Anda di halaman 1dari 14

HADITS BERDASARKAN KUANTITAS

DAN KUALITASNYA

A. PEMBAGIAN HADITS DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA

Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya
atau jumlah rawi yang menjadi sumber berkaitan.Di antara mereka ada yang
mengelompokkan menjadi tiga bagian , yakni hadis mutawatir, masyhur, dan ahad, dan ada
juga yang membaginya menjadi dua , yakni hadits mutawatir dan hadits ahad.

Ulama golongan pertama, yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri , tidak
termasuk bagian dari hadis ahad, dianut oleh sebagian ulama ushul, diantaranya adalah Abu
Bakar Al-Jasashah (305-370 H).Adapun ulama golongan kedua , diikuti oleh kebanyakan
ulama ushul dan ulam kalam.menurut mereka , hadis masyhur bukan merupakan hadits yang
berdiri sensdiri , tetapi merupakan bagian dari ahad.itulah sebabnya mereka membagi hadis
menjadi dua bagian yaitu, mutawatir dan ahad.

(sohari sahrani.halaman 83)

Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.

1. Hadits Mutawatir

Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang beriringan
atau yang berurut-urut, maksudnya beriring-iringan antara yang satu dengan yang lain.

Sedang menurut istilah ialah :

‫طؤُتننواْندسةاْنلنعاَتنهحنيلسنمنبلننغاَهةاْنلنكنثنرفهنيبنللسغنواْنجنماَنعةسبهههاَ ننخبننرنمنحسسنوسسنعنننماَنكاَنن‬
‫هباَنلنكهذنعللنيهسنم س‬

“ khabar yang didasarkan kepada pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang
jumlah tersebut menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu)
atau dusta (dalam pembicaraannya).
‫ب نعنن همنثلهههنم همنن اْنسوهل اْلسسننهد اْهنلىَ سمننتننهاَهس‬
‫نماَ نرنواْهس نجنمعْع تسهحنيسل اْنلنعاَ ندةن تننواْ طسسؤُهسنم نعنلىَ اْنلنكهذني ه‬

“Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut
adat, mustahil mereka lenih dahulu bersepakat untuk berdusta, mulai awal sampai akhir
matarantai sanad, pada setiap thabaqat atau generasi”.

‫ب نعنن همنثلهههنم اْنلىَ ننتهنهاَهء اْلسسننهد نونكاَنن سمنستننهسد هسنم اْنلهح س‬


‫س‬ ‫طؤُهسنم نعنلىَ اْنلنكهذ ه‬
‫اْلسهذنرنواْهس نجنمعْع نكثهنيعْرلن يسنمهكسن تننواْ س‬

Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa hadits mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat
memberikan keyakinan yang mantap, terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan
mustahil mereka bersepakat untuk bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal matarantai
sanad sampai pada akhir sanad.

Adapun kriteria yang harus ada dalam hadits mutawatir adalah sebagai berikut :

a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi

Maksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa memberikan suatu
keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, tanpa
melihat berapa jumlah besar perawinya.

Dalam menghadapi nominalisasi jumlah besar perawi dalam hadits mutawatir, para ahli
berbeda-beda pandangan, diantaranya:

1) Al-Qadliy al-Baqilaniy berpendapat bahwa jumlah nominal perawi hadits mutawatir


adalah 5 orang. Hal ini dianalogikan dengan jumlah Nabi yang masuk dalam kelompok ‘Ulil
‘Azmiy.

2) Al-Isthakhariy berpendapat minimal 10 orang, sebab jumlah ini merupakan awal dari
bilangan banyak.

3) Seagian ‘ulama berpendapat minimal 12orang, dan ada juga yang mengatakan minimal 20
orang.

4) Sebagian lagi mengatakan minimal 40 orang, berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul-
Nya, bahkan ada yang berpendapat minimal 70 orang.

b.Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi
berikutnya.

Maksudnya jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang, artinya jika
pada generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada generasi berikutnya harus 20 orang
atau lebih.
c. Berdasarkan tanggapan pancaindra.

Maksudnya hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari pendengaran
atau penglihatan mereka sendiri.(Nasir, Ridwan.Ulumul hadits dan Musthalahul hadits.
(jombang.darul-hikmah.2007) halaman 171-173

Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2
macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir
lafdz , maknawi, dan amali.

1. Hadits mutawatir lafdz

Hadits yang mutawatir yang periwayatannya dengan suatu redaksi yang sama atau hadits
yang mutawatir lafal dan maknanya.

Contoh :

‫أننحسرفسنسنبنعهةنعنلياَ سننهزنلننناَنلقْنرنهذناْإَسن‬

Artinya :

“ sungguh al-Qur’anKu diturunkan dengan 7 bacaan (Qiraat) “.

2. Hadits mutawatir maknawi

Hadits yang maknanya mutawatir tetapi lafalnya tidak.Atau juga hadits yang lafal serta
maknanya berlain-lain, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu makna yang umum.
Maksudnya adalah hadits yang para perawinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi
pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.

Contoh :

(‫ض اْهنبطننيهه هفيِ نشنيسئ همنن سد نعاَ ئههه اْهلس هفىَ اْهل نستهنسنقْاَ هء ) متفق عليه‬ ‫ا نعلننيهه نونسلسنم ينند نيهه نحستىَ سرهؤ ن‬
‫ي بننياَ س‬ ‫صنلىَ ل‬
‫نماَ نرفننع ن‬

“konon Nabi tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam do’a beliau selain do’a sholat
istisqa’.Dan beliau mengangkat tangannya, sehingga Nampak utih-putih kedua ketiaknya.
( H.R Bukhari Muslim)

‫نكاَ نن يننر فنسع ينندنيهه نحنذ نو نمننهكبننيهه‬

“ ketika beliau saw mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau “

3. Hadits mutawatir amali

Sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah bahwa hal itu adalah dari agama, dan telah
mutawatir diantara umat islam bahwa nabi s.a.w mengerjakannya atau menyuruhnya atau
selain dari hal itu.
Jenis hadits mutawati amali ini banyak jumlahnya, misalnyahadits yang menerangkan waktu
shalat, raka’at shalat, shalat jenazah, tata cara shalat, cara pelaksanaan haji dan lain-lain.

‫صلن ةن اْهلس بهأ س مم اْنلقْسنر أنهن‬


‫لن ن‬

“ tidak sah sholat itu dengan tidak membaca fatihah”.

2. Hadits ahad

1. Pengertian hadits Ahad

Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid
berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak
jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan
seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai
jumlah perowi hadits mutawatir.

2. Pembagian hadits ahad

Para ulama membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghoiru masyhur,
sedangkan ghoiru masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.

a. Hadits masyhur

Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ ( sesuatu yang sudah tersebar dan
popular).Adapun menurut istilah yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih, tetapi
bilangannya tidak mencapai ukuran bilangan mutawatir.

Macam-macam hadits masyhur :

1. Masyhur dikalangan para ahli hadits dan lainnya

‫ا ص م اْننلسمنسلهسم نمنن نسلهنم اْنلسمنسلهسمنونن همنن لهنساَ نههه نوينهدهه‬


‫نقاَنل نرسسنوسل ل‬

“Rasulullah saw bersabda seorang muslim adalah orang yang mau menyelamatkan sesama
muslim lainnya dari gangguan lidah dan tangannya”.

2. Masyhur khusus dikalangan para ilmuan

Maksudnya hadits ini hanya dikenal oleh orang-orang tertentu dan yang lain tidak
mengenalnya, seperti hadits :
a) Masyhur dikalangan ahli hadits :

‫ع نعنلىَ هرنعسل نونذنكنواْنن‬


‫ت نشنهلراْ بننعند اْلرر سكنو ه‬
‫اْنسن اْلنسبهليِ ص م قننن ن‬

“sesunguhnya nabi saw berqunutsebulan penuh lamanya setelah ruku’ untuk (mendo’akan)
keluarga Ri’lah dan dzakwan.

b) Masyhur dikalangan ahli fiqih :

‫صلنةن لهنجاَ هر اْنلنمنسهجهد اْهلس هفىَ اْنلنمنسهجهد‬


‫لن ن‬

“Tidak sah shalat orang yang rumahnya berdekatan dengan masjid kecuali melakukan shalat
di masjid”

c) Masyhur dikalangan ahli ushul, yaitu :

‫نرفننعضَ نعنن اْسسمهتيِ اْنلنخ ن‬


‫ط سء نواْلنلنسنياَ سن نونماَ اْسنستسنكهرسهواْ نعلننيهه‬

“telah terangkat (dosa) umatku yakni dosa atas kekeliruan, lupa dan perbuatan yang mereka
kerjakan lantaran terpaksa”

3. Masyhur dikalangan orang ‘Awam

Maksudnya hadits yang masyhur hanya dikalangan orang-orang biasa, seperti hadits :

‫صنوهمسكنم‬
‫يننونم نننحهر سكنم يننوسم ن‬

“hari raya qurban itu adalah puasa kamu sekalian”

Hadits masyhur ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dha’if. Yang dimaksud dengan
hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan hadits sahih, baik pada sanad maupun
matannya, seperti haditsdari Ibnu Umar:

‫فننليسنغهسنلنلسجنمنعهةسكسمنجاَنءاْنذإَه‬
“ barang siapa yang hendak melaksanakan shalat jum’at hemdaklah ia mandi”.

Adapun yang dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah hadis masyhur yang telah
memenuhi ketentuan-ketentun hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya, seperti
sabda Rasulullah s.a.w:
‫ل‬ ‫ضةاْنلهعنلهم ن‬
‫نقاَلننعننسهاَلللهسنر ه‬:َ‫اْلنلبهيللننقْا‬:‫طلنسبمص‬
‫ضيناَ نننهسنعنن‬ ‫سمنسلهنمهةنوسمنسلههمسكلمنعنليفنهرني ن‬

( ‫) نجهنماَاْنبنسنرنواْه‬
“ Menuntut ilmu itu wajib bagi setia muslim baik laki-laki maupun peremuan“.

Adapun yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if adalah hadits masyhur yang
telah memenuhi syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada
matannya, seperti hadits:

‫بلهسنرفننعنرنننفنسهسفننعنرنمنن‬

“ barang siapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia telah mengenal tuhannya “

b. Hadits ghairu Masyhur

Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.

1) Hadits ‘Aziz

Ialah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, sekalipun hanya dalam satu generasi.

Contoh yang ditakhrijkan oleh Bukhari dan Anas katanya Rasulullah saw bersabda :
‫س نقاَ نل نرسسنوسل ل‬
‫ان‬ ‫ب اْهلننيهه همنن نننفهسهه نونواْ لههد هه نونولههدهه نو اْلسناَ ه‬
‫ص م لن يسنؤُ همسن اْننحسد سكنم نحستىَ اْنسكنونن اْننح س‬

‫اْننجنمهعنينن‬

“ tidaklah beriman seseorang diantara kamu, hingga aku lebih dicintai dari ada dirinya, orang
tuanya, anaknya, dan semua manusia.

2) Hadits Gharib

Gharib secara lughawi (bahasa) berarti almunfarid (menyendiri) atau al-ba’id’an aqarabihi
( jauh dari kerabatnya).Jadi, hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perowi yang menyendiri dalam periwayatannya, tanpa ada orang lain yang
meriwayatkannya.

Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.

a. Gharib Muthlaq

Ialah hadits yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada asal sanad.

Contoh hadits gharib muthlaq antara lain :

‫ضعْع نونسنبسعنو نن سشنعبنةعْ نواْنلنحنياَ سء سشنعبنةعْ همنن اْهل نينماَ هن‬


‫نقاَ نل اْلنلبهليِ ص م اْنهل نينماَ سن به ن‬
b. Gharib Nisbi

Ialah hadits yang terjadi gharib dipertengahan sanadnya.hadits nisbi ini adalah hadis yang
diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad ( perawi pada tingkat sahabat),
tetai dipertengahan sanadnya terdaat tingakatan yang perawinya hanya sendiri ( satu orang).

Contoh hadits gharib nisbi yang berkenaan dengan membaca al-qur’an untuk shalat, antara
lain:

(‫مصاَللللهنرسسنولسنناَاْننمنر )داْوداْبونروناْه‬: ‫همننهستنينسسنرنماَنوهباَنلهكنتاَبهنفاَتهنحهةتننقْنرأناْننن‬

“ Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada kami agar kita membaca Al-fatihah dan surat yang
mudah dari alqur’an.( H.R Abu Dawud).

( sohari sahrani.ulumul hadits hal:101)

B. PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITASNYA

Ditinjau dari segi nilainya ( kualitasnya), hadits itu dapat dibagi menjadi tiga macam yakni :

1. Hadits shahih

Sahih secara etimologi adalah lawan dari saqim (sakit), sedangkan dalam istilah ilmu hadits
berarti hadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi
yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya sampai
kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.

Yang dimaksud dengan hadits shahih menurut Muhadditsin ialah hadits yang dinukilkan
(diriwayatkan) oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung,
tidak berillatdan tidak janggal.

Syarat-syarat hadits shahih :

1.Rawinya bersifat adil

2. Sempurna ingatannya

3. Sanadnya tidak putus

4. Hadits itu tidak berillat

5. Tidak syadz atau janggal.

Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li
ghoirih.Perbedaan antara kedua bagian ini terletak pada segi hafalan atau ingatan perawinya
kurang sempurna.

a. Hadits sahih li-dzatih

Yang dimaksud dengan sahih li-dzatih ialah hadits yang tidak memenuhi secara sempurna
persyaratan sahih, khususnya yang berkaitan dengan kurang sempurna pada hadits sahih li
ghairih. Sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa, sebenarnya hadits shahih bagian
ini asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits li dzatih.

Contoh :

‫صلنسة ) رواْه اْلبخاَ ري (هعننندهباَاْلمسنواْهكتنهسنمنلنمنراْسسمهتينعنليأ نسشقْسأ ننننللننو‬


‫سكمل ن‬

“ Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan ber-siwak setiap kali
hendak melaksanakan salat “.( H.R Bukhari)

b. Hadits Shahih li-ghairih

“ Hadits yang keadaan rawy-rawynya kurang Hafidh dan dlabith tetapi mereka masih
terkenal orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu di dapati padanya dari
jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang
menimpanya itu “.

2. Hadits Hasan

Hadits Hasan menurut bahasa berarti Sesuatu yang disenangi dan di oleh nafsu. Sedangkan
hadits Hasan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya..

Menurut At-Turmudzy Hadits Hasan ialah Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang
yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan Hadits itu di riwayatkan
tidak dari satu jurusan ( mempunyai banyak jalan) yang sepadan ma’nanya.

Sedangkan menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh
seorang adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak
terdapat ‘illat serta kejanggalan pada matannya”

Sebenarnya perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, terletak pada syarat kedlabithan
rawy. Yakni pada Hadits Hasan, kedlabithannya lebih rendah ( tidak begitu baik
ingatannya ), jika di bandingkan dengan Hadit Shahih. Sedang syarat-syarat Hadits Shahih
yang lain masih diperlukan untuk Hadits Hasan. 14 Drs. fatchur Rahman. Mushthalahul
Hadits ( Yogyakarta, PT Al-Ma’arif, 1995 ) Halaman 111.

Dengan kata lain, syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :
· Sanadnya bersambung..

·Perawinya adil.

·Perawinya harus dhabit, tetapi kualitas ke dhabitannya dibawah ke dhabitan perawi hadits
shahih.

·Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )

·Tidak ada illat ( cacat )

Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :

a) Hadits hasan lidzatihi

Hadits Hasan Lidzatihi ialah Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan
amanahnya tetapi hafalan dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi
hadits shahih.

b). Hadits hasan lighairihi

hadits hasan lighairihi ialah :

‫ق اْلسراْهوىِ اْننونكنذبههه‬
‫ضنعفههه فهنس س‬ ‫ت طسسرقسهس نولننم ينسكنن نسبن س‬
‫ب س‬ ‫ف اْهنذاْ تننعسدند ن‬ ‫اْنلنحنسسن لهنغنيهرهه هسنو اْلس ل‬
‫ضهعني س‬

“hadits hasan lighairihi ialah hadits dha’if dimana jumlah perawi yang meriwayatkannya
banyak sekali dan sebab kedha’ifannya tidak disebabkan kefasikan perawi atau orang yang
tertuduh kuat senang berlaku bohong”.

Maksudnya adalah hadits dha’if dimana sistem periwayatannya sebagai syarat keshahihan,
banyak yang tidak terpenuhi, tetapi mereka dikenal sebagai orang yang tidak banyak berbuat
kesalahan atau berlaku dosa dan para perawi banyak meriwayatkannya, baik menggunakan
redaksi yang sama maupun yang ada kemiripan.

3. Hadits Dla’if

Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan
hadits dha’if menurut istilah , para ulama’berbeda-beda dalam susunsn redaksiny, tetapi
substansi dari definisi tersebut adalah sama, diantaranya:

a). al-Nawawiy

‫ف هسنو نماَلننم يسنونجند فهنيهه سشسرنوطعْ همنن سشسرنو هط اْنلنحنسهن‬ ‫اْنلنحهدنيثْ اْل س‬
‫ضهعني س‬

“Hadits yang didalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits shahih
dan hasan”

b) Thahhan

‫صفنةن اْنلنحنسهن بهفننقْهد نشنرسط همنن سشسرنوهطهه‬


‫هسنو نماَ لننم يننجنمنع ه‬

“Hadits yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat yang wajib ada dalam hadits hasan
disebabkan tidak adanya satu syarat yang menjadi syarat-syarat hadits hasan”

c). Nur Din ‘Itr

‫ثْ اْنلنمنقْبسنوهل‬
‫طاَ هنن سشسرنوهط اْنلنحهد ني ه‬
‫ف هسنو نماَ فنقْسند نشنر ن‬
‫ضهعني س‬ ‫اْنلنحهدني س‬
‫ثْ اْل س‬

hadits yang didalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat-syarat hadits yang
diterima (maqbul).

d). Ajjaj al-khathibi

‫صفنةس اْنلقْنبسنوهل‬ ‫ف هسنو سكرل نحهد ني س‬


‫ثْ لن تننجتنهمسع فهنيهه ه‬ ‫ضهعني س‬ ‫اْنلنحهدني س‬
‫ثْ اْل س‬

hadits dha’if adalah hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat maqbul.

Dari beberapa definisi id atas, dapat diambil kefahaman jika dalam satu hadits telah
hilang satu syarat dari sekian syarat-syarat yang harus ada di dalam hadits hasan, maka status
hadits tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if, apalagi jika jika syarat yang hilang sampai
dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak ada, tidak memiliki daya ingatan kuat dan ada
kejanggalan atau cacat.

Contoh hadits dho’ig yang diriwayatkan oleh imam Turmudziy, dari jalur Syu’bah, dari
‘Asyim bin Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, dari ayahnya, tentang maskawin
seorang wanita yang berupa sepasang sandal, lalu Rasulullah saw bersabda:

‫ت"ْنننعنم"ْ فنأ ن نجاَ نزهس‬


‫نقاَ لن ن‬.‫ك بهنننعلننيهن ؟‬ ‫ت همنن نننفهس ن‬
‫ك نونماَ له ه‬ ‫نقاَنل نرسسنوسل ل‬
‫ "ْ اْننر ه‬: ‫ا ص م‬
‫ضني ه‬

“berkata Rasulullah SAW : apakah kamu ridha (senang) menerima maskawin berupa
sandal ?. lalu wanita itu menjawab, iya, kemudia beliau meloloskan ( menikahkan ) nya.

KESIMPULAN
A. Pembagian hadits dari segi kuantitas

Ditinjau dari segi jumlah perowi yang meriwayatkan, maka hadits itu dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.

1. Hadits Mutawatir

Menurut bahasa mutawatir berarti muttabi’ artinya yang datang kemudian, yang
beriringan atau yang berurut-urut. Menurut istilah ialah : “ khabar yang didasarkan kepada
pancaindera, yang diberitakan oleh sejum lah orang , yang jumlah tersebut menurut adat
kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat (lebih dahulu) atau dusta (dalam
pemberitaannya itu).

Jadi untuk dapat dikatakan berita itu mutawatir, harus memenuhi tiga syarat yakni:

a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi

b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat (generasi) pertama dengan generasi
berikutnya.

c. Berdasarkan tanggapan pancaindra

Menurut ulama sebagian Ulama lainnya, hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2
macam , namun sebagian ulama lainnya membaginya menjadi tiga, yakni, hadits mutawatir
lafdz, maknawi, dan amali.

2. Hadits Ahad

Kata Ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka Ahad atau khabar wahid
berarti yang disampaikan oleh satu orang.Khabar yang jumlah perowinya tidak sebanyak
jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan
seterusnya, Yang memberikan pengertian bahwa jumlah perowi tersebut tidak mencapai
jumlah perowi hadits mutawatir.

3. Pembagian hadits ahad

1) Hadits masyhur

2) Hadits ghoiru masyhur

Para ulama ahli hadis menggolongkan hadis ghairu masyhur menjadi ‘aziz dan Gharib.

3) Hadits ‘Aziz

4) Hadits gharib

Hadits Gharib terbagi menjadi dua, yaitu : gharib muthlaq dan gharib nisbi.
B. Pembagian hadits dari segi kualitasnya

1. Hadits Sahihhadits yang berhubungan (bersambung) sanadnya yang diriwayatkan oleh


perawi yang adil , dhabith, yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) dengannya
sampai kepada akhir sanad, tidak syadz dan tidak pula berillat.

Para ulama membagi Hadits shahih menjadi dua bagian, yaitu shahih li-dzatih dan shahih li
ghoirih.

Syarat-syarat hadits shahih :

1. Rawinya bersifat adil

2. Sempurna ingatannya

3. Sanadnya tidak putus

4. Hadits itu tidak berillat

5. Tidak syadz atau janggal

2. Hadits hasan

Menurut Jumhuru’l-Muhaddutsin Hadits Hasan ialah Hadits yang dinukilkan oleh seorang
adil, ( tapi ) tak begitu kokoh ingatannya, bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat
‘illat serta kejanggalan pada matannya”

syarat hadits hasan dapat di rinci sebagai berikut :

· Sanadnya bersambung..

· Perawinya adil.

· Perawinya dhabit, tetapi ke dhabi-annya ke bawah ke dhabitan perawi hadits hasan.

·Tidak terdapat kejanggalan ( syadz )

·Tidak ada illat ( cacat )

· Hadits hasan itu dapat di bagi menjadi dua yaitu :

· Hadits hasan lidzatihi dan

· Hadits hasan lighairihi


3. Hadits Dha’if

Menurut bahasa Dlaif berarti ‘Ajiz = yang lemah sebagai lawan qawiyyu = kuat. Sedangkan
menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi “ yang tidak terkumpul sifat-sifat Shahih
dan sifat-sifat hasan

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Moh.1998. Ilmu Mushthalahul hadits. Surabaya: al-ikhlas

Fatchurrohman.1970. Iktisar Musthalahul Hadits.Bandung:PT.Ma’arif

Nasir, Ridwan.2007.Ulumul Hadits dan Musthalahul Hadits. Jombang:

Darul- Hikmah

Sohari, Sahrani.2010. Ulumul Hadits.Bogor: Ghalia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai