupkan kedalam media pendingin air atau oli.

B. TAHAPAN PEKERJAAN YANG HARUS DILAKUKAN SEBELUM PROSES PENGERASAN


BAJA

1) Bebas dari terak (scale), oli, dan sebagainya agar dihasilkan kekerasan yang diinginkan
dengan kata lain benda kerja harus bersih.

2) Benda kerja yang memiliki lubang, jika perlu, terutama pada baja perkakas harus ditutup
dengan tanah liat, asbes atau baja insert sehingga tidak terjadi pengerasan pada bagian
lubang tersebut. Hal ini tidak perlu dilakukan jika ukuran lubang relatif besar.

3) Benda kerja harus ditempatkan pada fixture yang layak sebelum diletakkan di dalam
tungku. Hal ini adalah dilakukan untuk mencegah timbulnya distorsi. Benda kerja-benda
kerja yang kecil yang relatif kecil dapat diletakkan dalam suatu keranjang yang didisain
khusus untuk itu agar dijamin kekerasan yang homogen.

4) Baja karbon dan baja paduan rendah dapat dipanaskan langsung ke temperatur
pemanasannya tanpa memerlukan adanya pemanasan awal (pre-heat). Sedangkan benda
kerja yang besar dan bentuknya rumit dapat dilakukan pemanasan awal untuk mencegah
distorsi dan retak akibat tidak homogennya temperatur di bagian tengah dengan di bagian
permukaan. Pemanasan awal biasanya dilakukan untuk baja-baja perkakas karena
konduktifitas panas baja tersebut sangat rendah, temperatur pemanasan awal yang
dilakukan adalah 550 - 650.
Untuk menghindari cacat yang akan terjadi dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.) Menutupi atau menambah perkuatan bagian ramping semenjak pemanasan.
2.) Bahan pengejut yang tepat, sesuai dengan jenis baja dan kekerasan yang dituntut.
3.) Sikap pengejutan yang menguntungkan.
4.) Sering-sering membalikkan benda kerja dan menggerakkannya di dalam medium pengejut
(Quench).
Perlengkapan pengencangan benda yang dikeraskan harus dipasang sedemikian rupa sehingga
tidak merintangi penyejukan cepat pada tempat yang dikeraskan. Wadah untuk melakukan proses
quench sedapat mungkin harus berada didekat perlengkapan pemanasan dan harus cukup besar
atau memiliki pendinginan tambahan supaya isinya tidak terpanasi pada saat pengejutan

C. FAKTOR FAKTOR PROSES HARDENING


a. Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang dikehendaki agar dicapai
transformasi yang seragam pada material.
b. Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur
pemanasan tertentu (temperatur austenisasi).
c. Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan agar didapatkan distribusi
temperatur yang seragam pada benda kerja.
Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya hantar panas benda kerja.
Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan butir yang dapat menurunkan
kekuatan material. Martensit adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses difusi.
Konstituen ini terbentuk saat Austenit didinginkan secara sangat cepat, misalnya melalui proses
quenching pada medium air. Transformasi berlangsung pada kecepatan sangat cepat, mendekati
orde kecepatan suara, sehingga tidak memungkinkan terjadi proses difusi karbon. Transformasi
martensite diklasifikasikan sebagai proses transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung waktu
(diffusionless time-independent transformation). Martensit yang terbentuk berbentuk seperti
jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan getas (brittle).

D. KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING TERJADI PADA PROSES


HARDENING:
1. Pemanasan terlalu cepat : benda pecah,
2. Suhu terlalu rendah : belum terbentuk austenit,
3. Suhu terlalu tinggi : butiran kasar,
4. Penahan suhu terlalu lama : butiran kasar,
5. Penahanan suhu terlalu cepat : austenit belum merata,
6. Pendinginan lambat : tidak dihasilkan martensit,
7. Pendinginan terlalu cepat : benda pecah /austenit pada suhu kamar.
E. LANGKAH LANGKAH PROSES HARDENING
1. Melakukan Pemanasan (Heating) Misalnya pemanasan sampai suhu 850 , tujuanya
adalah untuk mendapatkan struktur Austenite. Dapat kita lihat diagram Fe-Fe3C

2. Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada
proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh
pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan
karbida ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. Waktu penahanan
sangat berpengaruh pada saat transformasi karena apabila waktu penahanan yang diberikan
kurang tepat atau terlalu cepat, maka transformasi yang terjadi tidak sempurna dan tidak
homogen selain itu waktu tahan terlalu pendek akan menghasilkan kekerasan yang rendah
hal ini dikarenakan tidak cukupnya jumlah karbida yang larut dalam larutan. Sedangkan
apabila waktu penahanan yang diberikan terlalu lama, transformasi terjadi namun diikuti
dengan pertumbuhan butir yang dapat menurunkan ketangguhan [Thelning, 1984].
Pedoman untuk menentukkan waktu penahanan dari berbagai jenis baja dapat dilihat pada
Tabel II.2 berikut ini.
Tabel II.2 Jenis baja dan waktu tahan yang dibutuhkan pada proses perlakuan panas
Jenis Baja Waktu Tahan (Menit)
Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah 5-15
Baja Paudan Menengah 15-25
Low alloy tool steel 10-30
High alloy chrome steel 10-60
Hot-work tool steel 15-30

Ketebalan benda uji sangat mempengaruhi pemberian waktu penahanan pada saat proses
austenisasi. Secara matematis pemberian waktu penahanan terhadap ketebalan benda uji
dapat ditulis pada persamaan 1 berikut [Krauss, 1986].
H 1,4T = ........................................ (1)
dengan : T = waktu penahanan (menit)
H = tebal benda kerja (mm)

3. Quenching
Proses quenching adalah proses heat transfer (perpindahan panas) dengan laju yang sangat
cepat. Pada perlakuan quenching terjadi percepatan pendinginan dari temperatur akhir
perlakuan dan mengalami perubahan dari austenite menjadi bainite dan martensite untuk
menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Pengerasan maksimum yang dapat dicapai
baja yang di-quench hampir sepenuhnya ditentukan oleh konsentrasi karbon dan kecepatan
pendinginan yang sama atau lebih tinggi dengan kecepatan pendinginan kritis untuk paduan
tersebut. Media quenching meliputi: air, air garam, oli, air-polymer, dan beberapa kasus
digunakan inert gas. Gambar 2.2. di bawah memperlihatkan laju pendinginan panas dari
logam sebagai fungsi dari temperatur permukaan logam. Awal pencelupan (Tahap A), logam
akan diselimuti oleh selubung uap, yang akan pecah saat logam mendingin. Perpindahan
panas saat terbentuknya selubung uap ini buruk, dan logam akan mendingin dengan lambat
pada tahap ini. Stabilitas dan lamanya proses pendinginan tahap A sangat dipengaruhi oleh
agitasi, umumnya waktu pendinginan tahap ini berkurang dengan peningkatan agitasi [Totten,
1993].
Mekanisme pendinginan pada spesimen yang di-quench [Totten, 1993].

Tahap B dari kurva pendinginan dinamakan tahap didih nukleat dan pada tahap ini terjadi
perpindahan panas yang cepat karena logam langsung bersentuhan dengan air. Pada tahap ini,
logam masih sangat panas dan air akan mendidih dengan hebatnya. Kecepatan pembentukan
uap air menunjukkan sangat tingginya laju perpindahan panas. Selanjutnya perpindahan panas
pada pendinginan tahap ini dapat ditingkatkan dengan peningkatan agitasi [Totten, 1993].
Pada tahap C, merupakan tahap pendinginan konveksi dan konduksi, dimana permukaan
logam telah bertemperatur dibawah titik didih air. Tahap ini hanya mengalami perpindahan
panas melalui konveksi dan konduksi [Totten, 1993]. Perpindahan panas konveksi terdiri dari
konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi paksa yang terjadi karena gaya luar seperti
agitasi secara umum perpindahan panasnya lebih cepat dari pada konveksi alamiah, laju
pendinginan meningkat dengan peningkatan agitasi [Totten, 1993].

Tampilan skematik dari aliran turbulen disekeliling spesimen panas pada proses quenching
[Totten, 1993].
Keseragaman kondisi quenchant penting untuk meminimalisir adanya cracking, distorsi,
dan ketidakseragaman kekerasan, hal ini berarti bahwa selama proses quenching sebisa
mungkin perpindahan panasnya seragam atau dengan kata lain temperatur larutan pendingin
pada bak harus tetap dijaga seragam, sehingga setiap bagian dari spesimen yang di-quench
tetap didinginkan pada temperatur yang sama. Akibat adanya perpindahan panas dari
spesimen baja kelarutan pendingin maka terjadi pembentukan gelembung-gelembung udara
yang kemudian berlanjut dengan terbentuknya selubung udara pada permukaan specimen
tersebut, selubung udara tersebut perlu segera disingkirkan agar perpindahan panasnya tetap
baik. Permasalahan selubung udara diatas dapat diatasi dengan dua cara, pertama adalah
dengan membuat larutan pada bak pendingin teragitasi, atau dengan cara membuat spesimen
bergerak berputar-putar didalam bak larutan pendingin. Membuat spesimen bergerak dalam
larutan pendingin cukup sulit apalagi jika spesimennya besar dan tidak beraturan, sehingga
membuat larutan pada bak quench tersirkulasi merupakan cara yang paling baik. Pengaruh
agitasi pada hasil quench dengan memvariasikan kecepatan aliran menunjukkan adanya
peningkatan kekerasan dengan meningkatnya kecepatan aliran. Agitasi, atau sirkulasi paksa
pada medium quenching, dibutuhkan untuk mempersingkat waktu pendinginan. Tanpa agitasi,
konveksi alamiah dari quenchant dan penguapan quenchant akan menghambat perpindahan
panas terhadap lapisan batas fluida pada permukaan. Membuat konveksi paksa pada fluida
akan mengurangi hambatan aliran panas pada lapisan batas fluida. Efek dari agitasi pada
mekanisme pendinginan dari sebuah perak yang di-quench dengan medium quench air
bertemperatur 60 0C ditunjukkan pada aliran air dengan kecepatan Vi diinjeksikan dari bagian
bawah bak medium quench dan diarahkan ke logam. Semakin besar laju aliran (agitasi),
semakin besar temperatur yang dapat dilepas dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
pembentukan selubung uap namun langsung terjadi didih nukleat karena efektifitas
perpindahan panasnya paling baik. Agitasi yang besar juga akan mempercepat pendinginan
pada tahap didih nukleat dan pendinginan konveksi dan konduksi [Totten, 1993].
Pemilihan media kuens ditentukan oleh jenis baja/paduannya.
Semakin ekstrim media kuens risiko terhadap distorsi meningkat.
Perbedaan laju pendinginan antara permukaan dan bagian dalam menimbulkan profil
kekerasan (tergantung ukuran perkakas dan komposisi baja).
Media Quens
1.) Air
Murah serta sistemnya sederhana. Kekurangannya ia mudah membentuk selimut uap yang
menutupi permukaan komponen, sehingga menghasilkan pedinginan tidak seragam
dipenampang permukaan yang luas. Pemanfaatannya terbatas pada industri perlakuan panas.
Eliminasinya di tambahkan Na/Ca Chloride, membutuhkan closed system.

2.) Larutan polimer


Kemampuan pendinginan (H) diantara oli dan air. Memerlukan close control karena
konsentrasinya mudah berkurang.
3.) Oli
Kemampuan pendinginan tidak sebaik air, tetapi lebih disenangi. Dengan penambahan
additive kemampuan pendinginan (H = cooling power) dapat ditingkatkan lebih dari 0,4 s/d 1.

4.) Lelehan garam


Paling umum digunakan sbagai media pendingin dikarenakan dapat bekerja pada rentang
temperatur yang besar (150 C s/d 595 C, atau bahkan lebih). Dikarenakan karakter tersebut
lelehan garam banyak digunakan untuk delayed quenching seperti: kuens intermediate, kuens
isotermal / holding pada berbagai temperatur.

5.) Lelehan logam


Banyak digunakan untuk kuens-interupsi (interrupted quenching), tetapi saat ini fungsinya
sering digantikan oleh lelehan garam dikarenakan kemampuannya bekerja pada rentang
temperatur lebih besar.

6.) Gas / udara


Hanya digunakan untuk baja dengan ukuran tipis atau baja yang memiliki mampu keras
tinggi. Pengaturan cooling power dilakukan dengan cara mengatur laju semprot udara/gas.

7.) Cetakan logam


Digunakan pada jenis material yang mememiliki risiko distorsi tinggi. Biasanya
menggunakan water-cooled copper dies, dan kelemahannya biaya tinggi.

Lainnya : Larutan garam, larutan soda, uap

BAJA SETELAH QUENS


1.) Terdapat tegangan sisa akibat kuens
2.) Rapuh dan mudah patah
3.) Dimensi tidak stabil
4.) Tidak siap digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Avner. 1987. Introduction to Physical Metallurgy, 2nded. New York: Mc. Graw-Hill Book
Company.
Mubarok, Fahmi. 2008. Metallurgy I. Laboratorium Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
Thelning. 1984. Steel and its Heat Treatment. Butterworth.
Totten, E. George. 1993. Handbook of Quenchants and Quenching Technologies. ASM
International
Prihanto Trihutomo. 2015. Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.
JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015.
Agus Pramono. 2011. Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media
Quenching Untuk Aplikasi Sprochet Rantai. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1. April
2011 (32-38)

Anda mungkin juga menyukai