Anda di halaman 1dari 15

DISKUSI KELAS

Makalah
untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengembangan Kurikulum Biologi
yang Dibina oleh Dr. Hadi Suwono, M.Si

Oleh:
Kelompok 5 / Offering A
Christine Apriyani 150341600023
Maya Agustin 150341607439

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan pembelajaran di kelas sering dirasakan membosankan bagi siswa
karena guru hanya memberikan pelajaran dengan menggunakan satu cara dan tidak
heran apabila sering didapati siswa sedang mengantuk dan kadang berbicara sendiri
dengan teman yang lain sedangkan guru sedang menerangkan, untuk itu diperlukan
strategi pembelajaran agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berhasil. Strategi
merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi
pembelajaran dapat juga diartikan sebagai usaha guru dalam menggunakan beberapa
variabel pengajaran seperti: tujuan, bahan, metode, alat, dan evaluasi agar dapat
mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan yakni pembelajaran yang efektif dan
efisien. Terdapat berbagai macam strategi pembelajaran yang dapat digunakan, salah
satunya adalah dengan metode diskusi kelas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan diskusi kelas?
2. Bagaimana dukungan teoritis dan empiris mengenai diskusi kelas?
3. Bagaimana cara merencanakan dan melakukan kegiatan diskusi kelas?
4. Bagaimana cara mengelola lingkungan belajar untuk diskusi kelas?
5. Bagaimana cara menilai dan mengevaluasi pembelajaran dengan diskusi kelas?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai diskusi kelas.
2. Untuk mengetahui mengenai dukungan teoritis dan empiris mengenai diskusi
kelas.
3. Untuk mengetahui cara merencanakan dan melakukan kegiatan diskusi kelas.
4. Untuk mengetahui cara mengelola lingkungan belajar untuk diskusi kelas.
5. Untuk mengetahui cara menilai dan mengevaluasi pembelajaran dengan diskusi
kelas.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Ikhtisar Diskusi Kelas
Diskusi dan wacana kelas sangat penting dalam semua aspek pengajaran.
Definisi mengenai wacana dan diskusi hampir sama yaitu untuk terlibat dalam
pertukaran verbal dan untuk mengungkapkan pemikiran tentang topik tertentu. Guru
cenderung menggunakan istilah diskusi, karena ini menggambarkan prosedur yang
mereka gunakan untuk mendorong pertukaran verbal di antara siswa. Para ilmuwan dan
peneliti lebih cenderung menggunakan istilah wacana, karena ini mencerminkan
ketertarikan mereka terhadap pola pertukaran dan komunikasi yang lebih besar yang
ditemukan di kelas. Istilah wacana digunakan untuk memberikan keseluruhan perspektif
tentang komunikasi kelas. Istilah diskusi digunakan saat prosedur pengajaran spesifik
dijelaskan.
Terkadang diskusi dibingungkan dengan pembacaan. Diskusi adalah situasi di
mana guru dan siswa atau siswa dan siswa lainnya saling berbicara dan berbagi gagasan
dan pendapat. Pertanyaan yang digunakan untuk merangsang diskusi biasanya pada
tingkat kognitif yang lebih tinggi. Sebaliknya, pembacaan adalah pertukaran tersebut,
misalnya dalam pelajaran instruksi langsung, di mana para guru meminta siswa
merumuskan serangkaian pertanyaan tingkat rendah atau faktual yang bertujuan untuk
memeriksa seberapa baik mereka memahami gagasan atau konsep tertentu.
Diskusi digunakan oleh guru untuk mencapai setidaknya tiga tujuan
instruksional yang penting. Pertama, diskusi memperbaiki pemikiran siswa dan
membantu mereka membangun pemahaman mereka sendiri tentang konten akademis.
Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya, memberi tahu siswa tentang sesuatu tidak
harus memastikan pemahaman. Membahas topik membantu siswa memperkuat dan
memperluas pengetahuan mereka tentang topik dan meningkatkan kemampuan mereka
untuk memikirkannya
Kedua, diskusi mendorong keterlibatan siswa. Berdasakan hasil penelitian,
menunjukkan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran yang tepat, siswa harus
bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan tidak bergantung semata-mata
pada seorang guru. Diskusi memberi kesempatan kepada siswa untuk berbicara dan
bermain dengan ide mereka sendiri dan memberi motivasi untuk terlibat dalam wacana
di luar kelas
Ketiga, diskusi digunakan oleh guru untuk membantu siswa mempelajari
keterampilan komunikasi yang penting dan untuk mengembangkan proses berpikir yang
lebih efektif. Karena diskusi bersifat publik, mereka menyediakan sarana bagi seorang
guru untuk mencari tahu apa yang dipikirkan siswa dan bagaimana mereka memproses
gagasan dan informasi yang diajarkan. Dengan demikian, diskusi memberi pengaturan
sosial di mana guru dapat membantu siswa menganalisis proses berpikir mereka dan
mempelajari keterampilan komunikasi yang penting seperti mengemukakan gagasan
dengan jelas, mendengarkan orang lain, menanggapi orang lain dengan cara yang tepat,
dan mengajukan pertanyaan yang bagus.
Sebagian besar diskusi mengikuti pola yang sama, namun variasi memang ada,
tergantung pada tujuan guru untuk pelajaran tertentu dan sifat siswa yang terlibat. Tiga
variasi akan dijelaskan nanti di bab ini, tapi intinya, ketiganya memiliki sintaks lima
fasa: menjelaskan tujuan pelajaran, memfokuskan diskusi, berpegangan diskusi,
membawa diskusi ke sebuah kesimpulan, dan pembekalan diskusi.
Lingkungan belajar dan sistem manajemen seputar diskusi sangat penting.
Lingkungan untuk melakukan diskusi ditandai dengan proses terbuka dan peran aktif
siswa. Hal ini juga menuntut perhatian cermat terhadap penggunaan ruang fisik. Guru
dapat memberikan berbagai tingkat struktur dan fokus untuk diskusi tertentu, tergantung
pada sifat kelas dan tujuan pembelajaran. Namun, dalam banyak hal, para siswa sendiri
mengendalikan interaksi spesifik. Pendekatan pengajaran ini memerlukan tingkat
kontrol diri siswa yang besar.
2.2 Dukungan Teoritis dan Empiris
Sebagian besar dukungan teoretis untuk penggunaan diskusi berasal dari bidang
dimana para ilmuwan mempelajari bahasa, proses komunikatif, dan pola pertukaran.
Studi ini mencakup hampir semua situasi di mana manusia berkumpul. Untuk
mempertimbangkan peran bahasa, pikirkan sejenak tentang banyak situasi sehari-hari
dimana kesuksesan sangat bergantung pada penggunaan bahasa dan komunikasi.
Persahabatan, misalnya, dimulai dan dipelihara terutama melalui percakapan bahasa-
teman dan berbagi pengalaman satu sama lain. Keluarga mempertahankan sejarah unik
mereka dengan membangun pola wacana, terkadang bahkan dalam bentuk kode rahasia,
yang alami bagi anggota keluarga tapi aneh bagi orang luar, seperti mertua baru.
Budaya pemuda berkembang pola komunikasi khusus yang memberikan identitas
anggota dan kohesi kelompok. Kode rahasia yang digunakan oleh geng adalah contoh
komunikasi yang digunakan untuk mempertahankan kelompok identitas. Sulit
membayangkan pesta koktail, pesta makan malam, sosial gereja, atau apapun acara
sosial lain yang ada sangat lama jika orang tidak bisa secara lisan mengekspresikan ide
mereka dan dengarkan gagasan orang lain. Popularitas talk show radio, ruang obrolan
internet, dan jejaring sosial memberikan bukti tambahan bagaimana interaksi sentral
melalui bahasa adalah untuk manusia.
Wacana melalui bahasa juga penting bagi apa yang terjadi di kelas. Dua dekade
yang lalu Courtney Cazden (1986), salah satu ilmuwan terkemuka Amerika dalam topik
wacana kelas, menulis bahwa "bahasa lisan adalah media yang banyak pengajaran
berlangsung dan dimana siswa menunjukkan kepada guru banyak tentang apa yang
mereka pelajari. Bahasa lisan menyediakan sarana bagi siswa berbicara tentang apa
yang sudah mereka ketahui dan membentuk makna dari pengetahuan baru seperti yang
didapat. Bahasa lisan mempengaruhi proses berpikir siswa dan memberi mereka
pelajaran identitas mereka sebagai peserta didik dan sebagai anggota kelompok kelas.
2.3 Wacana dan Kognisi
Ada hubungan yang kuat antara bahasa dan pemikiran, dan keduanya mengarah
pada kemampuan untuk menganalisis, berargumen secara deduktif dan induktif, dan
membuat kesimpulan yang masuk akal berdasarkan pengetahuan.
2.4 Wacana dan Pemikiran.
Wacana adalah salah satu cara bagi siswa untuk mempraktikkan proses berpikir
mereka dan untuk meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Mary Budd Rowe (1986)
merangkumnya dalam kalimat untuk "tumbuh," sebuah sistem pemikiran yang
kompleks membutuhkan banyak pengalaman dan percakapan bersama. Dalam
membicarakan apa yang telah kita lakukan dan amati, dan dalam berdebat tentang apa
yang kita perbuat dari pengalaman kita, gagasan itu berkembang biak, menjadi halus,
dan akhirnya menghasilkan pertanyaan baru dan eksplorasi lebih lanjut. Dalam
beberapa hal, wacana dapat dianggap sebagai eksternalisasi pemikiran; maksudnya
adalah, mengekspos pikiran tak terlihat seseorang untuk dilihat orang lain. Melalui
diskusi, kemudian, guru diberi sebuah jendela untuk melihat kemampuan berpikir siswa
dan latar belakang mereka, serta umpan balik saat mereka mengamati penalaran yang
salah dan tidak lengkap. Berpikir keras juga memberi kesempatan kepada siswa untuk
"mendengar" pemikiran mereka sendiri dan untuk belajar bagaimana memonitor proses
berpikir mereka sendiri. Ingat, peserta didik tidak memperoleh pengetahuan hanya
dengan mencatat informasi baru di papan tulis kosong; Sebagai gantinya, mereka secara
aktif membangun struktur pengetahuan selama periode waktu karena mereka
menafsirkan pengetahuan baru dan mengintegrasikannya ke dalam pengetahuan
sebelumnya.
2.5 Aspek Sosial Wacana.
Salah satu aspek wacana kelas adalah kemampuannya untuk meningkatkan
pertumbuhan kognitif. Aspek lainnya adalah kemampuannya untuk menghubungkan
dan menyatukan kognitif dan aspek sosial pembelajaran. Memang, sistem wacana kelas
sangat penting menciptakan lingkungan belajar yang positif. Ini membantu menentukan
pola partisipasi dan, akibatnya, memiliki banyak dampak pada manajemen kelas.
Pembicaraan guru dan siswa memberikan banyak lem sosial yang menampung
kehidupan kelas bersama.
Hubungan kognitif-sosial paling jelas dalam cara partisipasi sosial
mempengaruhi pemikiran dan pertumbuhan kognitif. Lauren Resnick dan Leopold
Klopfer (1989) mengamati, misalnya, bahwa "setting sosial memberi kesempatan untuk
memodelkan strategi berpikir yang efektif":
Pemikir yang terampil (seringkali instruktur, tapi kadang-kadang rekan siswa
yang lebih mahir) dapat menunjukkan cara yang diinginkan untuk menyerang masalah,
menganalisis teks, atau membangun argumen. Tetapi yang paling penting, pengaturan
sosial memungkinkan siswa mengetahui bahwa semua elemen pemikiran kritis yakni
menafsirkan, mempertanyakan, mencoba kemungkinan, menuntut pembenaran rasional,
dihargai secara sosial. Sebagian besar karya Vygotsky dan pendidik kontemporer yang
memiliki perspektif cognitiveconstructivist menekankan pentingnya interaksi sosial
dalam semua aspek pembelajaran manusia. Melalui interaksi inilah siswa belajar
bagaimana memikirkan dan memecahkan masalah.
2.6 Pola Wacana Kelas
Bekerja dari berbagai perspektif, peneliti yang mempelajari ruang kelas telah
menemukan pola wacana yang tetap konsisten dalam kurun waktu yang agak lama.
Mereka juga menemukan bahwa pola tradisional belum tentu yang terbaik untuk
mempromosikan partisipasi siswa penuh dan pemikiran tingkat tinggi. Kita semua
terbiasa dengan pola dasarnya, yang disebut dengan inisiasi-respons-evaluasi (IRE).
Pertukaran ini berlangsung dalam setting kelas penuh dan terdiri dari tiga tahap:
• Inisiasi: Guru mengajukan pertanyaan tentang pelajaran.
• Respon: Siswa mengangkat tangan dan membalas.
• Evaluasi: Guru mengevaluasi respons dengan memuji atau memperbaiki respons.
Guru sering menjawab pertanyaan itu sendiri dengan ceramah singkat. Seperti
yang akan Anda lihat nanti, laju pola ini cepat-guru banyak berbicara dan hanya sedikit
siswa yang berpartisipasi. Larry Cuban (1984, 2003) mendokumentasikan bagaimana
pola ini muncul di awal sejarah sekolah formal dan bagaimana hal itu berlanjut sampai
sekarang di semua tingkat sekolah dan di semua mata pelajaran akademis. Ned Flanders
mendokumentasikan dominasi guru dalam komunikasi kelas pada akhir 1960an dengan
berbagai penelitian tentang interaksi guru dan siswa. Flanders (1970) menyimpulkan
bahwa di sebagian besar ruang kelas, dua pertiga dari ceramah tersebut oleh para guru.
John Goodlad (1984), dalam studi ekstensif tentang sekolah bertahun-tahun kemudian,
pada dasarnya melakukan pengamatan yang sama, seperti yang dilakukan Burbules dan
Bruce (2001).
Pola ini masih sangat sering kita temui sampai hari ini. Pada 1990-an, Richard
dan Patricia Schmuck mengunjungi dan mengumpulkan informasi tentang sekolah
pedesaan di Amerika Serikat. Schmucks (1992, 2001) melaporkan bahwa guru berbicara
tiga pertiga waktu dan berkomentar bahwa ini lebih dari dua pertiga guru yang
berbicara. Hanya dua kali Schmuck mengamati siswa berbicara berpasangan, dan hanya
empat kali mereka mengamati interaksi kelompok kecil dan pertukaran. Meskipun
memiliki efek yang berpotensi membahayakan dan upaya yang tiada henti untuk
memodifikasi model wacana IRE, penelitian baru-baru ini (Burbules, 1993; Burbules &
Bruce, 2001; Marzano, 2007; Nystrand et al., 1997) telah mengkonfirmasi bahwa
kebanyakan sekolah terus didasarkan pada model wacana ini.
2.7 Pertanyaan Guru
Diskusi dan pengajaran bacaan mengandalkan guru yang mengajukan
pertanyaan. Itu jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru dan cara meminta mereka
menjadi fokus penyelidikan dan perhatian yang cukup besar untuk beberapa waktu
(Kuba, 1993; Gall, 1970, 1984; Marzano, 2007). Perhatian adalah efek yang dirasakan
oleh siswa pada pembelajaran siswa. Secara khusus, apa efek dari pertanyaan faktual
dan pertanyaan tingkat tinggi tentang pembelajaran dan pemikiran siswa? Selama
bertahun-tahun, kebijaksanaan konvensional menyatakan bahwa mengajukan
pertanyaan tingkat tinggi menyebabkan pertumbuhan kognitif lebih besar daripada
mengajukan lebih banyak pertanyaan konkret dan faktual. Namun, ulasan penelitian
pada awal 1970-an melaporkan tidak ada bukti yang jelas mengenai satu atau lain cara
(Dunkin & Biddle, 1974; Rosenshine, 1971). Pada tahun 1976, Barak Rosenshine siap
untuk menantang kebijaksanaan konvensional ketika dia menyimpulkan bahwa
pertanyaan "sempit" (faktual) tampaknya sangat bermanfaat, terutama bila para guru
memberikan umpan balik segera tentang jawaban yang benar dan salah. Beberapa tahun
kemudian, Redfield dan Rousseau (1981) menantang kesimpulan ini dan melaporkan
bahwa mengajukan pertanyaan tingkat tinggi dan pemikiran yang merangsang memiliki
efek positif pada prestasi dan pemikiran siswa.
Selama dekade terakhir, para periset terus mempelajari kontroversi mengenai
efek jenis pertanyaan pada prestasi dan pemikiran siswa. Sebuah konsensus tampaknya
muncul bahwa jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru harus bergantung pada siswa
yang dengannya mereka bekerja dan jenis tujuan pendidikan yang ingin mereka capai
(Gall, 1984; Marzano, 2007; Walberg, 1999).
• Penekanan pada pertanyaan fakta lebih efektif untuk mempromosikan anak muda
prestasi, yang terutama melibatkan penguasaan pemahaman dasar dan keterampilan.
• Penekanan pada pertanyaan kognitif yang lebih tinggi lebih efektif bagi siswa bila
diperlukan pemikiran yang lebih independen.
Selain jenis pertanyaan yang diajukan guru, peneliti juga telah tertarik pada
tingkat kesulitan pertanyaan dan pola tanya jawab keseluruhan guru. Tingkat kesulitan
mengacu pada kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan dengan benar terlepas
dari tingkat kognitifnya. Penelitian tentang topik ini juga telah menghasilkan hasil yang
beragam. Namun, setelah meninjau penelitian secara menyeluruh, Jere Brophy dan Tom
Good (1986) menyimpulkan bahwa guru harus mempertimbangkan tiga pedoman saat
menentukan seberapa sulitnya membuat keputusan.
Pertanyaan:
• Sebagian besar (mungkin setinggi tiga perempat) pertanyaan guru harus berada pada
tingkat yang akan mendapatkan jawaban yang benar dari siswa di kelas.
• Pertanyaan seperempat lainnya harus berada pada tingkat kesulitan yang akan
menimbulkan beberapa tanggapan dari siswa, bahkan jika responsnya tidak lengkap.
• Tidak ada pertanyaan yang harus begitu sulit sehingga siswa tidak dapat merespons
sama sekali.
Pola keseluruhan pertanyaan juga penting. Sering kali, peraturan diskusi kelas
yang tidak terucap adalah bahwa guru harus mengajukan semua pertanyaan, siswa harus
menanggapi dengan jawaban yang benar, dan guru harus mengulangi pertanyaan jika
jawabannya salah. Nantinya, Anda akan menemukan bahwa pola diskusi semacam ini
tidak mendorong pemikiran tingkat tinggi atau keterlibatan nyata.
2.8 Merencanakan dan Melakukan Diskusi
Seperti model pengajaran yang dijelaskan di bab sebelumnya, diskusi efektif
mengharuskan guru melakukan tugas perencanaan, interaktif, manajemen, adaptif, dan
penilaian. Perencanaan dan tugas interaktif dijelaskan pada bagian ini, dilanjutkan
dengan pembahasan tugas manajemen dan penilaian.
2.9 Perencanaan untuk Diskusi
Dua kesalahpahaman umum yang dipegang oleh banyak guru adalah
merencanakan sebuah diskusi membutuhkan lebih sedikit usaha daripada merencanakan
jenis pengajaran lainnya dan diskusi tersebut sebenarnya tidak dapat direncanakan sama
sekali karena mereka bergantung pada interaksi spontan dan tidak dapat diprediksi di
antara siswa. Kedua gagasan ini salah. Merencanakan sebuah diskusi memerlukan usaha
sebanyak mungkin, mungkin lebih, karena merencanakan jenis pelajaran lainnya, dan
walaupun spontanitas dan fleksibilitas penting dalam diskusi, perencanaan guru terlebih
dahulu yang membuat tindakan ini memungkinkan dilakukan.
2. 10 Pertimbangkan Tujuan.
Umumnya guru menginginkan diskusi mereka untuk mencapai satu dari tiga
tujuan: untuk memeriksa pemahaman siswa tentang tugas membaca atau presentasi
melalui bacaan, mengajarkan keterampilan berpikir, atau berbagi pengalaman.
2. 11 Pertimbangkan Siswa.
Mengetahui tentang pengetahuan awal siswa sama pentingnya merencanakan
diskusi seperti merencanakan jenis pelajaran lainnya. Jika siswa tidak memahami topik
yang sedang dibahas, tidak mungkin mereka mengungkapkan pendapat atau membuat
gagasan yang masuk akal. Guru yang berpengalaman mengetahui bahwa mereka juga
harus mempertimbangkan kemampuan komunikasi dan diskusi siswa mereka. Mereka
mempertimbangkan, misalnya, bagaimana siswa tertentu di kelas akan merespons
secara berbeda terhadap berbagai jenis pertanyaan atau fokus; mereka memprediksi
bagaimana beberapa orang ingin berbicara sepanjang waktu sedangkan orang lain akan
enggan mengatakan apapun. Saat merencanakan diskusi, penting untuk merancang cara
untuk mendorong partisipasi sebanyak mungkin siswa, bukan hanya yang cerah, dan
dipersiapkan dengan pertanyaan dan gagasan yang akan memicu minat sebuah
kelompok mahasiswa yang beragam. Lebih banyak dikatakan tentang aspek diskusi
nanti.
2.12 Pilih sebuah Pendekatan.
Ada beberapa jenis diskusi yang berbeda, dan pendekatan yang dipilih harus
mencerminkan tujuan guru dan sifat siswa yang terlibat. Pada pembelajaran dengan
metode diskusi kelas, akan dijelaskan 3 jenis pendekatan yang biasanya sering
digunakan.
2.13 Menggunakan Waktu Tunggu.
Sebelumnya telah dibahas bahwa sebagian besar guru tidak memberikan siswa
waktu yang cukup untuk berpikir dan merespon. Mungkin ada beberapa alasan untuk
hal tersebut. Salah satunya, adalah norma budaya yang kuat dalam masyarakat kita yang
menentang kediaman/ keheningan. Keheningan membuat banyak orang tidak nyaman
dan karena itu, mereka melewati pertanyaan tersebut untuk menjaga diskusi tetap
berlanjut. Alasan lain adalah, menunggu respon/ tanggapan siswa biasanya dianggap
dapat mengurangi waktu pembelajaran dan membuang-buang waktu. Selain itu, waktu
tunggu biasanya dapat memberi kesempatan bagi beberapa siswa untuk ngobrol dan
berperilaku buruk. Meskipun, banyak kondisi atau resiko yang dipengaruhi oleh
keheningan pada waktu tunggu, sebaiknya guru tetap memberikan waktu tunggu
setidaknya tiga detik untuk memperoleh tanggapan/ jawaban siswa. Guru harus benar-
benar mengarahkan siswa agar dapat menjawab pertanyaan dengan baik tanpa
melompati pertanyaan-pertanyaan tersebut.
2.14 Menanggapi Jawaban Siswa.
Ketika siswa merespon dengan benar untuk pertanyaan guru, guru yang efektif
mengakui jawaban yang benar dengan afirmasi singkat seperti sebagai, “Itu benar,”
“Oke,” atau “Ya.” Akan tetapi, untuk menanggapi jawaban siswa yang salah atau
kurang lengkap dapat digunakan beberapa cara:
1. Tetap menghargai jawaban siswa dengan memberikan pertanyaan yang
mengarahkan kepada jawaban yang benar.
2. Memberikan bantuan kata kunci pada siswa
2.15 Menanggapi Gagasan dan Opini Siswa.
Ketika siswa memberikan gagasan/ opini dalam diskusi, guru harus menanggapi ide-
ide dan opini yang diberikan oleh siswa. Respon yang diberikan oleh guru sangat
berpengaruh dalam proses berpikir dari siswa tersebut. Beberapa cara menanggapi
gagasan dan opini siswa antara lain,
a) Memberi reaksi pada pendapat siswa (ex: Itu adalah ide yang menarik....)
b) Mencari klarifikasi/ memastikan jawaban siswa (ex: “Saya pikir Anda memiliki
ide yang baik. Tapi saya agak bingung. Bisakah Anda lebih memperjelas
pemaparan anda untuk membantu saya agar lebih paham..)
c) Meminta siswa untuk mencari bukti pendukung (ex: “Bagaimana jika saya
mengatakan kepada Anda (memberikan informasi baru)? Apa yang anda akan
lakukan untuk hipotesis tersebut?”
2.16 Mengekspresikan Pendapat.
Pada pembelajaran dengan metode diskusi kelas, guru juga harus memberikan
penjelasan singkat untuk membantu siswa dalam membangun konsep, namun tanpa
mendominasi kelas. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam pembelajaran
dapat membuat siswa merasa dihargai dan tertarik untuk berbagi ide dan menemukan
pengetahuan.
2.17 Membangun Suasana Menyenangkan
Guru dapat membuat siswa terlibat dalam diskusi jika diskusi tersebut menarik dan
menyenangkan. Beberapa strategi untuk membangun suasana menyenangkan tersebut
antara lain:
a) Menunjukkan antusiasme terhadap topik diskusi
b) Bersikap bersahabat dengan siswa
c) Memberi kebebasan berpendapat
d) Membuat pertanyaan yang dijadikan sebagai sebuah permainan.
2.18 Mengakhiri Diskusi
Seperti jenis pembelajaran yang lain, diskusi kelas juga harus diarahkan pada
penutupan/ akhir yang jelas. Pada beberapa kasus, guru dapat mengakhiri diskusi
dengan meminta siswa untuk meringkas hasil diskusi dalam beberapa kalimat dan
menghubungkan ide/ pendapat yang sudah disampaikan dengan tujuan pembelajaran.
Dalam kasus lain, guru mungkin dapat menutup diskusi dengan presentasi singkat yang
membahas informasi baru atau yang sebelumnya dipelajari. Beberapa guru meminta
siswa untuk meringkas diskusi dengan mengajukan pertanyaan akhir seperti, “Apa hal
utama yang Anda dapatkan dari diskusi kita hari ini?”.
2.19 Refleksi Diskusi
Pada saat mengakhiri diskusi, guru juga harus merefleksi kegiatan diskusi yang
telah dilakukan untuk mengukur keberhasilan proses diskusi tersebut. Salah satu yang
dapat dilakukan pada refleksi diskusi adalah meminta pendapat siswa mengenai diskusi
yang telah berlangsung pada hari itu.
2.20 Mengelola Lingkungan Belajar
Pada pembelajaran dengan metode diskusi kelas, diperlukan adanya penggunaan
beberapa model/ pendekatan untuk membantu siswa dalam berpartisipasi pada proses
diskusi di dalam kelas. Pendekatan yang biasa digunakan dalam proses diskusi kelas
antara lain:
a) Think-Pair-Share. Strategi Think-Pair-Share, telah dijelaskan pada Bab 10
sebagai salah satu pendekatan pada pembelajaran kooperatif yang dapat
meningkatkan partisipasi siswa. Pendekatan ini juga membantu siswa untuk
bekerja sama dan membangun konsep mengenai pembelajaran yang dilakukan.
b) Buzz Groups. Buzz Groups dapat diartikan sebagai suatu metode pembelajaran
yang membagi siswanya dalam suatu kelompok besar yang terdiri dari 10 orang
menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 2-3 orang, dan diskusi
dilakukan dalam tiga tahapan yaitu diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok
besar, dan diskusi kelas. Setiap kelompok kecil mendiskusikan tugas yang
diberikan dan berkewajiban untuk melaporkan hasil diskusi pada kelompok
besar lalu kemudian kelompok besar mempersentasikan dalam diskusi kelas.
c) Beach Ball. Metode pembelajaran yang melibatkan antara guru dan siswa untuk
saling bertukar pendapat tentang suatu permasalahan bersama-sama guna
mencari pemecahan permasalahan. Metode beach ball merupakan pembelajaran
diskusi yang diberikan guru dengan memberikan bola kepada salah seorang
siswa untuk memulai diskusi dengan pengertian bahwa, hanya siswa yang
memegang bola yang dapat berbicara. Siswa lain mengangkat tangan agar
mendapat bola jika ingin mendapat giliran berbicara. Sehingga meetode ini
dapat menimbulkan aktivas belajar siswa dengan saling bersaing untuk berbicara
satu sama lain.
2.21 Menilai dan Mengevaluasi Diskusi Kelas
Serupa dengan pendekatan lain, pembelajaran dengan diskusi kelas juga
membutuhkan penilaian dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan dari diskusi
tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi
diskusi kelas yaitu:
a) Memberikan lembar tugas sebagai bahan penilaian dan evaluasi yang tepat untuk
diskusi.
b) Guru harus menilai kontribusi masing-masing siswa dalam diskusi kelompok
dan diskusi kelas.
c) Memberikan poin bonus kepada siswa yang secara konsisten memberikan
kontribusi/ siswa aktif.
d) Memberikan penilaian dengan meminta siswa menuliskan hal-hal yang
diperoleh berdasarkan hasil diskusi.
e) Melakukan evaluasi melalui tugas menulis refleksi mengenai kegiatan diskusi.
BAB III
PENUTUP
Metode diskusi adalah adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan
guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok-kelompok untuk
mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Keuntungan dari
pembelajaran dengan metode diskusi meliputi suasana kelas menjadi hidup, melatih
berfikir kritis, dapat menaikkan prestasi kepribadian individual, merupakan latihan
untuk memenuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam musyawarah. Untuk
melaksanakan pembelajaran dengan diskusi kelas, guru harus menggunakan waktu
tunggu untuk memperoleh respon dan jawaban dari siswa, selain itu guru juga harus
mengelola lingkungan belajar menjadi bentuk kelompok untuk mendukung kegiatan
diskusi di dalam kelas. Pada pembelajaran diskusi kelas, guru harus membangun
suasana menyenangkan agar siswa berani menyampaikan pendapat di dalam kelas. Pada
akhir pembelajaran, guru perlu melakukan penilaian dan evaluasi untuk mengukur
keberhasilan pembelajaran menggunakan metode diskusi kelas.
DAFTAR RUJUKAN
Arends, Richard. 2012. Learning to Teach Ninth Edition. Americas, New York:
McGraw Hill

Anda mungkin juga menyukai