Budaya Lahan Kering
Budaya Lahan Kering
PENDAHULUAN
ISI
Dalam aktivitas pertanian dikenal lima panca usaha tani yang terdiri dari
persiapan lahan, persiapa benih atau bibit, penanaman, pemeliharaan dan
panen. Pada setiap daerah, umumnya dalam melaksanakan aktivitas pertanian
tersebut diikuti dengan adanya ritual kebudayaan. Begitupula dengan
kebiasaan dan adat istiadat di Ngada. Ritual adat yang sering dilaksanakan
dalam aktivitas pertanian adalah persiapan lahan dan upacara syukuran panen.
b. Ritual Panen
Moni uma/Doko uma/Anakola:
Acara perayaan ladang sesudah panen,hasil diikat dalam simpul-
simpul dan di masukan dalam lumbung.
Upacara Reba
Reba adalah syukuran yang dilakukan pada awal tahun sebagai bentuk
ucapan syukur atas hasil panen yang diterima sekaligus memohon
berkat Tuhan melalui arwah leluhur agar pada aktivitas pertanian
berikutnya tanaman dapat tumbuh subur dan menghasilkan panen
berlimpah. Upacara reba terdiri dari 3 rangkaian upacara yang yaitu “
Paki Sobhi”, “ Rebha” dan “tege kaju”
1. Paki Sobhi
O uwi e…..
O uwi e…..
Ulu mena kutu ko’e koe dhano ana ko’e
(ketimur babi landak gali meski di gali tetap masih ada)
Ulu zele hui moki moki dhano bhai moli
(kebarat babi hutan sungkur, meski sungkur juga takaan habis )
O uwi e…..
O uwi e......
Artinya :
Artinya:
3. Tege Kaju
Setelah upacara rebha dikebun, sore harinya ada upacara
teg’e kaju secara harafiah tege kaju artinya masukan kayu (kayu
api) kedalam sa’o (rumah adat) kayu api ini sudah dipotong dan
dikeringkan kurang lebih satu bulan menjelang reba kayu-kayu itu
dikumpulkan dipadha sa’o yaitu jenjang pertama sa’o, sa’o memiliki
tiga jenjang lantai yaitu pertama padha, kedua teda dan jenjang
ketiga one
Pelaksanaan upacara tege kaju harus dimulai dari rumah
adat. Kayu dimasukan ke on’e sa’o dan diletakan di atas para-para
(ke’e) yang berjarak kurang lebih 1,5 meter diatas tungkuh api
didalam rumah adat. Kayu api tersebut disiapkan untuk dipakai
selama upacara reba, Jenis kayunya harus kayu isi supaya bara api
tetap ada, sebab selama perayaan reba masing-masing rumah tidak
boleh meminta api dari rumah lain, dan selama perayaan reba tidak
boleh ada yang ke kebun sebab panenannya bisa gagal.
Yang dimaksud paling pertama ialah kaju lasa yaitu kayu
reba yang belum kering betul. Kaju lasa ini ada 12 batang diletakan
tersendiri paling bawah yaitu bagian bawa para-para. Kayu –kayu
lain dimasukan kemudian, disusun menumpuk ke atas. Bila masa
pesta reba telah selesai namum kayu-kayu tersebut masih ada maka
kayu tersebut boleh digunakan untuk masak. Sedangkan kaju lasa
tidak dibolehkan dipakai namun tetap disimpan sampai waktu
perayaan reba tahun berikutnya. Posisi kayu dimasukan ke dalam
sa’o adalah bagian pangkal duluan .
Filsafatnya olo pu’u dhra olo lobo tupu tapa. Secara
harafiah artinya kalau duluan pangkal lancer, kalau duluan pucuk
akan tertahan ranting atau cabang. maka simbolisnya : segala urusan
harus dimulai dari bawa atau dasar kalau dimulai dari atas akan
tertahan atau terhalang. Teknik masukan kayu seseorang berdiri di
padha sa’o mengambil kayu satu paersatu diberikan kepada
seseorang lain yang berdiri di teda lalu diteruskan kepada seorang
lainya yang sudah berdiri didalam sa’o dan menyusun keatas para-
para. Sesudah kayu dimasukan semua dilanjutkan dengan upacara
pemotonngan ayam didalam sa’o untuk mengesahkan upacara tege
kaju tersebut. Sebelum ayam dipotong, salah seorang pemangku adat
dari sa’o tersebut mengucapkan mantra zia ura manu untuk
pengesahan upacara tege kaju selanjutnya saluruh warga sao (ana
sa’o) besama-sama makan minum perjamuan tege kaju tersebut
intinya adalah makan ber sama. Masalahnya bukan banyak
sedikitnya makanan tetapi seperti filsafat "ka papa fara inu papa
resi" yang artinya "makan bersama dari satu wadah, minum
bergilir dari satu cangkir".
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ritual adat terkait panca usaha tani di Kabupaten Ngada terdiri dari
Ritual persiapan lahan dan Ritual Panen.