A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang
berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi,
ditandai dengan nama, Injeksi................
2 Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi
persyaratan injeksi, ditandai dengan nama , ...................Steril.
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang
cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya :
Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
3 Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
persyaratan untuk suspensi steril setelahpenambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan
nama , ............ Steril untuk Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang
cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj.
Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.
4 Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang
cocok dan steril) .
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya
merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk
injeksi
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan
antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari
1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan
dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien
tersebut tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut"Hipodermoklisa ".
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau
emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi
atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan
antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk
suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat
isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak
mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis
tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus
bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak boleh
mengandung bakterisida.
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida,
disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6
lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan
cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis.
Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.
8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.
9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml.
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air.
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan
sumsum tulang belakang.
C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum
tentu memenuhi syarat untuk injeksi.
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa,
injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air
untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin
Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi
NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat
kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang,
sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan
sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang
dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara
sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
(7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih ataumassa padat yang menjadi jernih
diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.
f) Sebagai stabilisator.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas danefektivitas harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek
terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan
penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali
dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
§ Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
§ Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit
, tidak lebih dari 0,2 %
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebutIsohidri.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh
dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
1. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari
kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan menjadi mati),
sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya
beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .
1. Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes mata.
1. Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan lumbal, air
mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2. Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v, disebut
" hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel , sehingga sel
akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel
tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk ke dalam
sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini bersifat tetap.
Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah
dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan
sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya dengan
larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.
1. Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak,
penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.
2. Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat menimbulkan
perangsangan pada selaput otak.
Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan tekanan
osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh
Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh
Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap penurunan
titik beku. Penurunan titik beku darah, air mata adala -0,520 C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.
a. Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
Suatu larutan dinyatakan isotonik dengan serum atau cairan mata, jika membeku pada suhu -0,520 C.
Untuk memperoleh larutan isotonik dapat ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat
dihitung dengan rumus :
0,52 – b1 C
Rumus-1 : B = b2
Keterangan :
Contoh soal :
1. Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam Borat 0,288
, maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis adalah ...............
Jawab :
0,52 - b1C
B= b2
b2
2. Jumlah volume larutan glukosa yang isotonis dapat dibuat jika tersedia 50 gram glukosa ( PTB
glukosa = 0,1 ), adalah...........
Jawab :
Jadi untuk tiap 100 cc diperlukan Glukosa sebanyak 5,2 gram. Dengan demikian apabila Glukosa yang
tersedia 50 gram, maka volume yang diperoleh sebanyak :
50
3. Bila dicampur 100 ml larutan asam borat 1,8 % b/v dan 100 ml larutan garam dapur 0,9 % b/v dan
diketahui penurunan titik beku larutan disebabkan 1 % asam borat = 0,288, Natrium klorida = 0,576
maka akan didapat larutan yang .......
a. hipotonis c. isotonis
Jawab :
C asam borat menjadi = 1,8 gram/200 ml ® 0,9 gram/100 ml ® 0,9 % b/v CNaCl menjadi = 0,9 gram/200 ml ® 0,45 gram/100
ml ® 0,45 % b/v
Yang dimaksud dengan ekivalen dari NaCl ( E ) adalah sekian gram NaCl yang memberikan efek osmose
yang sama dengan 1 gram dari suatu zat terlarut tertentu.
Jika E Efedrin HCl = 0,28 ; berarti tiap 1 gram Efedrin HCl ~ 0,28 gram NaCl. Jadi dapat dianalogikan
sebagai berikut :
Larutan isotonis NaCl 0,9 % b/v ; artinya tiap 100 ml NaCl ~ 0,9 gram NaCl
Jika bobot NaCl = W x E gram ; maka Volume yang isotonis adalah ( W x E )100/0,9 ; sehingga dapat kita
rumuskan sebagai berikut :
Jika Volume larutan = V ml dan Volume yang sudah isotonis = V' ml ; maka Volume yang belum
isotonis adalah (V - V') ml , sedangkan volume untuk tiap 100 ml NaCl agar isotonis ~ 0,9
gram NaCl, maka bobot NaCl ( B ) yang masih diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah
Rumus-3 : B = 0,9/100 x V - ( W x E )
Keterangan :
maka 0,9/100 x V = ( W x E )
Contoh Soal :
1. Bila 0,76 gram NaCl harus ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin Sulfat, maka
larutan Atropin Sulfat isotonis adalah........................
Jawab :
Cara A :
Artinya 1 gram Atropin sulfat ~ 0,14 gram NaCl (dalam 100 ml)
Jadi untuk larutan isotonis 0,9 gram NaCl dalam 100 ml ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1 gram Atropin
sulfat = 6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v
Cara B :
W = 0,9/0,140= 6,43
Jadi larutan Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau6,43 % b/v
2. Hitung berapa mg NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl yang isotonis
sebanyak 30 ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin adalah 755 , ......................
Jawab :
artinya 1 gram Morfin HCl menyebabkan ekivalen dengan 900 mg – 755 mg = 145 mg NaCl untuk
tiap 100 ml atau dengan kata lain E Morfin HCl= 0,145.
0,9
B= 100 V - (WxE)
0,9
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah 0,183 gram
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah
dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya
cemaran yang terjadi pada waktu pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.
1. Cara aseptik
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang
diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur
secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
Alat untuk
pembuatan
( gelas )
Ditutup kedap
Dikarantina
Caranya :
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring
hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam
wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan
cara yang cocok.
Alat untuk
pembuatan
( gelas )
Dicuci Dilarutkan (
ruang steril )
↓ ↓
Dicuci Diisi
Ditutup kedap
Disterilkan
Dikarantina
E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan kemudian
yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
1. Pemeriksaan kebocoran
(i) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor,
isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang
dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan
injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya akan
terisap keluar.
2. Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam sediaan
yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji sterilitas, untuk zat-
zat :
a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.
ii. Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan
0
pada suhu 100 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding
digunakan Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan asam
amino, sebagai pembanding digunakanCandida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak terdapat
pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam / panas. Pirogen adalah Zat
yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme ( bangkai mikroorganisme ) berupa zat
eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang mengandung unsur
Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat badan, dapat larut dalam air,
tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai
8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai,
harus bebas pirogen.
1. Untuk alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada
suhu 2500 selama 30 menit
a. Dilakukan oksidasi :
§ 1 liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling
dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 Panaskan dalam Arang
Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600 selama 5 – 10 menit ( literatur lain 15 menit )
sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.
3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v sediaan
uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat FI.ed.II )
Injectiones Bag. 3
Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping. Kotoran
berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan kelihatan pada latar
belakang hitam.
Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu 1050;
Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah dengan air, kemudian
dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot tetap; Dinginkan dan kemudian
timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu wadah yang boleh
menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.
Injectiones Bag. 4
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan bahan
penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk
suspensi.
3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan penyerapannya
optimal.
4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose
darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat
dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik
dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan.
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam
wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau
kurang.
Keuntungan :
2. Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke cairan lambung,
tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
Kerugian :
4. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.