Anda di halaman 1dari 2

Nilai Dan Makna Yang Terkandung Dalam

Upacara Adat
18/06/2017 14:50 KH2 Dinas Kebudayaan, dinas kebudayaan gunungkidul, even tradisi budaya
gunungkidul, keistimewaan diy, makna adat tradisi, nilai adat tradisi, tradisi budaya
Sarasehan di Dinas Kebudayaan Gunungkidul. KH/ JNE

WONOSARI, (KH),–Upacara adat tradisi di Gunungkidul masih kental dilakukan walaupun


sebagian ada yang mempertentangkan. Ditegah pertentangan kenyataannya masyarakat masih
memegang teguh dan mempertahankan bahkan melestarikan adat tradisi tersebut.

Pemerintah daerah hingga Propinsi DIY dengan kepemilikan status istimewa gencar melakukan
upaya untuk melestarikan berbagai adat tradisi dan budaya yang ada. Terlebih adat tradisi yang
turun temurun dari nenek moyang.

Drs. Bugiswanto, pakar kabudayan Jawa yang sekaligus Ketua Dewan Kebudayaan Propinsi
DIY, dalam saresehan tentang upacara adat di Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul,
Jum’at (16/06/2017) membeberkan dengan detail nilai dan makna yang terkandung dalam
upacara adat.

Ia mengawali menjelaskan dengan pengertian “Kebudayaan”, mengutip pendapat


Poerwodarminto, jelasnya, bahwa kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan sebagainya. Lain lagi kalau menurut
Koentjawaningrat, Kebudayaan itu adalah seperangkat sistem ide, gagasan, norma perilaku dan
hasil karya seperti adat, istiadat , hukum kesenian dan lain-lain.

Kebudayaan itu, lanjut Drs. Bugiswanto, ada unsur-unsurnya, diantaranya sistiem religi
(kepercayaan, agama), sistem ilmu pengetahuan (kosmologi), sistem kemasyarakatan atau
kekerabatan (silsilah), sistem mata pencaharian, sistem kesenian, bahasa komunikasi dan sistem
teknologi.

Pengertian upacara adat atau upacara tradisional adalah rangkaian kegiatan atau tindakan
manusia ditata oleh adat yang berlaku dalam masyarakat yang berkaitan dengan kepercayaan.
Hal ini karena dorongan perasaan manusia untuk melakukan tindakan-tindakan dalam mencari
hubungan dunia gaib, sebagaimana pendapat Koentjaraningrat.

“Kalau menrut Mohammad Damami, upacara adat adalah merupakan ekspresi keagamaan yang
dilaksanakan kelompok setempat yang berlangsung sejak lama secara turun temurun wujudnya
aturan-aturan atau sistem perbuatan,” bebernya.

Memayu hayuning bawono adalah manusia senantiasa menjaga keselarasan (harmoni) antara
manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan manusia dengan alam. Diluar diri manusia ada
kekuatan lain yang bersifat supranatural datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Ada yang
namanya sangkan paraning dumadi. Masih kata Bugiswanto, asal usul manusia dari Tuhan Yang
Maha Esa akan kembali kepada-Nya.

“Maka dalam menghadapi segala sesuatu masalah akan memohon pertolongan dengan jalan
mengadakan ritual atau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” terangnya.

Bugiswanto juga membeberkan berbagai macam dan bentuk upacaya adat. Ada yang bersifat
kelompok dan individu. Contoh upacara adat yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat
tertentu pada tempat-tempat tertentu dengan tatacara secara turun temurun diantaranya; bersih
desa atau merti dusun, sedekah laut atau pisungsung, jaladri, gumbregan, selikuran, labuhan
atau larangan, Nyadran dan lain sebagainya.

Kalau yang bersifat individu biasanya dilaksanakan karena menghadapi fase-fase kehidupan,
upacara adat daur hidup atau siklus kehidupan Ia menjelaskan dengan detail, fase dalam
kandungan seperti Ngebor- bori, Ngloroni, Neloni, Ngapati, Nglimani, Nganemi, Mitani atau
tingkeban, Ngewoloni dan Nyangani. Fase kelahiran, mendem ari-ari, brokohan, sepasaran atau
puputan, selapanan supitan, tarapan dan pernikahan.

“Kalau fase kematian ada Surtanah, Telung dino, Pitung dino, patang puluh dino, satus dino,
setahun atau mendak pisan, rong tahun atau mendak pindo, sewu dino atau “entek’e geblage”,”
tutur Bugiswanto.

Masih banyak lagi upacara-upacara adat yang dilakukan ditengah-tengah masyarakat khususnya
di DIY. Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat adalah nilai ketuhanan, nilai mental dan
moral, nilai etos kerja, nilai toleransi dan nilai gotong royong yang bisa dipetik.

Nilai Ketuhanan, semua adat baik yang bersifat kelompok maupun individu memohon kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan keselamatan serta ucapan syukur segala sesuatu yang
telah diberikannya.

Nilai Mental dan Moral, karena terbangun dari unsur kepercayaanya maka mendorong manusia
untuk berbuat baik sebagai bekal kembali padanya (sangkan paraning dumadi).

Nilai Etos kerja, karena dari kepercayaanya Tuhan Yang Maha Esa memberi segala yang diminta
oleh manusia namun harus dilakukan dengan bekerja dilandasi dengan berdo’a.

Nilai Toleransi, melalui upacara adat tidak membedakan berbagai agama, keyakinan serta status
sosialnya.

Kemudian nilai Gotong Royong, dengan melaksanakan upacara adat terbangun gotong royong
dengan tidak membedakan status sosialnya, pungkas Bugiswanto. (JNE)

Anda mungkin juga menyukai