Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

RERANGKA PEMBENTUKAN MINDSET DAN CUSTOMER VALUE


MINDSET

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

NAMA NIM
1. ASTRO YUDHA KERTARAJASA 222010172
2. SUDIATI 222010194
3. RENNY PUTRI JAYANTI 222010216
4. FITRI PRIATUN 222010339
5. RARAS ARDIANTI 222011414

PAKET : CA1.11
MATA KULIAH : SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
DOSEN : ARYO ARIFIN SE. MS.i

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdullilah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, Taufiq dan hidayah, ridho serta Inayah-Nya kepada kita
semua, makalah yang sangat sederhana ini yang berjudul Rerangka
Pembentukan Mindset dan Costumes Value Mindset dapat diselesaikan
dengan baik meski jauh dari kata sempurna.

Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW yang telah menbawa manusia dari masa kebiadaban menuju
zaman yang berperadaban dan berpendidikan seperti di rasakan saat ini.

Makalah ini disajikan dengan maksud bagi pemakalah dan pembaca dapat
sama-sama belajar tentang Sistem Pengendalian Manajemen yang berjudul
Rerangka Pembentukan Mindset dan Costumes Value Mindset. Dengan
demikian pembaca dapat melengkapinya dengan literatur lainnya dan juga bagi
pembaca makalah ini dapat melengkapinya dengan literatur lainnya.

akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Amin

Palembang, Oktober 2013


Kelompok 3
PENDAHULUAN

Pada hakikatnya tugas utama seorang manajer adalah mengelola human


assets, bukan financial assets. Dengan kata lain, tugas utama manajer adalah
mengelola sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber daya lain untuk
mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karena tindakan manusia sangat ditentukan
oleh sikapnya terhadap sesuatu, dan sikapnya terhadap sesuatu ini sangat
ditentukan oleh peta mental (mindset) yang dimiliki oleh orang tersebut,
pembentukan peta mental menjadi penting sekali dalam pengelolaan sumber daya
manusia. Rerangka untuk membentuk mindset diawali dengan penjelasan konsep
mindset. Pembentukan mindset dilaksanakan melalui dua langkah: (1) perumusan
mindset dan (2) pengkomunikasian mindset.
Empat penyebab yang mengubah secara radikal lingkungan bisnis
sekarang adalah (1) proses globalisasi, (2) pemanfaatan smart technology di
hampir semua arena kehidupan masyarakat, (3) pengadoptasian strategic quality
management, (4) revolusi manajemen. Proses globalisasi yang semakin meningkat
menjadikan customer menempati posisi mengendalikan bisnis. Smart technology
yang menjadikan komputer sebagai teknologi intinya, telah menyebabkan
perubahan radikal di dalam tempat kerja. Smart technology memerlukan
knowledge workers untuk menjadikan teknologi tersebut produktif. Di lain pihak
Smart technology menjadikan knowledge workers kreatif di dalam menghasilkan
produk dan jasa. Dengan kreatifitas ini, customer sangat dimanjakan oleh
produsen di dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka. Smart
technology menjadikan customer memegang kendali bisnis melalui kebutuhan,
keinginan dan harapan mereka. Pengadopsian strategic quality management
memasukkan customer ke dalam model pengelolaan kualitas. Dalam strategic
quality management kualitas produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
ditentukan oleh seberapa tinggi value yang dinikmati oleh customer dari
pemanfaatan produk dan jasa tersebut.
Perubahan pasardari pasar masa (mass market) ke pasar segmentasian
(segmented market)menyebabkan produsen mengubah pendekatan yang
digunakan untuk memproduksi produk dari mass production ke mass
customization atau ke customized production. Perubahan teknologi ke Smart
technology menyebabkan produsen menyediakan produk dengan menempuh mass
customization atau customized production tanpa terkena penalti biaya, sehingga
produsen mampu menghasilkan produk dan jasa sesuai kebutuhan segmen pasar
tertentu pada harga yang terjangkau customer. Revolusi manajemen mengubah
secara radikal prinsip-prinsip manajemen yang digunakan untuk mengelola
perusahaan. dalam prinsip-prinsip manajemen baru ini pengetahuan diterapkan
dalam pengelolaan untuk memuasi kebutuhan customers.
Customer yang memegang kendali bisnis ini memerlukan reorientasi
produsen di dalam mengelola kegiatannya. Diperlukan pergeseran mindset
produsen ke customer value mindset di dalam mengelola perusahaannya untuk
memasuki lingkungan yang telah dan sedang mengalami perubahan radikal
tersebut.
Makalah ini menguraikan rerangka pembentukan mindset dan pergerseran
mindset yang diperlukan oleh manajer dalam mengelola perusahaannya agar pas
dengan tuntutan lingkungan bisnis baru.
RERANGKA PEMBENTUKAN MINDSET

A. KONSEP MINDSET

Mindset adalah sikap mental mapan (fixed mental attitude) yang


dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan prasangka. Mindset
merupakan peta mental yang dipakai oleh orang sebagai dasar untuk
bersikap dan bertindak.
Mindset di ibaratkan peta, peta yang mampu menggambarkan
kenyataan suatu teritorial, menjadikan orang mengetahui di mana dia
berada dan ke mana dia menuju, sehingga dia mampu merencanakan
bagaimana dia menuju ke sana. Peta yang tidak menggambarkan teritorial
yang dijelajahi, akan menjadikan orang tersesat dan keliru di dalam
pengambilan keputusan..
Mindset terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :
1) Paradigma
2) keyakinan dasar
3) nilai dasar
Paradigma adalah cara yang digunakan oleh seseorang di dalarn
memandang sesuatu.
keyakinan dasar adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang
terhadap sesuatu.
Nilai dasar adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh
seseorang, sehingga berdasarkan nilai-nilai tersebut tindakan seseorang
dipandu.
Tindakan seseorang sangat ditentukan oleh cara pandang orang
tersebut terhadap sesuatu. Di samping itu, orang melakukan tindakan
berdasarkan apa yang diyakininya benar. We do what we belief. Nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh seseorang menjadi pemandu di dalam ia
memutuskan tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Secara keseluruhan,
paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar memberikan peta mental bagi
orang dalam bertindak.
We belief we see the world as it is However, we really see the
world as we are. Kita memandang dunia tidak sebagaimana adanya,
namun sesungguhnya kita memandang dunia melalui mindset yang ada
dalam pikiran kita. Paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar merupakan
lensa yang kita gunakan untuk memandang dunia. Orang sering kali
menjadi tidak efektif dalam suatu lingkungan karena ia menggunakan peta
yang salah- peta yang tidak menggambarkan dengan baik lingkungan yang
dimasukinya.

Mindset ini merupakan bagian tidak tampak dari suatu kultur


organisasi dan berlokasi di dalam pikiran anggota organisasi. Mindset ini
yang mendasari perilaku anggota organisasi di dalam bertindak melakukan
bisnis atas nama organisasi. Di dalam organisasi, orang bertindak melalui
suatu sistem, oleh karena itu perilaku orang di dalam organisasi diatur
melalui sistem manajemen. Perilaku orang di dalam organisasi dalam
melaksanakan bisnis organisasi merupakan bagian kultur organisasi yang
tampak dari luar dan bisa diamati. Perilaku yang tampak dari luar ini dapat
dijelaskan melalui paradigma, keyakinan` dasar, dan nilai dasar yang
berada, di dalam pikiran anggota organisasi.

Kesimpulan dari definisi mindset di atas yaitu bahwa mindset


dapat dibentuk melalui usaha bersistem (pendidikan dan pengalaman),
atau secara sederhana terbentuk melalui prasangka.

B. APA YANG TERJADI JIKA MINDSET PERSONEL TIDAK


SESUAI DENGAN MINDSET YANG DIGUNAKAN UNTUK
MENDESAIN SISTEM MANAJEMEN ?

Mindset seseorang menentukan sikapnya, dan sikap seseorang


menentukan tindakannya. Apa yang terjadi jika mindset personel secara
individual tidak sejalan dengan mindset organisasi? Ada tiga kemungkinan
yaitu:
1. Personel melaksanakan tindakan setengah hati, atau bahkan tanpa
hati.
2. Personel memerlukan pengawasan dari orang lain untuk
memastikan bahwa tindakannya dilaksanakan berdasarkan mindset
yang semestinya
3. Personel dapat melakukan sabotase karena ketidaksesuaian antara
mindset nya dengan mindset yang semestinya yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan.

Jika personel tidak yakin bahwa kelangsungan hidup organisasi


ditentukan oleh customer, maka dalam melayani customer ia akan
memperlakukan customer sebagai orang yang membutuhkan produk dan
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan,bukan sebaliknya perusahaan yang
membutuhkan customer untuk dapat menjual produk dan jasanya, oleh
karena itu, jika manajemen puncak telah mengkomonukasikan paradigma
customer value strategy, keyakinan dasar, dan nilai dasar bagi organisasi
yang berkaitan dengan paradigma tersebut, namun personel tidak mau
menerima, personel ini akan melaksanakan layanan kepada customer
secara setengah hati atau tanpa hati sama sekali. Sistem layanan kepada
customer yang sudah dirancang untuk memberikan jasa terbaik kepada
customer menjadir tidak efektif, karena personel yang melaksanakanniya
tidak menggeser mindsetnya ke customer value mindset.
Pengomunikasian mindset kepada seluruh personel akan berhasil
jika melalui proses internalisasi paradigma, keyakinan dasar, dan nilai
dasar yang dirumuskan oleh organisasi tertanam di dalam diri seluruh
personel organisasi tersebut. Dengan demikian, paradigma, keyakinan
dasar, dan nilai dasar yang telah tertanam dalam diri personel secara
individual mampu berfungsi sebagai pengarah dan pengendali sikap,
tindakan, dan perilaku personel secara individual. Dalam kondisi
demikian, personel tidak rnemerlukan pengawasan dari luar dirinya karena
sudah memiliki self-imposed control pengendalian yang dipacu dari
dalam diri pribadi orang yang bersangkutan.
Ketidaksesuaian mindset personel dengan mindset organisasi dapat
mengakibatkan timbulnya usaha personel untuk melakukan sabotase
terhadap sistem yang diterapkan organisasi. sebagai contoh, personel
fungsi pembelian memiliki keyakinan bahwa pemasok adalah pedagang
yang membutuhkan order dari perusahaan, dan diyakini oleh personel
tersebut bahwa umumnya pemasok mengikat bisnis dengan perusahaan
untuk mencari laba sebesar-besamya, tanpa menghiraukan kualitas.
Kemudian misalnya, manajemen puncak mengubah paradigma berkaitan
dengan pemasok menjadi sebagai berikut ini:
1. Pemasok adalah mitra bisnis yang menentukan kualitas dan waktu
penyerahan masukan untuk memungkinkan perusahaan
menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan value bagi
customer. Oleh karena itu, hubungan antara perusahaan dengan
pernasok harus dilandasi oleh trust-based relationship, bukan
distrust-based relationship.
2. Berdasarkan paradigma tersebut, manajemen puncak kemudian
mengomunikasikan keyakinan dasar bahwa "perusahaan
merupakan mata rantai yang menghubungkan pemasok dengan
customer," dan "pemasok adalah tujuan pekerjaan fungsi
pembelian." Di samping itu, manajemen puncak
mengomunikasikan kepacla personel fungsi pembelian tiga nilai
dasar ini: integritas, kerendahan hati, dan kesediaan untuk
melayani.

Manajer perlu juga merumuskan keyakinan dasar dan nilai dasar


yang mendasari sistem manajemen yang disusun
tersebut:pengomunikasian paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar
kepada semua personel yang terlibat di dalam menjalankan sistem
manajemen yang telah dirancang, akan menjamin efektivitas
pengimplementasian sistem tersebut. Keberhasilan mindset akan
menjadikannya shared mindset bagi seluruh personel pengomunikasian
yang terlibat dalam sistem manajemen tersebut.
C. RERANGKA KONSEPTUAL PERUMUSAN MINDSET

Pembentukan mindset pada dasarnya sama dengan pemutakhiran


peta mental, disesuaikan dengan lingkungan yang kita hadapi.
Ada dua langkah pembentukan mindset:
1) Perumusan mindset
2) Pengomunikasian mindset.
Perumusan mindset dapat dilaksanakan melalui empat langkah
yaitu :
1) Trendwatching
2) Envisioning
3) Perumusan paradigma
4) Perumusan mindset
Pengomunikasian mindset yang telah dirumuskan melalui dua cara:
1. melalui perilaku pribadi (personal behavior) manajemen
puncak
2. melalui perilaku operasional (operational behavior)
rnenjadikan mindset sebagai landasan untuk pendesainan
sistem yang digunakan oleh organisasi untuk meIaksanakan
bisnis, sehingga melalui sistem, mindset personel yang
terkait dengan sistem tersebut terbentuk.

D. RERANGKA PEMBENTUKAN MINDSET

Trendwatching
Dalam tahap ini manajemen puncak melakukan pengamatan
berbagai tren pemacu perubahan yang akan terjadi di masa depan.
Terdapat empat pemacu perubahan yang berdampak terhadap
lingkungan bisnis:
1. Globalisasi ekonomi
2. Teknologi informasi
3. Strategic quality management
4. Revolusi Manajemen

Envisioning
Envisioning adalah kemampuan kita untuk menggambarkan
dampak perubahan dalam lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh
berbagai pemacu perubahan yang telah diamati dalam trendwatching.
Gambaran lingkungan bisnis masa depan sebagai akibat tren
pemacu perubahan tersebut di atas adalah:
1. Customer memegang kendali bisnis
2. Kompetisi menjadi tajam
3. Perubahan menjadi berubah.

Perumusan Paradigma
Lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai lingkungan yang
di dalamnya customer mengendalikan bisnis, maka paradigma yang sesuai
dengan lingkungan tersebut adalah customer value strategy suatu
pandangan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuannya
untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan perusahaan tersebut dalam
menyediakan terbaik bagi customer.
Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai
lingkungan yang kompetisinya tajam. dan perubahannya telah berubah,
maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah
continuous improvement suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup
perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oreh
kemampuan perusahaan tersebut untuk secara berkelanjutan meiakukan
improvement terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk
menghasilkan value bagi customer.
Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai
lingkungan yang di dalamnya customer mengendalikan bisnis,
persaingannya tajam, perubahannya telah berubah, maka paradigma yang
sesuai dengan lingkungan tersebut adalah organizational system suatu
pandangan bahwa organisasi yang sesuai dengan tuntutan lingkungan
bisnis tersebut adalah organisasi lintas fungsional (cross functional
organization) dan yang memberdayakan karyawannya.

Perumusan Mindset
Paradigma merupakan building block dasar, yang pertama kali harus
diletakkan dalam membangun kultur organisasi. Blok-blok bangunan
yang harus diletakkan di atas paradigma adalah keyakinan dasar (core
beliefs), nilai dasar (core values), dan sistem manajemen.
Mindset terdiri dari tiga komponen: paradigma, keyakinan dasar, dan
nilai dasar. Oleh karena itu, dalam merumuskan mindset, setelah
paradigma dirumuskan, kemudian dirumuskan keyakinan dasar dan
nilai dasar yang sesuai dengan paradigma tersebut.

E. PENGOMUNIKASIAN MINDSET KEPADA SELURUH


PERSONEL ORGANISASI

Paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi yang dirmnuskan


dengan jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh personel organisasi,
akan menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan shared values dalam
diri setiap personel organisasi, sehingga organisasi akan kohesif dalam
proses menuju ke masa depan. Kekohesivan organisasi sangat diperlukan
untuk membangun kekuatart orgamsasi dalam menghadapi lingkungan
bisnis kompetitif.
Paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisai perlu
dikomunikasikan oleh rnanajemen puncak kepada seluruh personel
melalui dua pendekatan yaitu:
1. Perilaku pribadi (personal behavior)
2. Perilaku operasional (operational behavior).
Melalui dua pendekatan ini, akan terjadi proses internalisasi
paradigma, keyakinan, dan nilai dasar organisasi ke dalam diri setiap
personel organisasi, sehingga paradigma, keyakinan dan nilai dasar
tersebut menjadi shared paradigma shared beliefs, dan shared values.
Perilaku Pribadi
Paradigma, keyakinan, dan nilai dasar organisasi dikomunikasikan
kepada seluruh personel melalui proses internalisasi sistematik. Proses
internalisasi ini ditempuh untuk menanamkan konsep paradigma,
keyakinan dasar , dan nilai dasar organisasi. Di samping itu, manajemen
bertanggung jawab untuk menggunakan kata-kata kunci yang terdapat
dalam paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar dalam komunikasi
harian mereka dengan sesama manajer, dengan karyawan, dengan
pemasok, dan mitra bisnis, serta dengan costumer.

Perilaku Operasional
Paradigma, keyakinan, dan nilai dasar organisasi dikomunikasikan
kepada seluruh personel dengan memasukkan hal tersebut ke dalam
peraturan, sistem dan prosedur, serta keputusan resmi yang dibuat. Setiap
keputusan yang dibuat, peraturan yang dirumuskan, dan sistem serta
prosedur yang didesain harus dilandasi tiga hal tersebut. Dengan cara ini,
sistem dan prosedur, peraturan, dan keputusan menjadi komunikator
secara berkelanjutan bagi paradigma, keyakinan, dan nilai dasar
organisasi. Berbeda dengan pendekatan perilaku pribadi yang bersifat
sempit lingkupnya (hanya karyawan yang menyaksikan perilaku pribadi
manajemen yang dapat menerima komunikasi) dan pendek jangka
waktunya (komunikasi hanya terjadi pada saat perilaku manajemen terlihat
oleh karyawan tertentu), pendekatan perilaku operasional sangat luas
lingkupnya (mencakup seluruh karyawan yang terlibat dalam
pengoperasian sistem dan prosedur, peraturan, dan keputusan) dan
berjangka waktu panjang (selama sistem dan prosedur, peraturan, dan
keputusan tersebut berlaku).
Melalui proses SPPM, paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar
diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Sebagai contoh, dalam proses
perumusan strategi, di samping ditetapkan misi dan visi organisasi, juga
dilakukan perumusan keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi. Dalam
merumuskan keyakinan dasar dan nilai dasar organisasi tersebut,
manajemen dapat memilih keyakinan dasar dan nilai dasar yang perlu
ditonjolkan untuk dijadikan sebagai pembeda organisasi perusahaan Bagi
organisasi lain. Kemudian keyakinan dasar dan nilai dasar yang telah
dipilih diterjemahkan lebihlanjut ke dalam action plans melalui sistem
perencanaan strategik, sistem penyusunan program, dan sistem
penyusunan anggaran. Melalui ketiga sistem tersebut, paradigma,
keyakinan dasar, dan nilai dasar diterjemahkan ke dalam sasaran strategik,
inisiatif strategik, rencana laba jangka panjang, dan rencana laba jangka
pendek.

CUSTOMER VALUE MINDSET

F. SIAPA CUSTOMER ITU ?


Dalam bahasa Jepang, customer disebut dengan kata okyakusama
yang artinya sama maknanya dengan customer itu sendiri, dan tamu
terhormat. Bagi personel Disney World, customer selalu dipandang
sebagai tamu, dan di banyak perusahaan customer di pandang sebagai
bagian dari keluarga mereka.

Konsep Customer
Customer adalah siapa saja yang menggunakan hasil pekerjaan
seseorang atau suatu tim. Definisi ini mengandung arti bahwa customer
dapat bersifat internal maupun eksternal dipandang dari sudut organisasi
dan mencakup pula pemasok dalam rantai customer. Banyak perusahaan
yang mulai menjalin hubungan kemitraan dengan para pemasoknya
melalui pengembangan proses sertifikasi pemasok (vendor certification),
untuk mendapatkan pemasok yang andal dalam penyediaan produk dan
jasa bagi customer akhir.
Dari definisi di atas, customer tidak dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan kata pelanggan, karena pelanggan dalam bahasa
Indonesia mempunyai pengertian sebagai pembeli berulang kali (repeat
buyer). Customer dapat mencakup repeat buyer maupun one-time buyer.
Customer juga tidak sama dengan consumer, karena consumer adalah
orang yang memanfaatkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh
seseorang atau suatu tim.
Tujuan bisnis adalah menciptakan customer, bahwa satu-satunya
alasan keberadaan bisnis adalah customer. Pasar tidak diciptakan oleh
Tuhan, alam, atau kekuatan ekonomi, namun oleh para pelaku bisnis. Di
dalam diri customer terdapat berjuta kebutuhan yang masih bersifat
potensial, dan baru menjadi permintaan yang efektif setelah pelaku bisnis
mengubahnya melalui pemasaran dan inovasi. Melalui kegiatan
pemasaran, pelaku bisnis mengidentifikasi, mengetahui, dan memahami
dengan baik berbagai kebutuhan potensial customer. Melalui inovasi,
pelaku bisnis mengubah kebutuhan potensial customer menjadi
permintaan efektif dengan penyediaan produk dan jasa yang sesuai dengan
kebutuhan potensial customer tersebut.

Customer internal. Konsep customer internal diperkenalkan dalam


perusahaan yang manajemennya memandang bahwa proses pembuatan
produk dan penyediaan jassa merupakan suatu rangkaian rantai customer
(customer chain). Suatu tahap proses menghasilkan keluaran yang akan
ditransfer ke proses berikutnya. Proses berikutnya ini bertindak sebagai
customer, sedangkan proses sebelumnya bertindak sebagai pemasok.
Proses berikutnya ini kemudian akan menjadi pemasok bagi proses
selanjutnya. Dengan demikian proses pembuatan produk dan penyerahan
jasa merupakan suatu rantai customer.

Customer eksternal. Customer eksternal disebut dengan customer akhir.


Kedekatan perusahaan dengan customer luar merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh perusahaan yang menggunakan total quality
management. Untuk mendekatkan perusahaan dengan customer luar,
banyak perusahaan yang melakukan segmentasi customer, sehingga
produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan
segmen pasar tertentu. Kedekatan perusahaan dengan customer luar juga
mengakibatkan perusahaan senaantiasa melakukan improvement
berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan produk
dan jasanya.

Pemasok sebagai mitra bisnis. Konsep customer mencakup pemasok


masukan yang diolah menjadi keluaran. Untuk menghasilkan produk dan
jasa berkualitas bagi customer akhir, perusahaan membutuhkan pemasok
yang menerapkan manajemen kualitas terhadap produknya. Oleh karena
itu, perusahaan menempuh prosses sertifikasi pemasok untuk mendapatkan
pemasok yang dapat diandalkan sebagai mitra bisnis dalam rangka
melayani kebutuhan customer akhir.

Pandang Perusahaan terhadap Customer


Berbagai pandangan yang mengungkapkan pandangan perusahaan
terhadap customer.
1. Customer adalah orang yang paling penting dalam kantor kami, baik
ia datang sendiri maupun melalui surat.
2. Customer tidak tergantung kepada kita. kita tergantung kepadanya.
3. Customer bkan merupakan gangguan bagi pekerjaan kita. ia adalah
tujuan pekerjaan kita. kita tidak berbuat baik dalam melayaninya. ia
berbuat baik kepada kita dengan memberi kesempatan kepada kita
untuk melayaninya.
4. Customer bukan orang yang menjadi tumpahan bantahan kita. tidak
ada orang yang dapat memenangkan perbantahan dengan customer.
5. Customer adalah orang yang membawa keinginannya secara
menguntungkan, baik untuknya maupun untuk kita.

Peningkatan Kedekatan dengan Customer


Banyak perusahaan menempuh berbagai cara untuk meningkatkan
kedekatan hubungannya dengan customer.
1. Pembentukkan organisasi para pemakai produk.
2. Tim desain produk yang melibatkan customer.
3. Kelompok customer untuk pemecahan masalah.
4. Survey kepuasan customer.
5. Program percontohan (pilot program) untuk pengujian pasar
produk baru.

Customer Ditempatkan pada Peringkat Pertama Di Antara Berbagai


Pemangku Kepentingan Organisasi
Meskipun di masa lalu sering terdengar ungkapan customer
adalah raja, namun dalam manajemen tradisional, customer tidak
ditempatkan peringkat pertama di antara berbagai pemangku kepentingan
organisasi, pihak-pihak yang menaruh kepentingan dalam organisasi,
seperti pemilik atau pemegang saham, personel, customer, pemasok, mitra
bisnis, instansi pajak, dan badan pengatur. Hal ini tercermin dari struktur
organisasi dan proses bisnis yang tidak didesain dengan customer sebagai
fokusnya.
Pemangku kepentingan yang Pemangku kepentingan
menyebabkan perusahaan ada yang memacu bisnis
dan memampukan perusahaan perusahaan self
melakukan ekspansi propelling

PEMEGANG
SAHAM CUSTOMER
(SHAREHOLD
ERS)
Cost of Capital Pendapatan
(Deviden)

Produk dan jasa


Investasi (4) (3)
(1) (2)
PERSONEL
PERUSAHA
Biaya
AN

Investasi hanya
dilakukan oleh
pemegang saham jika
bisnis perusahaan
menjanjikan profitable
customers

Pemangku kepentingan yang


menjadikan perusahaan sebagai
wealth-creating sitution

Peran Stakerholders Utama Perusahaan


G. KONSEP CUSTOMER VALUE
Customer value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh
customer dari produk dan jasa yang dikonsumsinya dengan pengorbanan
yang dilakukan oleh customer untuk memperoleh manfaat tersebut.
Manfaat yang diperoleh dan pengorbanan yang dilakukan oleh customer
ditentukan oleh kualitas hubungan yang dibangun antara produser dengan
para pemasok, antara produser dengan para pemitra bisnisnya, dan antara
produser dengan customer-nya. Oleh karena itu, formula customer value
dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:

Customer value = (Benefit Sacrifice) * Relationship

H. PARADIGMA CUSTOMER VALUE STRATEGY


Pentingnya paradigm digambarkan oleh Frank Outlaw melalui
kata-kata bijak berikut ini:
Watch your thoughts; they become words.
Watch your words; they become action.
Watch your action; they become habits.
Watch yor habits; they become character.
Watch yout character; they become destiny.
Dalam manajemen tradisional, produser produk dan jasa
berpandangan bahwa kelangsungan hidup dan perkembangan
organisasinya ditentukan oleh kemampuan organisasi tersebut dalam
memproduksi dan menyediakan produk dan jasa, terlepas dari apakah
produk dan jasa tersebut menghasilkan manfaat bagi customer atau tidak.
Di dalam manajemen kontemporer, paradigma customer value
strategy memandang bahwa suatu organisasi akan dapat mempertahankan
kelangsungan hidup dan memiliki kesempatan untuk bertumbuh, jika
organisasi tersebut mampu berproduksi dan menyediakan produk dan jasa
yang menghasilkan value bagi customer.
Di dalam lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang
kendali bisnis, organisasi akan berhasil sebagai wealth creating institution
bila:
1. Mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value bagi
customer.
2. Memproduksi produk dan jasa tersebut, serta mendistribusikannya
ke customer dengan proses operasi yang cost effective.
3. Memasarkan dan menjual produk dan jasa tersebut secara efektif
kepada customer.

Pada langkah pertama untuk menciptakan kekayaan, organisasi


harus mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer.
Dengan demikian kebutuhan, keinginan, dan harapan customer-lah yang
menjadi dasar desain produk yang dibuat oleh perusahaan. Pada langkah
selanjutnya, produk dan jasa yang telah didesain tersebut kemudian harus
di produksi dan didistribusikan kepada customer secara cost effective
suatu proses produksi dan proses distribusi yang hanya mengkonsumsi
biaya untuk aktivitas penambah nilai (value-added activities) bagi
customer. Dengan demikian, keberhasilan organisasi ditentukan oleh
kemampuannya untuk menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai
(non-value-added activities) dalam kegiatan memproduksi dan
mendistribusikan produk kepada customer. Pada tahap akhir kegiatan
penciptaan kekayaan, organisasi harus mampu secara efektif memasarkan
produk dan jasa kepada customer. Dengan demikian, penggeseran
paradigma ke customer value, akan memberikan jaminan bagi organisasi
perusahaan untuk berhasil sebagai institusi pencipta kekayaan.

I. KESELURUHAN PROSES PEMANFAATAN PRODUK


Di masa lalu, kualitas produk hanya dipandang sebagai kesesuaian
antara spesifikasi produk yang dihasilkan dengan spesifikasi yang
direncanakan, sehingga kualitas produk hanya diinspeksi secara fisik pada
atribut yang melekat dalam produk. Oleh karena itu, di masa lalu, produser
melakukan trade-off di antara kualitas, biaya, dan jadwal waktu.
Peningkatan kualitas produk dicapai dengan mengurangi kesalahan
dalam proses produksi, sehingga menurunkan biaya, dan jadwal waktu
penyerahan produk yang direncanakan dapat ditepati.
Customer value dihasilkan oleh produser pada setiap tahap proses
pemanfaatan produk oleh customer. Secara keseluruhan, proses
pemanfaatan produk oleh customer dilaksanakan melalui proses: find,
acquire, transport, store, use, dispose of, dan stop (disingkat FATSUDS).
Produk dapat dicari melalui kehadiran customer secara fisik di
pasar (marketplace), atau melalui teknologi informasi (cyberspace). Tahap
pencarian ini merupakan tahap krusial, karena tahap-tahap berikutnya
tidak akan terwujud jika pada tahap awal ini, customer tidak memperoleh
informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya.
Setelah produk ditemukan, tahap berikutnya adalah pemerolehan
(acquire). Proses pemerolehan produk oleh customer terdiri dari tiga
proses berikut ini: (1) pemesanan, (2) penerimaan barang, dan (3)
pembayaran. Ketiga proses tersebut dilayani oleh produser melalui
prosedur order penjuala, prosedur pengiriman barang, dan prosedur
penagihan (billing procedure).
Tahap pemakaian adalah tahap inti suatu produk memberikan
manfaat sesungguhnya bagi customer. Semua tahap sebelumnya akan
tidak ada artinya jika pada tahap pemakaian, customer menjumpai
ketidakpuasan signifikan. Produser yang memiliki paradigma customer
value tidak menghentikan usahanya dalam memberikan layanan kepada
customer pada saat transaksi penjualan produk telah selesai, namun
senantiasa mendengarkan suara customer di dalam proses pemakaian ini.
Ada kalanya customer memutuskan penghentian pemakaian
produk sebelum masa kontrak berakhir. Penghentian pemakaian produk di
dalam masa kontrak kemungkinan menimbulkan penalty bagi customer.
Produser yang memiliki paradigma customer value akan mencari berbagai
kemudahan bagi customer dalam menghentikan pemakaian produk yang
tidak lagi memenuhi kebutuhannya.
J. PRODUK ADALAH SATU IKAT JASA
Pada dasarnya produk merupakan satu ikat jasa yang disediakan
untuk memuaskan kebutuhan customer. Berbagai atribut yang melekat
pada produk hanya akan menghasilkan value jika atribut tersebut
menghasilkan manfaat bagi customer. Pandangan bahwa produk
merupakan satu ikat jasa berakibat pada:
1. Produser bertanggung jawab atas penyediaan value pada setiap
tahap proses pemanfaatan produk, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan mitra bisnisnya.
2. Produser tidak mungkin memiliki kompetensi di dalam
menyediakan keseluruhan jasa yang berkaitan dengan produknya.
Produser umumnya hanya memiliki core competency tertentu
untuk menyediakan jasa yang berkaitan dengan produknya.
3. Berdasarkan pada kenyataan pada butir 2 tersebut, produser yang
menggunakan paradigma customer value akan membangun
hubungan kemitraan dengan produser lain, untuk menyediakan
quality services bagi customer. Dengan demikian, produk sebagai
ikat jasa hanya dapat dihasilkan dengan kualitas yang konsisten
melalui kerjasama organisasi dalam bentuk jejaring (organization
network), yang diikat dengan quality relationship.

Jelas terlihat bahwa bukan atribut produk yang dapat memberikan


kepuasan bagi customer, namun customer value-lah yang mampu
memenuhi kebutuhan customer. Dan customer value hanya dapat
dihasilkan oleh produk setelah produk tersebut melalui proses
pemanfaatan oleh customer (FATSUDS).

K. CUSTOMER VALUE DALAM LINGKUNGAN BISNIS


KOMPETITIF
Dalam lingkungan bisnis kompetitif, untuk memenangkan pilihan
customer, perusahaan harus mampu menyediakan more value bagi
customer di setiap tahap proses pemanfaatan secara menyeluruh produk
dan jasa.
L. KEYAKINAN DASAR DAN NILAI DASAR UNTUK
MEWUJUDKAN PARADIGMA CUSTOMER VALUE
Untuk mewujudkan paradigma customer value ke dalam perilaku,
diperlukan keyakinan dasar tentang kebenaran customer value tersebut dan
nilai dasar yang melandasinya.

Keyakinan Dasar Untuk Mewujudkan Paradigma Customer Value


Paradigma customer value strategy perlu diwujudkan ke dalam
keyakinan dasar yang kuat yang harus ditanamkan kepada seluruh
personel organisasi, yaitu bahwa: (1) bisnis merupakan suatu mata rantai
yang menghubungkan pemasok dengan customer, (2) customer merupakan
tujuan pekerjaan, (3) sukses merupakan hasil penilaian terhadap suara
customer.

Nilai Dasar untuk Mewujudkan Paradigma Customer Value


Untuk mewujudkan paradigma customer value, perlu ditanamkan
personal values yang cocok dengan paradigma tersebut: (1) integritas, (2)
kerendahan hati, dan (3) kesediaan untuk melayani.

Integritas. Integritas adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan


apa yang telah dikatakan menjadi suatu realitas, dalam situasi apa pun.
Orang yang tidak berintegritas hanya mampu mewujudkan apa yang telah
dikatakan, terbatas yang dipandang menguntungkan bagi dirinya.
Customer akan memilih berhubungan dengan organisasi yang personelnya
menjunjung tinggi integritas, karena hanya orang yang berintegritas yang
pantas dijadikan partner dalam bisnis.

Kesediaan untuk melayani. Jika diyakini bahwa fokus usaha perusahaan


adalah customer karena tanpa customer tidak ada alasan yang menopang
keberadaan suatu organisasi maka salah satu personel values yang perlu
dimiliki oleh setiap anggota organisasi adalah kesediaan untuk melayani.
Kesediaan untuk melayani merupakan tindakan yang terpuji dalam
berhubungan dengan customer.

Kerendahan hati. Kerendahan hati ini menjadikan orang menempatkan


diri pada posisi mampu menerima setiap kelainan dalam berhubungan
dengan customer. Jika setiap anggota organisasi memiliki keyakinan dasar
bahwa suara customer selalu benar, maka hanya orang yang menghargai
kerendahan hati yang mampu mewujudkan keyakinan dasar tersebut.

M. PERWUJUDAN CUSTOMER VALUE MINDSET KE DALAM SPPM


Customer value mindset berdampak besar terhadap SPPM. Struktur
SPPM difokuskan ke customer. Proses SPPM juga difokuskan untuk
memuaskan kebutuhan customers. Berikut ini disajikan beberapa contoh
perwujudan customer value mindset ke dalam SPPM.

Perwujudan Customer Value Mindset Ke Dalam Struktur SPPM


Struktur SPPM terdiri dari tiga komponen: struktur organisasi,
jejaring informasi, dan sistem penghargaan. Customer value mindset
diwujudkan ke dalam tiga komponen struktur SPPM berikut ini: (1)
struktur organisasi difokuskan ke layanan kepada customer, (2) jejaring
informasi difokuskan untuk menyediakan layanan bagi customer, dan (3)
sistem penghargaan kayawan didasarkan pada kinerja organisasi dalam
memuaskan kebutuhan customer.
Di dalam manajemen tradisional, struktur organisasi dipandang
sebagai satu rangkaian kotak-kotak fungsional (a set functional boxes)
yang dibangun untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Berlandaskan pada customer value mindset, pandangan terhadap
organisasi diubah secara radikal. Organisasi dipandang sebagai suatu
kumpulan kompetensi dan sumber daya yang disediakan untuk
dimobilisasi, dan dimanfaatkan (a pool of shared competencies and
resources) bagi kepentingan customer. Oleh karena itu, berdasarkan
customer value mindset, struktur organisasi dibangun menjadi cross-
functional organization. Dalam organisasi lintas fungsional ini, seluruh
sumber daya organisasi diatur menurut sistem yang digunakan untuk
memberikan layanan kepada customer. Cross-functional organization
berorientasi pada sistem yang digunakan untuk melayani kebutuhan
customer.
Di dalam manajemen tradisional, jejaring informasi merupakan
komponen struktur SPPM yang fungsinya untuk memperlancar
komunikasi internal dan kenyamanan pelaksanaan pekerjaan personel.
Jejaring informasi dalam organisasi zaman teknologi informasi
memanfaatkan kemampuan teknologi informasi untuk menyediakan
fasilitas information sharing melalui shared database. Berlandaskan
customer value mindset, jejaring informasi didesain untuk
melipatgandakan value yang dihasilkan bagi customer (lihat kembali
formula customer value yang merupakan [ (manfaat pengorbanan) ].
Di dalam manajemen tradisional, fungsi utama manajemen adalah
melipatgandakan kemampuan aktiva keuangan (financial assets) untuk
menghasilkan laba. Hal ini tercermin dari ukuran kinerja perusahaan yang
banyak digunakan sampai sekarang: return on asset, return on investment,
dan residual income.
Di dalam smart technology era, smart technology hanya dapat
produktif jika dijalankan oleh knowledge workers. Dalam era ini, produk
dan jasa dihasilkan oleh pengetahuan yang diterapkan oleh knowledge
workers melalui smart technology. Dengan demikian manajer dalam smart
technology era ini tidak hanya bertanggung jawab untuk melipatgandakan
keuangan aktiva (tangible maupun intangible assets), namun ditambah
tugas yang dituntut oleh lingkungan smart technology: melipatgandakan
kemampuan human assets dalam memanfaatkan pengetahuan mereka
untuk menghasilkan produk dan jasa yang memuaskan kebutuhan
customer. Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan alat utama
untuk mewujudkan tugas baru tersebut.
Perwujudan Customer Value Mindset Ke Dalam Proses SPPM
Proses SPPM terdiri dari lima tahap: perumusan strategi,
perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran,
pengimplementasian, dan pemantauan. Customer value mindset
diwujudkan ke dalam tahap-tahap proses SPPM berikut ini:

Perumusan strategi dirumuskan untuk menghasilkan value bagi


customer. Di dalam manajemen tradisional, fokus strategi ditujukan untuk
mengalahkan pesaing. Oleh karena itu, strategi yang biasanya ditempuh
oleh perusahaan di masa lalu adalah grand strategy dan generic strategy.
Customer value mindset mengubah orientasi strategi perusahaan,
dari usaha untuk mengalahkan pesaing ke usaha untuk menghasilkan value
terbaik bagi customer. Value based strategy merupakan strategi yang
dirumuskan oleh perusahaan berlandaskan customer value mindset.

Perumusan strategic plan yang komprehensif. Di dalam manajemen


tradisional, penyusunan rencana strategik menghasilkan sasaran-sasaran
strategik (strategic objectives) yang berfokus ke perspektif keuangan.
Dengan demikian strategic initiatives yang dipilih untuk mewujudkan
strategic objectives menjadi sempit lingkupnya.
Berdasarkan customer value mindset, rencana strategik perlu
disusun dengan mencakup empat perspektif keuangan, customer, proses,
serta pembelajaran dan pertumbuhan. Penyusunan rencana strategik
berdasarkan customer value mindset ini menghasilkan sasaran strategik
(strategic objectives) yang mencakup empat perspektif tersebut, sehingga
inisiatif strategik (strategic initiatives) yang dipilih untuk mewujudkan
sasaran-sasaran strategik tersebut cukup komprehensif.

Penyusunan anggaran berbasis aktivitas (activity-based budgeting). Di


dalam manajemen tradisional, anggaran disusun berdasarkan pendekatan
fungsional, karena organisasi yang dikenal pada waktu itu adalah
organisasi fungsional hierarkhis. Dengan demikian proses penyusunan
anggaran lebih berorientasi untuk mencapai tujuan-tujuan fungsional,
bukan tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, proses
penyusunan anggaran dalam manajemen tradisional dikenal dengan nama
functional-based budgeting.
Berdasarkan customer value mindset, organisasi didesain
berdasarkan sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi
customer. Oleh karena organisasi didesain menurut sistem yang digunakan
untuk menghasilkan value bagi customer, dan sistem ini terdiri dari proses
dan proses terdiri dari berbagai aktivitas, maka penyusunan anggaran
didasarkan pada aktivitas yang membentuk sistem. Penyusunan anggaran
dengan cara ini dikenal dengan nama activity-based budgeting.

Pengimplementasian rencana dengan activity-based management. Oleh


karena dalam manajemen tradisional anggaran disusun menurut fungsi,
maka pengimplementasian anggaran juga didasarkan pada pengelolaan
atas fungsi-fungsi yang dibentuk dalam organisasi.
Oleh karena berdasarkan customer value mindset, organisasi yang
sesuai dengan lingkungan bisnis global adalah organisasi lintas fungsional,
maka anggaran disusun dengan menggunakan activity-based budgeting
adalah activity-based management. Fokus activity-based management ini
adalah pada aktivitas yang digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan
value bagi customer.

Pemantauan pengimplementasian rencana dengan activity-based cost


system. Pengimplementasian rencana memerlukan pemantauan, agar
pelaksanaan rencana dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sistem
akuntansi biaya yang menggunakan aktivitas sebagai basis ini disebut
dengan activity-based cost system.
Activity-based cost system bukan sekadar costing method metode
penentuan kas produk untuk kepentingan penghitungan kas sediaan yang
akan disajikan dalam neraca, namun lebih dari itu. Activity-based cost
system merupakan sistem informasi biaya yang mampu:
a. Menyediakan informasi biaya untuk memungkinkan manajemen
melakukan pengelolaan berbasis aktivitas (activity-based
management).
b. Menyediakan informasi kas produk dan jasa (product and service
costs) secara akurat.
c. Menyediakan informasi kas produk (product costs) untuk
kepentingan pelaporan keuangan kepada pihak luar.

Activity-based cost system dilandasi customer value mindset


suatu sikap mental yang memandang bahwa kepuasan customer
merupakan fokus semua aktivitas yang dilaksanakan dalam bisnis
perusahaan. Oleh karena itu, activity-based cost system merupakan sistem
informasi yang menyediakan informasi biaya untuk memungkinkan
personel melakukan pengelolaan berbagai aktivitas (activity-based
management). Dengan activity-based cost system, manajemen dapat
melakukan penilaian seberapa cost effective berbagai aktivitas yang
digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer.
DAFTAR PUSTAKA

HENDIRAWAN (2008). Customer value. From


http://www.handiirawan.com/articles/uncategorized/customer_value.html, 26
Maret 2008
DWI UTAMI (2012). SPM. From
http://www.slideshare.net/DwiUtami3/spm-15046997, 06 November 2012
Mulyadi .2000.Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen.Salemba
Empat:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai