Anda di halaman 1dari 13

Farmaka Vol. 14 No.

1 2016 1

REVIEW ARTIKEL: STUDI IN-VITRO KETOPROFEN MELALUI RUTE

TRANSDERMAL

Handi Purnama*, Soraya R. Mita


Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor
45363 Telp. / Fax. (022) 779 6200

e-mail*: handipuma@gmail.com

Abstrak

Ketopropen merupakan analgesik perifer yang digunakan untuk rheumatoid arthritis,

osteoarthritis, pirai, dismenore, dan keadaan nyeri lainnya. Ketoprofen memiliki beberapa

kelemahan, yaitu praktis tidak larut dalam air, kecepatan disolusi dan bioavailabilitasnya

rendah, serta waktu eliminasinya cepat. Rute transdermal merupakan salah satu alternatif untuk

memperbaiki kekurangan ketoprofen dengan cara menghantarkan obat masuk secara terkendali

ke dalam tubuh melalui kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Rintangan utama pemberian

obat secara transdermal adalah lapisan stratum korneum yang mempunyai struktur yang

kompak dan sulit ditembus. Kemampuan pelepasan obat dari polimer merupakan salah satu hal

yang sangat mempengaruhi keberhasilan sediaan. Oleh karena itu, untuk melihat penetrasi obat

secara transdermal, tahap awal yang perlu dilakukan adalah melalui studi in-vitro. Studi in-vitro

untuk sediaan transdermal dapat dilakukan dengan mengamati profil pelepasan menggunakan

alat disolusi, aparatus I (metode basket) maupun profil permeasi secara in-vitro menggunakan

aparatus I untuk disolusi menggunakan tube silinder yang dimodifikasi, atau menggunakan sel

difusi Franz. Uji permeasi dilakukan menggunakan kulit bagian abdomen dari tikus, membran

lepasan kulit ular, atau kulit mayat manusia sebagai membran. Penetrasi dari ketoprofen melalui

membran dapat dihitung dengan menggunakan hukum Ficks I. Kinetika pelepasan ketoprofen

untuk sediaan trandermal dapat mengikuti kinetika pelepasan orde nol, orde satu, atau orde

Higuchi. Pengembangan formula untuk sediaan ketoprofen secara transdermal sudah banyak

dikembangkan, yaitu melalui berbagai penelitian menggunakan etanol, matriks polimer, gel
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 2

pseudolateks, sistem vesikular, plasticizer, peningkat penetrasi, serta daya adhesif untuk

meningkatkan profil in-vitro dari ketoprofen.

Kata kunci: ketoprofen, transdermal, in-vitro.

Pendahuluan Ketoprofen memiliki beberapa

Ketoprofen [asam 2-(3- kelemahan. Ketoprofen praktis tidak larut

benzoilfenil)-propionat] merupakan obat dalam air serta kecepatan disolusi dan

analgesik perifer turunan dari asam bioavailabilitasnya rendah.4 Waktu

propionat. Ketoprofen termasuk ke dalam eliminasinya sangat cepat, yaitu 1,5-2 jam

golongan obat antiinflamasi non steroid. sehingga obat tersebut harus sering

Ketoprofen mempunyai rumus molekul dikonsumsi.5 Namun, jika ketoprofen dalam

C16H14O3 dan berat molekul 254,3 g/mol. tubuh telah terakumulasi sampai dosis lebih

Ketoprofen berbentuk serbuk hablur, putih dari 300 mg akan mengakibatkan iritasi atau

atau hampir putih, tidak atau hampir tidak pendarahan pada lambung.6

berbau, mudah larut dalam etanol, dalam Salah satu cara untuk mengatasi

kloroform, dan dalam eter, praktis tidak kelemahan tersebut adalah pemberian obat

larut dalam air.1 Ketoprofen memiliki melalui rute transdermal.7 Rute transdermal

efektivitas dalam pengobatan rheumatoid adalah salah satu rute pemberian obat

arthritis, osteoarthritis, pirai, dismenore, berupa krim, gel atau patch yang digunakan

dan keadaan nyeri lainnya.2 pada permukaan kulit, yang mampu

menghantarkan obat masuk secara

terkendali ke dalam tubuh melalui kulit

untuk mendapatkan efek sistemik.8

Rintangan utama pemberian obat

melalui kulit sesuai dengan fungsinya

sebagai pelindung organ dalam tubuh


Gambar 1. Struktur ketoprofen3
adalah lapisan stratum korneum yang

mempunyai struktur yang kompak dan sulit


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 3

ditembus. Kemampuan pelepasan obat dari 100 rpm dan suhu 37oC 0.5oC. Sampel

polimer merupakan salah satu hal yang sebanyak 5 ml diambil pada menit ke-15,

sangat mempengaruhi keberhasilan sediaan. 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360

Partikel obat pertama-tama harus terlarut dan digantikan dengan medium yang baru.

sehingga terbentuk molekul yang dapat Sampel difiltrasi dan dianalisis

berdifusi melewati polimer, kemudian obat menggunakan spektrofotometer.11

akan berpenetrasi melewati barier kulit.9 Permeasi secara In-Vitro

Oleh karena itu, untuk melihat penetrasi Uji permeasi dilakukan dengan

obat secara transdermal, tahap awal yang menggunakan aparatus I untuk disolusi

perlu dilakukan adalah melalui studi in- menggunakan tube silinder yang

vitro. dimodifikasi, atau menggunakan sel difusi

Studi In-Vitro Franz. Metode ini dilakukan dengan

Studi in-vitro merupakan teknik menggunakan kulit bagian abdomen dari

yang dilakukan dengan melakukan prosedur tikus, membran lepasan kulit ular, atau kulit

pengujian pada kondisi yang terkontrol. mayat manusia. Kulit yang dipakai dicuci

Pengujian in-vitro dilakukan di luar tubuh bersih dan dipisahkan untuk bagian

dari makhluk hidup.10 Studi in-vitro untuk kompartemen donor dan resipien dari sel

sediaan transdermal dapat dilakukan difusi Franz, dimana bagian stratum

dengan mengamati profil pelepasan korneum menghadap pada kompartemen

maupun profil permeasi secara in-vitro. donor dan bagian dermal menghadap pada

Pelepasan secara In-Vitro kompartemen resipien. Pada awalnya,

Uji pelepasan dilakukan dengan bagian kompartemen donor kosong dan

menyiapkan sediaan ke dalam kantung teh bagian kompartemen resipien diisi dengan

menggunakan alat disolusi, aparatus I phosphate-buffered saline (PBS) etanolik

(metode basket). Medium disolusi yang pH 7.4 (30 : 70% v/v). Cairan resipien

digunakan adalah dapar fosfat pH 7.4 diaduk menggunakan rotor magnetik

sebanyak 900 ml. Kecepatan pengadukan dengan kecepatan 300 rpm dan suhu dijaga
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 4

pada 32oC 1oC. PBS etanolik diganti Kinetika Pelepasan Obat

setiap 30 menit untuk menjaga stabilitas Kinetika pelepasan obat dapat

kulit. Setelah 5 jam, stabilisasi dari kulit menggambarkan laju pelepasan obat dan

telah tercapai. Sebesar 2.5 cm2 lapisan film model pelepasannya. Laju pelepasan obat

lalu disimpan pada setiap kompartemen diamati dengan menggunakan parameter

donor dan dirapatkan menggunakan film waktu paruh (t1/2), orde reaksi, dan tetapan

parafin untuk menjaga kondisi oksklusif. laju.12 Kinetika pelepasan obat untuk

Sampel diambil sebanyak 0.5 mL dengan sediaan transdermal, yaitu:

interval waktu (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 jam), 1. Kinetika Pelepasan Orde Nol

difiltrasi melalui filter membran. Volume Pada sistem orde nol ini

cairan yang diambil tetap dijaga dengan pelepasan obat terjadi dengan kecepatan

menambahkan sejumlah volume yang sama konstan, tidak bergantung pada

setiap pengambilan sampel selesai konsentrasi. Sistem pelepasan orde nol

dilakukan. Konsentrasi dari ketoprofen merupakan sistem pelepasan yang ideal

ditentukan dengan cara menganalisis untuk sediaan sustained release.

sampel menggunakan spektrofotometer.11 Persamaan kinetika orde nol adalah

Penetrasi dari ketoprofen melalui sebagai berikut:

membran dapat dihitung dengan C = kot

menggunakan hukum Ficks I, yaitu: Keterangan:


C = konsentrasi obat (mg)
J =

ko = tetapan orde nol (mg/jam)


Keterangan:
t = waktu (jam)
J = fluks (mg/cm2/jam)
Kinetika orde nol diperoleh dengan cara
Wt = jumlah kumulatif ketoprofen yang
memplotkan persen kumulatif pelepasan
terpenetrasi (mg)
obat terhadap waktu.13
A = area difusi (cm2)

t = waktu (jam)
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 5

2. Kinetika Pelepasan Orde Satu Keterangan:

Kecepatan pelepasan pada sistem Qt = jumlah obat (mg)

ini bergantung pada konsentrasi. kH = tetapan orde higuchi (mg/jam1/2)

Kecepatan pada waktu tertentu t = waktu (jam)

sebanding dengan konsentrasi obat yang Kinetika pelepasan model Higuchi dapat

tersisa dalam sediaan pada saat itu. diperoleh dengan cara memplotkan

Kinetika pelepasan orde satu memiliki persen kumulatif pelepasan obat

persamaan sebagai berikut: terhadap akar waktu.14

LogC = LogCo k/2,303 Pengembangan Formula

Keterangan: Pengembangan formula dari

C = konsentrasi obat pada waktu ketoprofen telah banyak dilakukan untuk

tertentu (mg) meningkatkan profil pelepasan dan juga

Co= konsentrasi awal obat (mg) profil permeasi secara in-vitro.

k = tetapan orde satu Pengembangan yang dilakukan adalah

Kinetika pelepasan orde satu dapat dengan pemilihan formula yang sesuai serta

diperoleh dengan cara memplotkan menambahkan eksipien tertentu ke dalam

logaritma persen kumulatif obat yang formula. Beberapa pengembangan yang

tersisa terhadap waktu yang akan telah dilakukan, yaitu:

menghasilkan garis lurus terhadap 1. Pelarut Etanol

k/2,303.13 Ketoprofen yang ditambahkan

3. Kinetika Pelepasan Orde Higuchi etanol memiliki hasil pelepasan yang

Laju pelepasan obat dari matriks lebih baik. Hal ini memiliki korelasi

yang tidak larut umumnya akan terhadap peningkatan viskositas dari

mengikuti sistem pelepasan Higuchi. dispersi koloidal dengan adanya

Persamaan dari pelepasan orde Higuchi, aglomerasi setelah pelarutan dengan

yaitu: etanol. Etanol merupakan enhancer yang

Qt = kHt efektif terhadap kebanyakan formula


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 6

transdermal dan dapat digunakan dalam matriks dengan cara menjaganya

sebagai pelarut untuk meningkatkan dalam bentuk amorf.17 Etil selulosa

kelarutan obat. Etanol bekerja dengan merupakan polimer dengan sifat

cara mengekstraksi dan mengubah hidrofobik yang dapat menjaga obat di

kelarutan dari fraksi lipid pada stratum dalam sistem matriks dengan cara

korneum, serta meningkatkan fluks dari mereduksi penetrasi molekul pelarut ke

molekul obat.15 dalam patch. Etil selulosa dapat

2. Matriks Polimer membuat obat bekerja secara lepas

Matriks merupakan komponen lambat sehingga dalam sistem

penting untuk sistem transdermal dalam transdermal, semakin tinggi konsentrasi

hal pelepasan dan permeasi obat, serta etil selulosa dapat meningkatkan profil

dalam sifat mekanik dari formula yang lepas lambat dari ketoprofen.18

dirancang Matriks yang digunakan Selain itu, ketoprofen dengan

biasanya berupa polimer. Polimer dapat matriks metil selulosa memiliki

mengatur pelepasan obat dari sediaan permeasi yang lebih baik dibandingkan

transdermal sehingga pelepasan obat dengan polimer CMC dan HPMC. Hal

menjadi lebih terkontrol.16 ini dapat terjadi karena adanya variasi

Contohnya adalah PVP yang bentuk dan dimensi kristal dari fraksi

ditambahkan ke dalam bahan pembentuk solid.19

film yang tidak larut, yaitu etil selulosa Penetrasi dari ketoprofen juga

untuk meningkatkan kecepatan berhubungan dengan ketebalan dari film

pelepasan. Hasilnya dapat membentuk yang terbentuk, dilihat dari penelitian

pori-pori dan menurunkan rata-rata jarak menggunakan variasi konsentrasi

tempuh difusi dari molekul obat. PVP pregelatinized cassava strach phtalate

berperan sebagai zat nukleat yang (PCSPh). Semakin tebal film, maka

memperlambat kristalisasi obat dan semakin sulit ketoprofen untuk berdifusi

meningkatkan kelarutan dari obat di keluar dari film dan berpenetrasi ke


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 7

dalam membran kulit. Formula dengan pseudolateks dapat meningkatkan

jumlah PCSPh paling sedikit dapat kelarutan dari ketoprofen. Ketika sistem

digunakan sebagai matriks yang gel pseudolateks diuji secara in vitro,

memberikan pelepasan ketoprofen lebih kemampuannya dalam pelepasan obat

cepat untuk menghasilkan efek. lebih cepat dibandingkan dengan obat

Sementara formula dengan peningkatan murni. Selain itu penambahan peningkat

jumlah PCSPh akan memberikan penetrasi juga dapat meningkatkan

pelepasan yang lebih lambat dan dapat penetrasi dari ketoprofen. Kombinasi

digunakan untuk sediaan transdermal dari gel pseudolateks dan tween 80

lepas lambat.19 Profil pelepasan memberikan profil pelepasan ketoprofen

ketoprofen dengan PCSPh dapat dilihat yang paling baik.15 Profil pelepasan

pada Gambar 2. ketoprofen dengan gel pseudolateks

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Profil pelepasan ketoprofen

dengan PCSPh19

3. Gel Pseudolateks

Gel pseudolateks ketoprofen


Gambar 3. Profil pelepasan ketoprofen
dibuat dengan cara mencampurkan obat
dengan gel pseudolateks15
ke dalam basis pseudolateks. Hal ini
4. Sistem Vesikular
dilakukan karena ketoprofen memiliki
Niosom merupakan campuran
kelarutan yang rendah di dalam air dan
antara surfaktan nonionik dan kolesterol.
memiliki masalah disolusi. Gel
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 8

Contoh surfaktan nonionik adalah jenis potensial dalam sistem penghantaran

sorbitan ester, yaitu span 20, 60, dan 80. transdermal dari ketoprofen. Hasil dari

Surfaktan ini dipilih untuk pembuatan pengujian in vitro memberikan fluks

niosom karena memiliki sifat yang yang lebih baik dibandingkan dengan

hidrofobik sehingga ketoprofen pembawa hidroalkoholik.21

diharapkan dapat terjerap dalam vesikel Selain itu juga, pengembangan

yang terbentuk. Sementara kolesterol transfersom untuk ketoprofen telah

merupakan komponen yang digunakan dilakukan oleh Rother et al. (2009).22

untuk mencegah kebocoran vesikel Ketoprofen dibuat dalam bentuk sediaan

dengan cara menjaga keutuhan molekul gel yang digunakan untuk mengatasi

lipid vesikel pada lapisan lipid ganda. osteoartritis.

Metode yang digunakan untuk membuat 5. Plasticizer

niosom ketoprofen adalah metode Plasticizer adalah bahan

hidrasi lapis tipis. Niosom mampu tambahan yang digunakan untuk

menghantarkan ketoprofen ke dalam meningkatkan fleksibilitas dan

sirkulasi sistemik melalui rute ketahanan dari sediaan transdermal.

pemberian transdermal dan Plasticizer menjaga patch agar tidak

konsentrasinya bertahan di dalam mudah rapuh. Semakin tinggi

plasma selama 6 jam.20 konsentrasi plasticizer, maka daya

Etosom adalah sistem vesikular adhesif dari patch akan semakin

yang terdiri dari fasa air yang terkontrol meningkat.23

di dalam larutan alkohol yang 6. Peningkat Penetrasi

mengandung lipid dan obat. Alkohol Peningkat penetrasi merupakan

merupakan komponen esensial yang komponen yang dapat digunakan untuk

bertanggung jawab dalam meningkatkan meningkatkan profil in vitro dan efikasi

permeabilitas. Formulasi etosomal dari sediaan transdermal ketoprofen.

merupakan salah satu pembawa yang Mekanisme kerja peningkat penetrasi


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 9

adalah memodifikasi struktur stratum transdermal menyebakan kecepatan

corneum. Penelitian yang dilakukan oleh pelepasan obat yang rendah pula. Hal ini

Wongpayapkul et al. (2006)24 dapat dimungkinkan adanya pengaruh

menunjukkan bahwa penggunaan dari sifat fisikokimia dari obat yang

peningkat penetrasi dari golongan asam memegang peranan penting. Ketoprofen

lemak, yaitu asam oleat menunjukkan dengan penggunaan asam oleat maupun

efektivitas yang paling baik. Sementara propilenglikol memberikan daya adhesif

dari derivat pirolidon, 2-pirolidon adalah yang lebih baik dibandingkan tanpa

yang terbaik. Jika kedua peningkat penambahan zat aditif lainnya. Selain

penetrasi ini dikombinasikan, maka itu, asam oleat maupun propilenglikol

peningkatan penetrasi yang terjadi memberikan hasil daya adhesif yang

semakin baik. Perbandingan rasio dari lebih baik dibandingkan dengan

peningkat penetrasi yang digunakan butilenglikol.23 Perbandingan daya

dapat dilihat pada Tabel 1. adhesif dari zat aditif yang digunakan

Tabel 1. Perbandingan Rasio dari dapat dilihat pada Tabel 2.

Peningkat Penetrasi24 Tabel 2. Perbandingan Daya Adhesif

dari Zat Aditif23


Peningkat Rasio

Penetrasi Penetrasi Daya Fluks


Zat
Adhesif (g/cm2/
Asam Oleat 1,64 Aditif
(N/cm) min1/2)
2-pirolidon 1,28

Kombinasi 3,65 Tanpa Aditif 5,670,61 67,5518,91

Propilenglikol 6,130,12 84,959,63


7. Daya Adhesif
Butilenglikol 3,630,47 52,547,54
Korelasi antara daya adhesif dan
Asam Oleat 6,530,12 102,608,61
kecepatan pelepasan ketoprofen, yaitu

daya adhesif yang rendah dari sediaan


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 10

Secara umum, beberapa Kesimpulan

pengembangan yang telah dilakukan Ketoprofen merupakan analgesik

terhadap sediaan transdermal ketoprofen perifer yang digunakan secara luas untuk

dapat dilihat pada Tabel 3. mengatasi keadaan nyeri. Bentuk sediaan

Tabel 3. Pengembangan Formula dan transdermal dipilih karena ketoprofen

Hasilnya memiliki kelarutan yang rendah di dalam

air, kecepatan disolusi dan


No. Pengembangan Hasil
bioavailabilitasnya rendah, serta waktu
Meningkatkan
1. Pelarut etanol eliminasinya cepat. Tahap awal untuk
kelarutan ketoprofen
menentukan bioavailabilitas dari sediaan
Matriks Meningkatkan kontrol
2. transdermal adalah pengujian in-vitro,
polimer pelepasan obat
meliputi uji pelepasan dan uji permeasi.
Gel Meningkatkan
3. Berbagai penelitian telah banyak
pseudolateks kelarutan ketoprofen
dikembangkan untuk meningkatkan profil
Meningkatkan kontrol
4. Sistem vesikel in-vitro dari ketoprofen, meliputi penelitian
pelepasan obat
menggunakan etanol, matriks polimer, gel
meningkatkan
pseudolateks, sistem vesikular, plasticizer,
5. Plasticizer Fleksibilitas dan
peningkat penetrasi, serta daya adhesif.
ketahanan sediaan
Oleh karena itu, perlu dilakukan
Meningkatkan profil
Peningkat pengembangan lebih lanjut dengan cara
6. in vitro dan efikasi
penetrasi memerhatikan sistem penghantaran obat
dari sediaan
yang dirancang serta pemilihan eksipien
daya adhesif yang
yang tepat, mulai dari matriks, zat adhesif,
semakin tinggi
plasticizer, peningkat penetrasi, dan
7. Daya adhesif Meningkatkan
pelarut. Tujuannya untuk didapatkan profil
kecepatan pelepasan
in-vitro yang semakin baik dari sediaan
obat
transdermal ketoprofen.
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 11

Daftar Pustaka Ketoprofen Incorporated In Gelled

1. Departemen Kesehatan RI. 2014. Self-Emulsifying Formulation: A

Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Technical Note. AAPS PharmSciTech.

Departemen Kesehatan Republik 6: 9-13.

Indonesia. Jakarta. 7. Dalia, A. 2009. In Vitro and in Vivo

2. Katzung, B. G. 2012. Farmakologi Evaluation of Transdermal Absorption

Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: of Naproxen Sodium. Aust. J. Basic&

Penerbit Salemba Medika. Appl. Sci. 3(3): 2154-2165.

3. British Pharmacopoeia. 2009. British 8. Lucida, H., Hosiana V., dan Muharmi

Pharmacopoeia. Medicines and V. 2008. Pengaruh Virgin Coconut Oil

Healthcare Products Regulatory (VCO) di dalam Basis Krim terhadap

Agency (MHRA). London. 3343. Penetrasi Zat Aktif. Jurnal Farmasi

4. Alatas F., S. Nurono, dan S. Asyarie. Indonesia. 13: 23-30.

2006. Pengaruh Konsentrasi PEG 4000 9. Gaikwad, A.K. 2013. Transdermal

Terhadap Laju Disolusi Ketoprofen Drug Delivery System: Formulation

dalam Sistem Dispersi Padat Aspect And Evaluation.

Ketoprofen-PEG 4000. Majalah Comprehensive Journal of

Farmasi Indonesia. 17: 5762. Pharmaceutical Sciences. 1(1): 1 10.

5. Yamada, T., H. Onishi, and Y. 10. Tunev, S. S., Hastey C. J., Hodzic E.,

Machida. 2001. In Vitro and in Vivo Feng S., Barthold S. W., and

Evaluation of Sustained Release Baumgarth N. 2011.

Chitosan-Coated Ketoprofen Lymphoadenopathy during Lime

Microparticles. Yakugaku Zasshi. 121: Borreliosis Is Caused by Spirochete

239245. Migration-Induced Specific B Cell

6. Patil, P. R., S. Praveen, R. H. S. Rani, Activation. PLoS Pathog. 7(5):

and A. R. Paradkar. 2005. e1002066.

Bioavailability Assessment Of
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 12

11. Gowda, D. V., A. S. Aravindaram, Ketoprofen Pseudolatex Gel for

Raghu N. V. S., and M. S. Khan. 2011. Transdermal Drug Delivery Systems.

Developmentand Evaluation of International Journal of Pharmacy and

Ketoprofen Loaded Biopolymer Based Pharmaceutical Sciences. 6(2): 248-

Transdermal Film. Der Pharmacia 253.

Lettre. 3(3): 233-244. 16. Valenta, C. and B. G. Auner. 2004. The

12. Sarvanan, M., Nataraj K. S., and Use of Polymers for Dermal and

Ganesh K. S. 2007. Hydroxypropyl Transdermal Delivery Systems. Eur. J.

Methylcellulose Based Cephalexin Pharm. Biopharm. 58: 279-289.

Extended Release Ts: Influence Of T 17. Verma, N., S. Deshwal. 2014. Design

Formulation, Hardness And Storage and In Vitro Evaluation of Transdermal

On In Vitro Release Kinetics. Chem Patches Containing Ketoprofen. World

Pharm Bull. 51(8): 978-983. Journal of Pharmaceutical Research.

13. Dash, S., P. N. Murthy, L. Nath, and P. 3(3): 3930-44.

Chowdhury. 2010. Kinetic Modelling 18. Samy, A. M., M. M. Ghorab, Shadeed

On Drug Release From Controlled G., and Eman A. M. 2013. Formulation

Drug Delivery Systems. Acta Poloniae and Evaluation of Different

Pharmaceutica. 67(3): 219. Transdermal Drug Delivery Systems of

14. Hafeez, A., U. Jain, J. Singh, A. Ketoprofen. International Journal of

Maurya, and L. Rana. 2013. Recent Pharmacy and Pharmaceutical

Advances in Transdermal Drug Sciences. 5(2): 600-607.

Delivery System (TDDS): An 19. Putri, K. S. S., Slivia S., and E. Anwar.

Overview. Journal of Scientific and 2013. Pregelatinized Cassava Starch

Innovative Research. 2(3): 733-744. Phtalate as Film-Forming Excipient for

15. J. Suksaeree, C. Monton, A. Sakunpak, Transdermal Film of Ketoprofen. Asian

and T. Charoonratana. 2014. Journal of Pharmaceutical and

Formulation and In Vitro Study of Clinical Research. 6(3): 62-66.


Farmaka Vol. 14 No. 1 2016 13

20. (Rahman, L., I. Ismail, dan E. Contractions. Drug Design,

Wahyudin. 2011. Kapasitas Jerap Development and Therapy. 3: 143-149.

Niosom Terhadap Ketoprofen dan 23. Wongpayapkul, L., P. Leesawat, T.

Prediksi Penggunaan Transdermal. Rittirod, K. Klangtrakul, and Y.

Majalah Farmasi Indonesia. 22(2): 85- Pongpaibul. 2005. Adhesive Property,

91. In Vitro Release and Permeation

21. Chourasia, M. K., L. Kang, and Sui Y. Studies of Ketoprofen Transdermal

C. 2011. Nanosized Ethosomes Drug Delivery Systems. CMU Journal.

Bearing Ketoprofen for Improved 4(3): 305-314.

Transdermal Delivery. Pharma 24. Wongpayapkul, L., P. Leesawat, T.

Sciences. 1: 60-67. Rittirod, K. Klangtrakul, and Y.

22. Rother, M., E. J. Seidel, P. M. Pongpaibul. 2006. Effect of Single and

Clarkson, S. Mazgareanu, U. Vierl, and Combined Permeation Enhancers on

I. Rother. 2009. Efficacy of the Skin Permeation of Ketoprofen

Epicutaneous Diractin (Ketoprofen in Transdermal Drug Delivery Systems.

Transfersome Gel) for the Treatment CMU Journal. 5(1): 41-52.

of Pain Related to Eccentric Muscle

Anda mungkin juga menyukai