Etnobotani Pangan Numfor
Etnobotani Pangan Numfor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mendasar
bagi setiap manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus
selalu terjamin. Dewasa ini daya dukung lingkungan semakin menurun
sehingga ketersediaan bahan pangan juga turut berkurang. Hal tersebut
dapat terlihat dari banyaknya kasus kelaparan dan gizi buruk yang terjadi
di berbagai belahan dunia, khususnya di negara berkembang termasuk
Indonesia. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil menjadi negara yang
berswasembada beras. Akan tetapi, dengan terus bertambahnya jumlah
penduduk dan makin sempitnya lahan untuk pertanian terutama untuk
tanaman pangan menyebabkan menurunnya jumlah produksi total beras.
Hal ini menyebabkan pada saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor
beras terbesar di dunia dengan rata-rata impor beras yang dilakukan
adalah 1,4 juta ton per tahun (Yudohusodho dalam Prakoso, 2006). Maka
dari itu, perlu dilakukan diversifikasi pangan yaitu mencari bahan pangan
alternatif pengganti beras yang nilai gizinya hampir sama atau bahkan
melebihi beras.
Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin
ketahanan pangan bagi penduduknya. Program penganekaragaman
pangan oleh pemerintah berbahan non beras sangat penting dilakukan
agar masyarakat dibiasakan mengkonsumsi beranekaragam makanan
pokok selain beras. Upaya peningkatan hasil pertanian sebagai salah satu
bidang penyedia bahan makanan pun terus dilakukan. Tetapi, sumber
pangan tersebut tidak mencukupi kebutuhan. Salah satu cara yang bisa
dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut yaitu perlu dilakukan upaya
diversifikasi bahan pangan pokok yaitu dengan memanfaatkan bahan
pangan alternatif antara lain Pokem, jagung, sorghum, kentang,
singkong, ubi jalar, gandum dan lain-lain.
Papua merupakan wilayah yang memiliki keberagaman hayati yang
cukup lengkap. Keberagaman ini menyebabkan berlimpahnya sumber
makanan yang ada. Walaupun kebanyakan orang awam hanya mengenal
sagu sebagai makanan pokok kelompok-kelompok etnis di Papua, tetapi
banyak pula variasi sumber makanan untuk pemenuhan karbohidrat yang
belum teridentifikasi dengan baik. Kelompok etnis yang mengkonsumsi
jenis umbi-umbian lokal atau jenis sumber makanan lain misalnya, orang
Karon, salah satu kelompok etnis di kepala burung Papua yang
mengkonsumsi jenis-jenis pisang asli yang hanya tumbuh di hutan-hutan
ulayat mereka sebagai makanan pokok. Sebagian orang pun menganggap
bahwa unsur budaya di Papua yang berkaitan dengan sistem mata
pencaharian hidup adalah berburu dan meramu (food gathering) padahal
banyak pula kelompok etnis di Papua yang mengusahakan lahan mereka
dengan membudidayakan tanaman lokal dengan sistem teknologi,
pengetahuan lokal, dan bentuk-bentuk pembagian tenaga kerja yang
cukup menarik bila dikaji lebih jauh.
Sumber pangan spesifik lokal Papua seperti ubi jalar, talas, gembili,
sagu, dan Pokem telah dibudidayakan oleh masyarakat asli Papua secara
turun temurun. Komoditas tersebut telah menjadi sumber bahan makanan
utama bagi masyarakat Papua. Husain (2004) dalam Rauf dan Lestari
(2009) menyatakan, pangan lokal adalah pangan yang diproduksi
setempat (suatu wilayah/ daerah tertentu) untuk tujuan ekonomi dan
atau konsumsi. Dengan demikian, pangan lokal Papua adalah pangan
yang diproduksi di Papua dengan tujuan ekonomi atau produksi. Kondisi
agroekosistem Papua sangat mendukung pengembangan komoditas
pertanian, terutama komoditas pangan spesifik lokal. Namun,
pengembangan komoditas tersebut tidak merata di dataran Papua,
kecuali ubi jalar yang dapat dijumpai di berbagai wilayah, baik pada
dataran rendah maupun dataran tinggi, terutama pada wilayah
pegunungan tengah. Selain ubi jalar, sagu juga merupakan bahan
makanan pokok bagi masyarakat Papua, terutama yang berdomisili di
dataran rendah atau di pesisir pantai atau danau. Sagu tumbuh baik pada
daerah rawa, meskipun dapat pula tumbuh di daerah kering. Papua
merupakan salah satu wilayah yang memiliki hutan sagu terluas di
Indonesia. Widjono et al. (2000) menemukan 61 aksesi sagu melalui
survei yang dilakukan di daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, dan
Merauke. Jumlah aksesi tersebut masih memungkinkan bertambah
karena survei baru dilakukan di sebagian wilayah potensial sagu di Papua.
Sumber pangan alternatif yang beragam di Papua, mulai dari umbi-
umbian, serealia, buah-buahan, dan bahkan tanaman obat dapat
menyediakan pangan yang cukup bagi masyarakat setempat sehingga
terhindar dari kekurangan gizi (malnutrition) atau kelaparan. Namun,
sosialisasi pemanfaatan sumber pangan alternatif tersebut belum
dilakukan secara bijak dan berkelanjutan. Selain itu, masyarakat mulai
bergantung pada sumber pangan beras karena selain enak juga mudah
diperoleh. Hal tersebut merupakan salah satu dampak kebijakan
pemerintah yang hanya terfokus pada terjaminnya ketersediaan beras.
Kebijakan tersebut tanpa disadari telah mengubah menu karbohidrat
masyarakat dari nonberas ke beras, terutama pada daerah yang secara
tradisional mengonsumsi pangan bukan beras, seperti kawasan timur
Indonesia (Suharno et al 2015). Pada waktu tertentu, terutama di daerah
terpencil, untuk memperoleh beras sangat sulit karena terbatasnya sarana
transportasi. Pada kondisi yang demikian, pemanfaatan pangan lokal
sangat diperlukan sebagai salah satu penyangga ketahanan pangan pada
tingkat rumah tangga. Pemanfaatan sumber pangan lokal di Papua masih
dilakukan secara tradisional, baik dari aspek budi daya maupun
pengelolaan pascapanen. Dengan demikian diperlukan percepatan adopsi
teknologi pemanfaatan sumber pangan lokal yang diharapkan dapat
menjadi salah satu penyangga ketahanan pangan di daerah.
Pokem “gandum” Papua merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal
(endemik) di Papua khususnya di Kabupaten Biak Numfor (Rauf dan
Lestari, 2009). Pokem merupakan salah satu jenis tanaman yang
termasuk kelompok dari genus Setaria dengan nama spesies Setaria
italica (L.) Beauv (Hubbard, 1915). Biji pokem oleh sebagian besar
masyarakat lokal dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok khususnya
bubur untuk bayi, anak balita dan berbagai olahan bahan makanan bagi
orang dewasa. Sekitar 67% dari jumlah penduduk lokal di Pulau Numfor
yang mencapai 21.000 jiwa masih menggantungkan hidupnya dari
produksi tanaman ini, baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari–hari
maupun acara adat.
43% herba
57% pohon
biji
43% 43%
buah
umbi
14%
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae Gambar 5.
Genus : Setaria Pokem (Setaria
Spesies : Setaria italica italica)
DAFTAR PUSTAKA
Assa VR, Apituley PM, Mandowen M, Rumbiak A. 2015. Tanaman Pokem
dalam Tradisi Lokal Etnis Biak di Pulau Numfor Kabupaten Biak Numfor.
Jakarta (ID). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Budi, I. Made. 2003. Pemanfaatan Gandum Papua (Pokem) Sebagai
Sumber Pangan Alternatif Untuk Menunjang Ketahanan Pangan
Masyarakat Papua. Lokakarya Pangan Spesifik Lokal di Provinsi Papua.
Hubbard FT. 1915. A Taxonomic Study of Setaria italica and Its Immediate
Allies. American Journal of Botany, 2(4):169–198.
Hildayanti. 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut (Setaria italica).
Makassar.[skripsi]. Universitas Hassanudin Makassar.
Koentjaraningrat. 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta
(ID). Gramedia Pustaka Utama.
Loenard, W. H. dan J. H. Martin, 1988. Cereal Crops. New York (USA).
Macmillan Publishing Co., Inc.
Malik, A. 2008. Pokem (Setaria italica) Sumber Pangan Alternatif di Papua.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua. Jayapura.
Rauf AW, Lestari MS. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal sebagai
sumber pangan alternatif di papua. Jurnal Litbang Pertanian Vol 28(2):
54-62.
Rumbrawer F. 2003. Pokem Terigu Unggul Masa Depan. Jurnal
Antropologi Papua. 2(5):18–41.
Suharno, 2001. Sistem Bercocok Tanam (Pertanian) Masyarakat Danau
Bira, Kecamatan Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayapura. Sains
1(1):19–25.
Suharno, Sufaati S, Agustini V, Tanjung RHR. 2015. Usaha Domestifikasi
Tumbuhan Pokem (Setaria italica L.) Masyarakat Lokal Pulau Numfor,
Kabupaten Biak Numfor Sebagai Upaya Menunjang Ketahanan Pangan
Nasional. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 22(1): 73-83.
Widjono AY. Mokay, Amisnaipa H. Lakuy A. Rouw A. Resubun, Wihyawari
P. 2000. Jenis-jenis Sagu Beberapa Daerah Papua. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Widyaningsih dan A. Mutholib. 1999. Pakan Burung. Jakarta (ID). Penebar
Swadaya.